• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

G. Asas-Asas dalam Perjanjian

Asas hukum merupakan suatu landasan yang paling luas bagi lahirnya peraturan hukum. Peraturan-peraturan hukum pada akhirnya dapat dikembalikan kepada asas-asas tersebut. Dengan demikian, asas hukum merupakan pikiran dasar yang bersifat umum dan terdapat dalam hukum positif atau keseluruhan peraturan perundang-undangan atau putusan-putusan hakim yang merupakan ciri-ciri umum dari peraturan konkrit tersebut. Dalam hukum perjanjian ada beberapa asas, yaitu : 1. Asas kebebasan berkontrak

Latar belakang lahirnya asas kebebasan berkontrak adalah adanya paham individualisme yang secara emberional lahir pada zaman Yunani, yang diteruskan oleh kaum Epicuristen dan berkembang pesat pada zaman renaisance melalui ajaran-ajaran Hugo de Groth, Thomas Hobbes, Jhon Locke dan Rosseau.

Menurut paham individualisme, sistem orang bebas untuk memperoleh apa yang

21 Sudikno Mertokusumo, Mengenal Hukum (Suatu Pengantar), Yogyakarta, Liberty, 1996, hal. 103

22

dikehendakinya. Dalam hukum kontrak asas ini diwujudkan dalam “kebebasan berkontrak”22

Asas kebebasan berkontrak ini bermakna bahwa setiap orang bebas membuat perjanjian dengan siapapun, apapun isinya, apapun bentuknya sejauh tidak melanggar undang-undang, ketertiban umum dan kesusilaan Pasal 1337 dan Pasal 1338 KUH Perdata. Asas kebebasan berkontrak dapat dianalisis dari ketentuan Pasal 1338 ayat (1) KUH Perdata, yang dinyatakan bahwa : “semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya”23

Asas kebebasan berkontrak merupakan salah satu asas yang sangat penting dalam hukum kontrak. Asas kebebasan berkontrak ini oleh sebagian sarjana hukum biasanya didasarkan pada Pasal 1338 ayat (1) KUH Perdata dinyatakan bahwa semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya. Demikian pula ada yang mendasarkan pada Pasa 1320 KUH Perdata yang menerangkan tentang syarat sahnya perjanjian.

Asas kebebasan berkontrak adalah suatu asas yang memberikan kebebasan bagi para pihak untuk :

a. Membuat atau tidak membuat perjanjian b. Mengadakan perjanjian dengan siapapun

c. Menentukan isi perjanjian, pelaksanaan, dan persyaratannya

22Salim H.S., (1). Hukum Kontrak (Teori dan Teknik Penyusunan Kontrak), Jakarta, Sinar Grafika, 2008, hal 9.

23Ibid.

d. Menentukan bentuk perjanjian, yaitu tertulis atau lisan.24

Keempat hal tersebut dapat dilakukan dengan syarat tidak melanggar undang-undang, ketertiban umum, dan kesusilaan.

Asas kebebasan berkontrak merupakan suatu dasar yang menjamin kebebasan orang dalam melakukan kontrak. Hal ini tidak terlepas dari sifat Buku III KUH Perdata yang hanya merupakan hukum yang mengatur sehingga para pihak menyimpanginya (mengesampingkannya), kecuali terhadap pasal-pasal tertentu yang sifatnya memaksa.

2. Asas konsensualisme

Asas konsensualisme sering diartikan bahwa dibutuhkan kesepakatan untuk lahirnya kesepakatan. Pengertian ini tidak tepat karena maksud asas konsensualisme ini adalah bahwa lahirnya kontrak ialah pada saat terjadinya kesepakatan.

Asas konsensualisme muncul diilhami dari hukum Romawi dan hukum Jerman. Di dalam hukum Jerman tidak dikenal asas konsensualisme, tetapi yang dikenal adalah perjanjian riil dan perjanjian formil. Perjanjian riil adalah suatu perjanjian yang dibuat dan dilaksanakan secara nyata (kontan dalam hukum adat).

Sedangkan yang disebut perjanjian formil adalah perjanjian yang ditentukan bentuknya, yaitu tertulis (baik berupa akta autentik maupun akta dibawah tangan).

Asas konsensualisme dapat disimpulkan dalam Pasal 1320 ayat (1) KUH Perdata dalam pasal itu dinyatakan bahwa salah satu syarat sahnya perjanjian yaitu adanya kesepakatan kedua belah pihak. Asas konsensualisme merupakan

24 Handri Raharjo, Hukum Perjanjian DiIndonesia, Yogyakarta, Pustaka Yustisia, 2002, hal 44

24

asas yang menyatakan bahwa perjanjian pada umumnya tidak diadakan secara formal, tetapi cukup dengan adanya kesepakatan kedua belah pihak. Kesepakatan merupakan persesuaian antara kehendak dan pernyataan yang dibuat oleh kedua belah pihak, ini mengandung makna, suatu perjanjian dianggap telah terjadi pada saat salah satu pihak menyatakan sepakat (menyepakati) pokok perjanjian yang dinyatakan oleh pihak lainnya. Pernyataan tersebutlah yang dijadikan dasar kesepakatan (pernyataan kehendak) dari kedua belah pihak.25.

Asas konsensualisme ini tidak berlaku bagi semua jenis kontrak karena asas konsensualisme ini hanya berlaku terhadap kontrak konsensual sedangkan kontrak formal dan kontrak riesl tidak berlaku.

