• Tidak ada hasil yang ditemukan

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

5.5. Skenario Pengembangan Kawasan Permukiman

Uraian kemungkinan perubahan kondisi dari masing-masing faktor paling berpengaruh dalam pengembangan kawasan permukiman di masa mendatang memiliki jumlah kemungkinan yang berbeda. Faktor alih fungsi lahan memiliki tiga kemungkinan kondisi, yaitu: 1) menurun karena menurunnya daya beli, 2) tetap seperti kapasitas yang ada saat ini, dan 3) bertambah karena naiknya daya beli. Faktor sarana dan prasarana dasar memiliki empat kemungkinan kondisi di masa mendatang, yaitu: 1) menurun karena lesunya pasar properti, 2) tetap seperti kondisi saat ini, 3) meningkat tetapi tidak signifikan, dan 4) naik secara signifikan karena didukung investor atau pemerintah. Pada faktor kohesi sosial terdapat tiga kemungkinan perubahan kondisi di masa mendatang, yaitu: 1) menurun karena makin besarnya gap sosial, 2) tetap seperti kondisi saat ini dengan penyuluhan yang cukup, dan 3) meningkat karena intensifnya penyuluhan. Untuk faktor kondisi Sub DAS Cisadane terdapat empat kemungkinan perubahan kondisi di masa mendatang, yaitu: 1) menurun karena kurangnya program pemeliharaan, 2)

tetap karena adanya program pemeliharaan yang cukup, 3) meningkat karena meningkatnya program pemeliharaan DAS, dan 4) meningkat optimal karena meningkatnya program pemeliharaan DAS dan persepsi stakeholders. Faktor perkembangan penduduk mempunyai tiga kemungkinan perubahan di masa mendatang, yakni: 1) menurun terutama karena karena adanya penduduk yang pindah lebih besar dari pada yang datang dan kelahiran, 2) tetap karena penduduk yang pindah jumlahnya relatif sama dengan yang datang dan kelahiran, 3) meningkat karena penduduk yang pindah lebih kecil dari penduduk yang datang dan kelahiran. Uraian dari kemungkinan perubahan kondisi dari masing- masing faktor tertera pada Tabel 29.

Tabel 29 Prospektif faktor paling berpengaruh pengembangan kawasan No Faktor Kunci

Utama

Keadaan (state) masa depan faktor

A B C D 1. Alih fungsi lahan 1A Meningkat 1B Tetap 1C Menurun 2. Sarana dan prasarana dasar 2A Menurun 2B Tetap 2C Meningkat 2D Meningkat optimal 3. Kohesi sosial Memburuk 3A Tetap 3B Meningkat 3C

4. Kondisi Sub DAS Cisadane 4A Menurun 4B Tetap 4C Meningkat 4D Meningkat optimal 5. Perkembangan penduduk dan penyebarannya 5A Menurun 5B Tetap 5C Meningkat

Berdasarkan hasil identifikasi bagaimana faktor-faktor paling berpengaruh dapat berubah dengan menentukan keadaan (state) pada setiap faktor dan memeriksa perubahan yang tidak dapat terjadi bersamaan (incompatible), maka perubahan faktor yang dapat terjadi bersamaan merupakan skenario-skenario pengembangan kawasan permukiman di Cisauk, provinsi Banten. Dengan mempertimbangkan kemungkinan ketersediaan sumberdaya yang bisa dikerahkan, maka didapat tiga skenario strategi pengembangan kawasan permukiman di Cisauk, provinsi Banten yaitu: pesimis, moderat, dan optimis. Skenario pesimis mengandung pengertian bahwa kegiatan pengembangan kawasan permukiman

dilakukan apa adanya sambil mengadakan perbaikan ala kadarnya. Skenario moderat dimaksudkan bahwa pelaksanaan kegiatan pengembangan permukiman dilakukan perbaikan-perbaikan tetapi belum maksimum. Skenario optimis adalah bahwa kegiatan pengembangan kawasan permukiman dilakukan perbaikan secara menyeluruh dan terpadu dengan mengerahkan seluruh sumberdaya secara optimal. Dalam operasionalnya, skenario ini disusun dengan memasangkan berbagai kondisi (state) setiap faktor yang mungkin terjadi dimasa mendatang dalam pengembangan kawasan permukiman di Cisauk. Definisi dari masing-masing strategi tersebut tertera pada Tabel 30.

