BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
TANGGUNG JAWAB PIHAK PENGANGKUT DALAM PERJANJIAN PENGANGKUTAN MINYAK SAWIT
E. Tanggung Jawab Pihak Pengangkut dalam Perjanjian Pengangkutan Minyak Sawit
Istilah tanggung jawab dalam arti liability dapat diartikan sebagai tanggung gugat dan merupakan bentuk spesifik dari tanggung jawab hukum menurut hukum perdata. Tanggung gugat merujuk pada posisi seseorang atau badan hukum yang dipandang harus membayar suatu kompensasi atau ganti rugi setelah adanya peristiwa hukum.63
Perusahaan pengangkutan bertanggung jawab atas kerugian yang diderita oleh PTPN-IV karena kelalaiannya dalam melaksanakan pelayanan pengangkutan. Selama pelaksanaan pengangkutan, barang yang diangkut pada dasarnya berada dalam tanggung jawab perusahaan pengangkut. Oleh karena itu, sudah seharusnya apabila kepada perusahaan pengangkut dibebankan tanggung jawab terhadap setiap kerugian yang diderita PTPN-IV, yang timbul karena pengangkutan yang dilakukaknnya. Dengan beban tanggung jawab ini, pengangkut didorong supaya berhati-hati dalam melaksanakan pengangkutan.
Untuk mengantisipasi tanggung jawab yang timbul, perusahaan pengangkutan wajib mengasuransikan tanggung jawabnya. 64
Tanggung jawab perusahaan pengangkutan terhadap PTPN-IV dimulai sejak diangkutnya kepala sawit sampai di tempat tujuan yang telah disepakati.
63 Peter Mahmud Marzuki, Pengantar Ilmu Hukum, Kencana Prenada Media Group, Jakarta, 2008, hal. 258
64Hasil wawancara dengan Daisy Constiana Tobing, selaku Asisten Urusan Penjualan Kelapa Sawit, tanggal 1 Agustus 2016.
Demikian juga halnya dengan tanggung jawab terhadap PTPN-IV dimulai sejak barang diterima untuk diangkut sampai diserahkannya barang kepada pengirim atau penerima.
Besarnya ganti kerugian adalah sebesar kerugian yang secara nyata diderita oleh PTPN-IV, PTPN-IV atau pihak ketiga. Kerugian secara nyata ini adalah ketentuan undang-undang yang tidak boleh disampingi oleh pengangkut melalui ketentuan perjanjian yang menguntungkannya karena ketentuan ini bersifat memaksa (dwingend recht). Tidak termasuk dalam pengertian kerugian yang secara nyata diderita, antara lain:65
1. Keuntungan yang diharapkan akan diperoleh;
2. Kekuranganyamanan akibat kondisi jalan atau jembatan yang dilalui selama dalam perjalanan; dan
3. Biaya atas pelayanan yang sudah dinikmati.
Pengemudi dan pemilik kendaraan bertanggung jawab terhadap kendaraan berikut muatannya yang ditinggalkan di jalan. Ini dapat diartikan jika muatan yang ditinggalkan di jalan itu menderita kerugian, pengemudi dan pemilik kendaraan wajib membayar ganti kerugian bersama-sama secara tanggung renteng.
Pengemudi bertanggung jawab atas kerugian yang diderita oleh PTPN-IV yang timbul karena kelalaian atau kesalahan pengemudi dalam mengemudikan kendaraan bermotor. Dalam hal kecelakaan yang melibatkan lebih dari satu orang
65 Hasil wawancara dengan Daisy Constiana Tobing, selaku Asisten Urusan Penjualan Kelapa Sawit, tanggal 1 Agustus 2016.
pengemudi, maka tanggung jawab atas kerugian materi yang ditimbulkannya ditanggung secara bersama-sama (tanggung renteng). 66
Dari perikatan yang dilakukan oleh pengangkut dan PTPN-IV, timbul suatu hukum yang saling mengikat antara para pihak yang terkait dalam perikatan tersebut. Adapun hukum yang mengikat tersebut adalah berupa hak dan kewajiban. Dan kami menitikberatkan pada pembahasan tentang tanggung jawab yang berkenaan dengan pengangkut atas barang angkutannya.
