• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kuisioner untuk wisatawan di kawasan Pantai Pangumbahan Departemen Manajemen Sumberdaya Perairan

B. Presepsi wisatawan

B.5 Biaya yang dikeluarkan

1.1 Latar Belakang

Penyu hijau (Chelonia mydas) dibunuh lebih dari 100.000 ekor/tahun untuk memenuhi kebutuhan pasar dunia, dan hampir 25.000 diantaranya ditangkap dari Bali (Waayers 2006). Penyu hijau termasuk salah satu hewan yang statusnya yang telah terancam punah, oleh karena itu perlu perlindungan khusus terhadap satwa yang bertujuan untuk melindungi dari kepunahan (Peraturan Pemerintah No.7 tahun 1999). Pantai Pangumbahan termasuk salah satu wilayah di daerah Desa Pangumbahan, Kecamatan Ciracap, Kabupaten Sukabumi yang memiliki potensi sumberdaya yang beragam mulai dari kepariwisataan, pertanian, kehutanan dan terutama sumberdaya kelautan dan perikanan salah satunya penyu hijau. Pangumbahan menjadi daerah peneluran penyu dan berpotensi ekowisata, namun masih terjadi penjualan penyu secara ilegal (WWF-Indonesia 2009). Sejak tahun 2008 di Pantai Pangumbahan telah dibangun Turtle centre yang bertujuan untuk mengelola kawasan peneluran penyu hijau namun masih belum berjalan secara optimal.

Permasalahan pengelolaan penyu di Pantai Pangumbahan antara lain adanya ancaman dan gangguan bagi habitat peneluran penyu dan lemahnya dalam sistem pengelolaan serta sumber daya manusia (SDM). Dengan demikian diperlukan adanya penelitian mengenai ekowisata dan kawasan peneluran penyu di Pantai Pangumbahan agar dapat memberikan suatu konsep pengelolaan yang baik terhadap penyu hijau agar tetap lestari dengan konsep ekowisata. Ekowisata peneluran penyu hijau diharapkan dapat menerapkan konsep ekowisata dengan mengurangi kerusakan kawasan habitat dan pengambilan telur penyu secara ilegal serta memberikan strategi pengelolaan untuk pengembangan ekowisata penyu di Pantai Pangumbahan sesuai dengan daya dukungnya. Ekowisata akan memberikan alternatif sumber pendapatan bagi masyarakat di sekitar kawasan pada khususnya dan meningkatkan pendapatan daerah Sukabumi pada umumnya.

yang cocok untuk kegiatan surfing, pasir putih yang menghampar luas, masih banyaknya vegetasi pantai dan keadaan perairan yang jernih, serta banyaknya penyu yang naik ke pantai untuk bertelur menjadi daya tarik yang baik untuk kegiatan wisata.

Pengelolaan lingkungan pantai saat ini belum memadai, walaupun telah dibangun turtle centre, kurangnya SDM dan sistem yang masih lemah menjadi kendala utama dalam mengelola kawasan tersebut. Jumlah SDM yang ada disana masih kurang, selain itu memiliki pendidikan yang relatif rendah dan pengetahuan mengenai penyu yang masih kurang. Oleh karena itu sistem yang berjalan disana masih kurang optimal, selain itu hukuman bagi pengambil telur penyu secara ilegal masih kurang tegas.

Pengambilan telur penyu secara ilegal masih terjadi oleh masyarakat sekitar kawasan. Pengambilan tersebut didasari oleh rendahnya pendapatan dan pendidikan masyarakat sekitar, sehingga masyarakat kurang sadar akan pentingnya kelestarian penyu. Semakin banyaknya bangunan yang berdiri di pinggir pantai dengan jarak yang semakin dekat dengan pantai lambat laun akan menyebabkan penyu tidak lagi bertelur disana, hal ini terjadi karena kurang tegasnya aturan mengenai mendirikan bangunan di pinggir pantai. Kerusakan vegetasi pantai oleh masyarakat lama kelamaan akan menyebabkan kerusakan habitat penyu, hal ini akan berdampak terhadap jumlah kenaikan penyu yang bertelur.

Kegiatan ekowisata yang prinsipnya merupakan kegiatan rekreasi di alam bebas atau terbuka, yang didalamnya terdapat juga kegiatan konservasi yang diharapkan dapat menjadi alternatif solusi bagi beberapa permasalahan seperti ancaman berupa gangguan habitat peneluran penyu ataupun pengambilan telur-telur penyu secara ilegal. Hal ini juga didukung oleh peraturan daerah mengenai konservasi penyu hijau telah dikeluarkan oleh Kabupaten Sukabumi berupa perda

nomor 5 tahun 2009 tentang pelestarian penyu di Kabupaten Sukabumi. Pada intinya Perda tersebut menegaskan tidak ada pemanfaatan langsung dari penyu dan bagian-bagiannya serta perlindungan habitatnya, adanya peluang pengembangan ekowisata terbatas serta untuk kepentingan penelitian penyu hijau itu sendiri. Permasalahan yang ada di Pantai Pangumbahan perlu dikaji lebih dalam agar dapat memberikan konsep pengelolaan yang lebih baik. Kegiatan ekowisata diharapkan dapat memberikan keuntungan ekonomi bagi masyarakat setempat yang berasal dari wisatawan, sehingga dapat menumbuhkan rasa memiliki agar kelestarian penyu hijau tetap terjaga. Oleh karena itu, perlu dilakukan penelitian untuk menganalisis kesesuaian lahan dan mengetahui daya dukung kawasan tersebut untuk dilakukanya kegiatan ekowisata (Gambar 1).