Tabel 30 Definisi dari masing-masing skenario pengembangan kawasan permukiman

No Skenario Definisi

1. Pesimis

(1A), (2B),( 3B), (4B), (5B)

a. Alih fungsi lahan meningkat b. Sarana dan prasarana dasar tetap c. Kohesi sosial tetap

d. Kondisi Sub DAS Cisadane tetap e. Jumlah penduduk tetap

2. Moderat

(1B),( 2C), (3B), (4C), (5C)

a. Alih fungsi lahan tetap tetapi terarah b. Sarana dan prasarana dasar meningkat c. Kohesi sosial tetap

d. Kondisi Sub DAS Cisadane meningkat e. Jumlah penduduk meningkat

3. Optimis

(1C), (2D), ( 3C), (4D), (5C)

a. Alih fungsi lahan menurun

b. Sarana dan prasarana dasar meningkat optimal

c. Kohesi sosial membaik

d. Kondisi Sub DAS Cisadane meningkat e. Jumlah penduduk meningkat

Untuk mendukung pengambilan keputusan dalam masalah pengembangan kawasan permukiman yang kompleks, dilakukan analisis dengan metode AHP (Analytical Hierarchy Process) dengan nara sumber para ahli atau pejabat bidang perkotaan, permukiman, pemerintahan, dan lingkungan. Dengan menggunakan AHP, masalah pengembangan kawasan permukiman disusun dalam suatu kerangka berpikir yang terorganisir, sehingga dapat segera dilakukan pengambilan keputusan. Menurut Saaty (1993), hirarki disusun dalam suatu struktur multi level dimana level pertama adalah tujuan, diikuti dengan level faktor, kriteria, sub kriteria dan seterusnya ke bawah hingga level terakhir berupa alternatif.

Dari pendapat para nara sumber dan ahli diketahui bahwa prioritas tujuan yang perlu dicapai adalah tujuan menjaga kelestarian lingkungan dengan nilai hasil analisis sebesar 0.356. Kemudian prioritas faktor atau aspek pengembangan kawasan permukiman dari hasil analisis adalah faktor lingkungan dengan nilai 0.427. Untuk aktor yang paling bepengaruh dalam pengembangan kawasan permukiman di Cisauk pada saat ini adalah pihak swasta yang dalam hal ini pengembang dengan nilai 0.432. Selanjutnya, untuk alternatif skenario terpilih atau prioritas adalah skenario moderat dengan nilai 0.483. Hasil analisis dengan metode AHP terlihat pada Gambar 34.

Gambar 34 Struktur hirarki pengambilan keputusan skenario kebijakan dalam rangka pengembangan pemukiman berkelanjutan

Dalam hal ini, AHP juga menguji konsistensi penilaian yang ditunjukkan dengan parameter Consistency Ratio (CR), sehingga bila terjadi penyimpangan yang terlalu jauh dari nilai konsistensi sempurna, maka hal ini menunjukkan

Arahan Kebijakan Pengembangan Kawasan Permukiman Berkelanjutan di Cisauk PERLUASAN LAPANGAN PEKERJAAN (0.136) KELESTARIAN LINGKUNGAN (0.356) PENGEMBANGAN WILAYAH (0.283) PENINGKATAN PENDAPATAN DAERAH (0.225) EKONOMI (0.362) SOSIAL (0.211) LINGKUNGAN (0.427) PEMERINTAH (0.244) MASYARAKAT (0.216) PENGEMBANG (0.432) AKADEMISI (0.108) OPTIMIS (0.379) MODERAT (0.483) PESIMIS (0.138) FOKUS TUJUAN FAKTOR AKTOR ALTERNATIF

bahwa penilaian perlu diperbaiki atau hirarki harus distruktur ulang. Dari hasil analisis AHP dalam Lampiran 3, didapatkan nilai CR untuk preferensi gabungan dengan nilai rata-rata sebesar 0.010583. Sesuai dengan standard, nilai CR tidak boleh lebih dari 0.10. Dengan demikian nilai CR yang didapat karena masih dibawah 0.10 maka penilaian kriteria telah dilakukan dengan konsisten.