Tanggung jawab dalam hal pengangkutan terdiri dari dua aspek yaitu tanggung jawab yang bersifat kewajiban yang harus dilakukan sebaik-baiknya dan tanggung jawab ganti rugi yaitu kewajiban untuk memberikan ganti rugi kepada pihak yang dirugikan. Tanggung jawab ganti rugi dalam pengangkutan karena perbuatan yang menimbulkan kerugian pada seseorang atau barang orang lain, umumnya didasarkan pada adanya kesalahan. Pada tanggung jawab ganti rugi yang timbul karena peraturan perundang-undangan, tidak diperlukan pada adanya unsur kesalahan. Dalam suatu perjanjian yang dipermasalahkan adalah dalam hal apa pengangkut dapat dipertanggung jawabkan, sehingga masalah tanggung jawab dalam pengangkutan terfokus kepada masalah tanggung jawab pengangkut.
Dalam hal tanggung jawab karena perbuatan melawan hukum, sesorang tidak saja bertanggung jawab atas perbuatannya sendiri tetapi juga atas orang yang bekerja padanya. Ketentuan Pasal 468 KUHD dinyatakan bahwa, perjanjian pengangkutan mewajibkan pengangkut untuk menjaga keselamatan barang yang harus diangkut dari saat penerimaan sampai saat penyerahan.
66 Hasil wawancara dengan Daisy Constiana Tobing, selaku Asisten Urusan Penjualan Kelapa Sawit, tanggal 1 Agustus 2016.
Ketentua Pasal 234 UU LAJ, bentuk pertanggungjawaban pengangkut, yaitu:
1. Pertanggungjawaban atas kerugian yang diderita oleh pemilik barang dan/atau pihak ketiga atas kelalaian.
Adapun yang dimaksud dengan “pihak ketiga” yaitu: orang yang berada di luar kendaraan bermotor, dan instansi yang bertanggung jawab di bidang Jalan serta sarana dan prasarana lalu lintas dan angkutan jalan.
2. Pertanggungjawaban atas kerusakan jalan dan/atau perlengkapan jalan karena kelalaian atau kesalahan Pengemudi.67
Berdasarkan wawancara diperoleh tanggungjawab pengangkut di mulai sejak barang diterima untuk diangkut sampai penyerahannya pada penerima serta pengangkut mempunyai kewajiban untuk menjaga keselamatan barang selama terjadi pengangkutan. 68
KUHD Pasal 468 ayat (2) menyatakan bahwa pengangkut diwajibkan mengganti segala kerugian, yang disebabkan karena barang tersebut seharusnya atau sebagian tidak dapat diserahkanya, atau karena terjadi kerusakan pada barang itu kecuali apabila dapat dibuktikan bahwa tidak diserahkanya atau kerusakan tadi, disebabkan oleh malapetaka yang selayaknya tidak dapat dicegah atau dihindarkannya, atau cacat dari barang tersebut atau oleh kesalahan dari yang mengirimkanya.
67 Undnag-Undang No. 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas, Pasal 234, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5025
68 Hasil wawancara dengan Daisy Constiana Tobing, selaku Asisten Urusan Penjualan Kelapa Sawit, tanggal 1 Agustus 2016
Kewajiban-kewajiban pengangkut dalam perjanjian ini antara lain adalah:
1. Pihak Kedua mempunyai kewajiban melakukan pengangkutan minyak sawit sampai ke lokasi tujuan yang ditentukan oleh Pihak PTPN-IV.
2. Pihak Kedua wajib bertanggung jawab melakukan sebuah pekerjaan yang diberikan oleh PTPN-IV, karena Pihak Kedua tidak diperbolehkan menyerahkan pekerjaan baik sebagian maupun seluruhnya kepada pihak lain tanpa izin dari PTPN-IV.
3. Pihak Kedua wajib dan bertanggung jawab atas keselamatan kerja yang dipersyaratkan untuk melaksanakan pekerjaan tersebut dan wajib mematuhi ketentuan perundang-undnagan yang berlaku.
