V. HASIL DAN PEMBAHASAN
5.2 Status Keberlanjutan Kawasan
Untuk mendapatkan data-data primer yang diperlukan, penelitian ini melibatkan sejumlah responden dan nara sumber di Cisauk dan di luar Cisauk melalui wawancara dan pengisian kuesioner. Memperhatikan karakteristik yang ada, responden dibagi dalam empat kategori, yaitu: penduduk, pengusaha, pemerintah, dan akademisi/ ahli. Responden penduduk berasal dari komplek perumahan dan perkampungan dan dipilih yang berusia produktif (17 tahun – 55 tahun) sejumlah 190 orang. Responden pengusaha diwakili oleh pengembang sebanyak 10 orang dan responden pemerintah berasal dari aparat desa, Kecamatan Cisauk dan Kecamatan Setu, Kabupaten Tangerang dan Kota Tangerang Selatan, dan provinsi Banten sejumlah 16 orang. Responden akademisi atau ahli di bidang perkotaan, sumberdaya alam, pemerintahan, transportasi, dan lingkungan sebanyak 24 orang. Sebagaian dari para ahli ini, sebanyak 10 orang, dianalisis persepsinya dengan menggunakan metode AHP untuk mendapatkan struktur hirarki pengambilan keputusan dalam pengembangan kawasan permukiman berkelanjutan. Tabulasi data-data hasil kuesioner responden tertera pada Lampiran 5.
Keberlanjutan pembangunan di suatu wilayah dapat diketahui dari indikator pembangunan berkelanjutan yang mencakup berbagai dimensi. Pada penelitian ini indikator yang digunakan mencakup tiga dimensi yaitu ekologi, sosial, dan ekonomi sesuai dengan konsep pembangunan berkelanjutan oleh Munasinghe (1993). Masing-masing dimensi tersebut memiliki atribut dan kriteria yang mencerminkan pengaruh terhadap keberlanjutan dimensi yang bersangkutan. Berbagai atribut serta kriteria yang digunakan ditentukan berdasarkan indikator keberlanjutan kawasan dari berbagai referensi dan preferensi pakar. Keberlanjutan dimensi ekologi adalah stabilitas global untuk seluruh ekosistem, khususnya sistem fisik dan biologi (Perrings, 1991). Keberlanjutan dimensi sosial adalah terjaganya stabilitas sosial dan budaya, termasuk reduksi konflik yang merusak (UNEP et al., 1991). Keberlanjutan dimensi ekonomi adalah pendapatan yang dapat diciptakan secara maksimum dari modal yang minimal dengan manfaat yang optimal (Maler, 1990).
Data yang diperoleh selanjutnya dianalisis dengan menggunakan software
Rapsettlement (Rapid Appraisal for Settlement). Teknik Rapsettlement adalah suatu metode multi disiplin yang digunakan untuk mengevaluasi perbandingan permukiman berkelanjutan berdasarkan jumlah atribut yang banyak tetapi mudah untuk dinilai. Dalam analisis Rapsettlement setiap data yang diperoleh diberi skor yang menunjukkan status sumberdaya tersebut. Ordinasi Rapsettlement dibentuk oleh dimensi ekologi, sosial dan ekonomi. Hasil statusnya menggambarkan keberlanjutan di setiap aspek dalam bentuk skala 0 sampai 100%. Rapsettlement didasarkan pada teknik ordinasi (menempatkan sesuatu pada urutan atribut yang terukur) dengan MDS.
Analisis terhadap status keberlanjutan pengembangan kawasan permukiman di Cisauk, provinsi Banten dengan metode MDS (Multidimensional Scalling)
menghasilkan nilai indeks keberlanjutan pengembangan kawasan permukiman. Secara multidimensi diperoleh nilai indeks keberlanjutan sebesar 55.93% pada skala keberlanjutan 0 − 100% (lihat Gambar 27). Status keberlanjutan kawasan permukiman tersebut diperoleh berdasarkan penilaian terhadap 26 atribut yang tercakup dalam tiga dimensi (ekologi, sosial, dan ekonomi) seperti tersebut dalam Tabel 6, 7 dan 8, termasuk kedalam kategori cukup berkelanjutan.
