• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kajian Pengembangan Ekowisata Daerah Peneluran Penyu Hijau (Chelonia mydas Linnaeus 1758) Di Pantai Pangumbahan, Sukabumi

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Kajian Pengembangan Ekowisata Daerah Peneluran Penyu Hijau (Chelonia mydas Linnaeus 1758) Di Pantai Pangumbahan, Sukabumi"

Copied!
159
0
0

Teks penuh

(1)

ADE IRMA LISTIANI

SKRIPSI

DEPARTEMEN MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(2)

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul:

Kajian Pengembangan Ekowisata Daerah Peneluran Penyu Hijau (Chelonia mydasLinnaeus 1758) Di Pantai Pangumbahan, Sukabumi

adalah benar merupakan hasil karya saya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Semua sumber data dan informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Bogor, September 2012

(3)

masih ada beberapa gangguan seperti pengambilan telur penyu secara ilegal, pendirian bangunan di sekitar pantai, banyaknya sampah di pantai dan pemaanfaatan ekowisata yang belum terkontrol dengan baik. Sehingga diperlukan pengelolaan yang baik dalam ekowisata karena kegiatan ekowisata pada prinsipnya merupakan kegiatan rekreasi di alam bebas atau terbuka, yang di dalamnya terdapat juga kegiatan konservasi yang diharapkan dapat menjadi alternatif solusi bagi beberapa permasalahan seperti ancaman berupa gangguan habitat peneluran penyu ataupun pengambilan telur-telur penyu secara ilegal. Kegiatan ekowisata diharapkan dapat memberikan keuntungan ekonomi bagi masyarakat setempat yang berasal dari wisatawan, sehingga dapat menumbuhkan rasa memiliki agar kelestarian penyu hijau tetap terjaga. Adapun tujuan dari penelitian ini adalah mengidentifikasi kondisi sumberdaya alam dan sosial ekonomi kawasan, kesesuaian dan daya dukung potensi wisata peneluran penyu, status pengelolaan habitat penyu sehingga akan menghasilkan rumusan konsep pengelolaan ekowisata dan rekreasi penyu yang sesuai agar dapat melindungi, memanfaatkan potensi penyu.

Jenis data yang dikumpulkan dalam penelitian ini dibagi menjadi lima kelompok dengan aspek-aspek yang diteliti diantaranya; biologi, fisik, masyarakat, pengelola dan wisatawan. Pengambilan kelima kelompok data ini menggunakan data primer dan sekunder. Analisis yang digunakan diantaranya kondisi alam, sosial, ekonomi, status pengelolaan, Indeks Kesesuaian Wisata, Daya Dukung Kawasan, dan analisis SWOT. Data masyarakat dan wisatawan diambil menggunakan kuisioner dengan metodepurposive samplingkepada 30 orang masyarakat, dan 35 orang wisatawan

(4)

SUKABUMI

ADE IRMA LISTIANI C24080048

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh

gelar Sarjana Perikanan pada Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan

DEPARTEMEN MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(5)

Program studi : Manajemen Sumberdaya Perairan

Menyetujui :

Pembimbing I, Pembimbing II,

Dr.Ir. Fredinan Yulianda M.Sc Mirza Dikari Kusrini Ph.D

NIP. 19630731 198803 1 002 NIP. 19651114 199002 2 001

Mengetahui :

Ketua Departemen Manajemen Sumberdaya Perairan

Dr.Ir. Yusli Wardiatno M.Sc NIP. 19660728 199103 1 002

(6)

Puji syukur kehadirat Allah SWT karena dengan rahmat dan hidayah-Nya penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi yang berjudul Kajian Pengembangan Ekowisata Daerah Peneluran Penyu Hijau (Chelonia mydas Linnaeus 1758) di Pantai Pangumbahan, Sukabumi . Skripsi ini dibuat sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Perikanan pada Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan.

Penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Dr. Ir Fredinan Yulianda M.Sc dan Mirza Dikari Kusrini Ph.D yang telah banyak membantu dalam memberikan bimbingan, dukungan, masukan dan arahan serta Orang Tua penulis yang telah memberikan dukungan moril dan materiil sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik. Penulis menyadari skripsi ini masih banyak kekurangan dan jauh dari kesempurnaan. Semoga skripsi ini memberikan manfaat untuk berbagai pihak.

Bogor, September 2012

(7)

saya, Mas Junaedy Prasetyanto, Mas Devianto Dwi Saputro, Mba Sovita dan Mba Dina Riah Kania serta kedua keponakan saya Sheyna Nadyta Zaleekah dan Aurelia Kiana Saputro.

2. Bapak Dr.Ir. Fredinan Yulianda, MSc dan Ibu Mirza Dikari Kusrini, Ph.D selaku pembimbing skripsi atas bimbingan dan dukungan kepada penulis selama menyelesaikan skripsi.

3. Ibu Sri Harteti, Bapak Janawi, Bapak Arif, Bang Agung MSP 42, Bapak Empit, pengelola lainya yang tidak dapat disebutkan satu persatu dan masyarakat Pangumbahan yang telah membantu dan memudahkan saya selama melakukan penelitian disana.

4. Sahabat sahabat saya Imanda Rizka Rosawulan, Winiasri Purwandari, Nurlia Febriyanti dan Lafiansyah Pradipta atas dukunganya selama ini dan telah bersedia mendengarkan keluh kesah selama pengerjaan skripsi.

5. Danang Dwiananto atas dukungan moril nya selama ini dan telah banyak membantu serta memberikan banyak pelajaran selama masa perkuliahan.

6. Teman teman terdekat saya di MSP Elfrida Megawati, Fawzan Bhakti Sofa, Rio Putra Ramadhan, Rina Shelvinawati, Nissa Izzani, Nugraha Bagoes Soegesty dan Rendra Danang Saputra atas kebersamaanya dalam suka maupun duka selama di MSP.

7. Abang Denny Wahyudi, Hendri, Aang, Ibad, Dina Silvia Dewi, Pionius dan teman teman MSP 45 lainya serta adik kelas MSP 46 dan 47 yang tidak bisa disebutkan satu persatu atas bantuanya dan dukungan selama ini.

(8)

Penulis dilahirkan di Bekasi pada tanggal 30 September 1990 dan merupakan anak ketiga dari tiga bersaudara dari pasangan suami istri Moch. Muchlis Halim dan Dwi Endang Prasetyowati. Pendidikan formal yang telah ditempuh penulis yaitu TK Al- Irsyad (1995-1996), SDN Bojong Rawalumbu X Bekasi (1996-2002). Kemudian penulis melanjutkan pendidikan di SMPN 8 Bekasi (2002-2005) dan SMAN 6 Bekasi (2005-2008). Pada tahun 2008, penulis melanjutkan pendidikannya di Departemen Manajemen Sumberdaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor melalui jalur USMI.

(9)

1.2 Perumusan Masalah ... 2

1.3 Tujuan ... 5

1.4 Manfaat ... 5

2. TINJAUAN PUSTAKA... 6

2.1 Kawasan Pantai... 6

2.2 Pariwisata dan Ekowisata ... 7

2.3 Ekowisata Penyu... 10

2.4 Penyu Hijau... 11

2.4.1 Klasifikasi dan morfologi penyu hijau... 11

2.4.2 Penyebaran ... 12

3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian ... 16

3.2 Alat dan Bahan... 17

3.3 Metode Pengambilan dan Pengumpulan Data ... 17

3.4 Pengambilan Data dan Analisis Data... 18

3.4.1 Kondisi sumberdaya alam dan karakteristik sosial ekonomi masyarakat serta wisatawan... 18

3.4.2 Nilai ekonomi wisata, kesesuaian wisata dan daya dukung potensi wisata... 19

3.4.2.1 Analisis nilai ekonomi wisata ... 19

3.4.2.2 Indeks kesesuaian wisata (IKW)... 20

3.4.2.3 Daya dukung kawasan (DDK) ... 21

3.4.3 Status pengelolaan habitat penyu ... 22

3.4.4 Analisis arahan perencanaan pengembangan ekowisata... 22

4. HASIL DAN PEMBAHASAN... 24

4.1 Potensi Sumberdaya Alam dan Sosial Ekonomi Masyarakat di Pantai Pangumbahan... 24

4.1.1 Potensi sumberdaya alam... 24

4.1.2 Karakateristik sosial ekonomi masyarakat dan wisatawan .. 28

(10)

4.3 Indeks Kesesuaian Wisata (IKW)... 36

4.4 Daya Dukung Kawasan (DDK) ... 37

4.5 Status Pengelolaan Habitat Penyu ... 39

4.5.1 Sumberdaya alam ... 40

4.5.2 Sumberdaya manusia ... 41

4.5.3 Regulasi/aturan ... 41

4.5.4 Promosi ... 42

4.5.5 Fasilitas dan sarana ... 42

4.5.5.1 Sarana dan prasarana kawasan... 42

4.5.5.2 Transportasi dan komunikasi ... 44

4.6 Arahan Perencanaan Pengembangan Ekowisata ... 44

5. KESIMPULAN DAN SARAN... 49

5.1 Kesimpulan ... 49

5.2 Saran ... 50

DAFTAR PUSTAKA... 51

(11)

5. Skema analisis SWOT ... 23

6. Jumlah penyu yang bertelur ... 25

7. Jumlah wisatawan di daerah peneluran penyu Pantai Pangumbahan ... 34

8. Indeks kesesuaian wisata (IKW) daerah peneluran penyu hijau ... 36

(12)

Halaman

1. Diagram perumusan masalah... 4

2. Penyu Hijau (Chelonia mydas) ... 11

3. Peta Lokasi Penelitian (DKP Kab. Sukabumi 2011) ... 16

4. Pandanus tectorius... 24

5. (a) Kegiatan wisatawan melihat penyu bertelur; (b) Penyu bertelur; (c) Pemandangan matahari terbenam di Pantai Pangumbahan; (d) Wisatawan menikmati keindahan pantai; (e) Tukik menuju ke laut; (f) Wisatawan melepaskan tukik ke laut; (g) Hamparan padang lamun; (h) Pemandangan di muara sungai Cipanarikan ... 26

