• Tidak ada hasil yang ditemukan

3.4 Pengambilan Data dan Analisis Data

4.1.2 Karakateristik sosial ekonomi masyarakat dan wisatawan

4.1.2.2 Karakteristik responden wisatawan

Wisatawan yang diwawancara berjumlah 35 orang yang terdiri dari 24 orang laki-laki dan 11 orang perempuan. Wisatawan yang berkunjung ke kawasan ekowisata penyu di Pantai Pangumbahan berusia <20 tahun dengan persentase 3%, 20 29 tahun sebesar 66%, 30 39 tahun sebesar 14%, 40 49 tahun sebesar 17%, dan >50 tahun sebesar 0% (Gambar 12). Berdasarkan hasil wawancara menggunakan kuisioner, sebagian besar usia responden wisatawan berkisar 20 29 tahun.

Gambar 12. Komposisi wisatawan responden berdasarkan usia

Wisatawan yang berkunjung ke kawasan ekowisata penyu di Pantai Pangumbahan sebagian besar berasal dari daerah Jabodetabek dengan persentase 71%, dari Garut 17%, Bandung 3% dan lainya (Medan, Makasar dll) sebesar 9%

Gambar 13. Komposisi wisatawan responden berdasarkan daerah asal

Pendidikan merupakan salah satu faktor penting dalam pengembangan ekowisata penyu. Dibutuhkan tingkat pemahaman yang baik akan pentingnya melestarikan penyu dan habitatnya dalam pengembangan ekowisata penyu. Dilihat dari tingkat pendidikan, responden wisatawan di daerah ekowisata penyu Pantai Pangumbahan sebesar 0% berpendidikan SD, 6% berependidikan SMP, 20% berpendidikan SMA, 24% berpendidikan D3, dan 50% berpendidikan S1 (Gambar 14). Hal ini menunjukkan bahwa wisatawan yang berkunjung ke kawasan ekowisata penyu di Pantai Pangumbahan memiliki pendidikan yang cukup tinggi sehingga memiliki kecenderungan kesadaran yang tinggi untuk melestarikan dan menjaga penyu serta habitatnya.

Wisatawan yang datang ke kawasan ekowisata penyu di Pantai Pangumbahan 60% adalah karyawan, 11% adalah PNS, 3% adalah mahasiswa, 6% adalah wiraswasta, dan 20% lainya (desainer, desain graphis) (Gambar 15). Dapat dilihat bahwa sebagian besar responden adalah karyawan ini disebabkan karena kebutuhan akan wisata untuk melepas penat setelah bekerja.

Gambar 15. Komposisi wisatawan responden berdasarkan jenis pekerjaan

Wisatawan yang berkunjung ke kawasan ekowisata penyu di Pantai Pangumbahan memiliki penghasilan per bulan yang cukup tinggi dengan persentase 6% berpenghasilan 599 ribu 1 juta, 37% berpenghasilan 1 2 juta, 40% berpenghasilan 3 4 juta, 0% berpenghasilan 4 5 juta, dan 17% berpenghasilan >5 juta (Gambar 16).

Gambar 16. Komposisi wisatawan responden berdasarkan tingkat penghasila per bulan

wisatawan datang seorang diri maupun berkelompok (2-7 orang). Nilai yang tertinggi dikeluarkan oleh wisatawan dengan jumlah 7 orang per kelompok. Jumlah rata-rata total biaya yang dikeluarkan oleh setiap individu (TC rata-rata) dalam berwisata melihat peneluran penyu di Pantai Pangumbahan sebesar Rp. 566.304. Berdasarkan data dari laporan pengelola tahun 2011, terlihat bahwa jumlah pengunjung setiap tahun cenderung meningkat (Tabel 7).

Tabel 7. Jumlah wisatawan di daerah peneluran penyu Pantai Pangumbahan (DKP Kab. Sukabumi 2011)

Tahun Jumlah Wisatawan

2008 1.415 orang

2009 13.176 orang

2010 16.962 orang

2011 21.759 orang

Nilai ekonomi wisata pada tahun 2011 dengan jumlah pengunjung 21.759 orang dengan luas wilayah kawasan ekowisata peneluran penyu hijau sebesar 58,43 Ha didapatkan nilai sebesar Rp. 210.888.292 /Ha/tahun. Berdasarkan nilai ekonomi wisata tersebut diketahui bahwa Pantai Pangumbahan memiliki potensi cukup besar untuk dikembangkan menjadi kawasan ekowisata penyu. Jumlah ini masih belum termasuk didalamnya biaya retribusi masuk ke kawasan untuk melihat peneluran penyu, karena saat ini di kawasan peneluran belum dikenakan biaya retribusi. Sedangkan di Levera Park, wisata peneluran penyu merupakan wisata eksklusif dengan biaya US$ 60 per orang dan untuk pelajar US$ 40 per orang (Anonim 2007). Apabila, dikawasan peneluran Pantai Pangumbahan diberlakukan biaya retribusi maka akan meningkatkan nilai ekonomi wisata kawasan. Nilai ekonomi ini akan

terus meningkat seiring dengan meningkatnya jumlah wisatawan yang datang berwisata setiap tahunnya sehingga diharapkan akan meningkatkan kesejahteraan bagi masyarakat sekitar serta meningkatkan pendapatan ekonomi daerah. Selain itu nilai yang tinggi akan mencegah pencurian telur penyu. Diharapkan masyarakat lebih sadar bahwa jika penyu tetap lestari akan banyak mendatangkan pendapatan bagi masyarakat sekitar.

