S K R I P S I
Disusun dan Diajukan Untuk Melengkapi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Hukum Pada Fakultas Hukum
Universitas Sumatera Utara
Oleh
KEVIN WANDI HANGGARA 110200183
DEPARTEMEN HUKUM KEPERDATAAN
PROGRAM KEKHUSUSAN HUKUM PERDATA DAGANG
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN
2016
Oleh
KEVIN WANDI HANGGARA 110200183
DEPARTEMEN HUKUM KEPERDATAAN
PROGRAM KEKHUSUSAN HUKUM PERDATA DAGANG
Disetujui Oleh
Ketua Departemen Hukum Keperdataan
Prof. Dr. H. Hasim Purba, SH., M.Hum NIP. 196603031985081001
Pembimbing I Pembimbing II
(Dr. Edy Ikhsan,SH.,MA) (Zulkifli Sembiring,SH.,M.Hum) NIP. 196603031985081001 NIP. 1969101181988031001
Pengangkutan jalur darat merupakan pilihan utama untuk membawa hasil produksi dari pabrikan asal ke supplier yang selanjutnya akan dibawa melalui jalur laut dan udara, dengan cara sekaligus untuk mempermudah dalam melakukan transportasi antar pulau maupun daerah dengan waktu yang lebih singkat dan ekonomis, sehingga lebih efesien dan efektif.
Adapun permasalahan dalam penelitian ini adalah hubungan hukum pengangkut dalam perjanjian pengangkutan minyak sawit. Tanggung jawab pihak pengangkut dalam perjanjian pengangkutan minyak sawit dan penyelesaian perselisihan dalam perjanjian pengangkutan minyak sawit.
Penelitian yang dilakukan bersifat deskriptif, yakni penelitian yang dimaksudkan untuk memberikan data yang seteliti mungkin tentang manusia, keadaan atau gejala-gejala lainnya.
Hubungan hukum antara pihak pengangkut dan PT. Perkebunan Nusantara IV adalah pihak-pihak dalam pengangkutan mempunyai kedudukan yang setara atau sejajar, tidak ada pihak yang mengatasi atau membawahi yang lain.
Tanggung jawab pihak pengangkut dalam perjanjian pengangkutan minyak sawit, antara lain Pihak kedua mempunyai kewajiban melakukan pengangkutan kelapa sawit sampai ke lokasi tujuan yang ditentukan oleh pihak pertama dengan aman tanpa ada pengurangan jumlah minyak sawit (kecuali ketentuan toleransi sesuai ketentuan Pasal 3 ayat (5) perjanjian ini). Pihak kedua wajib dan bertanggung jawab melaksanakan seluruh pekerjaan yang diberikan oleh pihak pertama, karena pihak kedua tidak diperbolehkan menyerahkan pekerjaan, baik sebagian maupun seluruhnya kepada pihak lain tanpa izin dari pihak pertama. Pihak kedua wajib dan bertanggung jawab atas keselamaatn kerja yang dipersyaratkan untuk melaksanakan pekerjaan tersebut dan wajib mematuhi seluruh ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Setiap perselisihan atau perbedaan dalam bentuk apapun yang timbul antara Pihak Pertama dan Pihak Kedua sehubungan dengan atau sebagai akibat dari adanya perjanjian ini, maka akan diselesaikan secara musyawarah dengan tata cara, pihak yang merasa dirugikan kepentingannya mengirimkan surat permintaan musyawarah dilengkapi dengan uraian mengenai permasalahan dan pandangan pihak tersebut mengenai permasalahan yang timbul.
Kata Kunci : tanggung jawab, pengangkut, perjanjian
* Kevin Wandi Hanggara, Mahasiswa Fakultas Hukum USU
** Dr. Edy Ikhsan,SH.,MA, Dosen Fakultas Hukum USU
*** Zulkifli Sembiring, SH, M.Hum, Dosen Fakultas Hukum USU
Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, atas limpahan Rahmat dan Karunia-Nya, sehingga penulis dapat merampungkan skripsi dengan judul:
Tanggung Jawab Pihak Pengangkut Dalam Perjanjian Pengangkutan Minyak Sawit (Studi Pada PT. Perkebunan Nusantara IV) untuk memenuhi salah satu syarat menyelesaikan studi serta dalam rangka memperoleh gelar Sarjana Hukum Universitas Sumatera Utara.
