BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
TINJAUAN UMUM TENTANG PENGANGKUT
G. Asas-Asas Hukum Pengangkutan Niaga
Asas-asas hukum pengangkutan merupakan landasan filosofis yang diklasifikasikan menjadi dua yaitu:
1. Bersifat perdata;
2. Bersifat publik25
Pentingnya asas hukum ini dalam suatu sistem hukum, maka asas hukum ini lazim juga disebut sebagai jantungnya peraturan hukum, disebut demikian kata Satjipto Rahardjo karena dua hal yakni, pertama, asas hukum merupakan landasan yang paling luas bagi lahirnya suatu peraturan hukum, artinya peraturan hukum itu pada akhirnya bisa dikembalikan kepada asas-asas tersebut. Kedua, sebagai alasan bagi lahirnya peraturan hukum atau merupakan ratio legis dari peraturan hukum.26
25 https://vanyugo.wordpress.com/2014/03/09/asas-dalam-hukum-pengangkutan/diakses tanggal 1 Juli 2016
26 Sajtipto Rahardjo, Ilmu Hukum, Alumni, Bandung, 2006, hal.85.
Menurut Pasal 29 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2007 Tentang Perkeretaapian, Pasal 43 Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, Pasal 85 Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2008 Tentang Pelayaran serta Pasal 41 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2009 Tentang Penerbangan, pengangkutan diadakan dengan perjanjian antara pihak-pihak.
Tiket/karcis penumpang dan dokumen angkutan lainnya merupakan tanda bukti telah terjadi perjanjian antara pihak-pihak. Berdasarkan ketentuan ini, maka asas-asas yang bersifat perdata adalah sebagai berikut:
a. Asas Konsensual
Pengangkutan tidak diharuskan dalam bentuk tertulis, sudah cukup dengan kesepakatan pihak-pihak. Tetapi untuk menyatakan bahwa perjanjian itu sudah terjadi atau sudah ada harus dibuktikan dengan atau didukung oleh dokumen angkutan.
b. Asas Koordinatif
Pihak-pihak dalam pengangkutan mempunyai kedudukan setara atau sejajar, tidak ada pihak yang mengatasi atau membawahi yang lain. Pengangkut menyediakan jasa dan melaksanakan perintah penumpang/pengirim barang, pengangkut bukan bawahan penumpang/pengirim barang.
c. Asas Campuran
Pengangkutan merupakan campuran dari tiga jenis perjanjian, yaitu pemberian kuasa, penyimpanan barang, dan melakukan pekerjaan dari pengirim kepada pengangkut. Ketentuan ketiga jenis perjanjian ini berlaku pada pengangkutan, kecuali jika ditentukan lain dalam perjanjian pengangkutan.
d. Asas Retensi
Pengangkutan tidak menggunakan hak retensi. Penggunaan hak retensi bertentangan dengan tujuan dan fungsi pengangkutan. Pengangkutan hanya mempunyai kewajiban menyimpan barang atas biaya pemiliknya.
e. Asas pembuktian dengan dokumen
Setiap pengangkutan selalu dibuktikan dengan dokumen angkutan. Tidak ada dokumen angkutan berarti tidak ada perjanjian pengangkutan, kecuali jika kebiasaan yang sudah berlaku umum, misalnya pengangkutan dengan angkutan kota (angkot) tanpa karcis/tiket penumpang.27
Berdasarkan keterangan tersebut di atas asas-asas yang bersifat perdata pada pengangkutan asas-asas yang bersifat perdata merupakan landasan hukum pengangkutan yang hanya berlaku dan berguna bagi kedua pihak dalam pengangkutan niaga, yaitu pengangkut dan penumpang atau pengirim barang.
Menurut ketentuan Pasal 2 Undang-Undang Perkeretapaian, Pasal 2 Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, Pasal 2 Undang Nomor 17 Tahun 2008 Tentang Pelayaran dan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2009 Tentang Penerbangan, ada beberapa asas hukum pengangkutan yang bersifat publik, yaitu sebagai berikut:
1) Asas manfaat yaitu, bahwa setiap pengangkutan harus dapat memberikan manfaat sebesar-besarnya bagi kemanusiaan, peningkatan kesejahteraan
27 Abdulkadir Muhammad, Op.Cit, hal 18-19
rakyat dan pengembangan perikehidupan yang berkesinambungan bagi warga Negara.