3. Asas Pacta Sunt Servanda

Setiap orang yang membuat kontrak, dia terikat untuk memenuhi kontrak tersebut karena kontrak tersebut mengandung janji-janji yang harus dipenuhi dan janji tersebut mengikat para pihak sebagaimana mengikatnya undang-undang. Hal ini dapat dilihat pada Pasal 1338 ayat (1) yang dinyatakan bahwa semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya.

Asas Pacta Sunt Servanda atau disebut juga dengan kepastian hukum. Asas ini berhubungan dengan akibat perjanjian. Asas ini merupakan asas bahwa hakim atau pihak ketiga harus menghormati substansi kontrak yang dibuat oleh para pihak, sebagaimana layaknya sebuah undang-undang mereka tidak boleh melakukan intervensi terhadap substansi kontrak yang dibuat oleh para pihak

25 Salim H.S., Op.Cit, hal 10.

selama tidak berlawanan dengan undang-undang, ketertiban umum, dan kesusilaan26.

Asas pacta sunt aervanda dapat disimpulkan dalam Pasal 1338 ayat (1) KUH Perdata yang dinyatakan bahwa : “perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang”

4. Asas iktikad baik

Asas iktikad baik merupakan salah satu asas yang dikenal dalam hukum perjanjian. Ketentuan tentang iktikad baik ini dinyatakan dalam Pasal 1339 ayat (3) KUH Perdata dinyatakan bahwa perjanjian harus dilaksanakan dengan iktikad baik.

Asas iktikad baik dapat disimpulkan dari Pasal 1338 ayat (3) KUH Perdata.

Pasal 1338 ayat (3) dinyatakan bahwa :“Perjanjian harus dilaksanakan dengan iktikad baik”. Asas ini merupakan asas bahwa para pihak, yaitu pihak kreditur dan debitur harus melaksanakan substansi perjanjian berdasarkan kepercayaan atau keyakinan yang teguh atau kemauan baik dari para pihak. 27

Asas iktikad baik merupakan asas bahwa para pihak, harus melaksanakan substansi kontrak berdasarkan kepercayaan atau keyakinan yang teguh atau kemauan baik dari para pihak.

Asas iktikad baik dibagi menjadi dua macam, yaitu :28 a. Iktikad baik nisbi

b. Iktikad baik mutlak

26 Ibid, hal 11.

27 Yahman. Karakteristik Wanprestasi dan Tindak Pidana Penipuan, (Yang lahir dari hubungan kontraktual), Kencana, Jakarta, 2015, hal 8-9

28 Salim H.S., Op.Cit, hal 11-12

26

Maksud iktikad baik nisbi, orang memperhatikan sikap dan tingkah laku yang nyata dari subyek. Sedangkan pada iktikad baik mutlak, peneliannya terletak pada akal sehat dan keadilan, dibuat ukuran yang obyektif untuk menilai keadaan (penilaiannya tidak memihak) menurut norma-norma yang obyektif.

5. Asas Kepribadian (personalitas)

Asas kepribadian merupakan asas yang menentukan bahwa seseorang yang akan melakukan dan atau membuat kontrak hanya untuk kepentingan perseorangan saja. Hal ini dapat dilihat dalam Pasal 1315 dan Pasal 1340 KUH Perdata. Pasal 1315 KUH Perdata dinyatakan bahwa :“Pada umumnya seseorang tidak dapat mengikatkan diri atas nama sendiri atau meminta ditetapkannya suatu janji daripada untuk dirinya sendiri”. Inti ketentuan ini bahwa seseorang yang mengadakan perjanjian hanya untuk dirinya sendiri.

Ketentuan Pasal 1340 KUH Perdata dinyatakan bahwa :“Suatu perjanjian hanya berlaku antara pihak-pihak yang membuatnya”. Ini berarti perjanjian yang dibuat oleh para pihak hanya berlaku bagi mereka yang membuatnya. Namun ketentuan itu ada pengecualiannya, sebagaimana yang dinyatakan Pasal 1317 KUH Perdata, dinyatakan bahwa “dapat pula perjanjian diadakan untuk pihak ketiga, bila suatu perjanjian yang dibuat untuk diri sendiri, atau suatu pemberian kepada orang lain, mengandung syarat semacam itu”. Pasal ini mengonstruksikan bahwa sesorang dapat mengadakan perjanjian untuk kepentingan pihak ketiga dengan syarat yang ditentukan. Sedangkan didalam Pasal 1318 KUH Perdata, tidak hanya mengatur perjanjian untuk diri sendiri, tetapi juga untuk kepentingan

ahli warisnya dan untuk orang-orang yang memperoleh hak daripadanya sedangkan Pasal 1317 KUHPerdata mengatur tentang pengecualiannya.

Pasal 1317 KUHPerdata mengatur tentang pengecualiannya, sedangkan Pasal 1318 KUHPerdata, ruang lingkupnya lebih luas. Dalam setiap kontrak yang dibuat oleh para pihak, pasti dicantumkan identitas dari subjek hukum, yang meliputi nama, umur, tempat domisili dan kewarganegaraan.

6. Asas Kesetaraan

Asas ini merupakan bahwa para pihak didalam persamaan derajat, tidak ada perbedaan walaupun ada perbedaan warna kulit, bangsa, kekayaan, kekuasaan, jabatan, dan lain-lain. Masing-masing pihak wajib melihat adanya persamaan ini dan mengharuskan kedua pihak untuk menghormati satu sama lain sebagai manusia ciptaan Tuhan.29