6. Komposisi wisatawan responden berdasarkan kegiatan yang dilakukan di Pantai Pangumbahan... 27

7. Kondisi sampah di Pantai Pangumbahan ... 28

8. Komposisi masyarakat responden berdasarkan usia... 29

9. Komposisi masyarakat responden berdasarkan tingkat pendidikan ... 29

10. Komposisi masyarakat responden berdasarkan jenis pekerjaan ... 30

11. Komposisi masyarakat responden berdasarkan tingkat penghasilan per bulan... 31

12. Komposisi wisatawan responden berdasarkan usia ... 31

13. Komposisi wisatawan responden berdasarkan daerah asal... 32

14. Komposisi wisatawan responden berdasarkan tingkat pendidikan... 32

15. Komposisi wisatawan responden berdasarkan jenis pekerjaan ... 33

16. Komposisi wisatawan responden berdasarkan tingkat penghasila per bulan... 33

17. (a) Aula serbaguna; (b) Mess peneliti; (c) Ruang penetasan telur indoor; (d) Ruang penetasan telur outdoor; (e) Ruang audio visual; (f) Kolam sentuh ... 43

(13)
(14)

1.1 Latar Belakang

Penyu hijau (Chelonia mydas) dibunuh lebih dari 100.000 ekor/tahun untuk memenuhi kebutuhan pasar dunia, dan hampir 25.000 diantaranya ditangkap dari Bali (Waayers 2006). Penyu hijau termasuk salah satu hewan yang statusnya yang telah terancam punah, oleh karena itu perlu perlindungan khusus terhadap satwa yang bertujuan untuk melindungi dari kepunahan (Peraturan Pemerintah No.7 tahun 1999). Pantai Pangumbahan termasuk salah satu wilayah di daerah Desa Pangumbahan, Kecamatan Ciracap, Kabupaten Sukabumi yang memiliki potensi sumberdaya yang beragam mulai dari kepariwisataan, pertanian, kehutanan dan terutama sumberdaya kelautan dan perikanan salah satunya penyu hijau. Pangumbahan menjadi daerah peneluran penyu dan berpotensi ekowisata, namun masih terjadi penjualan penyu secara ilegal (WWF-Indonesia 2009). Sejak tahun 2008 di Pantai Pangumbahan telah dibangun Turtle centre yang bertujuan untuk mengelola kawasan peneluran penyu hijau namun masih belum berjalan secara optimal.

(15)

yang cocok untuk kegiatan surfing, pasir putih yang menghampar luas, masih banyaknya vegetasi pantai dan keadaan perairan yang jernih, serta banyaknya penyu yang naik ke pantai untuk bertelur menjadi daya tarik yang baik untuk kegiatan wisata.

Pengelolaan lingkungan pantai saat ini belum memadai, walaupun telah dibangun turtle centre, kurangnya SDM dan sistem yang masih lemah menjadi kendala utama dalam mengelola kawasan tersebut. Jumlah SDM yang ada disana masih kurang, selain itu memiliki pendidikan yang relatif rendah dan pengetahuan mengenai penyu yang masih kurang. Oleh karena itu sistem yang berjalan disana masih kurang optimal, selain itu hukuman bagi pengambil telur penyu secara ilegal masih kurang tegas.

Pengambilan telur penyu secara ilegal masih terjadi oleh masyarakat sekitar kawasan. Pengambilan tersebut didasari oleh rendahnya pendapatan dan pendidikan masyarakat sekitar, sehingga masyarakat kurang sadar akan pentingnya kelestarian penyu. Semakin banyaknya bangunan yang berdiri di pinggir pantai dengan jarak yang semakin dekat dengan pantai lambat laun akan menyebabkan penyu tidak lagi bertelur disana, hal ini terjadi karena kurang tegasnya aturan mengenai mendirikan bangunan di pinggir pantai. Kerusakan vegetasi pantai oleh masyarakat lama kelamaan akan menyebabkan kerusakan habitat penyu, hal ini akan berdampak terhadap jumlah kenaikan penyu yang bertelur.

(16)
(17)

Gambar 1. Diagram perumusan masalah

Wisata Peneluran Penyu Sistem yang lemah

Penangkapan telur penyu secara ilegal

Penggunaan lahan untuk bangunan di areal sekitar habitat penyu

Perusakan vegetasi

Analisis Kesesuaian dan Daya Dukung Kawasan

Analisis Nilai Ekonomi Wisata

Pendekatan Sosial Ekonomi Pendekatan Ekologi

Analisis SWOT

(18)

1.3 Tujuan

Penelitian ini memiliki tujuan yang terdiri dari:

1. Mengidentifikasi kondisi sumberdaya alam dan karakteristik sosial ekonomi masyarakat serta wisatawan

2. Mengkaji kesesuaian wisata dan daya dukung potensi wisata peneluran penyu.

3. Mengidentifikasi status pengelolaan habitat penyu.

4. Merumuskan konsep pengelolaan ekowisata dan rekreasi penyu yang sesuai agar dapat melindungi, memanfaatkan potensi penyu.

1.4 Manfaat

(19)

laut dan erosi pantai yang terjadi. Pantai terletak antara garis surut terendah dan pasang tertinggi (Bengen 2001).

Menurut Dahuri (2003a) pantai di Indonesia secara morfologi dapat dibagi dalam beberapa bentuk, yaitu:

1. Pantai terjal berbatu

Pantai jenis seperti ini biasanya terdapat di kawasan tektonis aktif yang tidak pernah stabil karena proses geologi. Adanya vegetasi penutup ditentukan oleh 3 faktor, yaitu tipe batuan, tingkat curah hujan, dan cuaca.

2. Pantai landai dan datar

Pantai jenis seperti ini biasanya terdapat di wilayah yang sudah stabil sejak lama karena tidak terjadi pergerakan tanah secara vertikal. Pantai di kawasan seperti ini biasanya ditumbuhi oleh vegetasi mangrove yang padat dan hutan lahan basah lainya.

3. Pantai dengan bukit pasir

Pantai jenis seperti ini biasanya terbentuk akibat transportasi sedimen clastic secara horizontal. Karena adanya gelombang besar dan arus yang menyusur pantai (long shore current) yang dapat menyuplai sedimen yang berasal dari daerah sekitarnya. Sedimen yang telah mengalami pengeringan kemudian terbawa oleh angin yang kuat sehingga terakumulasi di tebing membentuk bukit pasir yang tinggi. Perubahanya berlangsung cepat dan terjadi di daerah yang kering, sehingga bukit pasir biasanya miskin akan tanaman penutup. 4. Pantai beralur

(20)

oleh vegetasi menyebabkan zona supratidal tidak terakumulasi oleh sedimen yang berasal dari erosi angin.

5. Pantai lurus di dataran pantai yang landai

Pantai jenis seperti ini biasanya ditutupi oleh sedimen lumpur hingga pasir kasar. Pantai ini merupakan fase awal untuk berkembangnya pantai yang bercelah dan bukit pasir apabila terjadi perubahan suplai sedimen dan cuaca (angin dan kekeringan).

6. Pantai berbatu

Pantai jenis seperti ini biasanya dicirikan oleh adanya belahan batuan cadas. Komunitas organisme pada pantai berbatu hidup di permukaan. Bila dibandingkan dengan habitat pantai lainya, pantai berbatu memiliki kepadatan mikroorganisme yang tinggi, khususnya di habitat intertidal di daerah angin (temperate) dan subtropik.

7. Pantai yang terbentuk karena adanya erosi

Pantai jenis seperti ini biasanya sedimenya yang terangkut oleh arus dan aliran sungai akan mengendap di daerah pantai. Pantai yang terbentuk dari endapan semacam ini dapat mengalami perubahan dari musim ke musim, baik secara alamiah maupun akibat kegiatan manusia yang cenderung melakukan perubahan terhadap bentang alam.

2.2 Pariwisata dan Ekowisata

Wisata adalah perjalanan dimana pelaku kegiatan akan kembali ke tempat awalnya, perjalanan sirkuler yang dilakukan untuk tujuan bisnis, senang-senang atau pendidikan, pada berbagai tempat dikunjungi dan biasanya menggunakan jadwal perjalanan yang terencana. Pariwisata adalah keseluruhan elemen-elemen terkait (wisatawan, daerah tujuan wisata, perjalanan, industri dan lain-lain) yang merupakan akibat dari perjalanan wisata ke daerah tujuan wisata, sepanjang perjalanan tersebut tidak permanen (Saruni 2010).

(21)

4. Memiliki tujuan tertentu yang intinya untuk mendapatkan kesenangan. 5. Tidak untuk mencari nafkah di tempat tujuan, bahkan keberadaanya dapat

memberikan kontribusi pendapatan bagi masyarakat atau daerah yang dikunjungi, karena uang yang dibelanjakan dibawa dari tempat asal.

Menurut Mackinnon dkk (1990), faktor-faktor yang membuat suatu kawasan menarik bagi pengunjung adalah:

1. Letaknya dekat, cukup dekat atau jauh terhadap bandar udara internasional atau pusat wisata.

2. Perjalanan ke kawasan tersebut mudah dan nyaman, perlu sedikit usaha, sulit atau berbahaya.

3. Kawasan tersebut memiliki atraksi menonjol, misalnya satwa liar yang menarik atau khas untuk tempat tertentu.

4. Kemudahan untuk melihat atraksi atau satwa terjamin. 5. Memiliki beberapa keistimewaan berbeda.

6. Memiliki tambahan budaya yang menarik. 7. Unik dalam penampilan.

8. Mempunyai obyek rekreasi pantai, danau, air terjun, kolam renang atau tempat rekreasi lainya.

9. Cukup dekat dengan lokasi lain yang menarik wisatawan sehingga dapat menjadi bagian kegiatan wisatawan.

10. Sekitar kawasan itu memiliki pemandangan yang indah. 11. Keadaan makanan dan akomodasi tersedia.

(22)

memanfaatkan karakter sumberdaya pesisir dan laut. Kegiatan wisata bahari dapat dilakukan pada bentang laut maupun bentang pantai.