2) Asas usaha bersama dan kekeluargaan yaitu, bahwa penyelenggaraan usaha di bidang pengangkutan dilaksanakan untuk mencapai cita-cita dan aspirasi bangsa yang dalam kegiatannya dapat dilakukan oleh seluruh lapisan masyarakat dan dijiwai oleh semangat kekeluargaan.
3) Asas adil dan merata yaitu, bahwa penyelenggaraan penegangkutan harus dapat memberikan pelayanan yang adil dan merata kepada segenap lapisan masyarakat dengan biaya yang terjangkau oleh masyarakat.
4) Asas keseimbangan yaitu, bahwa pengangkutan harus diselenggarakan sedemikian rupa sehingga terdapat keseimbangan yang serasi antara sarana dan prasarana, antara kepentingan pengguna dan penyedia jasa, antara kepentingan individu dan masyarakat, serta antara kepentingan nasional dan internasional.
5) Asas kepentingan umum yaitu, bahwa penyelenggaraan pengangkutan harus mengutamakan kepentingan pelayanan umum bagi masyarakat luas.
6) Asas keterpaduan yaitu, bahwa penerbangan Pengangkutan harus merupakan kesatuan yang bulat dan utuh, terpadu, saling menunjang, dan saling mengisi baik intra maupun antar moda transportasi.
7) Asas kesadaran hukum yaitu, bahwa mewajibkan kepada pemerintah untuk menegakkan dan menjamin kepastian hukum serta mewajibkan kepada setiap warga negara Indonesia untuk selalu sadar dan taat kepada hukum dalam penyelenggaraan pengangkutan.
8) Asas percaya pada diri sendiri yaitu, bahwa Pengangkutan harus berlandaskan pada kepercayaan akan kemampuan dan kekuatan sendiri, serta bersendikan kepada kepribadian bangsa;
9) Asas keselamatan Penumpang, yaitu bahwa setiap penyelenggaraan pengangkutan penumpang harus disertai dengan asuransi kecelakaan.28
Berdasarkan asas tersebut di atas dapat disimpulkan bahwa asas-asas pengangkutan bersifat publik biasanya terdapat di dalam penjelasan undang-undang yang mengatur tentang pengangkutan.
Abdulkadir Muhammad juga menyebutkan asas hukum pengangkutan merupakan landasan filosofis dalam pelaksanaan hukum pengangkutan yang diklasifikasi menjadi dua yaitu asas hukum publik dan asas hukum perdata. Asas hukum publik merupakan landasan hukum pengangkutan yang berlaku dan berguna bagi semua pihak, yaitu pihak-pihak dalam pengangkutan, pihak ketiga yang berkepentingan dengan pengangkutan, dan pihak pemerintah (negara).
Sementara itu asas hukum perdata merupakan landasan hukum pengangkutan yang hanya berlaku dan berguna bagi kedua pihak dalam pengangkutan, yaitu pengangkut dan penunpang atau pemilik barang.29
f. Praktik Hukum Pengangkutan Niaga
Teori hukum pengangkutan adalah serangkaian ketentuan undang-undanga atau perjanjian mengenai pengangkutan yang direkomendasikan sedemikian rupa sehingga menggambarkan proses kegiatan pengangkutan.30 Apabila teori hukum
28 Ibid, hal 17
29 Abdulkadir Muhammad, Op. Cit., hal. 13-16.
30 Ibid, hal 20
pengangkutan ini diterapkan pada pengangkutan maka penerapannya disebut praktik hukum pengangkutan. Praktik hukum pengangkutan merupakan rangkaian peristiwa mengenai pengangkutan.
Pengangkutan merupakan proses kegiatan mulai dari pemuatan ke dalam alat pengangkut, pemindahan ke tempat tujuan yang telah ditentukan dan pembongkaran/penurunan tempat tujuan tersebut. Tetapi proses ini baru dapat diamati bila diterapkan secara nyata pada setiap pengangkutan. Dengan kata lain teori hukum pengangkutan hanyalah mempunyai arti bila diwujudkan melalui setiap jenis pengangkutan yaitu pengangkutan darat, perairan dan udara.