55.93%
Hasil analisis tersebut menunjukkan bahwa kegiatan pembangunan yang dilaksanakan di kawasan permukiman di Cisauk selama ini cukup memperhatikan aspek-aspek sosial, dan ekonomi akan tetapi masih kurang memperhatikan aspek ekologi secara terpadu. Untuk mengetahui dimensi pengembangan yang masih lemah dan memerlukan perhatian maka dilakukan analisis MDS pada setiap dimensi. Analisis dilakukan untuk menentukan indeks keberlanjutan dan atribut yang paling sensitif dalam pengembangan kawasan permukiman.
Buruk Baik
0 % 50 % 100 %
Gambar 27 Nilai indeks keberlanjutan multidimensi aktual pengembangan Kawasan Permukiman di Cisauk
Nilai indeks keberlanjutan untuk setiap dimensi berbeda-beda. Dalam konsep pembangunan berkelanjutan bukan berarti semua nilai indeks dari setiap dimensi harus memiliki nilai yang sama besar akan tetapi dalam berbagai kondisi daerah/ wilayah tentu memiliki prioritas dimensi apa yang menjadi perhatian, namun prinsipnya adalah bagaimana agar supaya setiap dimensi tersebut berada dalam kategori ”baik” status keberlanjutannya.
Parameter statistik yang diperoleh dari analisis MDS yang berfungsi sebagai standar untuk menentukan kelayakan terhadap hasil kajian yang dilakukan di wilayah studi adalah nilai stress dan r2 (koefisien determinasi) untuk setiap dimensi maupun multidimensi. Stress adalah skor yang menyatakan ketidaktepatan pengukuran (lack-of-fit measurement). Semakin tinggi ’stress’ semakin tinggi ketidaktepatan (fit). R kuadrat (R square) adalah indeks korelasi pangkat dua yang menyatakan proporsi varians data asli yang dapat dijelaskan oleh MDS. Nilai tersebut berfungsi untuk menentukan perlu tidaknya penambahan atribut untuk mencerminkan dimensi yang dikaji secara akurat (mendekati kondisi yang sebenarnya). Hasil analisis dua parameter statistik MDS pengembangan kawasan permukiman tertera pada Tabel 23.
Tabel 23 Hasil analisis dua parameter statistik MDS
Nilai Statistik Multi Dimensi Ekologi Sosial Ekonomi
Stress 0.14 0.14 0.14 0.14
r2 0.95 0.95 0.95 0.95
Jumlah iterasi 2 2 2 2
Dari Tabel 23 tersebut, terlihat bahwa untuk kondisi multidimensi dan setiap dimensi memiliki nilai stress 0.14 (<0.25). Hal ini menunjukkan bahwa nilai
stress pada analisis dengan metode MDS sudah cukup memadai. Semakin kecil nilai stress yang diperoleh berarti semakin baik kualitas hasil analisis yang dilakukan. Nilai koefisien determinasi (r2) menunjukkan hasil 0.95 (mendekati 1). Berbeda dengan stress, nilai koefisien determinasi (r2) menunjukkan hasil analisis semakin baik jika nilai koefisien determinasi tersebut semakin besar (mendekati 1). Dengan demikian kedua parameter (nilai stress dan r2) menunjukkan bahwaseluruh atribut yang digunakan pada analisis keberlanjutan pengembangan kawasan permukiman di Cisauk sudah cukup baik dalam menerangkan ketiga dimensi yang dianalisis.