Penghargaan dan terima kasih yang setulus-tulusnya kepada :
1. Prof. Dr. Runtung, SH, M.Hum selaku Rektor Universitas Sumatera Utara.
1. Prof. Dr. Budiman Ginting, SH, MHum selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.
2. Bapak Dr. OK. Saidin, SH, MHum, selaku Wakil Dekan I Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.
3. Ibu Puspa Melati Hasibuan, SH, MHum, selaku Wakil Dekan II Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.
4. Bapak Dr. Jelly Leviza, SH, MS, selaku Wakil Dekan III Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.
5. Prof. Dr. H. Hasim Purba, SH., M.Hum, selaku Ketua Departemen Hukum Keperdataan sekaligus sebagai Dosen Pembimbing I.
6. Bapak Dr. Edy Ikhsan,SH.,MA, selaku Dosen Pembimbing I yang telah bersedia meluangkan waktunya sehingga terselesaikannya skripsi ini.
7. Bapak, Zulkifli Sembiring, S.H., M.Hum, Dosen Pembimbing II yang telah bersedia meluangkan waktunya sehingga terselesaikannya skripsi ini.
penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.
Akhir kata penulis mengucapkan terimakasih kepada semua pihak yang telah membantu dan penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi kita semua dan menjadi bahan masukan dalam dunia pendidikan.
Medan, November 2016
Kevin Wandi Hanggara NIM. 110200183
ABSTRAK ... i
KATA PENGANTAR ... ii
DAFTAR ISI ... iv
BAB I PENDAHULUAN ... 1
A. Latar Belakang ... 1
B. Perumusan Masalah ... 8
C. Tujuan Penulisan ... 8
D. Manfaat Penulisan ... 8
E. Metode Penelitian ... 9
F. Keaslian Penulisan ... 12
G. Sistematika Penulisan ... 13
BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PENGANGKUT ... 15
A. Definisi dan Dasar Hukum Pengangkutan Niaga ... 15
B. Syarat-syarat Sebagai Pengangkut ... 19
C. Asas-Asas Hukum Pengangkutan Niaga ... 21
D. Praktik Hukum Pengangkutan Niaga ... 26
BAB III TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN PENGANGKUTAN ... 32
A. Perjanjian Pengangkutan Darat ... 32
B. Dokumen Pengangkutan Darat ... 39
C. Tanggung Jawab Pengangkutan Darat ... 41
A. Hubungan Hukum Pengangkut dalam Perjanjian
Pengangkutan Minyak Sawit ... 47
B. Tanggung Jawab Pihak Pengangkut dalam Perjanjian Pengangkutan Minyak Sawit ... 56
C. Penyelesaian Perselisihan dalam Perjanjian Pengangkutan Minyak Sawit ... 67
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 73
A. Kesimpulan ... 73
B. Saran ... 75 DAFTAR PUSTAKA
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Wilayah Indonesia yang sering disebut dengan kepulauan nusantara merupakan wilayah yang sangat strategis. Kesatuan wilayah yang terdiri dari daratan, perairan dan dirgantara adalah satu kesatuan yang menyatu dengan bangsa Indonesia dalam rangka wawasan nusantara. 1 Sejalan dengan berkembangnya perekonomian Indonesia terutama dalam peningkatan produksi barang dan jasa, maka perlu sekali adanya sarana guna menunjang mobilitas orang, barang dan jasa dari suatu tempat ke tempat yang lain guna memenuhi kebutuhan masyarakat. Salah satu sarana yang diperlukan untuk itu adalah pengangkutan.
Era pembangunan sekarang ini, salah satu sarana pengangkutan yang perlu diperhatikan dan sangat penting peranannya adalah pengangkutan darat, karena hampir sebagian besar penduduk Indonesia tinggal di daratan, dan begitu juga hasil industri dari rumahan sampai pabrikan baik nasional maupun multi nasional yang mana di angkut melalaui jalur darat terlebih dahulu, sebelum sampai di penampungan tempat tujuan dari barang tersebut atau yang akan di bawa kejalur
1Hasim Purba, Hukum Pengangkutan Laut Perkspektif Teori dan Praktek,, Pustaka Bangsa Press, Medan, 2005, hal 1
laut atau pun jalur udara, untuk di ekspor atau juga untuk di bawa kedaerah lain/provinsi lain di Indonesia.2
Pengangkutan merupakan bidang kegiatan yang sangat vital dalam kehidupan masyarakat. Dikatakan sangat vital karena didasari oleh berbagai faktor baik geografis maupun kebutuhan yang tidak dapat dihindari dalam rangka pelaksanaan pembangunan ekonomi, ilmu pengetahuan dan teknologi. 3 Pengangkutan jalur darat merupakan pilihan utama untuk membawa hasil produksi dari pabrikan asal ke supplier yang selanjutnya akan dibawa melalui jalur laut dan udara, dengan cara sekaligus untuk mempermudah dalam melakukan transportasi antar pulau maupun daerah dengan waktu yang lebih singkat dan ekonomis, sehingga lebih efesien dan efektif.