Konsep pengembangan ekowisata sejalan dengan misi pengelolaan konservasi yang mempunyai tujuan untuk menjaga tetap berlangsungnya proses ekologis yang tetap mendukung sistem kehidupan, melindungi keanekaragaman hayati, menjamin kelestarian, dan pemanfaatan spesies ekosistemnya serta memberikan kontribusi kepada kesejahteraan masyarakat. Dengan demikian, suatu konsep pengembangan ekowisata hendaknya dilandasi pada prinsip dasar ekowisata yang meliputi (Yulianda 2007):

1. Mencegah dan menanggulangi dampak dari aktivitas wisatawan terhadap alam dan budaya, pencegahan dan penanggulangan disesuaikan dengan sifat dan karakter alam dan budaya setempat.

2. Pendidikan konservasi lingkungan; mendidik pengunjung dan masyarakat akan pentingnya konservasi.

3. Pendapatan langsung untuk kawasan; retribusi atau pajak konservasi (conservation tax) dapat digunakan untuk pengelolaan kawasan.

4. Partisipasi masyarakat dalam perencanaan; merangsang masyarakat agar terlibat dalam perencanaan dan pengawasan kawasan.

5. Penghasilan bagi masyarakat; masyarakat mendapat keuntungan ekonomi sehingga terdorong untuk menjaga kelestarian kawasan.

6. Menjaga keharmonisan alam; kegiatan dan pengembangan fasilitas tetap mempertahankan keserasian dan keaslian alam.

7. Daya dukung sebagai batas pemanfaatan; daya tampung dan pengembangan fasilitas hendaknya mempertimbangkan daya dukung lingkungan.

8. Kontribusi pendapatan bagi negara (pemerintah daerah dan pusat).

(23)

melestarikan sumberdaya laut melalui partisipasi masyarakat lokal dalam kegiatan pelestarian (Dahuri 2003a).

2.3 Ekowisata Penyu

Ekowisata penyu telah dipraktikkan di beberapa negara, diantaranya Taman Laut Sabah di Malaysia, Fiji di Pasifik Selatan, Taman nasional Tortugero dan Rio Oro di Costa Rica, Bahia Magdalena di Mexico, Zakynthos di Yunani dan Bali di Indonesia semua negara ini dalam tahap pengembangan wisata penyu sebagai salah satu strategi bagi konservasi (Waayers 2006). Di Australia, ekowisata penyu ini telah dikembangkan. Pada beberapa pantai di Australia hampir sebanyak enam jenis penyu datang untuk bertelur, kebanyakan mereka bertelur selama musim panas biasanya terjadi di bulan Oktober hingga Maret yang jumlahnya mencapai ratusan bahkan ribuan. Saat banyak penyu bertelur, akan banyak mendatangkan wisatawan yang jumlahnya mencapai puluhan ribu, yang kebanyakan berasal dari Eropa dan Amerika Utara.

(24)

selain itu mereka juga dapat mengetahui apa yang harus mereka lakukan untuk dapat membantu penyu agar keberadaanya tetap lestari (Wilson dan Tisdell 2000).

2.4 Penyu Hijau

2.4.1 Klasifikasi dan morfologi penyu hijau

Klasifikasi penyu hijau menurut Hirth (1971) adalah sebagai berikut: Kingdom : Animalia

Filum : Chordata

Kelas : Reptilia

Ordo : Testudinata

Famili : Cheloniidae

Genus :Chelonia

Spesies :Chelonia mydas

Gambar 2. Penyu Hijau (Chelonia mydas)

(25)

putus. Penyu hijau membuat sarang dengan lubang yang dalam (Pritchard dan Mortimer 1999).

2.4.2 Penyebaran

Daerah penyebaran penyu hijau di Indonesia meliputi Bengkulu (Pulau Berhala dan Pulau Penyu), Jawa Barat dan Banten (Pangumbahan, Citireum, Cibulakan, Sindang Kerta, Ujung Kulon), Jawa Timur (Pulau Barung, Sukamade), Sumbawa (Al-Ketapang), Kalimantan Timur (Derawan) dan Maluku (Kepulauan Sanana) (Nuitja 1992).

2.4.3 Pantai peneluran

Penyu hijau secara teratur melakukan migrasi antara daerah yang menjadi sumber mencari makan dan daerah penelurannya. Penyu hijau sangat selektif dalam memilih pantai peneluran. Pantai peneluran penyu mempunyai ciri khusus yaitu mempunyai akses ke laut dan cukup tinggi dari permukaan laut, untuk mencegah terendamnya telur saat pasang tertinggi. Pantai peneluran yang panjangnya 3 km, kelerengan sekitar 30o dengan lebar antara 30 hingga 60 m merupakan daerah yang efektif bagi penyu untuk bertelur (Nuitja 1983).

(26)

Komposisi pasir juga mempengaruhi preferensi peneluran penyu. Penyu biasanya bertelur pada kawasan pantai dengan komposisi pasir didominasi oleh pasir kasar (diameter partikel 500-1000 µ) dan pasir halus-sedang (diameter partikel < 500 µ). Kondisi tersebut juga ditemui di Pantai Pangumbahan. Tempat yang diingini penyu untuk bertelur yaitu memiliki butiran pasir tertentu yang mudah digali dan secara naluriah dianggap aman untuk bertelur. Susunan tekstur daerah peneluran berupa pasir tidak kurang dari 90% dan sisanya adalah debu maupun liat (Nuitja 1992).

Penyu hijau mempunyai kecendrungan memilih kawasan pantai dengan latar belakang hutan pantai yang lebat, dan jenis Pandanus tectorius memeberikan naluri kepada penyu untuk bertelur. Vegetasi yang ada di Pantai Pangumbahan diantaranya Pandanus tectorius, Scavevola tacada, Calophyllum inophyllum, Ipomoea

pes-caprae,Ardisa humilisdanCalotropis gigantea(Susilowati 2002).

Menurut Nuitja pada tahun 1992 terdapat susunan vegetasi pantai pada pantai peneluran penyu di Sukamade sebagai berikut:

1. Pada bagian depan, ditumbuhi tumbuhan pioner seperti katang-katang (Ipomoea pes-caprae), rumput lari-lari (Spinifex littoreus), atau pandan (Pandanus tectorius).

2. Lapisan berikutnya ditumbuhi oleh waru (Hibiscus tiliaceus), Gynura procumbens,dll.

3. Setelah itu pada lapisan berikutnya ditumbuhi oleh Cycas rumphii, Hernandia peltata, danTerminalia catappa.

4. Zonasi terin dari formasi hutan pantai yaitu Callophylum inophylum, Canavalia ensiformis,Cynodon dactylon,dll.

2.4.4 Siklus hidup

(27)

masa hilang selama satu tahun (Nuitja 1992).

2.4.5 Musim bertelur

Musim bertelur penyu di berbagai tempat sangat bervariasi karena dipengaruhi oleh kondisi alam dan lingkungan setempat. Musim bertelur penyu berlangsung pada waktu-waktu tertentu sekitar 2-5 bulan dalam setahun, frekuensi penyu yang bertelur di pantai peneluran meningkat berturut-turut menuju maksimum, kemudian menurun lagi. Waktu-waktu tersebut biasanya dikenal dengan musim bertelur (Nuitja 1992).

Musim bertelur penyu di setiap pantai peneluran berbeda-beda yang diakibatkan dari pengaruh faktor fisik, oseanografis, dan geografis masing-masing pantai peneluran (Tabel 1) (Nuitja 1992).

Tabel 1. Musim bertelur penyu di Indonesia

(28)

2.4.6 Ancaman terhadap penyu

(29)

jam perjalanan, 150 km dari kota Sukabumi yang ditempuh dengan 4 jam perjalanan. Sebelah utara Pantai Pangumbahan berbatasan dengan cagar alam (BKSDA Cikepuh), dan desa Gunung Batu, sebelah timur desa Gunung Batu dan desa Ujung Genteng, sebelah selatan Samudra Indonesia. Penelitian ini dilakukan dari 3 Maret hingga 15 April 2012.

(30)

3.2 Alat dan Bahan

Alat alat yang digunakkan dalam penelitian ini adalah alat untuk mengukur aspek aspek yang ada di parameter fisik, keperluan dokumentasi dalam penelitian, pengambilan data sosial masyarakat dan wisatawan serta bahan pustaka yang berkaitan dengan penelitian ini. Sedangkan, bahan yang digunakan dalam penelitian adalah bahan yang digunakan untuk herbarium vegetasi sebelum diidentifikasi di Laboratorium (Tabel 2).

Tabel 2. Alat dan bahan penelitian

Parameter Alat Bahan Spesifikasi

Stasiun penelitian GPS (Global Positioning System)

Garmin GPS map 76CS x

Intensitas cahaya LUX meter Lutron LM 8000

Kemiringan pantai Clinometer Suunto PM5

3.3 Metode Pengambilan dan Pengumpulan Data

(31)

Status pengelolaan

pantai

Pasang surut S Laporan Studi pustaka

Kemiringan pantai

P Lapangan Observasi lapang

Jenis butir pasir P Lapangan Observasi lapang

Tipe pantai P Lapangan Observasi lapang

Sarana dan

Masyarakat Identitas P Lapangan Observasi lapang

Presepsi

Wisatawan Jumlah P Lapangan Observasi lapang

Identitas P Lapangan Observasi lapang

SWOT : Stregth weakness opportunities threat TCM : Travel cost method

IKW : Indeks kesesuaian wisata

3.4 Pengambilan Data dan Analisis Data

3.4.1 Kondisi sumberdaya alam dan karakteristik sosial ekonomi masyarakat serta wisatawan

(32)

laboratorium untuk mengidentifikasinya, untuk data pasir pantai setelah diambil dari lapangan kemudian dilakukan analisis di laboraturium Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Data fisik seperti kemiringan pantai diukur menggunakan alat clinometer, panjang dan lebar pantai menggunakan meteran, penentuan titik sample menggunakan alat GPS serta pengukuran intensitas cahaya menggunakan alat LUX meter.

