• Tidak ada hasil yang ditemukan

Arahan perencanaan pengembangan ekowisata dilakukan dengan menggunakan analisis SWOT. Analisis ini bertujuan untuk membantu menentukan kebijakan yang diperlukan dalam rencana pengembangan potensi wisata di daerah peisisir. Arahan pengelolaan ini diambil dari hasil analisis yang dilakukan dengan melihat kekuatan serta hambatan yang ada. Potensi kekuatan dilihat dari kekuatan (strengths) dan peluang (opportunities), sedangkan hambatan dilihat dari kelemahan (weakness) dan ancaman (threats) yang ada di Pantai Pangumbahan.

Faktor kekuatan (strengths) dari Pantai Pangumbahan antara lain :

1. Bentang alam yang indah dan masih alami, pemandangan sunset, dan ombak untuk kegiatansurfing.

2. Daya dukung kawasan yang cukup tinggi.

3. Adanya penyu yang naik untuk bertelur dan pelepasan tukik yang sesuai untuk kegiatan wisata berdasarkan IKW.

Faktor kelemahan (weakness) dari Pantai Pangumbahan antara lain : 1. Pengaturan pengunjung yang lemah.

2. Kualitas sumberdaya yang masih rendah dan pengelolaan belum optimal. 3. Fasilitas penunjang kegiatan wisata peneluran penyu yang masih kurang. 4. Sarana transportasi masih kurang dan prasarana jalan yang masih rusak.

Faktor peluang (opportunities) dari Pantai Pangumbahan antara lain : 1. Pembangunan jalan TOL menuju Sukabumi.

2. Perkembangan informasi dari internet.

Faktor ancaman (threats) dari Pantai Pangumbahan antara lain : 1. Adanya erosi pantai dan ancaman predator alami.

2. Pemahaman perlindungan penyu wisatawan masih rendah.

3. Adanya pengambilan telur penyu secara ilegal, pembangunan pinggir pantai, serta sampah.

Berdasarkan potensi dan hambatan yang ada di Pantai Pangumbahan, maka skala pioritas arahan pengelolaan di Pantai Pangumbahan antara lain: (1) pemanfaatan wisata melihat peneluran penyu sesuai dengan DDK (berdasarkan S1,2,3 dan O1,2), (2) diperlukan perbaikan, perawatan dan penambahan fasilitas pendukung kegiatan wisata serta adanya arahan susunan kegiatan wisata penyu yang lebih terorganisir (berdasarkan W1,3,4 dan O1,2), (3) pengelolaan yang lebih baik dan hukuman yang tegas bagi yang melanggar peraturan (berdasarkan S3 dan T3), (4) adanya penyuluhan bagi wisatawan mengenai hal yang dapat mengganggu penyu (berdasarkan S3 dan T2), (5) adanya penyuluhan bagi masyarakat sekitar dan diperlukan sumberdaya pengelola yang lebih baik (berdasarkan W1,2 dan T1,3) (Lampiran 7).

Arahan pertama, pemanfaatan wisata melihat peneluran penyu sesuai dengan DDK. Pantai Pangumbahan memiliki beberapa kelebihan dibandingkan

sudah payau; berwisata ke Pantai Pangumbahan juga tidak memerlukan biaya yang besar sehingga dapat menjadi pilihan yang baik bagi masyarakat diluar daerah Sukabumi untuk berekowisata ke Pantai Pangumbahan. Melihat penyu bertelur di malam hari merupakan primadona wisata dari Pantai Pangumbahan, semakin mudah didapatkanya informasi mengenai ekowisata penyu dari internet mendatangkan banyak wisatawan yang berwisata ke Pantai Pangumbahan, sehingga diperlukan pemanfaatan sumberdaya yang sesuai dengan DDK agar tetap terjaga kelestarianya.