Tingkat kepercayaan nilai indeks total maupun masing-masing dimensi diuji dengan menggunakan analisis Monte Carlo. Analisis ini merupakan analisis yang berbasis komputer yang dikembangkan pada tahun 1994 dengan menggunakan teknik random number berdasarkan teori statistika untuk mendapatkan dugaan peluang suatu solusi atau model matematis. Proses untuk mendapatkan solusi tersebut telah melalui perhitungan yang berulang-ulang. Analisis ini sangat berguna dalam menganalisis kawasan permukiman guna melihat pengaruh kesalahan pembuatan skor pada setiap atribut pada masing-masing dimensi yang disebabkan oleh kesalahan pemahaman terhadap atribut, variasi pemberian skor karena perbedaan opini atau penilaian oleh peneliti yang berbeda, stabilitas proses analisis MDS, kesalahan memasukkan data atau data yang hilang, dan nilai
’stress’ yang terlalu tinggi.
Analisis Monte Carlo yang dilakukan beberapa kali ternyata mengandung kesalahan yang tidak banyak mengubah nilai indeks total (multi dimensi) maupun nilai indeks masing-masing dimensi. Berdasarkan Tabel 24 dapat dilihat bahwa nilai status indeks keberlanjutan pengembangan kawasan permukiman di Cisauk
pada tingkat kepercayaan 95% memberikan hasil yang tidak banyak berbeda dengan hasil analisis MDS. Kecilnya perbedaan nilai indeks keberlanjutan (< 5%) antara hasil analisis dengan metode MDS dengan analisis Monte Carlo mengindikasikan bahwa: 1) kesalahan dalam pembuatan skor setiap atribut relatif kecil; 2) variasi pemberian skor akibat perbedaan opini relatif kecil; 3) proses analisis yang dilakukan secara berulang-ulang dalam keadaan stabil; 4) kesalahan pemasukan data dan data yang hilang dapat dihindari. Hal ini menunjukkan bahwa analisis dengan menggunakan metode MDS untuk menentukan keberlanjutan pengembangan kawasan permukiman yang dikaji memiliki tingkat kepercayaan yang tinggi.
Tabel 24 Hasil analisis keberlanjutan kawasan permukiman saat ini Status Indeks Hasil MDS
(%) Monte Carlo (%) Perbedaan (%) Kawasan Permukiman 55.93 55.65 0.28 Dimensi Ekologi 45.35 45.01 0.34 Dimensi Sosial 57.61 57.29 0.32 Dimensi Ekonomi 64.82 64.65 0.17
Untuk memberikan gambaran yang lebih jelas, nilai indeks keberlanjutan setiap dimensi dapat divisualisasikan dalam bentuk diagram layang-layang (kite diagram) seperti tertera pada Gambar 28. Dengan menggunakan metode analisis prospektif dapat diketahui atribut-atribut yang sangat sensitif dalam mempengaruhi nilai keberlanjutan kawasan dari masing-masing dimensi. Untuk dimensi ekologi, hasil analisis menunjukkan nilai indeks keberlanjutan untuk dimensi ekologi adalah sebesar 45.35% pada skala keberlanjutan 0 −100%. Jika dibandingkan dengan nilai kawasan permukiman yang bersifat multidimensi maka nilai indeks aspek ekologi berada dibawah nilai kawasan permukiman dan termasuk dalam kategori kurang berkelanjutan. Terdapat empat atribut yang sangat sensitif dalam mempengaruhi nilai keberlanjutan dimensi ekologi, yaitu: alih fungsi lahan pertanian produktif, penambangan pasir dan batu, drainase sebagai pengendali genangan atau banjir, dan kondisi Sub DAS Cisadane (lihat Gambar 29). Agar nilai indeks dimensi ini dapat meningkat pada masa mendatang perlu diperhatikan keempat atribut tersebut.
Tingkat alih fungsi lahan pertanian produktif menjadi kawasan permukiman dan perdagangan cukup tinggi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar responden menyatakan peralihan fungsi lahan cukup tinggi. Hal ini disebabkan oleh banyaknya kawasan permukiman, perdagangan yang dibangun di kawasan tersebut. Perkembangan kawasan permukiman tersebut cenderung terpusat di jalur utama (Serpong dengan Rumpin-Bogor) sehingga beban jaringan jalan utama tersebut cukup tinggi.