Teori hukum pengangkutan menggambarkan secara jelas rekonstruksi ketentuan undang-undang atau perjanjian bagaimana seharusnya para pihak berbuat, sehingga tujuan pengangkutan itu tercapai. Tetapi praktik hukum pengangkutan menyatakan peristiwa perbuatan pihak-pihak sehingga tujuan pengangkutan tercapai dan ada pula yang tidak tercapai. Tidak tercapainya tujuan dapat terjadi karena wanprestasi salah satu pihak atau karena keadaan memaksa (force majeur).
Secara umum dinyatakan bahwa setiap pengangkutan bertujuan untuk tiba di tempat tujuan dengan selamat dan meningkatkan nilai guna bagi-bagi penumpang maupun barang yang diangkut. Tiba di tempat tujuan artinya proses pemindahan dari satu tempat ke tempat tujuan berlangsung tanpa hambatan dan kemacetan, sesuai dengan waktu yang direncanakan. Dengan selamat artinya penumpang dalam keadaan sehat, tidak mengalami bahaya yang mengakibatkan luka, sakit atau meninggal dunia. Jika yang diangkut itu barang, selamat artinya
barang yang diangkut tidak mengalami kerusakan, kehilangan, kekurangan atau kemusnahan. Meningkatan nilai guna artinya nilai sumber daya manusia dan barang di tempat tujuan menjadi lebih tinggi bagi kepentingan manusia dan pelaksanaan pembangunan.
Abdulkadir Muhammad menggambarkan konsep hukum pengangkutan meliputi tiga aspek, diantaranya:
1. Pengangkutan sebagai usaha (business).
Pengangkutan sebagai usaha adalah kegiatan usaha di bidang jasa pengangkutan yang menggunakan alat pengangkut mekanik. Alat pengangkut mekanik contohnya ialah gerbong untuk mengangkut barang, kereta untuk mengangkut orang, truk untuk mengangkut barang, bus untuk mengangkut penumpang, pesawat kargo, pesawat penumpang untuk mengangkut penumpang, kapal kargo untuk mengangkut barang dan kapal penumpang untuk mengangkut penumpang. Kegiatan usaha tersebut selalu dalam bentuk perusahaan perseorangan, persekutuan, atau badan hukum. Karena menjalankan perusahaan usaha jasa pengangkutan bertujuan memperoleh keuntungan dan/atau laba.
2. Pengangkutan sebagai perjanjian (agreement).
Pengangkutan sebagai perjanjian selalu didahului oleh kesepakatan antara pihak pengangkut dan pihak penumpang atau pengirim. Kesepakatan tersebut pada dasarnya berisi kewajiban dan hak, baik pengangkut dan penumpang maupun pengirim. Kewajiban pengangkut adalah mengangkut penumpang atau barang sejak tempat pemberangkatan sampai ke tempat tujuan yang telah disepakati dengan selamat. Sebagai imbalan, pengangkut berhak memperoleh
sejumlah uang jasa atau uang sewa yang disebut biaya pengangkutan. Kewajiban penumpang atau pengirim adalah membayar sejumlah uang sebagai biaya pengangkutan dan memperoleh hak atas pengangkutan sampai di tempat tujuan dengan selamat.
Perjanjian pengangkutan pada umumnya bersifat lisan (tidak tertulis) tetapi selalu didukung oleh dokumen pengangkutan. Dokumen pengangkutan berfungsi sebagai bukti sudah terjadinya perjanjian pengangkutan dan wajib dilaksanakan pihak-pihak. Dokumen pengangkutan barang lazim disebut surat muatan sedangkan dokumen penumpang lazimnya disebut karcis penumpang.