Kondisi dari skenario tersebut kemudian dilakukan analisis prospektif untuk mengetahui status keberlanjutannya di masa mendatang. Dari kondisi ke 5 (lima) faktor paling berpengaruh pada skenario, diperoleh beberapa atribut dimensi yang juga meningkat sejalan dengan perubahan di setiap faktor. Peningkatan faktor alih fungsi lahan akan mempengaruhi keadaan atribut tingkat pemanfaatan lahan, kondisi Sub DAS Cisadane, pengendalian banjir, pengelolaan persampahan, luas ruang terbuka, fasilitas umum, fasilitas pendidikan dan kesehatan, peningkatan pendapatan asli daerah, nilai ekonomi lahan, dan perkembangan sarana ekonomi.

Peningkatan faktor sarana dan prasarana dasar akan mempengaruhi keadaan atribut peningkatan jalan akses, air minum, drainase, persampahan, air limbah, alih fungsi lahan, kondisi Sub DAS Cisadane, penambangan pasir, ruang terbuka hijau, kohesi sosial, prasarana kesehatan, pendidikan, fasilitas umum dan sosial, tenaga kerja, pendapatan asli daerah, nilai ekonomi lahan.

Peningkatan faktor kohesi sosial akan mempengaruhi keadaan atribut konflik sosial, kriminalitas, dan pemberdayaan masyarakat. Peningkatan faktor kondisi Sub DAS Cisadane akan mempengaruhi keadaan atribut kualitas dan kuantitas air minum, pengendalian banjir, nilai ekonomi lahan, peningkatan pendapatan asli daerah, perkembangan sarana dan prasarana dasar.

Peningkatan faktor jumlah penduduk akan mempengaruhi keadaan hampir semua atribut seperti, pengendalian banjir, kualitas dan kuantitas air minum, jalan akses, persampahan, penambangan pasir, alih fungsi lahan, kondisi Sub DAS Cisadane, ruang terbuka hijau, konflik sosial, kohesi sosial, kriminalitas, prasarana kesehatan dan pendidikan, fasilitas umum dan sosial, pemberdayaan masyarakat, penyerapan tenaga kerja, kesejahteraan masyarakat, pendapatan asli daerah, nilai ekonomi lahan, perkembangan sarana dan prasarana dasar.

Hasil analisis dengan menggunakan MDS-Rapsettlement menunjukkan bahwa nilai keberlanjutan kawasan permukiman di Cisauk di masa mendatang

pada skenario moderat mencapai 61.31%. Nilai ini telah meningkatkan indeks keberlanjutan kawasan permukiman di Cisauk sebesar 5.36% dari indeks keberlanjutan sekarang seperti terlihat pada Gambar 35.

Buruk 61.31% Baik

0 % 50 % 100 % Gambar 35 Nilai indeks keberlanjutan multi dimensi pengembangan

kawasan permukiman menurut skenario moderat

Nilai Indeks keberlanjutan pengembangan kawasan permukiman di Cisauk, provinsi Banten setiap dimensi menurut skenario moderat dapat divisualisasikan seperti terlihat pada Gambar 36. Grafik tersebut menunjukkan bahwa semua dimensi mencapai nilai cukup berkelanjutan. Dimensi ekologi mengalami peningkatan yang cukup signifikan dibandingkan kondisi aktual. Dimensi sosial juga meningkat indeks keberlanjutannnya. Demikian juga dimensi ekonomi juga mengalami peningkatan indeks kebelanjutan.

Gambar 36 Diagram layang-layang indeks keberlanjutan prospektif menurut skenario moderat

Perbandingan indeks keberlanjutan masing-masing dimensi untuk kondisi saat ini dibandingkan dengan kondisi prospektif hasil skenario moderat adalah

MDS PROSPEKTIF 57.07 67.91 59.7 0 20 40 60 80 100Ekologi Ekonomi Sosial

seperti tertera pada Tabel 31 dan Gambar 37. Dalam hal ini terlihat bahwa indeks keberlanjutan untuk kawasan secara multi dimensi maupun masing-masing dimensi berdasarkan skenario moderat pengembangan kawasan permukiman menunjukkan kenaikan. Kenaikan terbesar terjadi pada dimensi ekologi sebesar 11.72% dan kenaikan terkecil terjadi pada dimensi sosial sebesar 1.35%. Kondisi ini dirasa cocok mengingat kondisi aktual saat sekarang tingkat keberlanjutan dimensi ekologi kurang berkelanjutan sementara kondisi dimensi sosial sudah cukup berkelanjutan. Dimensi ekonomi juga mengalami kenaikan keberlanjutan sebesar 3.09%.