Perkembangan teknologi dalam transprotasi di dalam zaman modern seperti sekarang ini, masyarakat masih banyak yang menggunakan jasa angkutan darat di samping murah, aman dan juga karena tonase yang besar dari barang yang di angkut, sehingga tidak dimungkinkan di angkut oleh angkutan lainnya seperti pesawat dan banyak masyarakat lebih sering menggunakan angkutan darat sebagai alat angkutannya baik untuk bepergian intern dalam sebuah pulau maupun antar pulau. Hal ini terjadi karena adanya efektivitas dalam biaya yang lebih murah bila dibandingkan dengan udara atau pun laut. Angkutan darat memiliki kecepatan yang lebih rendah bila dibandingkan dengan alat pengangkutan yang lain, seperti pengangkutan udara dan laut. Bepergian ke pulau lain atau dalam sebuah pulau yang memiliki jarak jauh, apabila dilakukan dengan menggunakan
2 Ibid.
3 Abdulkadir Muhammad, Hukum Pengangkutan Niaga, Citra Aditya Bakti, Cetakan kelima,Bandung, 2013, hal 30
angkutan darat akan menempuh waktu yang jauh lebih lama dibandingkan dengan menggunakan transportasi udara maupun laut.4
Keberadaan kegiatan pengangkutan tidak dapat dipisahkan dari kegiatan atau aktivitas kehidupan sehari-hari. Mulai dari zaman kehidupan manusia yang paling sederhana (tradisional) sampai kepada taraf kehidupan manusia yang modern senantiasa didukung oleh kegiatan pengangkutan. Bahkan salah satu barometer penentu kemajuan kehidupan dan peradaban suatu masyarakat adalah kemajuan dan perkembangan kegiatan maupun teknologi yang dipergunakan masyarakat tersebut dalam kegiatan pengangkutan.5 Semakin banyak orang yang menggunakan fasilitas angkutan darat maka semakin lama semakin banyak bermunculan perusahaan baru baik perseroan maupun pribadi yang bergerak dalam transprotasi pengangkutan darat yang menawarkan fasilitas dan prasarana yang berbeda-beda, dengan harga yang berbeda pula. Kemajuan bidang pengangkutan terutama yang digerakkan secara mekanik akan menunjang pembangunan diberbagai sektor, salah satunya sektor perdagangan, pengangkutan mempercepat penyebaran perdagangan, barang kebutuhan sehari-hari dan kebutuhan pembangunan sampai keseluruh pelosok tanah air.
Kemajuan bidang pengangkutan mendorong pengembangan ilmu hukum baik perundang-undangan maupun kebiasaan pengangkutan. Sesuai tidaknya undang-undang pengangkutan yang berlaku sekarang dengan kebutuhan masyarakat tergantung dari penyelenggaraan pengangkutan. Demikian juga
4Yusri-Azmi,.tanggung-jawab-pengangkut-minyak-mentah. blogspot.co.id/2011/06/html (diakses tanggal 1 Mei 2016).
5 Hasim Purba, Op. Cit, hal 3
perkembangan hukum kebiasaan, seberapa banyak perilaku yang diciptakan sebagai kebiasaan dalam pengangkutan tergantung dari penyelenggaraan pengangkutan. prinsipnya pengangkutan merupakan perjanjian yang tidak tertulis.
Para pihak mempunyai kebebasan menentukan kewajiban dan hak yang harus dipenuhi dalam pengangkutan. Undang-undang hanya berlaku sepanjang pihak- pihak tidak menentukan lain dalam perjanjian yang mereka buat dan sepanjang tidak merugikan kepentingan umum.
Perjanjian pengangkutan ialah suatu perjanjian di mana satu pihak menyanggupi untuk dengan aman membawa orang atau barang dari satu ke lain tempat, sedangkan pihak yang lainnya menyanggupi akan membayar ongkosnya.
Kitab Undang-Undang Hukum Dagang (KUHD) Pasal 90 dinyatakan bahwa Surat angkutan merupakan persetujuan antara sipengirim atau ekspeditur pada pihak satu dan pengangkut atau juragan perahu pada pihak lain dan surat itu memuat selain apa yang kiranya telah disetujui oleh kedua belah pihak, seperti misalnya mengenai waktu dalam mana pengangkutan telah harus selesai dikerjakannya dan mengenai penggantian rugi dalam hal kelambatan.