Pengetahuan masyarakat mengenai ekowisata penyu masih kurang. Hal ini didasari akan masih rendahnya pendidikan yang ada di Pantai Pangumbahan. Masyarakat yang belum pernah mendengar istilah ekowisata sebanyak 53%, dan 47% pernah mendengar istilah ekowisata tetapi tidak memahami pengertian ekowisata. Oleh karena itu, diperlukan adanya penyuluhan mengenai ekowisata agar masyarakat sadar akan pentingnya menjaga kelestarian lingkungan tempat tinggal mereka dan mendukung kegiatan ekowisata yang dilaksanakan di Pantai Pangumbahan.

Masyarakat lokal, 83% ingin terlibat secara langsung dan 17% tidak ingin terlibat dalam pengembangan kawasan ekowisata penyu di Pantai Pangumbahan, hasil ini didapatkan dari wawancara responden. Keterlibatan masyarakat dalam kegiatan ekowisata penyu di Pantai Pangumbahan antara lain sebagai pendamping wisata (guide), penjual makanan, penjual cinderamata dan menyewakan penginapan. Keterlibatan masyarakat yang cukup besar dalam pengembangan ekowisata penyu di Pantai Pangumbahan tidak terlepas dari keseharian masyarakat yang memang bermata pencaharian di sekitar kawasan.

Ekowisata penyu di Pangumbahan makin menarik dengan karakteristik wisata yang unik dimana objek wisata tidak ditemukan di tempat lain, biaya yang terjangkau serta didukung dengan pantai yang bersih dan pemandangan yang indah. Ekowisata melihat peneluran penyu ini makin diminati dapat dilihat berdasarkan hasil koresponden wisatawan yang menunjukkan bahwa rata rata mereka datang untuk waktu berkunjung yang kedua kalinya. Jumlah wisatawan ini akan terus meningkat apabila kelestarian penyu tetap terjaga, peningkatan sarana serta prasarana dan juga didukung dengan peran serta masyarakat sekitar.

termasuk kedalam kategori S1 yaitu sangat sesuai dijadikan kawasan wisata peneluran penyu.

Tabel 8. Indeks kesesuaian wisata (IKW) daerah peneluran penyu hijau

Parameter Satuan Bobot Kategori Skor Hasil di Lapangan Ni (Bobot x Skor) Kemiringan Pantai (o) 5 S1 10 30 3 11* 15 S2 3 9 ; 30 35 2 S3 <3 ; >35 1 Jenis Partikel (µ) 5 S1 < 500 3 250 500 15 S2 500 1000 2 S3 >1000 1 Vegetasi Tumbuhan

5 S1 Pandanus tectorius 3 Pandanus

tectorius 15 S2 Spinifex littoralis, Vigna marina 2 S3 Ipomoea pes-caprae, Gynura procumbens 1 Lebar Pantai (m) 5 S1 30 60 3 31* 15 S2 >60 2 S3 <30 1 Cahaya Lampu (lux) 3 S1 0 0,25 3 0 9 S2 0.26 1 2 S3 >1 1 Jarak Bangunan (km) 3 S1 >1 3 0,095 3 S2 0,5 1 2 S3 <0,5 1 Pasang Surut (cm) 1 S1 30 80 3 130 1 S2 80 100 2 S3 >100 1 Keterangan : * = Hasil rata-rata

Keadaan habitat peneluran ini berbeda dengan penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Segara (2008) pada musim barat di bulan Oktober 2008 dengan kemiringan pantai 27,060, lebar pantai 62,25 m kemungkinan besar perbedaan ini terjadi karena telah terjadi erosi dan kenaikan air laut. Vegetasi yang dominan di Pantai Pangumbahan masih sama dengan penelitian penelitian sebelumnya yaitu Pandanus tectorius. Sedangkan untuk data pasang surut dalam penelitian ini menggunakan data sekunder hasil penelitian Segara (2008).

Kesesuaian wisata ini harus tetap dijaga, apabila kesesuaian kawasan habitat penyu terus berkurang maka akan mengurangi jumlah penyu yang naik. Menurut pengelola dan beberapa masyarakat sekitar, pada tahun 1970 1990 penyu juga bertelur di Pantai Cibuaya dan Ujung Genteng, tetapi karena kondisi kedua pantai tersebut sudah tidak memenuhi kriteria pantai peneluran seperti banyaknya bangunan di pinggir pantai, lebar pantai yang semakin berkurang, dan banyaknya aktifitas manusia dipinggir pantai pada malam hari menyebabkan saat ini sudah tidak ada lagi penyu yang naik untuk bertelur. Kondisi habitat peneluran lain yang telah berubah ada pada Pantai Selatan Florida yang telah dibangun jalanan dekat dengan pinggir pantai dan adanya cahaya lampu jalan menyebabkan seekor penyu terbunuh terlindas kendaraan akibat salah mengorientasikan cahaya lampu. Selain itu, pada tahun 1989 hingga 1990 kurang lebih sebanyak 37.159 ekor penyu betina tidak jadi bertelur dan kembali kelaut akibat perubahan habitat pantai peneluran (Witherington 1992).