Gambar 28 Diagram layang-layang nilai Kawasan Permukiman Kegiatan penambangan pasir dan batu (bahan galian C) di kawasan tersebut dilaksanakan dengan menggunakan alat berat sehingga lebih eksploitatif dan kurang memperhatikan kelestarian lingkungan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar responden menyatakan bahwa penambangan pasir dan batu yang dilaksanakan di kawasan tersebut dilaksanakan dengan kurang memperhatikan kelestarian lingkungan. Hal ini menggambarkan bahwa kegiatan ini dari aspek ekologi kurang berkelanjutan yang terlihat dari kondisi jalan-jalan yang dilewati truk-truk pengangkut pasir dalam kondisi rusak cukup parah. Sementara itu, polusi debu di sepanjang jalan tersebut juga cukup tinggi sehingga dapat mengganggu pernafasan dan mengurangi jarak pandang yang dapat mengganggu keselamatan lalu lintas. Kebijakan pemerintah daerah terkait dengan kegiatan penambangan pasir dan batu ini (galian C) adalah untuk memenuhi kebutuhan material galian C sehingga kegiatan ini tetap dipertahankan dengan pengaturan sebagai berikut: 1) tidak memperluas wilayah eksploitasi, 2) ijin-ijin
EKOLOGI 45,35 SOSIAL 100 80 60 40 20 0 EKONOMI 64,82 57,61
lokasi pertambangan tidak diperpanjang dengan alternatif kebutuhan material bahan galian C dapat dipenuhi dari luar kabupaten Tangerang, 3) segera dilakukan reklamasi bagi kawasan eks pertambangan, 4) untuk kawasan eks pertambangan, jika memungkinkan dapat dilakukan pembebasan lahan oleh pemkab Tangerang. Kondisi jaringan drainase di kawasan tersebut walaupun kondisi teknisnya kurang baik yang kebanyakan berupa saluran alami dari tanah dengan dimensi relatif kecil, tetapi karena didukung oleh tanah yang berkontur dan banyaknya resapan air yang berupa ruang terbuka dan situ-situ bekas galian pasir, maka tidak terjadi genangan atau banjir. Sebagian besar responden menyatakan bahwa kondisi drainase cukup baik karena kenyataan di lapangan menunjukkan bahwa daerah tersebut jarang terjadi banjir. Namun sebenarnya jika diamati lebih lanjut misalnya drainase di cluster perumahan, maka akan diketahui bahwa belum terjadi sinkronisaasi prasarana antar cluster permukiman.
Leverage of Attributes DIMENSI EKOLOGI 1.31 1.27 1.72 1.83 1.67 1.05 1.31 1.10 1.59 0 0.2 0.4 0.6 0.8 1 1.2 1.4 1.6 1.8 2 Ruang Terbuka Hijau/RTH
(luasan) Sanitasi Lingkungan DAS Cisadane (run-of f ,
manajemen Alih f ungsi lahan pertanian
produktif (luasan, w aktu) Penambangan pasir dan batu
Persampahan (pengelolaan) Jalan akses (kualitas) Air minum (kualitas, kuantitas,
w aktu) Drainase (pengendalian banjir)
A
ttri
b
u
te
Root Mean Square Change in Ordination when Selected Attribute Removed (on Sustainability scale 0 to 100)
Gambar 29 Nilai masing-masing atribut dalam dimensi ekologi
Kondisi Sub DAS Cisadane saat ini menurut instansi terkait seperti BLH (Badan Lingkungan Hidup) Kab.Bogor, berada dalam kondisi yang kritis dimana kerusakan mencapai 34% pada 9 Nov 2010. Hal ini disebabkan antara lain oleh penebangan liar hutan (khususnya di daerah hulu), limbah domestik dan industri.