Kondisi sosial ekonomi masyarakat ditelaah melalui wawancara kepada masyarakat dan wisatawan untuk melihat karakteristik sosial serta persepsi terhadap konservasi serta wisata penyu. Penetuan responden masyarakat dan wisatawan berdasarkanpurposive samplingyaitu memilih penduduk dewasa atau usia diatas 17 tahun yang berdomisili di sekitar lokasi penelitian. Jumlah masyarakat yang diwawancara adalah 30 orang. Sedangkan penentuan responden wisatawan dilakukan dengan cara sama yaitu purposive sampling. Responden dipilih dengan pertimbangan usia sudah diatas 17 tahun dengan alasan sudah dapat mempunyai keputusan wisata sendiri. Jumlah wisatawan yang diwawancara adalah 35 orang.

Analisis kondisi sumberdaya alam kawasan dilakukan dari hasil pengamatan peneliti selama penelitian berlangsung dan hasil kuisioner dari responden masyarakat lokal dan wisatawan. Analisis sosial kawasan dilakukan dari hasil kuisioner responden masyarakat lokal dan wisatawan.

3.4.2 Nilai ekonomi wisata, kesesuaian wisata dan daya dukung potensi wisata 3.4.2.1 Analisis nilai ekonomi wisata

Metode biaya perjalanan (Travel Cost Method) TCM yaitu metode yang biasa digunakan untuk memperkirakan nilai rekreasi (recreational value) dari suatu lokasi atau objek. Metode ini merupakan metode pengukuran secara tidak langsung terhadap barang atau jasa yang tidak memiliki nilai pasar (non market good or service). Cara ini mengasumsikan bahwa pengunjung dalam berwisata ke suatu

tempat akan menanggung biaya pengeluaran seluruhnya berasosiasi dengan jarak yang ditempuh dan lamanya waktu yang digunakkan dalam berwisata (Iamtrakul dkk 2005).

(33)

Keterangan :

TC rata-rata : Jumlah rata-rata total biaya yang dikeluarkan individu (Rp)

N : Jumlah kunjungan per tahun

L : Luas area (Ha)

3.4.2.2 Indeks kesesuaian wisata (IKW)

Analisis kesesuaian wilayah sebagai kawasan wisata peneluran penyu adalah analisis untuk mengetahui kecocokan dan kemampuan kawasan menyangga segala aktivitas wisata. Seberapapun besarnya daya tarik dari suatu ekowisata tetap memiliki keterbatasan ekologis sehingga jumlah dan frekuensi wisatawan dalam setiap kunjungan harus dibatasi sesuai dengan kemampuan ekologisnya. Sehingga analisis ini diperlukan agar pengembangan kawasan ekowisata agar tetap terkendali, dan dapat memperkirakan dampak lingkungan sehingga tujuan wisata menjadi selaras. Indeks kesesuaian wisata untuk penyu dilihat dari beberapa aspek diantaranya kemiringan pantai, jenis partikel, jenis vegetasi tumbuhan, lebar pantai peneluran, pasang surut air laut, cahaya lampu, dan jarak bangunan.

Perhitungan IKW dalam bentuk rumus adalah sebagai berikut (Yulianda 2007) :

Keterangan :

IKW : Indeks Kesesuaian Wisata (%) Ni : Nilai parameter ke-i (Bobot x Skor)

(34)

Tabel 4. Matriks kesesuaian lahan untuk wisata penyu kategori rekreasi

Vegetasi Tumbuhan 5 S1 Pandanus tectorius 3

S2 Spinifex littoreus, Vigna marina 2

S3 Ipomea pescaprae, Gynura procumbens 1

Lebar Pantai (m) 5 S1 30 60 3

Jarak Bangunan (km) 3 S1 >1 3

S2 0,5 1 2

S1 : Sangat sesuai (IKW 75 100%) S2 : Sesuai (IKW 50-<75%)

S3 : Tidak sesuai (IKW<50 %)

3.4.2.3 Daya dukung kawasan (DDK)

(35)

Wp : Waktu yang dihabiskan oleh pengunjung

3.4.3 Status pengelolaan habitat penyu

Analisis status pengelolaan habitat penyu dilakukan dari hasil pengamatan peneliti selama penelitian dan hasil kuisioner dari masyarakat lokal dan wisatawan. Responden masyarakat dan wisatawan sama dengan responden pada butir 3.3. Status ini merupakan nilai kualitatif yang ditentukan berdasarkan kekuatan dan kelemahan (ancaman dan gangguan) yang ada di kawasan peneluran penyu. Kekuatan dan kelemahan yang ada dalam kawasan ini selanjutnya akan menjadi dasar dalam analisis arahan perencanaan pengembangan ekowisata.

3.4.4 Analisis arahan perencanaan pengembangan ekowisata

Arahan perencanaan pengembangan ekowisata dilakukan dengan menggunakan analisis SWOT. Analisis ini bertujuan untuk membantu menentukan kebijakan yang diperlukan dalam rencana pengembangan potensi wisata di daerah peisisir. Analisa SWOT merupakan instrumen perencanaan strategis yang klasik dengan menggunakan kerangka kerja kekuatan dan kelemahan dan kesempatan eksternal dan ancaman untuk memformulasikan strategi suatu kegiatan (Start dan Hovland 2004). Langkah-langkah yang dilakukan dalam analisis SWOT adalah sebagai berikut :

1. Identifikasi Kekuatan/Kelemahan dan Peluang/Ancaman

Pada tahap ini dilakukan penelaahan kondisi faktual di lapangan dan kecenderungan yang mungkin terjadi untuk menidentifikasi kekuatan, kelemahan, peluang, ancaman pengelolaan wisata peneluran penyu di Pantai Pangumbahan sebagai kawasan ekowisata.

(36)

Pada tahap ini dilakukan analisis hubungan keterkaitan untuk memperoleh beberapa alternatif kebijakan (SO, ST, WO, WT). Untuk mendapatkan prioritas kebijakan maka dilakukan pemberian skor dan bobot point faktor berdasarkan tingkat kepentingan. Skor yang diberikan berkisar antara 1-5, nilai tersebut mewakili tingkat kepentingan, yaitu nilai 1 untuk yang tidak penting hingga nilai 5 untuk yang terpenting. Sedangkan perhitungan bobot, masing-masing point faktor dilaksanakan secara saling ketergantungan. Artinya, penilaian terhadap satu point faktor adalah dengan membandingkan tingkat kepentingannya dengan point faktor lainnya.

Selanjutnya unsur-unsur tersebut dihubungkan keterkaitanya untuk memperoleh beberapa alternatif kebijakan (SO, ST, WO dan WT). Kemudian Skor dikalikan dengan bobot setiap alternatif kebijakan tersebut dijumlahkan dengan ranking tertinggi merupakan alternatif kebijakan yang diprioritaskan untuk dilakukan.

Alternatif kebijakan pada matriks hasil analisis SWOT dihasilkan dari kekuatan kawasan untuk mendapatkan peluang (SO), kebijakan berdasarkan penggunaan kekuatan yang ada untuk menghadapi ancaman yang akan datang (ST); pengurangan kelemahan yang ada dengan memanfaatkan peluang (WO) dan pengurangan kelemahan yang ada untuk menghadapi ancaman yang akan datang (WT) (Tabel 5).

Tabel 5. Skema analisis SWOT

Internal -External Strength (S) Weakness (W)

Opportunities (O) SO WO

Threat (T) ST WT

Alternatif strategi yang diperoleh dari matrik tersebut adalah :

Strategi SO : Menggunakan kekuatan yang dimiliki untuk mendapatkan peluang yang sudah ada.

Strategi ST : Menggunakan kekuatan yang dimiliki untuk mengatasi ancaman. Strategi WO : Berusaha mendapatkan keuntungan dan kesempatan yang ada

dengan mengatasi kelemahan yang ada.

(37)

adalah pandan laut (Pandanus tectorius) (Gambar 4), selain itu terdapat juga Ipomoea pes-caprae,Terminalia catappa, Ardisia humilis,Calopyllum inophyllum,

Crinum asiaticum, Cyperus peddinculatus. Menutut Nuitja (1992) banyak

terdapatnya pandan laut akan meningkatkan naluriah alami penyu untuk bertelur. Pantai yang masih bersih, asri dan tidak terlalu banyak berubah dari masa sebelumnya membuat penyu tetap bertelur di Pantai Pangumbahan. Berbeda dengan Pantai Cibuaya dan Pantai Ujung Genteng yang menurut responden masyarakat sekitar, dahulu merupakan tempat bertelurnya penyu tetapi sekarang telah berubah dengan banyaknya bangunan di pinggir pantai dan cahaya buatan yang membuat hilangnya tempat penyu untuk bertelur. Semua kondisi tersebut membuat penyu tetap bertelur di Pantai Pangumbahan.

(38)

Kondisi sumberdaya alam di Pantai Pangumbahan masih dapat dikatakan dalam kondisi yang baik. Kondisi ini ditunjukkan dengan 100% jumlah responden masyarakat yang lokal yang mengatakan bahwa keadaan penyu, kondisi vegetasi sekitar pantai dan keindahan pantai masih dalam kondisi baik dan telah tersedianya sarana pendukung kegiatan wisata seperti villa dan kios kios makanan di sekitar kawasan. Kondisi ini dapat dijadikan modal awal dalam pengembangan potensi sumberdaya yang ada di Pantai Pangumbahan. Kondisi seperti ini harus tetap dijaga kelestarianya agar tetap dalam kondisi baik.

Sumberdaya yang menjadi primadona dari pantai pangumbahan sehingga menjadi daya tarik utama bagi wisatawan adalah adanya penyu hijau yang naik untuk bertelur dan pelepasan tukik pada sore hari dimana wisatawan dapat ikut berpartisipasi dalam melepasnya ke pantai. Penyu yang naik ke Pantai Pangumbahan masih dalam jumlah yang banyak dengan rata rata penyu yang naik pada musim bertelur sebanyak 5 hingga 7 ekor, sedangkan pada saat tidak musim bertelur rata-rata penyu yang naik untuk bertelelur berjumlah 2 ekor (Tabel 6).