Tabel 31 Perbandingan status keberlanjutan pengembangan kawasan permukiman di Cisauk saat ini dan hasil skenario

No Dimensi Saat ini (%) Skenario

Moderat (%) Selisih (%)

1. Kawasan Permukiman 55.93 61.31 5.38

2. Ekologi 45.35 57.07 11.72

3. Sosial 57.61 58.96 1.35

4. Ekonomi 64.82 67.91 3.09

Gambar 37 Grafik perbandingan status keberlanjutan pengembangan kawasan permukiman di Cisauk saat ini dan hasil skenario

MDS AKTUAL & PROSPEKTIF

45.35 64.82 57.61 57.07 67.91 59.7 0 20 40 60 80 100 Ekologi Ekonomi Sosial

5.6 Arahan Kebijakan Pengembangan Kawasan Permukiman

Arahan kebijakan pengembangan kawasan permukiman di Cisauk dirumuskan dengan memperhatikan kondisi eksternal dan internal yang mempengaruhi kondisi keberlanjutan kawasan permukiman di Cisauk. Arahan kebijakan ini pada dasarnya dilaksanakan dengan mekanisme insentif dan disinsentif. Insentif diberikan terhadap kegiatan yang dilaksanakan sesuai ketentuan, ingin dipertahankan dan atau didorong keberadaannya sementara disinsentif dikenakan terhadap kegiatan yang perlu dicegah, dibatasi, atau dikurangi keberadaannya. Pemberian insentif dan pengenaan disinsentif ini dilakukan secara berjenjang oleh instansi yang berwenang sesuai dengan kewenangannya.

Berbagai peraturan yang berkaitan dengan kebijakan pengembangan permukiman menjadi dasar pengembangan kawasan permukiman seperti UU No.26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang, UU No.32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, UU No.1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman, UU No. 32 Tahun 2009 Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, UU No.41 Tahun 2009 tentang Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan, UU No.5 Tahun 1960 tentang Peraturan Pokok Agraria, UU No.7 Tahun 2004 tentang Sumberdaya Air, UU No.38 Tahun 2004 tentang Jalan, UU No.18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah, PP No.80 Tahun 1999 tentang Kasiba dan Lisiba, Peraturan Menteri Dalam Negeri no.1 Tahun 2007 tentang Ruang Terbuka Hijau. Sementara kebijakan yang terkait langsung dengan kawasan permukiman di Cisauk diantaranya adalah: Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Tangerang, RP4D (Rencana Pembangunan dan Pengembangan Permukiman di Daerah), Perda No.4/1997 tentang RDTR Kota Serpong, Rencana Rinci Kasiba Cisauk, Rencana Master Plan Pengembang, Perda tentang Penambangan Bahan Galian C. Berdasarkan berbagai kondisi dan kebijakan yang ada dapat dikatakan bahwa kebijakan yang melandasi pelaksanaan pengembangan kawasan permukiman termasuk di Cisauk cukup komprehensif mulai dari skala nasional kewilayahan, sektoral dan tingkat lokal. Dalam pelaksanaan memerlukan koordinasi dan pelibatan stakeholders secara intensif.

Berubahnya lingkungan strategis yang ditandai dengan berubahnya sistem politik dan ketatanegaraan seperti otonomi daerah, pemberdayaan masyarakat, kesetaraan dan keterbukaan, maka UU No.4 Tahun 1992 tentang Perumahan dan Permukiman dirasakan kurang sesuai sehingga terbit UU No.1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman yang sasarannya antara lain memberikan kepastian hukum dalam penyelenggaraan perumahan dan kawasan permukiman; mendukung penataan dan pengembangan wilayah serta penyebaran penduduk yang proporsional melalui pertumbuhan lingkungan hunian dan kawasan permukiman sesuai dengan tata ruang; meningkatkan daya guna dan hasil guna sumber daya alam bagi pembangunan perumahan; memberdayakan para pemangku kepentingan bidang pembangunan perumahan dan kawasan permukiman; dan menjamin terwujudnya rumah yang layak huni dan terjangkau.