4. Pihak Kedua wajib bertanggung jawab atas kecelakaan kerja yang menimpa pekerja Pihak Kedua dan/atau kecelakaan/kerugian terhadap pihak lain yang terjadi saat melakukan pengangkutan.
5. Pada saat terjadi kecelakaan di perjalanan Pihak Kedua diwajibkan untuk mengisolasi tempat terjadinya kecelakaan untuk menghindari pencemaran lingkungan yang lebih luas dan mengumpulkan barang-barang yang tempah/tercecer serta mengamankannya dan segala akibat yang terjadi merupakan tanggungjawab Pihak Kedua.
Dari bahasan di atas, dapat dipahami tentang adanya unsur tanggung jawab pengangkut atas sesuatu yang diangkutnya tersebut. Dalam KUHD, pertanggungjawaban pengangkut diatur dalam Pasal 468. Pada ayat (1), dinyatakan bahwa pengangkut wajib menjamin keselamatan barang dari saat diterimanya hingga saat diserahkannya. Pada ayat (2) dijelaskan tentang
penggantirugian atas barang dan ketentuannya, dan pada ayat (3), bahwa pengangkut bertanggung jawab atas apa yang dilakukan oleh awaknya dan atas alat-alat yang digunakannya dalam pengangkutan.
Oleh karena dalam ayat (2) disebutkan “tidak dapat dicegah maupun dihindarkan secara layak”, maka harus dipertimbangkan apakah kerugian-kerugian yang diderita tadi dapat dicegah atau dihindarkan atau tidak, menurut daya kemampuan si pengangkut. Dan adanya perkataan “secara layak”, maka pertanggungjawaban si pengankut tergantung pada keadaan dan/atau kejadian yang tidak dapat dipastikan terlebih dahulu. Sehingga pertanggungjawabannya merupakan pertanggungjawaban secara relatif.
Berbeda dengan ayat (3), yang merupakan suatu pertanggungjawaban secara mutlak. Dan si pengangkut harus menyelidiki kemampuan pekerjanya dan alat yang akan digunakannya. Dan apabila terjadi pencurian barang sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 469 KUHD, maka pengangkut hanya bertanggung jawab kalau ia diberitahu akan sifat dan harga barang sebelum diserahkan atau pada waktu diserahkan. Hal ini bertujuan agar pengangkut dapat mengetahui berat-ringan risiko yang dibebankan kepadanya. Ketentuan pada Pasal 469 KUHD ini dikuatkan oleh Pasal 470, dimana ditentukan bahwa pengangkut tidak bertanggung jawab apabila ia diberi keterangan yang tidak benar tentang sifat dan harga barang yang bersangkutan. Berkaitan dengan tanggungjawabnya, sebagaimana yang telah disebutkan dalam Pasal 468 KUHD, maka dalam Pasal 470 KUHD si pengangkut tidak dibenarkan untuk mengadakan perjanjian untuk mengurangi atau menghapuskan tanggung jawabnya. Dalam pasal ini juga
ditekankan bahwa pengangkut dapat diberi keringanan berkenaan dengan besarnya risiko yang menjadi bebannya. Sungguhpun pengangkut dapat mengurangi pertanggungjawabannya, namun perjanjian semacam itu tidak dapat berlaku, bila ternyata kerugian tersebut terjadi atas kelalaian pengangkut atau bawahan-bawahannya, sebagaimana yang telah ditentukan dalam Pasal 471 KUHD.
Dari bahasan diatas, tentu ada acuan dasar pertanggungjawaban pengangkut terhadap sesuatu yang diangkut olehnya. Akan tetapi tanggung jawab pengangkut dibatasi oleh Undang-Undang pengangkutan. Undang-undang pengangkutan menentukan bahwa pengangkut bertanggung jawab terhadap segala kerugian yang ditimbul akibat kesalahan atau kelalaian pengangkut. Namun mengenai kerugian yang timbul akibat:
1. Keadaan memaksa (force majeur)
2. Cacat pada penumpang atau barang itu sendiri.
3. Kesalahan atau kelalaian penumpang atau pengirim
Pengangkut dibebaskan dari tanggung jawab membayar ganti kerugian.