Leverage of Attributes DIMENSI SOSIAL 1.609 1.115 1.723 1.556 0.976 0,687 1.805 1.104 1.512 0 0.2 0.4 0.6 0.8 1 1.2 1.4 1.6 1.8 2 Pemberdayaan masyarakat Fasilitas umum Perkembangan penduduk Prasarana kesehatan Prasarana pendidikan Kriminalitas Kohesi sosial Konflik sosial Tingkat pendidikan penghuni
A
ttri
b
u
te
Root Mean Square Change in Ordination when Selected Attribute Removed (on Sustainability scale 0 to 100)
Pencemaran yang terjadi juga telah melebihi ambang batas yang ditetapkan oleh Peraturan Pemerintah (PP) No.82 Tahun 2001 tentang pengelolaan kualitas air, dimana pada kondisi normal kadar COD pada air sungai sebesar 10 mg/L dan BOD 2 mg/L (Anonim, 2001). Namun sebagian besar responden menganggap kondisi DAS tersebut berada dalam kondisi cukup baik karena jarang sekali terjadi banjir, tanah longsor, dan cadangan air juga cukup tersedia.
Nilai indeks keberlanjutan untuk dimensi sosial adalah sebesar 57.61% pada skala keberlanjutan 0 − 100% dan tergolong cukup berkelanjutan. Terdapat empat atribut yang sangat sensitif (>1.5) dalam mempengaruhi nilai keberlanjutan dimensi sosial, yaitu: kohesi sosial, perkembangan penduduk, pemberdayaan masyarakat, dan tingkat pendidikan penghuni (lihat Gambar 30).
Gambar 30 Nilai masing-masing atribut dalam dimensi sosial
Agar nilai indeks dimensi ini dapat meningkat pada masa mendatang perlu diperhatikan kempat atribut tersebut. Frekuensi konflik yang terjadi di kawasan permukiman baik antar sesama warga atau dengan warga sekitar kawasan relatif rendah. Hal ini menunjukkan bahwa cukup terjadi kohesi sosial di masyarakat. Dalam ekosistem DAS, faktor penduduk merupakan bagian yang sangat penting. Salah satu aspek kependudukan yang perlu diperhatikan adalah mengenai perkembangan jumlah penduduk. Jumlah penduduk yang banyak di suatu daerah
mempunyai pengaruh terhadap potensi kerusakan lingkungan termasuk kelestarian sumberdaya lahan. Asumsinya adalah bahwa suatu daerah yang mempunyai jumlah penduduk banyak cenderung akan mempunyai resiko terjadinya kerusakan lingkungan dibandingkan dengan daerah yang mempunyai jumlah penduduk sedikit. Hal ini disebabkan intensitas pemanfaatan lahan dan air akan lebih tinggi untuk daerah yang penduduknya lebih banyak. Disamping jumlah penduduk, kepadatan penduduk juga penting untuk diperhatikan dalam pengelolaan Sub DAS Cisadane. Kepadatan penduduk merupakan cerminan dari besarnya tekanan penduduk terhadap lahan. Semakin tinggi kepadatan penduduk semakin besar pula tekanan penduduk terhadap lahan yang akhirnya akan mempengaruhi keberlanjutan kawasan permukimannya.
