BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
TINJAUAN UMUM TENTANG PENGANGKUT
D. Perjanjian Pengangkutan Darat
Perjanjian merupakan sumber terpenting yang melahirkan perikatan.
Perikatan yang berasal dari perjanjian dikehendaki oleh dua orang atau dua pihak yang membuat perjanjian, sedangkan perikatan yang lahir dari undang-undang dibuat atas dasar kehendak yang berhubungan dengan perbuatan manusia yang terdiri dari dua pihak. 37 Dalam bahasa Belanda, perjanjian disebut juga overeenkomst dan hukum perjanjian disebut overeenkomstenrech.38
Mengenai pengertian perjanjian pengangkutan, tidak diberikan definisinya dalam Buku II KUHD. Perjanjian pengangkutan itu sendiri bersifat konsensual, sehingga untuk terciptanya perjanjian pengangkutan tidak diperlukan adanya syarat tertulis. Hukum perjanjian diatur dalam buku III KUHPerdata. Pada Pasal 1313 KUHPerdata, dikemukakan tentang defenisi dari pada perjanjian.
Menurut ketentuan pasal ini, “perjanjian adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang atau lebih.
Perjanjian pengangkutan adalah perjanjian timbal balik antara pengangkut dengan pengirim, dimana pengangkut mengikatkan diri untuk menyelenggarakan pengangkutan barang dan atau orang dari suatu tempat ke
37 Suharnoko, Hukum Perjanjian, Prenada Media, Jakarta, 2004, hal. 117
38 C.S.T. Kansil, Modul Hukum Perdata Termasuk Asas-Asas Hukum Perdata, Pradnya Paramita, Jakarta, 2006, hal 2
tempat tertentu dengan selamat, sedangkan pengirim mengikatkan diri untuk membayar uang angkutan.39
Mengenai pengertian perjanjian pengangkutan di dalam Buku II Kitab Undang-Undang Hukum Dagang tidak diberikan definisinya. Perjanjian pengangkutan itu sendiri bersifat konsensuil, sehingga untuk terciptanya perjanjian pengangkutan tidak diperlukan adanya syarat tertulis, jadi hanya bersifat konsensual.
R. Subekti, perjanjian pengangkutan yaitu suatu perjanjian dimana satu pihak menyanggupi untuk dengan aman membawa orang atau barang dari satu tempat ke tempat lain, sedangkan pihak lain menyanggupi akan membayar ongkosnya.40
Perjanjian pengangkutan menimbulkan akibat hukum bagi pelaku usaha dan penumpang sebagai hal yang dikehendaki oleh kedua belah pihak. Perjanjian sepihak dan perjanjian timbal balik dikenal sebagai pembeda atau pembagian perjanjian karena menimbulkan hak dan kewajiban para pihak maka perjanjian pengangkutan disebut perjanjian timbal balik.
Berdasarkan definisi-definisi tersebut dapat diketahui bahwa pengangkutan adalah suatu proses kegiatan perpindahan orang dan/atau barang dari suatu tempat ke tempat tujuan tertentu dengan selamat menggunakan alat pengangkutan yang berupa kendaraan.
Di dalam kegiatan transportasi, perjanjian yang digunakan adalah perjanjian timbal balik, Artinya bahwa kedua belah pihak pengangkut dan
