• Tidak ada hasil yang ditemukan

III. METODE PENELITIAN

3.4 Tingkat Keberlanjutan Kawasan Permukiman di Cisauk

Jenis data yang diperlukan dalam analisis keberlanjutan kawasan permukiman di Cisauk adalah data sekunderdandata primer. Data sekunder berasal dari instansi terkait dan penelitian terdahulu, yaitu data spasial, fisik lingkungan, dan sosial ekonomi. Data primer berasal dari responden dan pakar terpilih, dilengkapi dengan pengamatan lapangan.

3.4.1 Jenis data dan sumber data

Untuk menganalisis keberlanjutan kawasan permukiman di Cisauk diperlukan data dan sumbernya yang secara berturut-turut tertera pada Tabel 3, 4, dan 5.

Tabel 3 Jenis-jenis peta dan sumber datanya

N

Noommoorr JJeenniissDDaattaa SSkkaallaa SSuummbbeerr TTaahhuunn 1 Peta dasar 1 : 4,000 Dinas Tata Kota 2009 2 Peta topografi 1 : 4,000 Dinas Tata Kota 2009 3 Peta drainase 1 : 4,000 Dinas Tata Kota 2009 4 Peta banjir 1 : 10,000 Dinas Pengairan 2009

Tabel 4 Jenis data dan sumber data fisik lingkungan

N

Noo JJeenniissDDaattaa UUrraaiiaannDDaattaa SSuummbbeerr TTaahhuunn 1 Air minum, air

tanah

Kualitas, kuantitas, waktu

BPLH, PDAM, Dinkes Kab.

Tangerang 2009 2 Udara Kualitas, polusi BPLH Kab. Tangerang 2009 3 Iklim Curah hujan, BMG 2009 4 Drainase Jaringan, cakupan,

kondisi

Dinas Pengairan Kab.

Tangerang 2009 5 Pengendalian

banjir Intensitas, besaran

Dinas Pengairan Kab.

Tangerang 2009 6 Persampahan Manajemen,

kendala

Dinas Kebersihan Kab.

Tangerang 2009 7 Penambangan Jumlah, metode, perkembangan, dampak Dinas Pertambangan Kab.Tangerang 2009 8 Sub DAS Cisadane Run-off, manajemn

Dinas PU Kab. Tangerang 2009 9 Persepsi

Tabel 5 Jenis data dan sumber data sosial ekonomi

N

Noo JJeenniissDDaattaa UUrraaiiaannDDaattaa SSuummbbeerr TTaahhuunn 1 KKeeppeenndduudduukkaann Jumlah, struktur,

perkembangan, BPS Kab. Tangerang 2009 2 Fasilitas pendidikan, kesehatan. Jumlah, kualitas, keterjangkauan Data potensi kelurahan 2009 3 Perekonomian Kontribusi, lapangan

pekerjaan,

Dinas Perdagangan

Kab.Tangerang 2009 4 Penggunaan lahan Jenis penggunaan

lahan, harga BPN Kab. Tangerang 2009 5 Perumahan Jumlah, luas, harga,

perkembangan Asosiasi perumahan Kab. Tangerang 2009 6 Prasarana dan sarana Jalan akses, transportasi, amenities

Dinas PU, Perhub

Kab. Tangerang 2009 7 Persepsi

stakeholders

Pilihan lokasi,

kebutuhan, prmasalahn Wawancara 2010 3

3..44..22 TTeekknniikkPPeennaarriikkaannSSaammppeellddaannAAnnaalliissiissDDaattaa

Teknik penarikan sampel penelitian dilakukan secara purposive sampling

atau pemilihan secara sengaja dengan pertimbangan tertentu. Persyaratan penarikan sampel dengan purposive sampling menurut Arikunto (1996) adalah (1) penarikan sampel harus didasarkan pada ciri-ciri, sifat-sifat atau karakteristik tertentu, yang merupakan ciri-ciri pokok populasi, (2) subyek yang diambil sebagai sampel benar-benar merupakan subyek yang paling banyak mengandung ciri-ciri yang terdapat pada populasi (key subject), dan (3) penentuan karakteristik populasi dilakukan dengan cermat.