Arahan kedua, diperlukan perbaikan, perawatan dan penambahan fasilitas pendukung kegiatan wisata serta adanya arahan susunan kegiatan wisata penyu yang lebih terorganisir. Untuk menunjang kegiatan wisata diperlukan fasilitas yang memadai untuk mendukung kegiatan wisatawan. Adapun fasilitas yang sudah ada diantaranya: ada beberapa sarana dan prasarana yang perlu diperbaiki dan ditambahkan terutama jumlah tempat sampah, jalan dan alat transportasi menuju kawasan ekowisata peneluran penyu. Beberapa sarana dan prasarana yang terdapat di Pantai Pangumbahan diantaranya penginapan, wisma untuk peneliti, aula, ruang penetasan tukik, WC/kamar mandi, masjid, kios penjual makanan dan minuman, areal parkir namun ada beberapa sarana yang sudah tersedia tetapi belum dapat digunakan sebagaimana fungsinya seperti kolam sentuh dan juga ruang audio visual untuk menyaksikan pemutarann film penyu. Adapun sarana dan prasarana yang perlu ditambahkan yaitu kios souvenir, unit kesehatan, laboratorium basah dan kering, museum penyu serta jalan dan tempat untuk melihat penyu bertelur. Tidak adanya susunan kegiatan dalam melihat peneluran penyu meyebabkan wisatawan tidak memiliki kegiatan apapun saat menunggu penyu yang naik untuk bertelur. Seharusnya ada susunan kegiatan dalam wisata melihat peneluran penyu sehingga kegiatan wisata lebih terorganisir seperti adanya acara menonton film mengenai penyu serta berkeliling ke museum penyu agar dapat mengisi waktu wisatawan

sebelum melihat penyu bertelur. Selain itu, kegiatan tersebut juga akan meningkatkan pengetahuan wisatawan mengenai penyu. Selama ini, wisatawan masih melewati pinggiran pantai saat menuju ke lokasi peneluran penyu, hal ini akan membuat penyu terganggu dan kembali ke laut tidak jadi bertelur. Seharusnya pengelola menyediakan jalan setapak melalui hutan vegetasi pantai dan saat melihat penyu bertelur wisatawan tidak boleh melewati batas semak vegetasi agar tidak terlihat oleh penyu sehingga akan mengganggu penyu selama peneluran berlangsung. Susunan kegiatan yang disarankan oleh peneliti terlampir dalam bentuk CD.

Arahan ketiga, pengelolaan yang lebih baik dan hukuman yang tegas bagi yang melanggar peraturan. Masih terlalu terbuka dan kurangnya pengawasan pada daerah kawasan konservasi peneluran penyu yang dikelola oleh Dinas Kelautan dan Perikanan menyebabkan masih adanya pencurian telur di kawasan tersebut. Kurang tegasnya hukum yang diberlakukan bagi pencuri telur menyebabkan kegiatan pencurian tersebut masih ada hingga sekarang. Seharusnya dilakukan penambahan jumlah pengelola yang mengawasi kawasan tersebut. Menurut Landry dan Taggart (2009) dalam mengelola kawasan ekowisata biasanya dilakukan dengan membentuk mandatory regulation dan voluntary guidelines. Mandatory regulation adalah pengelola resmi yang bertugas mengurus izin penelitian dan jumlah serta jadwal wisatawan yang datang untuk melihat penyu. Apabila tidak ada pengelola resmi hendaknya pengelolaan dilakukan secara sukarela, yang biasanya dilakukan oleh peneliti yang sedang meneliti disana ataupun masyarakat. Penentuan waktu dalam berwisata hendaknya bersifat acak (randomized), tidak dalam waktu yang sama untuk setiap harinya agar penyu tidak merasa terganggu pada setiap waktu tersebut sehingga akan menjauhi area peneluran pada waktu tertentu tersebut setiap waktu bertelur. Selain itu hukuman yang tegas harus diberikan kepada pencuri telur agar mereka merasa jera sehingga untuk kedepanya tidak terjadi lagi pencurian telur penyu.

Arahan keempat, penyuluhan bagi wisatawan mengenai hal yang dapat mengganggu penyu. Banyaknya wisatawan yang datang berwisata dan masih membuang sampah sembarangan, berjalan melewati pantai peneluran serta menggunakan blitz saat mengambil gambar penyu bertelur merupakan hal yang

pinggir pantai menuju lokasi peneluran saat penyu bertelur.