39 Purwosutjipto, Pengertian Pokok Hukum Dagang Indonesia Buku KeTiga, Djambatan, Jakarta, 2001, hal 2
40 R. Subekti, Aneka Perjanjian, Alumni, Bandung 2010, hal. 81.
penumpang masing masing mempunyai kewajiban sendiri. Dimana kewajiban pihak pengangkutan adalah menyelenggarakan pengangkutan dari suatu tempat tujuan ke tempat tujuan tertentu dengan selamat, sedangkan kewajiban pihak penumpang ialah membayar uang angkutan sebagai kontra prestasi dari penyelenggara pengangkutan yang dilakukan oleh pengangkut.41
Definisi transportasi darat atau pengangkutan darat tidak jauh berbeda dengan definisi pengangkutan pada umumnya hanya saja pengangkutan darat menggunakan alat pengangkutan melalui jalan darat,baik yang digerakkan oleh tenaga manusia, hewan(sapi,kuda), atau Mesin. Transportasi darat dilihat berdasarkan faktor-faktor, yaitu jenis spesifikasi kendaraan,jarak, perjalanan, tujuan perjalanan, ketersediaan moda, ukuran kota dan kerapatan pemukiman serta sosial-ekonomi. Adapun Jenis-jenis dari Transportasi angkutan darat :
1. Angkutan Jalan raya
2. Angkutan jalan rel atau kereta api.42
Secara Umum dalam Perjanjian pengangkutan antara pengangkut dengan pengguna jasa, terkandung syarat-syarat umum angkutan yang meliputi hak dan kewajiban di antara mereka, diantaranya adalah:
a. Hak pengguna jasa angkutan untuk memperoleh pelayanan sesuai dengan tingkat pelayanan yang disepakatinya, misalnya Pemegang tiket tertentu akan memperoleh tingkat pelayanan yang sesuai dengan tiket yang dimilikinnya, begitu juga dengan pengirim barang, jika ingin barang cepat tiba di tempat
41 Sinta Uli, Pengangkutan Suatu Tinjauan Hukum Multimoda Transport Angkutan Laut, Angkutan Darat, Angkutan Udara, Medan: USU Press, 2006, hal 62
42http://edhaghoblag.blogspot.com/2011/07/pengertian-transportasi.html, diakses tanggal 1 Agustus 2016
tujuan, maka ongkos barangnya pun akan bertambah mahal. Sedangkan kewajibannya adalah membayar biaya angkutan sesuai dengan tingkat pelayanan yang dikehendakinya.
b. Kewajiban pengangkut adalah mengangkut penumpang yang telah memiliki tiket atau pengiriman barang yang telah memiliki dokumen angkutan, sesuai dengan tingkat pelayanan yang disepakati sampai di tempat tujuan dengan selamat dan berkewajiban membayar ganti kerugian sesuai dengan syarat-syarat umum yang telah disepakati kepada pengguna jasa serta memberikan pelayanan dalam batas-batas kewajaran sesuai dengan kemampuannya, sedangkan hak pengangkut adalah berhak atas biaya angkut.43
Secara umum dalam perjanjian pengangkutan antara pengangkut dengan pengguna jasa, terkandung syarat-syarat umum angkutan yang meliputi hak dan kewajiban di antara mereka, yakni :
1) Hak pengguna jasa angkutan untuk memperoleh pelayanan sesuai dengan tingkat pelayanan yang disepakatinya, misalnya Pemegang tiket tertentu akan memperoleh tingkat pelayanan yang sesuai dengan tiket yang dimilikinnya, begitu juga dengan pengirim barang, jika ingin barang cepat tiba di tempat tujuan, maka ongkos barangnya pun akan bertambah mahal. Sedangkan kewajibannya adalah membayar biaya angkutan sesuai dengan tingkat pelayanan yang dikehendakinya.
2) Kewajiban pengangkut adalah mengangkut penumpang yang telah memiliki tiket atau pengiriman barang yang telah memiliki dokumen angkutan, sesuai
43 Siti Nurbaiti, Hukum Pengangkutan Darat : Jalan dan Kereta Api. Jakarta, 2009 hal.14
dengan tingkat pelayanan yang disepakati sampai di tempat tujuan dengan selamat dan berkewajiban membayar ganti kerugian sesuai dengan syarat-syarat umum yang telah disepakati kepada pengguna jasa serta memberikan pelayanan dalam batas-batas kewajaran sesuai dengan kemampuannya, sedangkan hak pengangkut adalah berhak atas biaya angkut.44
Dalam perjanjian pengangkutan, kedudukan para pihak yaitu pengangkut dan pengirim sama tinggi atau koordinasi (geeoordineerd), tidak seperti dalam perjanjian perburuhan, dimana kedudukan para pihak tidak sama tinggi atau kedudukan subordinasi gesubordineerd). Mengenai sifat hukum perjanjian pengangkutan terdapat beberapa pendapat, yaitu :
a) Pelayanan berkala artinya hubungan kerja antara pengirm dan pengangkut tidak bersifat tetap, hanya kadang kala saja bila pengirim membutuhkan pengangkutan (tidak terus menerus), berdasarkan atas ketentuan Pasal 1601 KUH Perdata.
b) Pemborongan sifat hukum perjanjian pengangkutan bukan pelayanan berkala tetapi pemborongan sebagaimana dimaksud Pasal 1601 b KUH Perdata.