Tabel 6. Jumlah penyu yang bertelur (DKP Kab. Sukabumi 2011)

Tahun Jumlah

2009 1.695 ekor

2010 1.733 ekor

2011 1.507 ekor

(39)

(a) (b)

(c) (d)

(e) (f)

(g) (h)

Gambar 5. (a) Kegiatan wisatawan melihat penyu bertelur; (b) Penyu bertelur; (c) Pemandangan matahari terbenam di Pantai Pangumbahan; (d) Wisatawan menikmati keindahan pantai; (e) Tukik menuju ke laut; (f) Wisatawan melepaskan tukik ke laut; (g) Hamparan padang lamun; (h) Pemandangan di muara sungai Cipanarikan

(40)

Berbagai kegitan dilakukan oleh wisatawan selama berwisata ke Pantai Pangumbahan antara lain, melihat penyu sebesar 43%, fotografi 22%, surfing 1%, melihat pemandangan 29% dan lainya sebesar 5% (Gambar 6).

Gambar 6. Komposisi wisatawan responden berdasarkan kegiatan yang dilakukan di Pantai Pangumbahan

(41)

Gambar 7. Kondisi sampah di Pantai Pangumbahan

4.1.2 Karakateristik sosial ekonomi masyarakat dan wisatawan

Penduduk desa Pangumbahan tahun 2009 sebesar 4.474 jiwa yang terdiri dari laki-laki 2.215 jiwa dan perempuan 2.259 jiwa. Sebagian besar mata pencaharian penduduk Desa Pangumbahan sebagai petani, peternak dan nelayan (DKP Kab. Sukabumi 2011). Selain itu sebagian lainya bermata pencaharian sebagai tukang ojek dan pedagang warung. Mata pencaharian ini menyebabkan perbedaan penghasilan yang lebih kecil dibandingkan dengan profesi lainya yang lebih baik.

4.1.2.1 Karakteristik responden masyarakat lokal

(42)

Gambar 8. Komposisi masyarakat responden berdasarkan usia

Pendidikan merupakan salah satu faktor penting dalam pengembangan suatu kawasan yang dijadikan kawasan ekowisata. Pengelolaan kawasan ekowisata penyu di Pantai Pangumbahan yang berkelanjutan dibutuhkan tingkat pemahaman masyarakat sekitar kawasan akan pentingnya melestarikan penyu dan lingkungan hidup. Berdasarkan tingkat pendidikan responden masyarakat di Pantai Pangumbahan diketahui bahwa 67% berpendidikan SD, 16% berpendidikan SMP, 10% berpendidikan SMA serta 7% yang tidak bersekolah (Gambar 9), ini menunjukkan bahwa tingkat pendidikan masyarakat di sekitar Pantai Pangumbahan masih tergolong rendah sehingga kecenderungan akan tingkat kesadaran masyarakat terhadap kelestarian lingkungan juga rendah.

(43)

membuka lapangan pekerjaan baru bagi masyarakat sekitar kawasan sehingga akan meningkatkan kesejahteraanya.

Gambar 10. Komposisi masyarakat responden berdasarkan jenis pekerjaan

(44)

Gambar 11. Komposisi masyarakat responden berdasarkan tingkat penghasilan per bulan

4.1.2.2 Karakteristik responden wisatawan

Wisatawan yang diwawancara berjumlah 35 orang yang terdiri dari 24 orang laki-laki dan 11 orang perempuan. Wisatawan yang berkunjung ke kawasan ekowisata penyu di Pantai Pangumbahan berusia <20 tahun dengan persentase 3%, 20 29 tahun sebesar 66%, 30 39 tahun sebesar 14%, 40 49 tahun sebesar 17%, dan >50 tahun sebesar 0% (Gambar 12). Berdasarkan hasil wawancara menggunakan kuisioner, sebagian besar usia responden wisatawan berkisar 20 29 tahun.

Gambar 12. Komposisi wisatawan responden berdasarkan usia

(45)

Gambar 13. Komposisi wisatawan responden berdasarkan daerah asal

Pendidikan merupakan salah satu faktor penting dalam pengembangan ekowisata penyu. Dibutuhkan tingkat pemahaman yang baik akan pentingnya melestarikan penyu dan habitatnya dalam pengembangan ekowisata penyu. Dilihat dari tingkat pendidikan, responden wisatawan di daerah ekowisata penyu Pantai Pangumbahan sebesar 0% berpendidikan SD, 6% berependidikan SMP, 20% berpendidikan SMA, 24% berpendidikan D3, dan 50% berpendidikan S1 (Gambar 14). Hal ini menunjukkan bahwa wisatawan yang berkunjung ke kawasan ekowisata penyu di Pantai Pangumbahan memiliki pendidikan yang cukup tinggi sehingga memiliki kecenderungan kesadaran yang tinggi untuk melestarikan dan menjaga penyu serta habitatnya.

(46)

Wisatawan yang datang ke kawasan ekowisata penyu di Pantai Pangumbahan 60% adalah karyawan, 11% adalah PNS, 3% adalah mahasiswa, 6% adalah wiraswasta, dan 20% lainya (desainer, desain graphis) (Gambar 15). Dapat dilihat bahwa sebagian besar responden adalah karyawan ini disebabkan karena kebutuhan akan wisata untuk melepas penat setelah bekerja.

Gambar 15. Komposisi wisatawan responden berdasarkan jenis pekerjaan

Wisatawan yang berkunjung ke kawasan ekowisata penyu di Pantai Pangumbahan memiliki penghasilan per bulan yang cukup tinggi dengan persentase 6% berpenghasilan 599 ribu 1 juta, 37% berpenghasilan 1 2 juta, 40% berpenghasilan 3 4 juta, 0% berpenghasilan 4 5 juta, dan 17% berpenghasilan >5 juta (Gambar 16).

(47)

wisatawan datang seorang diri maupun berkelompok (2-7 orang). Nilai yang tertinggi dikeluarkan oleh wisatawan dengan jumlah 7 orang per kelompok. Jumlah rata-rata total biaya yang dikeluarkan oleh setiap individu (TC rata-rata) dalam berwisata melihat peneluran penyu di Pantai Pangumbahan sebesar Rp. 566.304. Berdasarkan data dari laporan pengelola tahun 2011, terlihat bahwa jumlah pengunjung setiap tahun cenderung meningkat (Tabel 7).

Tabel 7. Jumlah wisatawan di daerah peneluran penyu Pantai Pangumbahan (DKP Kab. Sukabumi 2011)

Tahun Jumlah Wisatawan

2008 1.415 orang

2009 13.176 orang

2010 16.962 orang

2011 21.759 orang

(48)

terus meningkat seiring dengan meningkatnya jumlah wisatawan yang datang berwisata setiap tahunnya sehingga diharapkan akan meningkatkan kesejahteraan bagi masyarakat sekitar serta meningkatkan pendapatan ekonomi daerah. Selain itu nilai yang tinggi akan mencegah pencurian telur penyu. Diharapkan masyarakat lebih sadar bahwa jika penyu tetap lestari akan banyak mendatangkan pendapatan bagi masyarakat sekitar.

Pengetahuan masyarakat mengenai ekowisata penyu masih kurang. Hal ini didasari akan masih rendahnya pendidikan yang ada di Pantai Pangumbahan. Masyarakat yang belum pernah mendengar istilah ekowisata sebanyak 53%, dan 47% pernah mendengar istilah ekowisata tetapi tidak memahami pengertian ekowisata. Oleh karena itu, diperlukan adanya penyuluhan mengenai ekowisata agar masyarakat sadar akan pentingnya menjaga kelestarian lingkungan tempat tinggal mereka dan mendukung kegiatan ekowisata yang dilaksanakan di Pantai Pangumbahan.

Masyarakat lokal, 83% ingin terlibat secara langsung dan 17% tidak ingin terlibat dalam pengembangan kawasan ekowisata penyu di Pantai Pangumbahan, hasil ini didapatkan dari wawancara responden. Keterlibatan masyarakat dalam kegiatan ekowisata penyu di Pantai Pangumbahan antara lain sebagai pendamping wisata (guide), penjual makanan, penjual cinderamata dan menyewakan penginapan. Keterlibatan masyarakat yang cukup besar dalam pengembangan ekowisata penyu di Pantai Pangumbahan tidak terlepas dari keseharian masyarakat yang memang bermata pencaharian di sekitar kawasan.

(49)

termasuk kedalam kategori S1 yaitu sangat sesuai dijadikan kawasan wisata peneluran penyu.

Tabel 8. Indeks kesesuaian wisata (IKW) daerah peneluran penyu hijau

Parameter Satuan Bobot Kategori Skor Hasil di Lapangan

5 S1 Pandanus tectorius 3 Pandanus

(50)

Keadaan habitat peneluran ini berbeda dengan penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Segara (2008) pada musim barat di bulan Oktober 2008 dengan kemiringan pantai 27,060, lebar pantai 62,25 m kemungkinan besar perbedaan ini terjadi karena telah terjadi erosi dan kenaikan air laut. Vegetasi yang dominan di Pantai Pangumbahan masih sama dengan penelitian penelitian sebelumnya yaitu Pandanus tectorius. Sedangkan untuk data pasang surut dalam penelitian ini

menggunakan data sekunder hasil penelitian Segara (2008).

Kesesuaian wisata ini harus tetap dijaga, apabila kesesuaian kawasan habitat penyu terus berkurang maka akan mengurangi jumlah penyu yang naik. Menurut pengelola dan beberapa masyarakat sekitar, pada tahun 1970 1990 penyu juga bertelur di Pantai Cibuaya dan Ujung Genteng, tetapi karena kondisi kedua pantai tersebut sudah tidak memenuhi kriteria pantai peneluran seperti banyaknya bangunan di pinggir pantai, lebar pantai yang semakin berkurang, dan banyaknya aktifitas manusia dipinggir pantai pada malam hari menyebabkan saat ini sudah tidak ada lagi penyu yang naik untuk bertelur. Kondisi habitat peneluran lain yang telah berubah ada pada Pantai Selatan Florida yang telah dibangun jalanan dekat dengan pinggir pantai dan adanya cahaya lampu jalan menyebabkan seekor penyu terbunuh terlindas kendaraan akibat salah mengorientasikan cahaya lampu. Selain itu, pada tahun 1989 hingga 1990 kurang lebih sebanyak 37.159 ekor penyu betina tidak jadi bertelur dan kembali kelaut akibat perubahan habitat pantai peneluran (Witherington 1992).