Pada pengangkutan darat, sebagai alat angkut dewasa ini yang digunakan masyarakat antara lain adalah kenderaan bermotor yang berupa truk dan bus yaitu pada angkutan darat di jalan raya. Buku I Bab V bagian II Pasal 91 KUHD menyatakan bahwa pengangkut dan juragan harus menanggung segala kerusakan yang terjadi pada barangbarang dagangan dan lainnya. Pengangkut disini bertanggung jawab kepada pengirim atas semua barang yang dikirimnya, yang
dalam hal ini adalah majikan, sehingga supir tidak bertanggung jawab secara langsung terhadap atau kepada pengirim.6
PT. Perkebunan Nusantara IV (selanjutnya disebut PTPN-IV) adalah Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang bergerak di bidang usaha Agroindustri.
PTPN-IV mengusahakan perkebunan dan pengolahan komoditas kelapa sawit dan teh yang mencakup pengolahan areal dan tanaman, kebun bibit dan pemeliharaan tanaman menghasilkan, pengolahan komoditas menjadi bahan baku berbagai industri, pemasaran komoditas yang dihasilkan dan kegiatan pendukung lainnya.
PTPN-IV memiliki 30 unit kebun yang mengelola budidaya kelapa sawit dan teh serta 3 unit proyek pengembangan kebun inti kelapa sawit, 1 unit proyek pengembangan kebun plasma kelapa sawit yang menyebar di 9 Kabupaten yaitu Kabupaten Langkat, Deli Serdang, Serdang Bedagai, Simalungun, Asahan, Labuhanbatu, Padang Lawas, Batubara dan Mandailing Natal.7
Indonesia merupakan produsen CPO terbesar di dunia sampai sekarang ini, dan menyusul negara tetangga Malaysia di urutan kedua yang selisih lebih kurang dua juta ton pertahun. Hal ini yang membuat pengusaha–pengusaha ekspedisi khususnya pengangkutan minyak CPO memperbanyak armadanya untuk memenuhi permintaan akan kebutuhan jasa transport minyak CPO dari pabrik asal atau yang sering di sebut Pabrik Kelapa Sawit (selanjutnya disebut PKS), ke stasiun pembongkaran yang telah disepakati di dalam Surat Perjanjian Kerja (SPK) dengan pemilik minyak CPO tersebut, walaupun ada kalanya dalam
6 Ari Wibowo, Tinjauan Yuridis Terhadap Perjanjian Kerjasama Perusahaan Pengangkutan Darat Dengan Perusahaan Pabrik Kelapa Sawit ( Study Pengangkutan CPO di Bagan Batu ), Skripsi Fakultas Hukum USU, Medan, 2013, hal 7
7 http://www.ptpn4.co.id/ (diakses pada tanggal 1 Mei 2016)
pengangkutan minyak CPO (selanjutnya disebut pihak pengangkut) menghadapi kemungkinan terjadinya keterlambatan, kerusakan atau hilang dan yang lebih buruk dari hal itu disalahgunakannya untuk kepentingan melawan hukum. Oleh karena itu dalam hal ini sebagai pihak pengangkut mempunyai kewajiban untuk melindungi muatannya tersebut CPO, agar selamat sampai di tempat tujuan.
Meningkatnya volume minyak CPO dan jenis komoditinya mengundang pelaku bisnis dan ekonomi dan khususnya pengusaha pengangkut CPO dan perusahaan eksportir maupun importir untuk menata diri dan tanggap pada gejala kemungkinan risiko yang timbul dari pengangkutan minyak CPO.8
Pengangkut minyak berbeda dengan cargo barang lain yang bisa dibongkar begitu saja setelah sesampai ditempat tujuan, sesuai dengan kesepakatan oleh penguna jasa dengan pihak pengangkut. Tetapi tidak untuk minyak, harus tempat yang khusus untuk minyak tersebut, tempat yang tertentu dan sesuai dengan jenis minyak tersebut. Sehingga pihak pengangkut tidak dapat melakukan pembongkaran muatannya tersebut. Walaupun pihak pengangkut telah melakukan kewajibannya. Bila hal ini tidak cepat diselesaikan maka pihak pengangkut akan mengalami kerugian yang jauh lebih besar lagi, karena armadanya tertahan dan juga supirnya.
Berdasarkan latar belakang di atas penulis merasa tertarik angkat judul Tanggung Jawab Pihak Pengangkut dalam Perjanjian Pengangkutan Minyak Sawit (Studi Pada PT. Perkebunan Nusantara IV)
.