Pendapat ini didasarkan atas ketentuan Pasal 1617 KUH Perdata (Pasal penutup dari bab VII A tentang pekerjaan pemborongan).
c) Campuran perjanjian pengangkutan merupakan perjanjian campuran yakni perjanjian melakukan pekerjaan dan perjanjian penyimpanan (bewaargeving).
44 Ibid, hal 23
Unsur pelayanan berkala (Pasal 1601 b KUH Perdata) dan unsur penyimpanan (Pasal 468 (1) KUHD).45
Sebuah perjanjian yang telah memenuhi syarat dan sah, mengikat sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya.Oleh karena itu agar keberadaan suatu perjanjian diakui oleh undang-undang, harus dibuat sesuai dengan syaratsyarat yang telah ditentukan oleh undang-undang. Syarat sahnya suatu perjanjian menurut ketentuan Pasal 1320 KUH Perdata adalah sepakat mereka yang mengikatkan diri, cakap membuat perjanjian, suatu hal tertentu, dan suatu sebab yang halal. 46
(1) Sepakat mereka yang mengikatkan diri
Kesepakatan adalah salah satu syarat sahnya perjanjian.Oleh karena itu, saat lahirnya perjanjian atau untuk menentukan ada atau tidaknya perjanjian adalah dari adanya kesepakatan. Kesepakatan merupakan persesuaian pendapat satu sama lainnya tentang isi perjanjian dan mencerminkan kehendak untuk mengikatkan diri.
(2) Cakap membuat perjanjian
Membuat suatu perjanjian adalah melakukan suatu hubungan hukum.Yang dapat melakukan suatu hubungan hukum adalah pendukung hak dan kewajiban, baik orang atau badan hukum, yang harus memenuhi syarat-syarat tertentu.Jika yang membuat perjanjian adalah suatu badan hukum, badan hukum tersebut harus memenuhi syarat sebagai badan hukum yang sah.
45 http://rohanskasim.blogspot.co.id/2013/01/hukum-pengangkutan.html diakses tanggal 1 Agustus 2016.
46 Mohd Syaufii Syamsuddin., Perjanjian-Perjanjian Dalam Hubungan Industrial, Sarana Bhakti Persada, Jakarta, 2005, hal. 7
(3) Suatu hal tertentu
Suatu hal tertentu sebagai salah satu syarat sahnya perjanjian, adalah sesuatu yang di dalam perjanjian tersebut telah ditentukan dan disepakati.Karena sesuatu yang menjadi objek suatu perjanjian harus ditentukan atau dinikmati.
Kalau berupa barang dapat dinikmati, atau dapat ditentukan dan dihitung.
(4) Suatu sebab yang halal
Sebab yang halal adalah jika tidak dilarang oleh undang-undang, tidak bertentangan dengan kesusilaan dan ketertiban umum.Suatu perjanjian yang dibuat dengan sebab yang tidak halal, tidak sah menurut hukum.
Dari ketentuan di atas dapat disimpulkan bahwa Syarat pertama dan kedua Pasal 1320 KUHPerdata disebut syarat Subjektif, karena melekat pada diri orang yang menjadi subjek perjanjian. Jika syarat ini tidak dipenuhi, perjanjian dapat dibatalkan (vernietigbar). Tetapi jika tidak dimintakan pembatalan kepada Hakim, perjanjian itu tetap mengikat pihak-pihak, walaupun diancam pembatalan sebelum lampau waktu lima tahun (Pasal 1454 KUHPerdata). Syarat ketiga dan keempat Pasal 1320 KUHPerdata disebut syarat tif, karena mengenai sesuatu yang menjadi perjanjian. Jika syarat ini tidak dipenuhi, perjanjian batal (nietig, void).