4.4 Daya Dukung Kawasan (DDK)

(51)

wisatawan yang datang jumlahnya meningkat hingga mencapai 50 orang dalam satu malam (Gambar 5a). Sedangkan, penyu yang naik untuk bertelur diluar musim puncak bertelur yang terjadi pada bulan Agustus-Desember hanya berjumlah 1 hingga 4 penyu pada setiap malam. Jika satu ekor penyu bertelur dan dilihat oleh terlalu banyaknya pengunjung maka penyu tersebut akan merasa terganggu saat bertelur dan merasa tidak nyaman untuk kembali ke lokasi peneluran semula untuk peneluran berikutnya. Solusi lain untuk mengatasi masalah ini diantaranya menkoordinasikan waktu wisatawan untuk melihat penyu bertelur, adanya pergantian kelompok pengunjung yang terdiri dari jumlah maksimum yang telah ditentukan (8 orang) secara bergantian setiap 15 menit sekali.

(52)

mencegah penangkapan dan pemanfaatan penyu di masa yang akan datang akan sampai kepada wisatawan dengan baik.

4.5 Status Pengelolaan Habitat Penyu

Pengelolaan penyu di Pantai Pangumbahan sebelumnya dilakukan oleh CV. Daya Bakti. Mulai bulan Agustus 2008 pengelolaan Kawasan Konservasi Penyu di Pantai Pangumbahan diambil alih oleh Pemerintah Kabupaten Sukabumi berdasarkan dan ditindaklanjuti dengan kesepakatan bersama antara Pemerintah Daerah Kabupaten Sukabumi dengan CV Daya Bakti No:660.1/PJ.3425-HUK/2008 No:29/DB-UPP/XII/2008 tanggal 18 Desember 2008, selanjutnya Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Sukabumi ditunjuk sebagai pengelola kawasan penyu Pangumbahan berdasarkan surat keputusan Bupati Sukabumi No.523/Kep.638-Dislutkan/2008 dengan sistem pengelolaan telur penyu 100% ditetaskan (dilestarikan), adapun biaya pengelolaan menjadi tanggung jawab Pemerintah Kabupaten Sukabumi. Bupati Sukabumi telah membentuk sebuah unit pengelola kawasan konservasi penyu, yaitu Unit Pelaksana Teknis Dinas (UPTD) konservasi penyu Pangumbahan berdasarkan Peraturan Bupati No. 49 Tahun 2010. Tugas pokok dan fungsi UPTD ini adalah melaksanakan sebagian fungsi Dinas Kelautan dan Perikanan di bidang teknis pengelolaan konservasi penyu. Dalam operasionalnya, unit kerja tersebut bertanggung jawab langsung kepada Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan.

(53)

dengan baik

5 Fasilitas dan sarana -Sarana dan prasarana

(54)

baru di sekitar pantai hingga minimum jarak 0,5-1 km dari pantai, adanya penyuluhan bagi nelayan, serta disediakanya banyak tempat sampah di area kawasan wisata. Masih kurang tegasnya pengelola dalam menindak lanjuti kegiatan yang merusak kondisi sumberdaya alam sehingga habitat menjadi kurang sesuai untuk peneluran menyebabkan populasi penyu yang bertelur di Pantai Pangumbahan mengalami penurunan.

4.5.2 Sumberdaya manusia

Status pengelola dalam sumber daya manusia masih dalam status kurang baik. Hasil dari laporan pengelola (DKP Kab. Sukabumi 2011) menunjukkan bahwa hanya 12% pengelola berpendidikan mencapai tingkatan strata satu, sedangkan yang lainya hanya berpendidikan hingga tingkat SMA bahkan ada yang hanya mencapai tingkat SD. Masih rendahnya tingkat pendidikan pengelola, sehingga pemahaman dan kemampuan dalam pengelolaan kawasan masih belum optimal.

4.5.3 Regulasi/aturan

(55)

peneluran penyu di Pantai Pangumbahan makin menjadi daya tarik karena promosi yang sudah dilakukan melalui berbagai media dengan memanfaatkan semakin mudahnya masyarakat melihat perkembangan informasi melalui media internet. Wisatawan yang datang untuk melihat penyu setiap tahunnya makin meningkat (Tabel 7).

4.5.5 Fasilitas dan sarana

4.5.5.1 Sarana dan prasarana kawasan

(56)

(a) (b)

(c) (d)

(e) (f)

Gambar 17. (a) Aula serbaguna; (b) Mess peneliti; (c) Ruang penetasan telur indoor; (d) Ruang penetasan teluroutdoor; (e) Ruang audio visual; (f) Kolam sentuh

(57)

Gambar 18. Kondisi jalan menuju Pantai Pangumbahan

Sedangkan untuk sarana komunikasi, karena Pantai Pangumbahan terletak jauh dari kota menyebabkan hanya beberapa provider yang dapat digunakan seperti Indosat dan XL axiata namun terkadang masih ada gangguan sinyal jaringan komunikasi.

4.6 Arahan Perencanaan Pengembangan Ekowisata

(58)

Faktor kekuatan (strengths) dari Pantai Pangumbahan antara lain :

1. Bentang alam yang indah dan masih alami, pemandangan sunset, dan ombak untuk kegiatansurfing.

2. Daya dukung kawasan yang cukup tinggi.

3. Adanya penyu yang naik untuk bertelur dan pelepasan tukik yang sesuai untuk kegiatan wisata berdasarkan IKW.

Faktor kelemahan (weakness) dari Pantai Pangumbahan antara lain : 1. Pengaturan pengunjung yang lemah.

2. Kualitas sumberdaya yang masih rendah dan pengelolaan belum optimal. 3. Fasilitas penunjang kegiatan wisata peneluran penyu yang masih kurang. 4. Sarana transportasi masih kurang dan prasarana jalan yang masih rusak.

Faktor peluang (opportunities) dari Pantai Pangumbahan antara lain : 1. Pembangunan jalan TOL menuju Sukabumi.

2. Perkembangan informasi dari internet.

Faktor ancaman (threats) dari Pantai Pangumbahan antara lain : 1. Adanya erosi pantai dan ancaman predator alami.

2. Pemahaman perlindungan penyu wisatawan masih rendah.

3. Adanya pengambilan telur penyu secara ilegal, pembangunan pinggir pantai, serta sampah.

Berdasarkan potensi dan hambatan yang ada di Pantai Pangumbahan, maka skala pioritas arahan pengelolaan di Pantai Pangumbahan antara lain: (1) pemanfaatan wisata melihat peneluran penyu sesuai dengan DDK (berdasarkan S1,2,3 dan O1,2), (2) diperlukan perbaikan, perawatan dan penambahan fasilitas pendukung kegiatan wisata serta adanya arahan susunan kegiatan wisata penyu yang lebih terorganisir (berdasarkan W1,3,4 dan O1,2), (3) pengelolaan yang lebih baik dan hukuman yang tegas bagi yang melanggar peraturan (berdasarkan S3 dan T3), (4) adanya penyuluhan bagi wisatawan mengenai hal yang dapat mengganggu penyu (berdasarkan S3 dan T2), (5) adanya penyuluhan bagi masyarakat sekitar dan diperlukan sumberdaya pengelola yang lebih baik (berdasarkan W1,2 dan T1,3) (Lampiran 7).

(59)

sudah payau; berwisata ke Pantai Pangumbahan juga tidak memerlukan biaya yang besar sehingga dapat menjadi pilihan yang baik bagi masyarakat diluar daerah Sukabumi untuk berekowisata ke Pantai Pangumbahan. Melihat penyu bertelur di malam hari merupakan primadona wisata dari Pantai Pangumbahan, semakin mudah didapatkanya informasi mengenai ekowisata penyu dari internet mendatangkan banyak wisatawan yang berwisata ke Pantai Pangumbahan, sehingga diperlukan pemanfaatan sumberdaya yang sesuai dengan DDK agar tetap terjaga kelestarianya.

Arahan kedua, diperlukan perbaikan, perawatan dan penambahan fasilitas pendukung kegiatan wisata serta adanya arahan susunan kegiatan wisata penyu

yang lebih terorganisir. Untuk menunjang kegiatan wisata diperlukan fasilitas yang

(60)

sebelum melihat penyu bertelur. Selain itu, kegiatan tersebut juga akan meningkatkan pengetahuan wisatawan mengenai penyu. Selama ini, wisatawan masih melewati pinggiran pantai saat menuju ke lokasi peneluran penyu, hal ini akan membuat penyu terganggu dan kembali ke laut tidak jadi bertelur. Seharusnya pengelola menyediakan jalan setapak melalui hutan vegetasi pantai dan saat melihat penyu bertelur wisatawan tidak boleh melewati batas semak vegetasi agar tidak terlihat oleh penyu sehingga akan mengganggu penyu selama peneluran berlangsung. Susunan kegiatan yang disarankan oleh peneliti terlampir dalam bentuk CD.