Perkembangan penduduk di Cisauk yang rata-rata sebesar 4.13 % tahun menunjukkan pertumbuhan yang pesat. Namun perkembangan tersebut terkonsentrasi di 3 desa yaitu Suradita, Cisauk, dan Cibogo dengan pola searah dengan jalan raya Cisauk. Hal ini akan menambah kepadatan penduduk di kawasan tersebut yang akan meningkatkan aliran permukaan (run-off), timbulan sampah dan tekanan terhadap lahan. Sementara itu, di kawasan tersebut juga terdapat beberapa industri seperti kulit, kain, kertas, dan logam yang mempunyai potensi resiko kerusakan lingkungan lebih besar apabila limbahnya tidak diolah dengan benar. Oleh karena itu, wilayah-wilayah tersebut perlu diperhatikan perkembangannya
Pemberdayaan masyarakat juga merupakan faktor yang sensitif mempengaruhi keberlanjutan kawasan permukiman. Pemberdayaan masyarakat diharapkan dapat menekan angka kemiskinan. Penduduk yang miskin mempunyai potensi sebagai pelaku kerusakan lingkungan. Sebagai contoh rusaknya hutan karena pohon-pohonnya yang ditebangi oleh warga untuk dijadikan kayu bakar dan lahan pertanian. Oleh karena itu, untuk kawasan-kawasan yang proporsi penduduk miskinnya besar perlu diwaspadai karena potensial merusak lingkungan. Tingginya rumah tangga yang tergolong miskin di disebabkan sebagian masyarakatnya hanya mengandalkan penghasilannya dari pertanian subsisten atau sebagai buruh kasar. Keterbatasan ekonomi masyarakat tersebut bila tidak mendapatkan perhatian yang memadai akan dapat menyebabkan
terjadinya kerusakan lingkungan. Pada wilayah yang penduduknya banyak yang miskin, untuk memenuhi kebutuhan hidup, masyarakatnya cenderung memanfaatkan sumberdaya yang ada secara berlebihan sehingga bila tidak dibatasi akan mengakibatkan kerusakan lingkungan. Dengan demikian perlu adanya program peningkatkan kesejahteraan masyarakat terutama pada desa-desa
yang proporsi rumah tangga miskin tergolong tinggi. Suatu kawasan dengan
proporsi penduduk miskin tinggi akan mempunyai resiko kerusakan lingkungan yang lebih tinggi dibandingkan kawasan dengan penduduk miskin lebih rendah. Program pengentasan kemiskinan tersebut secara tidak langsung akan dapat membantu mengendalikan/membatasi pemanfaatan lahan secara berlebihan. Dengan demikian kerusakan lingkungan akan dapat dikurangi.
Tingkat pendidikan penghuni akan berpengaruh terhadap keberlanjutan kawasan permukiman. Penduduk putus sekolah baik SD maupun SLTP mengindikasikan kondisi perekonomian yang kurang bagus. Kondisi perekonomian yang kurang bagus disebabkan oleh beberapa faktor, salah satunya adalah faktor alam yang dalam hal ini faktor lahan. Faktor lahan yang dimaksudkan adalah kondisi fisik lahan yang tidak menguntungkan untuk kegiatan pertanian, padahal sebagian besar masyarakat masih menggantungkan hidupnya pada sektor pertanian. Dengan kondisi fisik lahan yang demikian menyebabkan masyarakat petani terpuruk dalam kemiskinan. Hasil pengamatan lapangan menunjukkan sebagian daerah berupa lahan kritis dan kekurangan air. Pada musim penghujan memang ada sawah yang dapat ditanami padi namun hanya sekali dalam setahun. Pada musim kemarau lahan ditanami jagung dengan hasil yang kurang menguntungkan. Di bagian wilayah yang proporsi lahan terbangunnya tergolong tinggi, menunjukkan bahwa tekanan terhadap lahan pertanian pada wilayah tersebut juga tinggi. Kondisi tersebut perlu segera dibenahi dengan melakukan pembatasan yang sangat ketat terhadap alih fungsi lahan pertanian ke lahan yang terbangun.
Nilai indeks keberlanjutan untuk dimensi ekonomi adalah sebesar 64.82% pada skala keberlanjutan 0 − 100%. Jika dibandingkan dengan nilai dimensi ekologi dan sosial, nilai indeks dimensi ekonomi berada diatas nilai indeks kedua dimensi tersebut dan termasuk ke dalam kategori cukup berkelanjutan. Ada tiga
Leverage of Attributes DIMENSI EKONOMI 1.82 1.26 1.69 1.08 1.09 0.96 1.53 0.77 0 0.2 0.4 0.6 0.8 1 1.2 1.4 1.6 1.8 2 Perkembangan sarana ekonomi (10 thn terakhir) Keuntungan/profit Nilai ekonomi lahan Nilai ekonomi perumahan Tingkat penghasilan penghuni Peningkatan pendapatan asli daerah Peningkatan kesejahteraan masyarakat Penyerapan tenaga kerja
A
tt
ri
but
e
Root Mean Square Change in Ordination when Selected Attribute Removed (on Sustainability scale 0 to 100)
atribut yang sangat sensitif (nilai >1.5) mempengaruhi nilai keberlanjutan dimensi ekonomi, yaitu: perkembangan sarana dan prasarana ekonomi, peningkatan nilai ekonomi lahan, dan peningkatan kesejahteraan masyarakat (lihat Gambar 31).