Gambar 1. Diagram perumusan masalah

Wisata Peneluran Penyu Sistem yang lemah

Penangkapan telur penyu secara ilegal

Penggunaan lahan untuk bangunan di areal sekitar habitat penyu

Perusakan vegetasi

Analisis Kesesuaian dan Daya Dukung Kawasan

Analisis Nilai Ekonomi Wisata

Pendekatan Sosial Ekonomi Pendekatan Ekologi

Analisis SWOT

Strategi Pengelolaan untuk Pengembangan Ekowisata Penyu di Pantai Pangumbahan

1.3 Tujuan

Penelitian ini memiliki tujuan yang terdiri dari:

1. Mengidentifikasi kondisi sumberdaya alam dan karakteristik sosial ekonomi masyarakat serta wisatawan

2. Mengkaji kesesuaian wisata dan daya dukung potensi wisata peneluran penyu.

3. Mengidentifikasi status pengelolaan habitat penyu.

4. Merumuskan konsep pengelolaan ekowisata dan rekreasi penyu yang sesuai agar dapat melindungi, memanfaatkan potensi penyu.

1.4 Manfaat

Manfaat yang diharapkan dapat diambil dari penelitian ini adalah dapat memberikan referensi dan masukan bagi perencanaan dan pengambilan kebijakan dalam pengelolaan penyu hijau yang ada di daerah Pantai Pangumbahan agar dapat meningkatkan perekonomian masyarakat serta tetap terjaga kelestarianya.

laut dan erosi pantai yang terjadi. Pantai terletak antara garis surut terendah dan pasang tertinggi (Bengen 2001).

Menurut Dahuri (2003a) pantai di Indonesia secara morfologi dapat dibagi dalam beberapa bentuk, yaitu:

1. Pantai terjal berbatu

Pantai jenis seperti ini biasanya terdapat di kawasan tektonis aktif yang tidak pernah stabil karena proses geologi. Adanya vegetasi penutup ditentukan oleh 3 faktor, yaitu tipe batuan, tingkat curah hujan, dan cuaca.

2. Pantai landai dan datar

Pantai jenis seperti ini biasanya terdapat di wilayah yang sudah stabil sejak lama karena tidak terjadi pergerakan tanah secara vertikal. Pantai di kawasan seperti ini biasanya ditumbuhi oleh vegetasi mangrove yang padat dan hutan lahan basah lainya.

3. Pantai dengan bukit pasir

Pantai jenis seperti ini biasanya terbentuk akibat transportasi sedimen clastic secara horizontal. Karena adanya gelombang besar dan arus yang menyusur pantai (long shore current) yang dapat menyuplai sedimen yang berasal dari daerah sekitarnya. Sedimen yang telah mengalami pengeringan kemudian terbawa oleh angin yang kuat sehingga terakumulasi di tebing membentuk bukit pasir yang tinggi. Perubahanya berlangsung cepat dan terjadi di daerah yang kering, sehingga bukit pasir biasanya miskin akan tanaman penutup. 4. Pantai beralur

Pantai jenis seperti ini biasanya pembentukanya ditentukan oleh faktor gelombang daripada faktor angin. Proses penutupan yang berlangsung cepat

oleh vegetasi menyebabkan zona supratidal tidak terakumulasi oleh sedimen yang berasal dari erosi angin.

5. Pantai lurus di dataran pantai yang landai

Pantai jenis seperti ini biasanya ditutupi oleh sedimen lumpur hingga pasir kasar. Pantai ini merupakan fase awal untuk berkembangnya pantai yang bercelah dan bukit pasir apabila terjadi perubahan suplai sedimen dan cuaca (angin dan kekeringan).

6. Pantai berbatu

Pantai jenis seperti ini biasanya dicirikan oleh adanya belahan batuan cadas. Komunitas organisme pada pantai berbatu hidup di permukaan. Bila dibandingkan dengan habitat pantai lainya, pantai berbatu memiliki kepadatan mikroorganisme yang tinggi, khususnya di habitat intertidal di daerah angin (temperate) dan subtropik.

7. Pantai yang terbentuk karena adanya erosi

Pantai jenis seperti ini biasanya sedimenya yang terangkut oleh arus dan aliran sungai akan mengendap di daerah pantai. Pantai yang terbentuk dari endapan semacam ini dapat mengalami perubahan dari musim ke musim, baik secara alamiah maupun akibat kegiatan manusia yang cenderung melakukan perubahan terhadap bentang alam.