Arahan ketiga, pengelolaan yang lebih baik dan hukuman yang tegas bagi yang melanggar peraturan. Masih terlalu terbuka dan kurangnya pengawasan pada

daerah kawasan konservasi peneluran penyu yang dikelola oleh Dinas Kelautan dan Perikanan menyebabkan masih adanya pencurian telur di kawasan tersebut. Kurang tegasnya hukum yang diberlakukan bagi pencuri telur menyebabkan kegiatan pencurian tersebut masih ada hingga sekarang. Seharusnya dilakukan penambahan jumlah pengelola yang mengawasi kawasan tersebut. Menurut Landry dan Taggart (2009) dalam mengelola kawasan ekowisata biasanya dilakukan dengan membentuk mandatory regulation dan voluntary guidelines. Mandatory regulation adalah pengelola resmi yang bertugas mengurus izin penelitian dan jumlah serta jadwal wisatawan yang datang untuk melihat penyu. Apabila tidak ada pengelola resmi hendaknya pengelolaan dilakukan secara sukarela, yang biasanya dilakukan oleh peneliti yang sedang meneliti disana ataupun masyarakat. Penentuan waktu dalam berwisata hendaknya bersifat acak (randomized), tidak dalam waktu yang sama untuk setiap harinya agar penyu tidak merasa terganggu pada setiap waktu tersebut sehingga akan menjauhi area peneluran pada waktu tertentu tersebut setiap waktu bertelur. Selain itu hukuman yang tegas harus diberikan kepada pencuri telur agar mereka merasa jera sehingga untuk kedepanya tidak terjadi lagi pencurian telur penyu.

Arahan keempat, penyuluhan bagi wisatawan mengenai hal yang dapat mengganggu penyu. Banyaknya wisatawan yang datang berwisata dan masih

(61)

pinggir pantai menuju lokasi peneluran saat penyu bertelur.

Arahan kelima, penyuluhan bagi masyarakat sekitar dan diperlukan sumberdaya pengelola yang lebih baik. Masih adanya pengambilan telur penyu

secara ilegal, pembangunan villa dan rumah penduduk di sekitar pantai, serta banyaknya sampah akibat kegiatan penduduk sekitar dan wisatawan menyebabkan ancaman bagi kelestarian penyu. Sehingga, diperlukan penyuluhan yang dilakukan secara berkala agar masyarakat lebih sadar akan pentingnya menjaga kelestarian sumberdaya dan ingkungan sekitarnya. Jumlah pengelola yang sedikit serta kualitas sumberdaya pengelola yang masih rendah menyebabkan pengelolaan daerah peneluran penyu di Pantai Pangumbahan kurang optimal. Seharusnya pemerintah menambah SDM berkualitas tinggi untuk mengelola kawasan ekowisata daerah peneluran penyu di Pantai Pangumbahan.

(62)

5.1 Kesimpulan

Kesimpulan dari penelitian ini adalah:

1. Kondisi sumber daya alam, sosial wisatawan dan ekonomi kawasan masih dalam keadaan baik. Hal ini terlihat dari pantai yang putih bersih, pemandangan yang indah, kondisi vegetasi pantai yang masih banyak dll; banyaknya wisatawan yang datang dari berbagai daerah, pendidikan wisatawan yang tinggi, nilai ekonomi wisata Pantai Pangumbahan 2011 mencapai Rp. 210.888.292/Ha/tahun. Sedangkan kondisi sosial masyarakat masih kurang baik. Hal ini terlihat dari pendidikan masyarakat yang masih rendah dan pendapatan yang rendah dll.

2. Pantai Pangumbahan sangat sesuai untuk dijadikan kawasan ekowisata peneluran penyu dengan nilai IKW sebsesar 90,12%. Daya dukung wisatawan untuk melihat seekor penyu bertelur di Pantai sepanjang 800 m berjumlah 8 orang.

3. Status pengelolaan habitat peneluran penyu masih kurang baik. Status dalam indikator pengelolaan sumberdaya alam, sumberdaya manusia, regulasi/aturan, promosi, dan fasilitas sarana rata-rata masih bernilai kurang baik.

(63)
(64)

Anonim. 2007. Turtle Watching at Levera Park. [terhubung berkala] http://www.greenadatours.com [10 Juni 2012].

Anonim. 2011a. Sea Turtle Threats. [terhubung berkala] http://www.seeturtles.org. [21 Desember 2011].

Anonim. 2011b. Turtle Watching Trips Cape Verde. [terhubung berkala] http://www.capeverdeweather.org. [10 Juni 2012].

Baker Cp. 2003. Playa Grande Marine Turtle National Park. [terhubung berkala]. http://www.centralamerica.com [10 Juni 2012]

Bengen DG. 2001. Sinopsis Ekosistem dan Sumberdaya Alam Pesisir dan Laut. Pusat Kajian Sumberdaya Pesisir dan Lautan. Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Cater E. 1993. Ecotourism in the Third World: Problems for Sustainable Tourism Development. Tourism Management. 14(2): 85-90.

Dahuri R. 2003a. Keanekaragaman Hayati Laut Aset Pembangunan Keberkelanjutan Indonesia. PT Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.

Dahuri R. 2003b. Paradigma Baru Pembangunan Indonesia Berbasis Kelautan. Orasi Ilmiah: Guru Besar Tetap Bidang Pengelolaan Sumberdaya Pesisir dan Lautan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Dahuri R, Rais J, Ginting SP dan Sitepu MJ. 1996. Pengelolaan Sumberdaya Wilayah Pesisir dan Lautan Secara Terpadu. Pradnya Paramita. Jakarta.

Dalem AAGR. 2000. Ecotourism in Indonesia. Chapter ten. [terhubung berkala] http://www.apo-tokyo.org [10 Juni 2012]

(65)

Landry MS. Dan Taggart CT. 2009. Turtle watching conservation guidelines: green turtle (Chelonia mydas) tourism in nearshore coastal environments. Biodiversity and Conservation. Vol 91 305:312.

Mackinnon J, Mackinnon K, Childdan G dan Thorsell J. 1990. Pengelolaan Kawasan yang Dilindungi di Daerah Tropika. (Terjemahan dari Managing Protected Areas in Tropics). H.H Amir (penerjemah). Gajah Mada University Press. Yogyakarta. 328 hlm.

Nuitja INS. 1983. Studi Ekologi Peneluran Penyu Daging (Chelonia mydas) di Pantai Sukomade, Kabupaten Banyuwangi. Institut Pertanian Bogor. Bogor

Nuitja INS. 1992. Biologi dan Ekologi Pelestarian Penyu Laut. Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Pritchard PCH dan Mortimer JA. 1999. Taxonomies, External Morphology and Species Identification. Research and Management Techniques for The Conservation of Sea Turtle. IUCN/SSC Marine Turtle Specialist Group Publication No.4.

Salmon M. 2003. Artificial Night Lighting and Sea Turtles. Biologist 50 (4).

Salmon M. 2006. Protecting Sea Turtles from Artificial Light at Florida s Oceanic Beaches. Part III Reptiles and Amphibians. Washington, D.C. Island Press: 141-168.

Saruni Z. 2010. Kajian Pemanfaatan Sumberdaya Terumbu Karang Bagi Wisata Snorkling di Pulau Samalona Kota Makasar, Sulawesi Selatan [Skripsi]. Departemen Manajemen Sumberdaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Bogor.

(66)

Start dan Hovland. 2004. Tools for Policy Impact: A Handbook for Reasearchers. Research and Policy in Development Programme. Overseas Development Institute. London

Susilowati T. 2002. Studi Parameter Biofisik Pantai Peneluran Penyu Hijau di Pantai Pangumbahan, Sukabumi Jawa Barat. [Skripsi]. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Waayers D. 2006. Potential for Developing Marine Turtle Tourism as an Alternative to Hunting in Bali, Indonesia. Indian Ocean Turtle Newsletter. No 4.:1-2

Wiharyanto D. 2007. Kajian Pengembangan Ekowisata Mangrove di Kawasan Konservasi Pelabuhan Tengkayu II Kota Tarakan Kalimantan Timur [Thesis]. Sekolah Pasca-Sarjana, Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Wilson C dan Tisdell C. 2000. Sea Turtle as a Non-Consumtive Tourism Resource Especially in Australia. Economic Issue. No 11.

Witherington BE. 1992. Behavioral Responses of Nesting Sea Turtles to Artificial Lighting. Herpetologica 48:31-39

WWF-Indonesia. 2009. Peta Konservasi Penyu Indonesia [peta taman nasional]. Departemen kehutanan. 1 lembar

Yulianda F. 2007. Ekowisata Bahari Sebagai Alternatif Pemanfaatan Sumberdaya Pesisir Berbasis Konservasi. [Makalah]. Disampaikan Pada Seminar Sains Departemen Manajemen Sumberdaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Bogor.

(67)
(68)

Lampiran 1. Kuisioner pengelola dan instansi terkait

Kuisioner untuk pengelola dan Instansi terkait Pantai

Pangumbahan

Kegiatan wisata apa saja yang dapat dilakukan di kawasan Pantai Pangumbahan : ... ... Keterlibatan dan kegiatan Instansi Anda dalam pengelolaan kawasan Pantai

Pangumbahan: Isu-isu terkini apa yang berkembang di kawasan Pantai Pangumbahan terutama terkait dengan peneluran penyu hijau

(69)

sebagai habitat peneluran penyu hijau dan wisata, apakah instansi anda berwenang untuk menyelesaikan masalah tersebut?

o Ya o Tidak

Jika instansi Anda berwenang dalam pengelolaan pantai untuk habitat peneluran penyu hijau, apakah yang dilakukan instansi anda bila terdapat masalah yang terkait tersebut?

... ... ... ... ... Apakah menurut Anda sarana dan prasarana di Pantai Pangumbahan sudah

memadai?

... Apakah terdapat aturan lokal yang mengatur tentang habitat peneluran penyu hijau di wilayah ini?