Pembatasan atau pembebasan tanggung jawab pengangkut, baik yang ditentukan dalam UU Pengangkutan maupun perjanjian pengangkutan disebut eksonerasi (pembatasan atau pembebasan tanggung jawab).
Luas tanggung jawab pengangkut diatur dalam kitab undang-undang hukum perdata indonesia. Pengangkut wajib membayar ganti kerugian atas biaya, kerugian yang diderita, dan bunga yang layak diterima jika dia tidak dapat menyerahkan atau tidak merawat sepatutnya untuk menyelamatkan barang
muatan. Biaya, kerugian, dan bunga pada umumnya terdiri atas kerugian yang telah diderita dan laba yang seharusnya akan diterima. Apabila tanggung jawab tersebut tidak dipenuhi, dapat diselesaikan melalui gugatan kemuka pengadilan yang berwenang atau gugatan melalui arbitrase.
Tanggung jawab pihak pengangkut dalam perjanjian pengangkutan minyak sawit, antara lain :69
1. Pihak kedua mempunyai kewajiban melakukan pengangkutan kelapa sawit sampai ke lokasi tujuan yang ditentukan oleh pihak pertama dengan aman tanpa ada pengurangan jumlah minyak sawit (kecuali ketentuan toleransi sesuai ketentuan Pasal 3 ayat (5) perjanjian ini).
2. Pihak kedua wajib dan bertanggung jawab melaksanakan seluruh pekerjaan yang diberikan oleh pihak pertama, karena pihak kedua tidak diperbolehkan menyerahkan pekerjaan, baik sebagian maupun seluruhnya kepada pihak lain tanpa izin dari pihak pertama
3. Pihak kedua wajib dan bertanggung jawab atas keselamaatn kerja yang dipersyaratkan untuk melaksanakan pekerjaan tersebut dan wajib mematuhi seluruh ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
4. Pihak kedua wajib dan bertanggung jawab atas kecelakaan kerja yang menimpa pekerjaan pihak kedua dan/atau kerugian terhadap pihak lain yang terjadi pada saat melakukan pengangkutan.
5. Pada saat terjadi kecelakaan di perjalanan pihak kedua diwajibkan mengisolasi tempat terjadinya kecelakaan untuk menghindari pencemaran
69Hasil wawancara dengan Daisy Constiana Tobing, selaku Asisten Urusan Penjualan Kelapa Sawit, tanggal 1 Agustus 2016.
lingkungan yang lebih luas dan mengumpulkan barang-barang yang tumpah /tercecer serta mengamankannya dan segala akibat yang terjadi merupakan tanggungjawab pihak kedua.
Kerugian karena kesalahan atau kelalaian pengangkut, maka pihak penerima atau pengirim barang sebagai pihak yang dirugikan berhak untuk menuntut haknya. Kerusakan atau kelalaian yang terjadi diluar kesalahan atau kelalaian pengangkut, maka pengangkut dapat dibebaskan dari tanggung jawab.
Pengangkut biasanya bekerjasama dengan perusahaan asuransi dalam menentukan besarnya ganti rugi yang akan dibayarkan kepada pemilik barang, adakalanya penerima barang merasa kurang pas dengan besarnya ganti rugi yang diberikan oleh pengangkut sehingga dia mengajukan klaim ganti rugi yang lebih besar kepada pengangkut.