8 http://yusri-azmi. Op.Cit
B. Permasalahan
Berdasarkan latar belakang tersebut di atas, maka permasalahan dalam penelitian ini adalah:
1. Bagaimanakah hubungan hukum pengangkut dalam perjanjian pengangkutan minyak sawit?
2. Bagaimanakah tanggung jawab pihak pengangkut dalam perjanjian pengangkutan minyak sawit?
3. Bagaimanakah penyelesaian perselisihan dalam perjanjian pengangkutan minyak sawit?
C. Tujuan Penulisan
Adapun tujuan dari penulisan skripsi ini adalah
1. Untuk mengetahui hubungan hukum pengangkut dalam perjanjian pengangkutan minyak sawit.
2. Untuk mengetahui tanggung jawab pihak pengangkut dalam perjanjian pengangkutan minyak sawit.
3. Untuk mengetahui penyelesaian perselisihan dalam perjanjian pengangkutan minyak sawit
D. Manfaat Penulisan
Manfaat dari adanya penulisan skripsi ini, antara lain : 1. Manfaat teoritis
Tulisan ini diharapkan dapat dijadikan bahan kajian dan memberikan sumbangan pemikiran dalam rangka perkembangan ilmu hukum pada
umumnya, perkembangan hukum perdata dan khususnya di bidang perjanjian Pengangkutan melalui darat.
2. Manfaat praktis
Uraian dalam skripsi ini diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran dan menambah wawasan dan pengetahuan secara khusus bagi penulis dan secara umum bagi masyarakat tentang tanggung jawab pihak pengangkut dalam perjanjian pengangkutan minyak sawit.
E. Metode Penelitian 1. Jenis penelitian
Penelitian ini menggunakan penelitian hukum normatif dan empiris.
Metode pendekatan hukum normatif yaitu dengan meneliti bahan kepustakaan atau data sekunder yang meliputi buku-buku serta norma-norma hukum yang terdapat pada peraturan perundang-undangan, asas-asas hukum, kaedah hukum, dan sistematika hukum serta mengkaji ketentuan perundang-undangan, putusan pengadilan dan bahan hukum lainnya.9 Penelitian normatif merupakan prosedur penelitian ilmiah untuk menemukan kebenaran berdasarkan logika keilmuan hukum dari sisi normatifnya.10 Penelitian hukum empiris yaitu cara prosedur yang dipergunakan untuk memecahkan masalah penelitian dengan meneliti data sekunder terlebih dahulu untuk kemudian dilanjutkan dengan mengadakan penelitian terhadap data primer dilapangan.11
9 Jhonny Ibrahim, Teori dan Metodologi Penelitian Hukum Normatif, Bayu Media Publishing, Jakarta, 2005, hal.36
10 Ibid, hal 57
11 Abdulkadir Muhammad, Hukum dan Penelitian Hukum, Citra aditya bakti, Bandung, 2004, hal. 112
Metode yuridis empiris dalam penulisan skripsi ini, yaitu dari hasil pengumpulan dan penemuan data maupun informasi melalui studi pada CV. Nur Cahaya. Metode penelitian yuridis empiris dilakukan dengan wawancara kepada Daisy Constiana Tobing, selaku Asisten Urusan Penjualan Kelapa Sawit CV. Nur Cahaya.
2. Sifat Penelitian
Penelitian yang dilakukan oleh penulis bersifat deskriptif, yakni penelitian yang dimaksudkan untuk memberikan data yang seteliti mungkin tentang manusia, keadaan atau gejala-gejala lainnya.12
3. Sumber Data
Seperti dikemukakan sebelumnya bahwa penelitian ini menggunakan metode penelitian hukum normatif, oleh karena itu maka upaya untuk memperoleh data dalam penelitian ini dilakukan dengan cara melakukan penelitian kepustakaan, yaitu mengumpulkan data baik yang bersifat bahan hukum primer, sekunder maupun tersier seperti doktrin-doktrin dan perundang- undangan atau kaedah hukum yang berkaitan dengan penelitian ini.
Bahan atau data yang dicari berupa data sekunder yang terdiri dari:
a. Bahan hukum Primer yaitu bahan-bahan hukum yang mengikat. Bahan hukum primer, terdiri dari : Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, Kitab Undang-Undang Hukum Dagang. Undang-Undang No. 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa. Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.
12 Ibid, hal 10
b. Bahan hukum sekunder yaitu bahan yang memberikan penjelasan mengenai hukum bahan hukum primer13. Dalam penelitian ini adalah buku-buku, makalah, artikel dari surat kabar, jurnal dan internet.
c. Bahan hukum tersier yaitu bahan hukum yang memberikan penjelasan atau petunjuk terhadap bahan hukum primer dan sekunder, seperti: kamus Indonesia, kamus hukum dan ensiklopedia.
4. Teknik pengumpulan data
Teknik pengumpulan data dilakukan dengan cara : penelitian kepustakaan (Library Research). Dalam hal ini mengumpulkan penelitian atas sumber- sumber atau bahan-bahan tertulis berupa buku-buku karangan para sarjana dan ahli hukum yang bersifat teoritis ilmiah yang berkaitan dengan masalah yang akan dibahas dalam penulisan skripsi ini. Kemudian alat yang dipergunakan untuk mengumpulkan data dalam penelitian ini adalah melalui studi dokumen, bukti empiris hanya melakukan wawancara dengan Daisy Constiana Tobing, selaku Asisten Urusan Penjualan Kelapa Sawit CV. Nur Cahaya.