Pakar merupakan pihak yang berkompeten sebagai pemangku kepentingan dan ahli dalam bidang perkotaan, sumberdaya air, transportasi, lingkungan, pemerintahan, dan akademisi. Dasar pertimbangan dalam penentuan atau pemilihan pakar untuk dijadikan sebagai responden menggunakan kriteria sebagai berikut:

1. Keberadaan responden dan kesediaannya untuk dijadikan responden;

2. Memiliki reputasi, kedudukan/jabatan dan telah menunjukan kredibilitasnya sebagai ahli atau pakar pada bidang yang diteliti;

3. Memiliki latar belakang pendidikan tinggi yang dikaji dan atau telah memiliki pengalaman dalam bidangnya minimal 2 tahun.

Stakeholders dalam pengembangan permukiman adalah masyarakat (setempat, usia produktif, LSM) sebanyak 200 responden, swasta (pengusaha)

sebanyak 10 orang, pemerintah (desa, kecamatan, kabupaten, provinsi) sebanyak 21 orang, dan ahli (pemerhati, akademisi) sebanyak 24 orang.

Analisis keberlanjutan kawasan permukiman dilakukan dengan metode

Multidimensional Scaling (MDS). Analisis ini dinyatakan dalam indeks keberlanjutan dengan tahapan sebagai berikut: (1) penentuan atribut kawasan permukiman dalam 3 (tiga) dimensi yaitu ekologi, sosial, dan ekonomi, (2) penilaian setiap atribut dalam skala ordinal dari kriteria keberlanjutan setiap dimensi, dan (3) penyusunan indeks keberlanjutan kawasan untuk existing condition yang dikaji secara umum dan tiap dimensi (Fauzi dan Anna, 2002). Atribut masing-masing dimensi ekologi, sosial dan ekonomi berturut-turut dapat dilihat pada Tabel 6, 7 dan 8.

Keberlanjutan dimensi ekologi adalah stabilitas global untuk seluruh ekosistem, khususnya sistem fisik dan biologi (Perrings, 1991). Dalam kaitan dengan pengembangan kawasan permukiman, keberlanjutan ekologi adalah menjaga keanekaragaman hayati, konservasi lahan dan air, tidak melakukan eksploitasi berlebih terhadap sumberdaya alam dan tidak terjadi pembuangan limbah atau polusi yang melebihi kapasitas asimilasi lingkungan. Atribut dimensi ekologi keberlanjutan pengembangan kawasan permukiman di Cisauk adalah drainase pengendali banjir, penyediaan air minum, kualitas jalan akses, pengelolaan persampahan, penambangan pasir, alih fungsi lahan pertanian produktif, kondisi sub DAS Cisadane, ketersediaan ruang terbuka hijau.

Keberlanjutan sosial adalah terjaganya stabilitas sistem sosial dan budaya, termasuk reduksi konflik yang merusak (UNEP et al., 1991). Dalam kaitan dengan pengembangan kawasan permukiman, keberlanjutan sosial adalah terpenuhinya kebutuhan dasar manusia (pangan, sandang, perumahan, pendidikan, kesehatan), mencegah terjadinya berbagai konflik, menciptakan keadilan dalam kehidupan masyarakat, terjadinya pemerataan pendapatan, terbukanya kesempatan berusaha, dan partisipasi masyarakat. Atribut dimensi sosial keberlanjutan pengembangan kawasan permukiman di Cisauk adalah mencegah konflik sosial, mendorong terjadinya kohesi sosial, mencegah terjadinya kriminalitas, memfasilitasi pengembangan sarana dan prasarana pendidikan dan kesehatan, mendorong pengembangan fasilitas umum dan sosial, dan pemberdayaan masyarakat.

Tabel 6 Atribut-atribut Dimensi Ekologi dan Skor Keberlanjutan Kawasan Permukiman

Nomor Atribut Skor Baik Buruk Keterangan

1 Drainase (pengendalian

banjir) 0,1,2 2 0

(0) sering banjir, (1) jarang banjir, (2) tidak banjir. 2 Air minum (kualitas,

kuantitas, waktu) 0,1,2 2 0

(0) kurang, (1) sedang, (2) baik.