Sanksi bagi pihak kedua dalam perjanjian pengangkutan Kelapa Sawit PTPN-IV, yaitu:70
1. Pihak kedua dikenakan pembayaran denda/ganti rugi apabila dalam 1 (satu) party pengangkutan sesuai Surat Instruksi Pengiriman Barang/Delivery Order terjadi pengurangan berat minyak kelapa sawit di luar batas toleransi yang diizinkan, yakni sebesar 0.30% (nol koma tiga puluh persen) antara berat netto pengirim PKS dengan berat netto penerimaan di lokasi yang ditentukan pihak pertama; atau
2. Apabila terjadi keadaan sebagaimana dimaksud ayat (1) pasal ini, maka Pihak kedua dikenakan denda/ganti rugi sebagai berikut :
70Hasil wawancara dengan Daisy Constiana Tobing, selaku Asisten Urusan Penjualan Kelapa Sawit, tanggal 1 Agustus 2016.
a. Untuk pengangkutan minyak sawit memenuhi kontrak penjualan lokal, maka perhitungan besarnya ganti rugi adalah jumlah selisih timbangan/susut (kg) dikurangi berat toleransi yang diizinkan 0,30%
kalikan harga kontrak penjualan minyak sawit yang bersangkutan.
b. Untuk pengangkutan minyak sawit tujuan tangki timbun PT. SAN Belawan, maka perhitungan ganti rugi adalah jumlah selisih timbang/susut (kg) di kurangi batas toleransi yang diizinkan 0,30%
dikalikan harga penjualan minyak sawit yang berlaku pada saat tandatangan bukti realisasi pekerjaan sebagaimana dimaksud Pasal perjanjian ini.
3. Dalam 1 (satu) truk terjadi pengurangan minyak sawit di atas 100 kg yang disebabkan kerusakan jembatan timbang milik pihak pertama, maka pihak kedua dapat mengajukan keberatan kepada pihak pertama.
4. Apabila ternyata terdapat kerusakan mutu minyak sawit selama masa pengangkutan, maka pihak kedua harus membayar ganti kerugian atas seluruh jumlah minyak sawit yang rusak tersebut dikalikan harga penjualan sawit sesuai dengan ayat (2) pasal ini.
5. Apabila pihak kedua atau orang yang bekerja di bawah perintah pihak kedua melakukan pembongkaran minyak sawit yang diangkut di tengah di tempat lain tidak sesuai dengan instruksi pihak pertama, maka segala risiko yang terjadi karena perbuatan tersebut adalah tanggung jawab pihak kedua.
6. Apabila pihak kedua tidak melaksanakan pengangkutan minyak sawit sesuai dengan waktu yang ditentukan semua biaya yang timbul untuk memenuhi
kebutuhan minyak sawit (ongkos pompa/angkutan) menjadi beban pihak kedua. Demikian juga halnya pengiriman untuk kebutuhan lokal franco pembeli, jika terjadi klaim dari pihak pembeli atas keterlambatan penyerahan minyak sawit dari waktu kewaktu yang telah ditentukan, biaya-biaya yang dibebankan oleh pihak pembeli atas keterlambatan penyerahan minyak sawit menjadi tanggung jawab pihak kedua.
7. Pembayaran denda/ganti rugi sebagaimana dimaksud pasal ini dapat dilakukan oleh pihak pertama dengan pemotongan langsung dari pembayaran pengangkutan minyak sawit.
Hal-hal yang terjadi diluar kekuasaan pihak kedua, tetapi bukan kelalaian/kesalahan pihak kedua dan dianggap sebagai force majeure, antara 1. Epidemi, pemogokan umum, yakni pemogokan missal yang dinyatakan resmi
oleh pemerintah dengan pengertian apabila petugas pihak kedua mengadakan pemogokan/tidak mau bekerja, maka hal ini tidak termasuk pemogokan umum.
2. Huru-hara, pemberontakan, peperangan dan blockade.
3. Bencana alam berupa angin topan, banjir, kebakaran dan gempa bumi yang mengakibatkan terganggunya kelancaran pengangkutan oleh pihak kedua 4. Kebakaran tersebut adalah bukan disebabkan pelanggaran/kecelakaan baik
disengaja atau tidak disengaja, kurang hati-hati pihak kedua dan petugas yang menjadi tanggung jawab pihak kedua.71
71 Hasil wawancara dengan Daisy Constiana Tobing, selaku Asisten Urusan Penjualan Kelapa Sawit, tanggal 1 Agustus 2016
F. Penyelesaian Perselisihan dalam Perjanjian Pengangkutan Minyak Sawit