Arahan kelima, penyuluhan bagi masyarakat sekitar dan diperlukan sumberdaya pengelola yang lebih baik. Masih adanya pengambilan telur penyu secara ilegal, pembangunan villa dan rumah penduduk di sekitar pantai, serta banyaknya sampah akibat kegiatan penduduk sekitar dan wisatawan menyebabkan ancaman bagi kelestarian penyu. Sehingga, diperlukan penyuluhan yang dilakukan secara berkala agar masyarakat lebih sadar akan pentingnya menjaga kelestarian sumberdaya dan ingkungan sekitarnya. Jumlah pengelola yang sedikit serta kualitas sumberdaya pengelola yang masih rendah menyebabkan pengelolaan daerah peneluran penyu di Pantai Pangumbahan kurang optimal. Seharusnya pemerintah menambah SDM berkualitas tinggi untuk mengelola kawasan ekowisata daerah peneluran penyu di Pantai Pangumbahan.

Dengan arahan ini diharapkan daerah peneluran penyu di Pantai Pangumbahan kedepannya dapat berkembang menjadi kawasan wisata unggulan dengan konsep ekowisata untuk mewujudkan pembangunan wisata yang lestari dan berkelanjutan.

5.1 Kesimpulan

Kesimpulan dari penelitian ini adalah:

1. Kondisi sumber daya alam, sosial wisatawan dan ekonomi kawasan masih dalam keadaan baik. Hal ini terlihat dari pantai yang putih bersih, pemandangan yang indah, kondisi vegetasi pantai yang masih banyak dll; banyaknya wisatawan yang datang dari berbagai daerah, pendidikan wisatawan yang tinggi, nilai ekonomi wisata Pantai Pangumbahan 2011 mencapai Rp. 210.888.292/Ha/tahun. Sedangkan kondisi sosial masyarakat masih kurang baik. Hal ini terlihat dari pendidikan masyarakat yang masih rendah dan pendapatan yang rendah dll.

2. Pantai Pangumbahan sangat sesuai untuk dijadikan kawasan ekowisata peneluran penyu dengan nilai IKW sebsesar 90,12%. Daya dukung wisatawan untuk melihat seekor penyu bertelur di Pantai sepanjang 800 m berjumlah 8 orang.

3. Status pengelolaan habitat peneluran penyu masih kurang baik. Status dalam indikator pengelolaan sumberdaya alam, sumberdaya manusia, regulasi/aturan, promosi, dan fasilitas sarana rata-rata masih bernilai kurang baik.

4. Strategi pengelolaan adalah : (1) Pemanfaatan wisata melihat peneluran penyu hendaknya mengikuti daya dukung kawasan, (2) diperlukan perbaikan, perawatan dan penambahan fasilitas pendukung kegiatan wisata serta adanya arahan susunan kegiatan wisata penyu yang lebih terorganisir, (3) pengelolaan yang lebih baik dan hukuman yang tegas bagi yang melanggar peraturan, (4) penyuluhan bagi wisatawan mengenai hal yang dapat mengganggu penyu, dan (5) penyuluhan bagi masyarakat sekitar dan diperlukan sumberdaya pengelola yang lebih baik.

kerapatan jenis vegetasi sehingga perlu penelitian lanjutan. Diperlukan penelitian mengenai kesesuaian wisata serta daya dukung kawasan untuk kegiatan wisata lainya di Pantai Pangumbahan.

Anonim. 2007. Turtle Watching at Levera Park. [terhubung berkala] http://www.greenadatours.com [10 Juni 2012].

Anonim. 2011a. Sea Turtle Threats. [terhubung berkala] http://www.seeturtles.org. [21 Desember 2011].

Anonim. 2011b. Turtle Watching Trips Cape Verde. [terhubung berkala] http://www.capeverdeweather.org. [10 Juni 2012].

Baker Cp. 2003. Playa Grande Marine Turtle National Park. [terhubung berkala]. http://www.centralamerica.com [10 Juni 2012]

Bengen DG. 2001. Sinopsis Ekosistem dan Sumberdaya Alam Pesisir dan Laut. Pusat Kajian Sumberdaya Pesisir dan Lautan. Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Cater E. 1993. Ecotourism in the Third World: Problems for Sustainable Tourism Development. Tourism Management. 14(2): 85-90.

Dahuri R. 2003a. Keanekaragaman Hayati Laut Aset Pembangunan Keberkelanjutan Indonesia. PT Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.

Dahuri R. 2003b. Paradigma Baru Pembangunan Indonesia Berbasis Kelautan. Orasi Ilmiah: Guru Besar Tetap Bidang Pengelolaan Sumberdaya Pesisir dan Lautan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Dahuri R, Rais J, Ginting SP dan Sitepu MJ. 1996. Pengelolaan Sumberdaya Wilayah Pesisir dan Lautan Secara Terpadu. Pradnya Paramita. Jakarta.