3 Jalan akses (kualitas) 0,1,2 2 0

(0) rusak, (1) sedang, (2) baik. 4 Persampahan (pengelolaan) 0,1,2 2 0 (0) buruk, (1) sedang, (2) baik.

5 Penambangan pasir dan

batu (metode) 0,1,2 2 0

(0) buruk, (1) sedang, (2) baik.

6 Alih fungsi lahan pertanian

produktif (luasan, waktu) 0,1,2 2 0

(0) cepat, (1) sedang, (2) lambat.

7 Sub DAS Cisadane (run-

off, manajemen) 0,1,2 2 0

(0) buruk, (1) sedang, (2) baik.

8 Ruang Terbuka Hijau/RTH

(luasan) 0,1,2 2 0

(0) kurang, (1) sedang, (2) cukup.

Tabel 7 Atribut-atribut Dimensi Sosial dan Skor Keberlanjutan Kawasan Permukiman

Nomor Atribut Skor Baik Buruk Keterangan

1 Konflik sosial 0,1,2 2 0

(0) banyak, (1) sedikit, (2) tidak ada. 2 Kohesi sosial 0,1,2 2 0 (0) buruk, (1) sedang,

(2) baik.

3 Kriminalitas 0,1,2 2 0 (0) banyak, (1) sedang, (2) aman. 4 Prasarana kesehatan, pendidikan 0,1,2 2 0 (0) kurang, (1) sedang, (2) baik.

5 Fasilitas umum dan

sosial 0,1,2 2 0 (0) kurang, (1) sedang, (2) baik. 6 Pemberdayaan masyarakat 0,1,2 2 0 (0) buruk, (1) sedang, (2) baik.

Tabel 8 Atribut-atribut Dimensi Ekonomi dan Skor Keberlanjutan Kawasan Permukiman

Nomor Atribut Skor Baik Buruk Keterangan

1 Penyerapan tenaga kerja 0,1,2 2 0

(0) sedikit, (1) sedang, (2) banyak. 2 Peningkatan kesejahteraan masyarakat 0,1,2 2 0 (0) sedikit, (1) sedang, (2) banyak. 3 Peningkatan pendapatan asli daerah 0,1,2 2 0 (0) sedikit, (1) sedang, (2) banyak.

4 Nilai ekonomi lahan 0,1,2 2 0

(0) rendah, (1) sedang, (2) tinggi. 5 Keuntungan/ profit 0,1,2 2 0 (0) sedikit, (1) sedang, (2) banyak, 6 Perkembangan sarana ekonomi (10 thn terakhir) 0,1,2 2 0 (0) lambat, (1) sedang, (2) cepat,

Keberlanjutan ekonomi adalah arus maksimum pendapatan yang dapat diciptakan dari aset (modal) yang minimal dengan manfaat yang optimal (Maler, 1990). Dalam kaitan dengan pengembangan kawasan permukiman, keberlanjutan ekonomi adalah meningkatkan pendapatan masyarakat, menghasilkan produksi secara berkesinambungan, peningkatan ekonomi daerah, penyerapan tenaga kerja, dan meningkatkan peluang investasi. Atribut dimensi ekonomi keberlanjutan pengembangan kawasan permukiman di Cisauk adalah penyerapan tenaga kerja, peningkatan kesejahtraan masyarakat, peningkatan pendapatan asli daerah, nilai ekonomi lahan, keuntungan berusaha, pengembangan sarana dan prasarana dasar (10 tahun terakhir).

Setiap atribut pada masing-masing dimensi diberikan skor berdasarkan

Scientific Judgement dari pembuat skor. Rentang skor berkisar antara 0 – 2 atau bergantung pada keadaan masing-masing atribut yang diartikan mulai dari yang buruk (0) sampai baik (2). Selanjutnya nilai skor dari masing-masing atribut dianalisis secara multi dimensional untuk menentukan satu atau beberapa titik yang mencerminkan posisi keberlanjutan pengembangan kawasan permukiman yang dikaji relatif terhadap dua titik acuan yaitu titik ”baik” (good) dan titik

”buruk” (bad). Untuk memudahkan visualisasi posisi ini digunakan analisis ordinasi (Alder et al., 2000).