UU No.32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah menetapkan bahwa pemerintah daerah menjalankan otonomi yang seluas-luasnya untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan berdasarkan asas otonomi dan tugas pembantuan. Dampak dari pelaksanaan UU ini adalah perhatian pemerintah daerah terhadap pengembangan permukiman disesuaikan dengan prioritas dan kepentingan masing-masing pemerintah daerah. Tuntutan otonomisasi mengehendaki penyelenggaraan perumahan dan permukiman menerapkan pola pembangunan dilaksanakan secara desentralisasi. Masalah lingkungan pada kawasan permukiman dan perumahan, umumnya muncul sebagai akibat dari tingkat urbanisasi dan industrialisasi yang tinggi, serta dampak pemanfaatan sumber daya dan teknologi yang kurang terkendali.

UU RI No.7 Tahun 2004 tentang Pengelolaan Sumber Daya Air mengamanatkan bahwa perlu diimplementasikan secara konsisten prinsip-prinsip pengelolaan sumberdaya air secara terpadu (integrated water resources management/IWRM). Dalam pengertian tersebut pengelolaan sumberdaya air, termasuk pengelolaan sungai perlu memperhatikan prinsip-prinsip yaitu: (1) memberikan manfaat kepada publik secara efektif dan efisien, (2) mempertemukan keseimbangan kepentingan dan harmonisasi antara aspek sosial, ekonomi, dan prinsip keseimbangan lingkungan hidup, (3) keberlanjutan, keadilan, dan otonomi, serta (4) transparansi dan akuntabilitas, serta menjamin

terjadinya keterbukaan terhadap adanya proses akuntabilitas publik. UU tersebut juga mengamanatkan tentang hak dan kewajiban masyarakat terhadap sumberdaya air. Untuk mengantisipasi penerapan hak dan kewajiban masyarakat tersebut dalam implementasinya diperlukan pemahaman yang seimbang baik di tingkat pemerintah dan masyarakat. Hal yang mendapatkan sorotan publik adalah bahwa UU tersebut dinilai membawa semangat liberalisasi di sektor air yang dirasa akan mengganggu pemenuhan hak asasi rakyat akan air.

RTRW Kabupaten Tangerang Tahun 2002–2011 merupakan acuan operasional kebijakan lokal. Walaupun skalanya lokal, akan tetapi sebenarnya kebijakan ini sudah memperhatikan kebijakan-kebijakan diatasnya, antara lain Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional, Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Banten, Kebijakan Pengembangan Kawasan Jabodetabekjur, dan Rencana Pembangunan Sektoral yang dituangkan dalam Rencana Strategis (Renstra). Untuk mengadopsi dinamika perkembangan masyarakat, perubahan kebijakan, perkembangan ilmu pengetahuan, dan lain-lain dilakukan revisi RTRW tersebut pada tahun 2006 sehingga diharapkan RTRW tersebut akan dapat bersinergi dengan perkembangan di tiap wilayah dalam berbagai aspek. Hasil dari revisi ini berupa prioritas pembangunan dan indikasi program yang telah mempertimbangkan perkembangan lingkungan strategis terkini, ketersediaan dana, kesiapan SDM, tingkat kepentingan, dan ketersediaan waktu. Kawasan strategis merupakan kawasan yang perlu mendapatkan prioritas pengembangan karena realisasi program pada kawasan ini akan berimplikasi kuat dalam pembentukan struktur tata ruang dan rencana pemanfaatan ruang wilayah. Diantara kawasan strategis tersebut adalah terdapat 3 (tiga) pusat wilayah pengembangan (WP), salah satunya Serpong yang berkembang menjadi pusat permukiman. Selanjutnya Kecamatan Cisauk ditetapkan dan termasuk ke dalam Satuan Wilayah Pengembangan (SWP) I dengan pusat Kota Serpong. SWP ini diarahkan pada pengembangan pusat permukiman perkotaan secara intensif, pendidikan, pelayanan sosial, perdagangan dan jasa, industri, pariwisata serta peternakan. Kecamatan Cisauk sendiri termasuk ke dalam pusat pertumbuhan Orde IV, sebagai pusat pelayanan lokal dengan fungsi utama sebagai pusat administrasi pemerintahan dan pusat pelayanan sosial.

Arahan kebijakan pengembangan kawasan permukiman dilakukan dengan pendekatan integrasi antara analisis retrospektif dengan analisis prospektif. Analisis kebijakan retrospektif dilakukan terhadap hasil pelaksanaan pengembangan kebijakan di masa lalu yakni hasil pelaksanaan perda, pengembangan kawasan siap bangun, lingkungan hunian berimbang, penentuan subsidi dan batas minimal tipe rumah yang dibangun, dan hasil kebijakan ditingkat lokal. Analisis prospektif dilakukan untuk memberi masukan terhadap kebijakan yang telah ditetapkan saat ini dan akan dilaksanakan antara lain kebijakan pengembangan kawasan siap bangun, dan revisi rencana tata ruang wilayah Kabupaten Tengerang.