3. Pengangkutan sebagai proses penerapan (aplying process).
Pengangkutan sebagai proses terdiri atas serangkaian perbuatan mulai dari permuatan ke dalam alat pengangkut. Kemudian dibawa oleh pengangkut menuju tempat tujuan yang telah ditentukan, dan pembongkaran atau penurunan di tempat tujuan. Pengangkutan sebagai proses merupakan sistem yang mempunyai unsur-unsur sistem yaitu subjek pengangkutan, status pelaku pengangkutan, pengangkutan, peristiwa pengangkutan dan hubungan pengangkutan.31
Menurut HMN. Purwosutjipto: Pengangkutan adalah perjanjian timbal balik antara pengangkut dan pengirim, dimana pengangkut mengikatkan diri untuk menyelenggarakan pengangkutan barang dan/atau orang dari suatu tempat ketempat tujuan tertentu dengan selamat, sedangkan pengirim mengikatkan diri untuk membayar uang angkutan32
31 Abdulkadir Muhammad, Hukum Pengangkutan Niaga, Op. Cit., hal. 1-4
32 HMN. Purwosutjipto, Op.Cit, hal 2
Praktek pengangkutan memiliki nilai ekonomi, baik nilai tempat (place utility) dan nilai waktu (time utility). Nilai tempat (place utility) mengandung pengertian bahwa dengan adanya pengangkutan berarti terjadi perpindahan barang dari suatu tempat, dimana barang tadi dirasakan kurang berguna atau bermanfaat di tempat asal, akan tetapi setelah adanya pengangkutan nilai barang tersebut bertambah, bermanfaat dan memiliki nilai guna bagi manusia, oleh karena itu apabila dilihat dari kegunaan dan manfaatnya bagi manusia, maka barang tadi sudah berambah nilainya karena ada pengangkutan. Nilai kegunaan waktu (time utility), dengan adanya pengangkutan berarti bahwa dapat dimungkinkan terjadinya suatu perpindahan barang dari suatu tempat ke tempat lainnya dimana barang tersebut lebih diperlukan tepat pada waktunya.33
Abdulkadir Muhammad menyebutkan bahwa pengangkutan memiliki nilai yang sangat vital dalam kehidupan masyarakat, hal tersebut didasari oleh berbagai faktor, antara lain:
a. Keadaan geografis Indonesia yang berupa daratan yang terdiri dari beribu-ribu pulau besar dan kecil, dan berupa perairan yang terdiri dari sebagian besar laut dan sungai serta danau memungkinkan pengangkutan dilakukan melalui darat, perairan, dan udara guna menjangkau seluruh wilayah negara;
b. Menunjang pembangunan di berbagai sektor c. Mendekatkan jarak antara desa dan kota
d. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.34
33 Ahmad Zazili, Arti Penting dan Strategis Multimoda Pengangkutan Niaga di Indonesia, Dalam Perspektif Hukum Bisnis di Era Globalisasi Ekonomi, Genta Press, Yogyakarta, 2007, hal. 8
34 Abdulkadir Muhammad, Op.Cit, hal 8
Praktek hukum pengangkutan diartikan sebagai serangkaian perbuatan yang masih berlangsung (in action) atau perbuatan yang sudah selesai dilakukan seperti keputusan hakim atau yurisprudensi (judge made law) serta dokumen hukum (legal documents) seperti karcis penumpang dan surat muatan barang.35 Praktik hukum pengangkutan bukti nyata secara empiris dimana adanya peristiwa perbuatan pihak-pihak sehingga tujuan pengangkutan tercapai dan bahkan ada juga yang tidak tercapai. Tidak tercapainya tujuan dimaksud dapat disebabkan terjadinya wanprestasi salah satu pihak atau keadaan memaksa (force majeur). Lingkup peristiwa hukum dalam pengangkutan terdiri dari perbuatan hukum pengangkutan dikehendaki oleh pihak-pihak dalam perjanjian pengangkutan, kejadian hukum pengangkutan yang tidak dikehendaki oleh pihak-pihak dalam pengangkutan, dan keadaan hukum pengangkutan yang juga tidak dikehendaki oleh pihak-pihak dalam pengangkutan. 36 Terkait dengan pengangkutan sebagai suatu proses, secara empiris kerap ditemui peristiwa kecelakaan pesawat, hilangnya bagasi penumpang, penundaan jadwal penerbangan hingga rendahnya pelayanan mulai dari proses pembelian tiket hingga diangkutnya penumpang dari bandara udara ke bandara udara lainnya yang menjadi tempat tujuan oleh pengangkut.
35 Abdulkadir Muhammad, Op. Cit., hal. 8.
36 Ibid, hal 137-138