Data yang diperoleh dianalisis dengan menggunakan software Rapsettlement

(Rapid Appraisal for Settlements) yang merupakan penyesuaian dari Rapfish

(Rapid Appraisal for Fisheries). Teknik Rapsettlement adalah suatu metode multi disiplin yang digunakan untuk mengevaluasi perbandingan permukiman berkelanjutan berdasarkan jumlah atribut yang banyak tetapi mudah untuk dinilai. Dalam analisis Rapsettlement setiap data yang diperoleh diberi skor yang menunjukkan status sumberdaya tersebut. Ordinasi Rapsettlement dibentuk oleh aspek ekologi, sosial, dan ekonomi. Hasil statusnya menggambarkan keberlanjutan di setiap aspek yang dilaporkan dalam bentuk skala 0 sampai 100%. Manfaat dari teknik Rapsettlement ini adalah dapat menggabungkan berbagai aspek untuk dievaluasi komponen keberlanjutannya dan dampaknya terhadap permukiman dalam ekosistem (Alder et al. 2000). Rapsettlement didasarkan pada teknik ordinasi (menempatkan sesuatu pada urutan atribut yang terukur) dengan MDS.

Prosedur analisis Rapsettlement dilakukan melalui beberapa tahapan yaitu: 1. Analisis terhadap data kawasan permukiman di Cisauk melalui data statistik,

studi literatur, pengamatan dan wawancara dengan responden.

2. Melakukan skoring dengan mengacu pada literatur dan judgement ahli.

3. Melakukan analisis MDS dengan software SPSS untuk menentukan ordinasi dan nilai stress melalui ALSCAL Algoritma. Teknik ordinasi (penentuan jarak) di dalam MDS didasarkan pada jarak Euclidian yang dalam ruang berdimensi n dapat ditulis sebagai berikut:

d=

Konfigurasi atau ordinasi dari suatu objek atau titik di dalam MDS kemudian diaproksimasi dengan meregresikan jarak Euclidian (dij) dari titik i

ke titik j dengan titik asal ( ij) sebagaimana persamaan berikut:

dij = α + β ij +

Metode ALSCAL mengoptimasi jarak kuadrat (dijk) terhadap kuadrat titik

asal (Oijk), yang dalam tiga dimensi (i,j,k) untuk m atribut, ditulis dalam

S =

Jarak kuadrat merupakan jarak Euclidian yang dibobot (w), dengan banyaknya responden (r), atau ditulis:

d

4. Melakukan ”rotasi” untuk menentukan posisi permukiman pada ordinasi ”bad” dan ”good” dengan Excel dan Visual Basic. Goodnes of fit dalam MDS dicerminkan dari besaran nilai S-Stress yang dihitung berdasarkan nilai S. Nilai Stress yang rendah menunjukkan good fit dan nilai S yang tinggi menunjukkan bad fit. Di dalam Rapsettlement, model yang baik ditunjukkan jika nilai stress lebih kecil dari 0.25 (S < 0.25).

5. Melakukan sensitivity analysis dan Monte Carlo Analysis untuk memperhitungkan aspek ketidak pastian.

Proses ordinasi menggunakan perangkat lunak modifikasi Rapsettlement (Kavanagh, 2001). Perangkat lunak Rapsettlement merupakan pengembangan MDS yang ada di dalam perangkat lunak SPSS, untuk proses rotasi, kebalikan posisi (fliping), dan beberapa analisis sensitivitas telah dipadukan menjadi satu perangkat lunak. Melalui MDS, posisi titik keberlanjutan tersebut dapat divisualisasikan dalam dua dimensi (sumbu horizontal dan vertikal). Untuk memproyeksikan titik-titik tersebut pada garis mendatar dilakukan proses rotasi, dengan titik ekstrim ”buruk” diberi nilai skor 0% dan titik ekstrim ”baik” diberi nilai skor 100%. Posisi keberlanjutan sistem yang dikaji akan berada diantara dua titik ekstrim tersebut. Nilai ini merupakan nilai indeks keberlanjutan pengembangan kawasan permukiman (IKKP) yang dilakukan saat ini. Pada penelitian ini digunakan empat kategori status keberlanjutan berdasarkan skala dasar tersebut seperti yang tertera pada Tabel 9.