Untuk menilai keberlanjutan dari sistem pengembangan kawasan permukiman saat ini yang merupakan hasil pelaksanaan kebijakan di masa lalu, dilakukan dengan cara menghitung Indeks Keberlanjutan kawasan permukiman dengan menggunakan metode multidimensional scalling (MDS). Indikator yang digunakan mencakup tiga dimensi yaitu ekologi, sosial, dan ekonomi. Ketiga dimensi tersebut secara simultan akan mempengaruhi keberlanjutan pengembangan kawasan permukiman. Masing-masing dimensi tersebut memiliki atribut dan kriteria sendiri yang mencerminkan pengaruh terhadap keberlanjutan dimensi yang bersangkutan. Berbagai atribut serta kriteria yang digunakan ditentukan berdasarkan hasil kajian pustaka dan preferensi pakar. Pengisian kondisi kawasan pada setiap atribut dilakukan oleh stakeholders.

Hasil analisis MDS adalah status keberlanjutan pengembangan kawasan untuk setiap dimensi dan faktor-faktor pengungkit keberlanjjutan pengembangan kawasan permukiman. Faktor-faktor pengungkit ini kemudian dianalisis untuk menentukan faktor kunci keberlanjutan pengembangan kawasan permukiman menggunakan metode prospektif. Faktor kunci hasil analisis prospektif ini akan memberikan pengaruh yang tinggi terhadap pencapaian tujuan pengembangan kawasan permukiman.

Dalam kerangka pengembangan kawasan permukiman, kebutuhan yang didasarkan atas preferensi stakeholders dalam pengembangan kawasan permukiman di masa mendatang perlu diperhatikan dalam penyusunan kebijakan pengembangan kawasan permukiman. Dengan menggunakan metode analisis

prospektif dirumuskan faktor-faktor pemenuhan kebutuhan stakeholders serta faktor dominan atau faktor kunci yang akan memberikan pengaruh besar terhadap pencapaian tujuan sistem pengembangan kawasan permukiman.

Penggabungan antara faktor kunci keberhasilan pengembangan kawasan permukiman dengan faktor kunci pemenuhan kebutuhan stakeholders merupakan gambaran faktor kunci pengembangan kawasan permukiman berdasarkan kondisi masa lalu dan kebutuhan masa depan. Untuk menemukan faktor kunci utama pengembangan kawasan dalam rangka menemukan skenario pengembangan kawasan dilakukan dengan analisis prospektif. Skenario ini merupakan gambaran alternatif kondisi masa depan dari setiap faktor kunci utama. Penyusunan skenario pengembangan kawasan permukiman melibatkan semua pihak terutama

stakeholders utamadan pakar.

Kemudian dilakukan pembobotan terhadap setiap skenario sehingga diperoleh urutan prioritas skenario. Skenario optimal yang dihasilkan merupakan gambaran masa depan yang akan diwujudkan oleh sistem pengembangan kawasan permukiman. Skenario terpilih kemudian disimulasikan untuk menilai prospek keberlanjutan pengembangan kawasan permukiman di masa mendatang dengan menggunakan analisis MDS. Hasil simulasi ini memberikan informasi bahwa faktor kunci yang diperoleh dapat memberikan kondisi keberlanjutan pengembangan kawasan yang lebih baik.

Intervensi yang dapat memberikan kinerja paling optimal dalam mencapai tujuan sistem merupakan rekomendasi arahan kebijakan yang dapat disarankan untuk diadopsi oleh semua pihak yang berkepentingan dalam sistem untuk diimplementasikan dengan memperhatikan kemampuan sumberdaya yang dimiliki oleh sistem tersebut. Hasil ini merupakan masukan untuk pelaksanaan kebijakan yang saat ini telah ditetapkan dalam kebijakan pengembangan kawasan permukiman di Cisauk. Masukan-masukan kebijakan pengembangan kawasan merupakan gambaran hal-hal mendasar yang terjadi dan yang perlu diperhatikan dalam penyusunan arahan kebijakan. Secara skematis, masukan dan tahapan dalam penyusunan arahan kebijakan pengembangan kawasan permukiman dapat dilihat pada Tabel 32 dan Gambar 38.