5. Analisis data
Analisis data pada penelitian ini dilakukan secara kualitatif, yaitu semua data yang diperoleh kemudian disusun secara sistematis dan dianalisis secara kualitatif, untuk mencapai kejelasan terhadap masalah yang akan dibahas.
Analisis data kualitatif, adalah suatu cara penelitian yang menghasilkan data deskriptif analisis, yaitu apa yang dinyatakan oleh responden secara tertulis atau lisan. Pengertian analisis dimaksudkan sebagai suatu penjelasan dan
13 Amiruddin dan Zainal Asikin, Pengantar Metode Penelitian Hukum, PT RajaGrafindo Persada, Jakarta, 2013, hal 118- 119
penginterpretasian secara logis, sistematis. Logis sistematis menunjukkan cara berfikir induktif dan mengikuti tata tertib dalam penulisan laporan penelitian ilmiah. Setelah analisis data selesai, maka hasilnya akan disajikan secara deskriptif, yaitu dengan menuturkan dan mengambarkan apa adanya sesuai dengan permasalahan yang diteliti.14Dari hasil tersebut kemudian ditarik suatu kesimpulan yang merupakan jawaban atas permasalahan yang diangkat dalam penelitian ini.
F. Keaslian Penulisan
Penelitian ini dilakukan atas ide dan pemikiran dari peneliti sendiri atas masukan yang berasal dari berbagai pihak guna membantu penelitian dimaksud.
Sepanjang yang telah ditelusuri dan diketahui di lingkungan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, penelitian tentang Tanggung Jawab Pihak Pengangkut Dalam Perjanjian Pengangkutan Minyak Sawit (Studi Pada PT.
Perkebunan Nusantara IV), belum pernah diteliti oleh peneliti sebelumnya.
Namun ada beberapa judul skripsi yang membahas tentang tanggung jawab pihak pengangkut dalam perjanjian pengangkutan antara lain:
Ari Wibowo (2013), dengan judul penelitian Tinjauan Yuridis Terhadap Perjanjian Kerjasama Perusahaan Pengangkutan Darat Dengan Perusahaan Pabrik Kelapa Sawit ( Study Pengangkutan CPO di Bagan Batu). Adapun permasalahan dalam penelitian ini adalah
14 Ibid
Bagaimana bentuk perjanjian kerjasama antara perusahaan pengangkutan darat dengan perusahaan pabrik kelapa sawit di daerah Bagan Batu ? Bagaimana pelaksanaan perjanjian kerjasama di bidang pengangkutan perusahaan serta hubungan antara peraturan perusahaan dengan perjanjian kerja dan Standard Operating Procedure (SOP) Bagaimana mengenai tanggung jawab yang dibebani kepada perusahaan pengangkutan darat dan perusahaan pabrik kelapa sawit serta perihal pemberian ganti rugi atas terjadinya kerugian atau kehilangan barang oleh perusahaan pengangkutan?
Dewi Aulia Asvina (2016) dengan judul penelitian Tinjauan Yuridis Perjanjian Pengangkutan Kernel Kelapa Sawit antara CV. Lingga Bayu Raya dengan PT. Perkebunan Sumatera Utara (Studi pada CV. Lingga Bayu Raya, Medan). Adapun permasalahan dalam penulisan skripsi ini adalah hak dan kewajiban para pihak dalam perjanjian pengangkutan kernel kelapa sawit.
Hambatan-hambatan yang terjadi dalam praktek pelaksanaan perjanjian pengangkutan kernel kelapa sawit dan bagaimana upaya penyelesaiannya dan Bagaimana tanggungjawab CV. Lingga Bayu Raya dalam perjanjian pengangkutan kernel kelapa sawit.