Tabel 9 Kategori status keberlanjutan kawasan permukiman di Cisauk

Nilai indeks Kategori

0 – < 25 25 – < 50 50 – < 75 75 – 100 Tidak berkelanjutan Kurang berkelanjutan Cukup berkelanjutan Berkelanjutan Sumber : Kavanagh (1999)

Melalui metode MDS, maka posisi titik keberlanjutan dapat divisualisasikan melalui sumbu horizontal dan vertikal. Dengan proses rotasi, maka posisi titik dapat divisualisasikan pada sumbu horizontal dengan nilai indeks keberlanjutan diberi nilai skor 0% (buruk) dan 100% (baik). Jika sistem yang dikaji mempunyai nilai indeks keberlanjutan lebih besar atau sama dengan 50% (> 50%), maka sistem dikatakan berkelanjutan (sustainable) dan tidak berkelanjutan jika nilai indeks kurang dari 50% (< 50%). Ilustrasi hasil ordinasi nilai indeks keberlanjutan dapat dilihat pada Gambar 8.

Buruk Baik

0 % 50 % 100 %

Gambar 8 Ilustrasi penentuan indeks keberlanjutan kawasan permukiman di Cisauk, provinsi Banten dalam skala ordinasi.

Sumber : Kavanagh (1999)

Analisis ordinasi ini juga dapat digunakan hanya untuk satu dimensi saja dengan memasukkan semua atribut dari dimensi yang dimaksud. Hasil analisis akan mencerminkan seberapa jauh status keberlanjutan dimensi tersebut. Jika analisis setiap dimensi telah dilakukan maka nilai indeks keberlanjutan setiap dimensi dapat divisualisasikan dalam bentuk diagram layang-layang (kite diagram) seperti terlihat pada Gambar 9.

Gambar 9 Ilustrasi indeks keberlanjutan setiap dimensi kawasan permukiman di Cisauk, provinsi Banten ( Sumber : Kavanagh, 1999)

SOSIAL 100 80 60 40 20 0 EKONOMI EKOLOGI

Pada tahap selanjutnya, dilakukan analisis sensitivitas untuk melihat atribut apa yang paling sensitif memberikan kontribusi terhadap nilai indeks keberlanjutan kawasan permukiman di lokasi penelitian. Pengaruh dari setiap atribut dilihat dalam bentuk perubahan ”root mean square” (RMS) ordinasi, khususnya pada sumbu X atau skala sustainabilitas (Alder et al. 2000). Semakin besar nilai perubahan RMS dimensi akibat hilangnya suatu atribut dimensi tertentu maka semakin besar pula peranan atribut tersebut dalam pembentukan nilai indeks keberlanjutan kawasan permukiman pada skala sustainabilitas, atau dengan kata lain semakin sensitif atribut tersebut dalam menentukan keberlanjutan pengembangan kawasan permukiman di lokasi penelitian.

Untuk mengevaluasi pengaruh galat (error) acak pada proses pendugaan nilai ordinasi pengembangan kawasan permukiman digunakan analisis ”Monte Carlo”. Menurut Kavanagh (2001) dan Fauzi dan Anna (2002) analisis ”Monte Carlo” juga berguna untuk mempelajari:

1. Pengaruh kesalahan pembuatan skor atribut yang disebabkan oleh pemahaman kondisi lokasi penelitian yang belum sempurna atau kesalahan pemahaman terhadap atribut atau cara pembuatan skor atribut; 2. Pengaruh variasi pemberian skor akibat perbedaan opini atau penilaian

oleh peneliti yang berbeda;

3. Stabilitas proses analisis MDS yang berulang-ulang (iterasi);

4. Kesalahan pemasukan data atau adanya data yang hilang (missing data); 5. Tingginya nilai ”stress” hasil analisis keberlanjutan, (nilai ”stress” dapat

diterima jika < 25%).

3.5 Arahan Kebijakan Pengembangan Kawasan Permukiman