Dalem AAGR. 2000. Ecotourism in Indonesia. Chapter ten. [terhubung berkala] http://www.apo-tokyo.org [10 Juni 2012]

[DKP] Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Sukabumi. 2011. Laporan Perkembangan Pengelolaan Kawasan Konservasi Penyu Taman Pesisir Pantai Penyu Pangumbahan Kabupaten Sukabumi.

Landry MS. Dan Taggart CT. 2009. Turtle watching conservation guidelines: green turtle (Chelonia mydas) tourism in nearshore coastal environments. Biodiversity and Conservation. Vol 91 305:312.

Mackinnon J, Mackinnon K, Childdan G dan Thorsell J. 1990. Pengelolaan Kawasan yang Dilindungi di Daerah Tropika. (Terjemahan dari Managing Protected Areas in Tropics). H.H Amir (penerjemah). Gajah Mada University Press. Yogyakarta. 328 hlm.

Nuitja INS. 1983. Studi Ekologi Peneluran Penyu Daging (Chelonia mydas) di Pantai Sukomade, Kabupaten Banyuwangi. Institut Pertanian Bogor. Bogor

Nuitja INS. 1992. Biologi dan Ekologi Pelestarian Penyu Laut. Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Pritchard PCH dan Mortimer JA. 1999. Taxonomies, External Morphology and Species Identification. Research and Management Techniques for The Conservation of Sea Turtle. IUCN/SSC Marine Turtle Specialist Group Publication No.4.

Salmon M. 2003. Artificial Night Lighting and Sea Turtles. Biologist 50 (4).

Salmon M. 2006. Protecting Sea Turtles from Artificial Light at Florida s Oceanic Beaches. Part III Reptiles and Amphibians. Washington, D.C. Island Press: 141-168.

Saruni Z. 2010. Kajian Pemanfaatan Sumberdaya Terumbu Karang Bagi Wisata Snorkling di Pulau Samalona Kota Makasar, Sulawesi Selatan [Skripsi]. Departemen Manajemen Sumberdaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Segara RA. 2008. Studi Karakteristik Biofisik Habitat Peneluran Penyu Hijau (Chelonia mydas) di Pangumbahan, Sukabumi, Jawa Barat. [Skripsi]. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Bogor

Start dan Hovland. 2004. Tools for Policy Impact: A Handbook for Reasearchers. Research and Policy in Development Programme. Overseas Development Institute. London

Susilowati T. 2002. Studi Parameter Biofisik Pantai Peneluran Penyu Hijau di Pantai Pangumbahan, Sukabumi Jawa Barat. [Skripsi]. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Waayers D. 2006. Potential for Developing Marine Turtle Tourism as an Alternative to Hunting in Bali, Indonesia. Indian Ocean Turtle Newsletter. No 4.:1-2

Wiharyanto D. 2007. Kajian Pengembangan Ekowisata Mangrove di Kawasan Konservasi Pelabuhan Tengkayu II Kota Tarakan Kalimantan Timur [Thesis]. Sekolah Pasca-Sarjana, Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Wilson C dan Tisdell C. 2000. Sea Turtle as a Non-Consumtive Tourism Resource Especially in Australia. Economic Issue. No 11.

Witherington BE. 1992. Behavioral Responses of Nesting Sea Turtles to Artificial Lighting. Herpetologica 48:31-39

WWF-Indonesia. 2009. Peta Konservasi Penyu Indonesia [peta taman nasional]. Departemen kehutanan. 1 lembar

Yulianda F. 2007. Ekowisata Bahari Sebagai Alternatif Pemanfaatan Sumberdaya Pesisir Berbasis Konservasi. [Makalah]. Disampaikan Pada Seminar Sains Departemen Manajemen Sumberdaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Yusri S. 2003. Kondisi Habitat dan Vegetasi Pantai Peneluran Penyu Hijau (Chelonia mydas) di Suaka Margasatwa Cikepuh, Sukabumi, Jawa Barat [Skripsi]. Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam. Universitas Indonesia.

Lampiran 1. Kuisioner pengelola dan instansi terkait

Kuisioner untuk pengelola dan Instansi terkait Pantai