...  Bila ada:

o Apakah aturan itu tertulis atau tidak?

o Bagaimana tingkat pengakuan masyarakat terhadap hukum

(70)

Lampiran 2. Kuisioner masyarakat sekitar Pantai Pangumbahan

Kuisioner masyarakat sekitar kawasan Pantai Pangumbahan

Departemen Manajemen Sumberdaya Perairan

Pendapatan per bulan : <500 ribu 500 ribu 1 juta 1 - 2 juta >2 juta

Status dalam keluarga : suami istri anak

Jumlah tanggungan : ... orang

B. Keterlibatan dengan kegiatan Wisata dan Pantai pangumbahan

Pekerjaan utama : ... Pekerjaan sampingan (bila ada):

Apakah pekerjaan Anda berhubungan dengan wisata di pantai Pangumbahan?

a. Ya, sebagai . .

b. Tidak

(71)

a. Kerja b. Santai c. Lainnya

C. Presepsi Masyarakat Sekitar tentang Konservasi Penyu dan kegiatan masyarakat di Pantai Pangumbahan

Apakah Anda pernah melihat penyu yang datang ke Pantai Pangumbahan? a. Ya

b. Tidak

Bila Ya, kapan terakhir kali melihat penyu di pantai pangumbahan? a. Kemarin malam

b. Dalam satu minggu terakhir c. Dalam satu bulan terakhir d. Lainnya

Tahukah Anda jenis penyu yang naik ke pantai pangumbahan? ... Menurut Anda apakah penyu yang naik untuk bertelur :

a. Sedikit b. Cukup

c. Banyak d. Sangat banyak e. Tidak tahu

Apakah anda pernah mengkonsumsi daging ataupun telur penyu? a. Ya pernah b. Tidak pernah

Bolehkah mengambil telur penyu untuk dimakan? a. Boleh

b. Tidak

Apakah di Pantai Pangumbahan masih ada kegiatan penangkapan penyu dan telur penyu?

(72)

Kuisioner masyarakat sekitar kawasan Pantai Pangumbahan

Departemen Manajemen Sumberdaya Perairan

Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Institut Pertanian Bogor

Apakah di Pantai Pangumbahan masih ada kegiatan membuat anyaman menggunakan daunPandanus?

a. Ya b. Tidak c. Tidak tahu

Apakah penyu termasuk hewan yang dilindungi pemerintah? Ya

Tidak

Kegiatan apa saja yang dilakukan di wilayah Pantai Pangumbahan oleh penduduk sekitar :

a... b... c... (misal : menangkap ikan, kegiatan budidaya, membuat kerajinan tangan) Alasan melakukan kegiatan tersebut :

... (misal : komersial, kebutuhan sehari-hari, berhubungan dengan kegiatan wisata)

D. Persepsi masyarakat tentang Wisata dan Ekowisata

Apakah menurut Bapak/Ibu banyak pengunjung dari luarkota yang datang ke Pantai Pangumbahan

Ya Tidak

Kira-kira apa daya tarik sumberdaya untuk wisata di Pantai Pangumbahan?

a. Penyu b. Pantai

c. Laut d. Ombak

Apakah bapak / ibu pernah mendengar istilah ekowisata : a. Ya

(73)

... Setujukah anda bila ekowisata dikembangkan di daerah ini :

a. Setuju (alasan) b. Tidak setuju (alasan)

Kenyamanan untuk kegiatan wisata (keamanan, ketentraman) : a. Kurang nyaman b. Cukup nyaman

c. Nyaman d. Sangat nyaman e. Tidak tahu

Apakah anda merasa terganggu apabila Pantai Pangumbahan dijadikan kawasan (eko) wisata penyu?

a. Ya, alasan b. Tidak terganggu,

alasan .

Kegiatan wisata apa yang anda harapkan dapat dikembangkan di pantai pangumbahan?

Apabila (eko) wisata dikembangkan di daerah ini, apakah akan ada manfaat yang diperoleh :

Ya Tidak

Bila ya, manfaat seperti apa?

a. Potensi sumberdaya yang ada dapat dikembangkan

b. Banyaknya wisatawan yang berkunjung ke daerah peneluran penyu di Pantai Pangumbahan

c. Adanya lapangan kerja baru

d. Meningkatnya pendapatan masyarakat

(74)

Kuisioner masyarakat sekitar kawasan Pantai Pangumbahan

Departemen Manajemen Sumberdaya Perairan

Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Institut Pertanian Bogor

Apakan anda ingin terlibat apabila Pantai Pangumbahan dijadikan kawasan (eko) wisata penyu?

a. Ya b. Tidak Bila ya sebagai apa :

a.Guide b. Penjual makanan

c. Penjual cinderamata d. Menyewakan penginapan

e. lainya...

c. Baik d. Sangat baik e. Tidak tahu

Transportasi :

a. Kurang b. Cukup

c. Baik d. Sangat baik e. Tidak tahu

Kios makanan dan minuman :

a. Kurang b. Cukup

c. Baik d. Sangat baik e. Tidak tahu

Jalan :

a. Kurang b. Cukup

(75)

a. Kurang b. Cukup

c. Baik d. Sangat baik e. Tidak tahu

Ketersediaan tempat sampah :

a. Kurang b. Cukup

c. Baik d. Sangat baik e. Tidak tahu

Tempat Ibadah :

a. Kurang b. Cukup

(76)

Lampiran 3. Kuisioner wisatawan Pantai Pangumbahan

Kuisioner untuk wisatawan di kawasan Pantai Pangumbahan

Departemen Manajemen Sumberdaya Perairan

Status dalam keluarga : suami istri anak

Jumlah tanggungan : ... orang

B. Presepsi wisatawan

1. Sudah berapa kali anda berkunjung ke Pantai Pangumbahan?...kali 2. Frekuensi kunjungan :

1x setahun 2x setahun >2x setahun 3. Berapa lama waktu yang anda habiskan untuk perjalanan wisata ini mulai dari

berangkat hingga kembali pulang?...(jam atau hari) 4. Kegiatan wisata yang dilakukan :

Melihat penyu surfing

Fotografi melihat pemandangan

(77)

6. Datang bersama :

teman keluarga rombongan wisata/tour lainya...

7. Menginap : ya tidak 8. Bila menginap, dimana

: penginapan mess dalam kawasan konservasi

Penginapan di sekitar kawasan Pantai Pangumbahan lainya...

9. Bagaimanakah pengalaman wisata yang anda rasakan dalam mengunjungi lokasi wisata ini?

Positif Netral Negatif

10. Sambutan masyarakat : Baik sekali

Baik Cukup Kurang baik

11. Selain Pantai Pangumbahan, pantai apalagi yang pernah anda kunjungi? 12. Apakah di pantai tersebut terdapat wisata penyu?

B.1 Sarana prasarana

1. Penginapan/homestay:

a. Kurang b. Cukup

c. Baik d. Sangat baik e. Tidak tahu

2. Sumber air bersih :

(78)

Kuisioner untuk wisatawan di kawasan Pantai Pangumbahan

c. Baik d. Sangat baik e. Tidak tahu

4. Transportasi :

a. Kurang b. Cukup

c. Baik d. Sangat baik e. Tidak tahu

5. Kios makanan dan minuman :

a. Kurang b. Cukup

c. Baik d. Sangat baik e. Tidak tahu

6. Jalan :

a. Kurang b. Cukup

c. Baik d. Sangat baik e. Tidak tahu

7. Listrik :

a. Kurang b. Cukup

c. Baik d. Sangat baik e. Tidak tahu

8. Ketersediaan tempat sampah :

a. Kurang b. Cukup

c. Baik d. Sangat baik e. Tidak tahu

9. Tempat Ibadah :

a. Kurang b. Cukup

c. Baik d. Sangat baik e. Tidak tahu

B.2 Kualitas ekologi

1. Apa saja daya tarik sumberdaya untuk wisata di Pantai Pangumbahan?

a. Penyu b. Pantai

c. Laut d. Ombak

2. Kondisi Sumberdaya alam untuk ekowisata penyu : A. Banyaknya penyu yang naik untuk bertelur :

a. Sedikit b. Cukup

(79)

3. Banyaknya vegetasi :

a. Kurang b. Cukup

c. Baik d. Sangat baik e. Tidak tahu

4. Kelandaian pantai :

a. Sangat curam b. Curam

c. Landai & sempit d. Landai & luas e. Tidak tahu 5. Kenyamanan untuk kegiatan wisata (kemanan, ketentraman) :

a. Kurang nyaman b. Cukup nyaman

c. Nyaman d. Sangat nyaman e. Tidak tahu

6 Menurut bapak/ ibu bagaimana kesadaran masyarakat di Pantai Pangumbahan akan pentingnya kelestarian penyu hijau

a. Kurang b. Cukup

c. Baik d. Sangat baik e. Tidak tahu

B.3 Isu dan Masalah

1. Permasalahan apa saja yang anda temui ketika berwisata ke Pantai Pangumbahan

1. Apakah bapak / ibu pernah mendengar istilah ekowisata : a. Ya

b. Tidak 2. Bila ya,

Gambar

Tabel 2. Alat dan bahan penelitian
Tabel 3.Analisis, kelompok data, aspek-aspek, jenis data, sumber data, teknikpengambilan data
Tabel 4.Matriks kesesuaian lahan untuk wisata penyu kategori rekreasi
Gambar 5. (a) Kegiatan wisatawan melihat penyu bertelur; (b) Penyu bertelur; (c)
+7

Referensi

Dokumen terkait

[r]

Penelitian ini akan memberikan hasil berupa data jenis dan struktur vegetasi, serta karakteristik habitat penyu hijau yang dapat dijadikan referensi bagi

Penelitian ini akan memberikan hasil berupa data jenis dan struktur vegetasi, serta karakteristik habitat penyu hijau yang dapat dijadikan referensi bagi

Penelitian ini akan memberikan hasil berupa data jenis dan struktur vegetasi, serta karakteristik habitat penyu hijau yang dapat dijadikan referensi bagi

Pantai Pangumbahan dengan panjang 2,8 km terbagi menjadi enam pos pengamatan penyu. Pantai Pangumbahan termasuk dalam Desa Gunung Batu, Kecamatan Ciracap, Kabupaten Sukabumi.

pohonnya cukup melimpah. Dari pengamatan bahkan jenis A. scholaris tidak ditemukan anak pohonnya tumbuh di petak pengamatan. Tampak bahwa dari 31 jenis vegetasi pantai

Tujuan penelitian ini adalah mengkaji perubahan ukuran populasi penyu hijau, produksi telur penyu hijau, jumlah tukik yang dilepas, dan parameter yang dapat menjadi

Jenis kegiatan yang dilakukan dalam rangka aktivitas pelestarian penyu hijau di Taman Pesisir Pantai Penyu Pangumbahan meliputi menjaga dari tindak pelanggaran seperti pencurian