Tabel 32 Masukan arahan kebijakan pengembangan kawasan permukiman

NO FAKTOR ISU dan

PERMASALAHAN

ASPEK-ASPEK ARAHAN KEBIJAKAN

1 Alih fungsi lahan pertanian produktif

- Demand kawasan permukiman meningkat

- Disinsentif perpajakan untuk lahan non pertanian, perijinan (prinsip, lokasi, IMB,dll),

- Perlindungan pemanfaatan ruang: lahan pertanian produktif, RTH

- Insentif lahan pertanian: benih, pupuk, teknologi, peralatan

- Margin pertanian lebih kecil dibanding sektor lain

- Insentif peningkatan land rent,

pendampingan inovasi pertanian perkotaan (urban farming)

- Transportasi berupa dukungan

infrastruktur

- Disinsentif AMDAL, perpajakan

2 Sarana dan

prasarana dasar

- Keseimbangan

demand – supply

- Disinsentif dengan AMDAL - Kondisi prasarana

yang kurang sinkron, rusak

- Koordinasi dan program sinkronisasi. Disinsentif kepada pelaku penyebab kerusakan, seperti retribusi, tidak ada ijin baru atau perluasan penambangan pasir 3 Kohesi sosial - Potensi konflik penduduk asli (umumnya pertanian, informal) dengan pendatang (jasa, formal)

- Mengurangi potensi konflik: penciptaan lap pekerjaan,

pemberdayaan masyarakat, event-event

kebersamaan

4 Kondisi Sub DAS

Cisadane

- Kondisi dan fungsi (air baku, media limbah, pengendalian banjir) DAS

cenderung menurun

- Insentif penanaman pohon, sumur resapan

- Disinsentif terhadap limbah domestik dan industri

- Perencanaan terpadu dari hulu sampai hilir 5 Perkembangan penduduk dan penyebarannya - Jumlah penduduk meningkat

- Disinsentif perijinan yang ketat - Penyebaran tidak

merata

- Insentif dengan program

pengembangan prasarana, disinsentif perpajakan

Kawasan permukiman di Cisauk sejak ditetapkan adanya Kawasan Siap Bangun (Kasiba) pada tahun 2006 sampai dengan tahun 2010, kondisinya secara keseluruhan tidak banyak berbeda. Kondisi prasarana seperti jalan akses regional masih dalam keadaan rusak parah dengan udara yang berdebu karena dilewati truk-truk pengangkut pasir dan batu. Prasarana lingkungan antar kawasan permukiman seperti drainase penyalur genangan, jalan akses lingkungan masih belum terjadi sinkronisasi. Pengelolaan persampahan masih belum dilakukan

dengan manajemen yang baik. DAS dan sungai Cisadane berada dalam kondisi yang cukup kritis akibat aktifitas domestik dan industri. Perkembangan kawasan tidak merata dari desa-desa di Cisauk dan penambangan pasir dilakukan secara kurang memperhatikan keberlanjutan lingkungan.

Gambar 38 Tahapan penyusunan arahan kebijakan pengembangan kawasan permukiman Kelembagaan -Pemerintah -Swasta -Masyarakat -Akademisi Kebijakan Pengembangan Kawasan Permukiman

-UU No.1/2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman -UU No.26/ 2007 tentang Penataan Ruang

-UU No.32/2004 tentang Pemerintahan Daerah

-UU No. 32/ 2009 Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup -UU No.7/2004 tentang Pengelolaan Sumber Daya Air -UU No.41/ 2009 Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan

-UU No.5/1960 tentang Peraturan Pokok Agraria -UU No.38/2004 tentang Jalan

-UU No.18/2008 tentang Pengelolaan Sampah

Status Kebelanjutan Kawasan Permukiman Kawasan Ekologi Sosial Ekonomi (55.93%) (45.35%) (57.61%) (64.82%)

Prospektif Faktor Pengungkit Keberlanjutan

(5 faktor)

Faktor-faktor Paling Berpengaruh: Alih fungsi lahan, pengembangan sarana dan

prasarana, kohesi sosial, perkembangan penduduk, dan kondisi sub DAS Cisadane

Arahan Kebijakan

(Terwujudnya kawasan permukiman yang lebih berkelanjutan melalui skenario moderat)