Agar nilai indeks dimensi ini dapat meningkat pada masa mendatang perlu diperhatikan ketiga atribut tersebut. Perkembangan prasarana ekonomi seperti jalan akses, pasar, terminal, dan lain-lain akan mempengaruhi kegiatan ekonomi, investasi dan lapangan kerja di kawasan tersebut dan pada gilirannya diharapkan akan dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat yang akan meningkatkan daya belinya. Dengan meningkatnya daya beli akan meningkatkan perputaran roda ekonomi di daerah tersebut. Perkembangan prasarana ekonomi dan meningkatnya kegiatan ekonomi akan menyebabkan daerah tersebut menjadi berkembang dan pada saatnya akan meningkatkan nilai lahan di kawasan tersebut.
Gambar 31 Nilai masing-masing atribut dimensi ekonomi
Dari hasil analisis didapatkan sebelas atribut yang sensitif mempengaruhi nilai keberlanjutan kawasan permukiman di Cisauk, yaitu:
1. Alih fungsi lahan pertanian produktif 2. Penambangan pasir dan batu
4. Kondisi Sub DAS Cisadane 5. Kohesi sosial masyarakat 6. Pemberdayaan masyarakat 7. Tingkat pendidikan masyarakat
8. Perkembangan penduduk dan penyebarannya 9. Perkembangan sarana dan prasarana
10.Peningkatan nilai ekonomi lahan 11.Peningkatan kesejahteraan masyarakat
Atribut-atribut yang sensitif tersebut selanjutnya dianalisis untuk menentukan faktor kunci pengembangan kawasan permukiman yang berkelanjutan. Penentuan faktor kunci ini dilakukan dengan melibatkan
stakeholders dan pakar. Hasil analisis menunjukkan bahwa terdapat empat faktor pengungkit yang sensitif mempengaruhi pengembangan kawasan permukiman yang berkelanjutan yaitu: 1) alih fungsi lahan pertanian produktif, 2) perkembangan penduduk, 3) kohesi sosial, dan 4) perkembangan sarana dan prasarana. Selain ke empat faktor tersebut, faktor sub DAS Cisadane merupakan faktor yang mempunyai pengaruh yang kuat walaupun mempunyai ketergantungan yang tinggi. Implikasi dari hal ini adalah bahwa sub DAS Cisadane merupakan faktor yang kritis yang menentukan keberlanjutan kawasan permukiman di Cisauk. (lihat Gambar 32).
.
Perkem ba nga n penduduk
Perkem ba nga n sa ra na ekonomi
DAS Cisa da ne (run- of f )
Alih f ungsi la ha n perta nia n Kohesi sosia l
Pena m ba ngan pa sir
& Ba tu Dra ina se
Tingka t pendidika n penghuni Nila i ekonom i la ha n Pem berda ya an m a sya rakat Peningka ta n keseja htera an m a sya rakat 0.00 0.20 0.40 0.60 0.80 1.00 1.20 1.40 1.60 1.80 2.00 0.00 0.20 0.40 0.60 0.80 1.00 1.20 1.40 1.60 1.80 2.00 Pe ng ar uh Ketergantungan
Gambaran Tingkat Kepentingan Faktor-Faktor yang Berpengaruh Pada Sistem yang Dikaji
Gambar 32 Pengaruh dan ketergantungan antar faktor pengungkit pengembangan kawasan permukiman berkelanjutan di Cisauk