Erni Armidi Sitorus (2016), dengan judul penelitian Tanggung Jawab Pihak Pengangkut Dalam Perjanjian Pengangkutan Pulp Antara PT. Toba Pulp Lestari, Tbk. Dengan CV. Anugrah Toba Permai Lestari (Studi pada CV. Anugrah Toba Permai Lestari). Adapun permasalahan dalam penelitian ini adalah Tanggung Jawab CV. Anugrah Toba Permai Lestari dalam melaksanakan Pengangkutan Pulp dari Lokasi Pabrik PT. Toba Pulp Lestari, Tbk di Porsea ke
Belawan. Berakhirnya Surat Perjanjian Pengangkutan Pulp antara PT. Toba Pulp Lestari, Tbk dengan CV. Anugrah Toba Permai. Penyelesaian Sengketa oleh Para Pihak jika Terjadi Perselisihan sehubungan dengan Pelaksanaan Perjanjian Pengangkutan
G. Sistematika Penulisan
Skripsi dengan judul Tanggung Jawab Pihak Pengangkut Dalam Perjanjian Pengangkutan Minyak Sawit (Studi Pada PT. Perkebunan Nusantara IV) diuraikan dalam 5 bab, dan tiap-tiap bab berbagi atas beberapa sub-sub bab, untuk mempermudah dalam memaparkan materi dari skripsi ini yang dapat digambarkan sebagai berikut :
BAB I PENDAHULUAN
Bab ini merupakan gambaran umum yang berisi tentang latar belakang, permasalahan, tujuan penulisan dan manfaat penulisan, metode penelitian, keaslian penulisan dan sistematika penulisan.
BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PENGANGKUT
Bab ini berisikan definisi dan dasar hukum pengangkutan niaga, Syarat-syarat Sebagai Pengangkut, asas-asas hukum pengangkutan niaga dan praktik hukum pengangkutan niaga
BAB III TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN
PENGANGKUTAN
Bab ini berisikan perjanjian pengangkutan darat, dokumen pengangkutan darat dan tanggung jawab pengangkutan darat.
BAB IV ASPEK HUKUM KEPERDATAAN DALAM PERJANJIAN
PENGANGKUTAN MINYAK SAWIT PADA PT.
PERKEBUNAN NUSANTARA IV
Bab ini berisikan para pihak dalam perjanjian pengangkutan minyak sawit, hak dan kewajiban kedua belah pihak dalam perjanjian pengangkutan minyak sawit dan model penyelesaian sengketa dalam perjanjian pengangkutan minyak sawit PT.
Perkebunan Nusantara IV.
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
Bab ini merupakan bab penutup dari seluruh rangkaian bab-bab sebelumnya, yang berisikan kesimpulan yang dibuat berdasarkan uraian skripsi ini, yang dilengkapi dengan saran-saran.
TINJAUAN UMUM TENTANG PENGANGKUT
E. Definisi dan Dasar Hukum Pengangkutan Niaga
Keberadaan kegiatan pengangkutan tidak dapat dipisahkan dari kegiatan atau aktivitas kehidupan manusia sehari-hari. Mulai dari zaman kehidupan manusia yang modern senantiasa didukung oleh pengangkutan. Keberadaan kegiatan pengangkutan tidak dapat dipisahkan dari kegiatan atau kehidupan manusia sehari-hari. Mulai dari zaman kehidupan manusia yang paling sederhana (tradisional) sampai kepada taraf kehidupan manusia yang modern senantiasa didukung oleh kegiatan pengangkutan. Bahkan salah satu barometer penentu kemajuan kehidupan dan peradaban suatu masyarakat adalah kemajuan dan perkembangan kegiatan maupun teknologi yang dipergunakan masyarakat tersebut dalam kegiatan pengangkutan.15
Menurut arti kata, angkut berarti mengangkat dan membawa, memuat atau mengirimkan. Pengangkutan artinya usaha membawa, mengantar atau memindahkan orang atau barang dari suatu tempat ke tempat yang lain.16 Menurut Lestari Ningrum, pengangkutan adalah rangkaian kegiatan (peristiwa) pemindahan penumpang dan/atau barang dari satu tempat pemuatan (embargo) ke tempat tujuan (disembarkasi) sebagai tempat penurunan penumpang atau
15 Hasim Purba, Hukum Pengangkutan Di Laut, Penerbit Pustaka Bangsa Press, Medan, 2005, hal. 3.
16 Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia, cetakan ketujuh edisi II, Balai Pustaka Jakarta, 2006, hal 45.
pembongkaran barang muatan. Rangkaian peristiwa pemindahan tersebut meliputi kegiatan.17
Pengangkutan adalah kegiatan pemindahan orang dan/atau barang dari suatu tempat ke tempat lain baik melalui angkutan darat, angkutan perairan, maupun angkutan udara dengan menggunakan alat angkutan.18
Berdasarkan pengertian pengangkutan tersebut di atas, maka dapat disimpulkan bahwa pengangkutan adalah kegiatan pemindahan penumpang dan/atau barang dengan menggunakan sarana angkut dari suatu tempat tertentu ke tempat tujuan tertentu dengan imbalan jasa dari pengirim atau penumpang sebagai harga dari pengangkutan tersebut.
Istilah niaga adalah sinonim dari dagang, yaitu kegiatan menjalankan usaha dengan cara membeli barang dan menjualnya lagi atau menyewakannya dengan tujuan memperoleh keuntungan. Pengangkutan adalah kegiatan pemuatan ke dalam alat pengangkut, pemindahan ke tempat tujuan dengan alat pengangkut dan penurunan/pembongkaran dari alat pengangkut baik mengenai penumpang ataupun barang.19 Jika penggunaan alat pengangkut ditarik biaya angkutan sebagai sewanya, maka pengangkutan itu disebut pengangkutan niaga. Jadi pengangkutan niaga pada hakekatnya adalah menyewakan alat pengangkut kepada penumpang dan/atau pengirim barang, baik dijalankan sendiri ataupun dijalankan oleh orang lain.
17 Lestari Ningrum, Usaha Perjalanan Wisata Dalam Perspektif Hukum Bisnis, Penerbit PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, 2004, hal. 134.
18 Hasim Purba, Op.Cit, hal 4
19 Abdulkadir Muhammad, Op.Cit, hal 13
Apabila penggunaan alat pengangkut di sertai pembayaran sejumlah uang sebagai imbalan atau sewa, pengangkutan itu disebut pengangkutan niaga.
menjalankan usaha dengan cara membeli barang dan menjualnya lagi, menyewakan barang, atau menjual jasa dengan tujuan memperoleh keuntungan
Pengangkutan niaga merupakan rangkaian kegiatan (peristiwa) pemindahan penumpang dan/atau barang dari satu tempat pemuatan (embarkasi) ke tempat tujuan (disembarkasi) sebagai tempat penurunan penumpang atau pembongkaran barang muatan. Rangkaian peristiwa pemindahan itu meliputi kegiatan :
1. Memuat penumpang dan/atau barang ke dalam alat pengangkut 2. Membawa penumpang dan/atau barang ke tempat tujuan
3. Menurunkan penumpang dan/atau membongkar barang di tempat tujuan.20 Pengangkutan niaga yang meliputi tiga kegiatan ini merupakan satu kesatuan proses yang disebut pengangkut niaga dalam arti luas. Di samping dalam arti luas, pengangkutan niaga juga dapat dirumuskan dalam arti sempit. Dikatakan dalam arti sempit karena hanya meliputi kegiatan membawa penumpang dan/atau barang dari stasiun/terminal/pelabuhan/bandara tempat pemberangkatan ke stasiun/terminal/pelabuhan/bandara tujuan. Untuk menentukan pengangkutan niaga itu dalam arti luas atau arti sempit tergantung pada perjanjian yang dibuat oleh pihak-pihak, bahkan kebiasaan masyarakat.21
Untuk menyelenggarakan pengangkutan niaga, lebih dahulu harus ada perjanjian antara pengangkut dan penumpang/pengirim. Perjanjian pengangkutan
20 Ibid, hal 35.
21 Ibid
niaga adalah persetujuan dengan mana pengangkut mengikatkan diri untuk menyelenggarakan pengangkutan penumpang dan/atau barang dari satu tempat ke tempat tujuan tertentu dengan selamat dan penumpang atau pengirim mengikatkan diri untuk membayar biaya angkutan. Perjanjian pengangkutan selalu diadakan secara lisan tetapi di dukung oleh dokumen pengangkutam yang membuktikan bahwa perjanjian sudah terjadi. 22 Dalam undang-undang ditentukan bahwa pengangkutan baru diselenggarakan setelah biaya angkutan dibayar lebih dahulu.
Tetapi di samping ketentuan undang-undang juga berlaku kebiasanan masyarakat yang dapat membayar biaya angkutan kemudian. Perjanjian pengangkutan niaga biasanya meliputi kegiatan pengangkutan dalam arti luas, yaitu kegiatan memuat, membawa dan menurunkan/membongkarkan, kecuali jika dalam perjanjian ditentukan lain.
Pengangkutan darat dengan kendaraan bermotor diatur di dalam Undang- Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas Angkutan Jalan (selanjutnya disebut UU LAJ). Selain itu, pengangkutan darat dengan kendaraan bermotor juga diatur dalam Buku I Bab V Bagian 2 dan 3 Pasal 60 s/d 98 KUHD.
Ketentuan pasal-pasal KUHD tersebut bersifat lex generalis, artinya berlaku umum untuk semua jenis pengangkutan darat dengan kendaraan bermotor.
Pengangkutan darat dengan kendaraan bermotor diadakan perjanjian antara pihak- pihak. Karcis penumpang atau surat angkutan dan pembayaran biaya angkutan Pasal 33 UU LAJ. Karena penumpang dapat ditertibkan atas tunjuk (to bearner) dan atas nama (on name). Dalam dunia pengangkutan agar dapat berjalan dengan
22 Ibid, hal 36
baik maka diperlukan suatu peraturan yang khusus membahas tentang pengangkutan, oleh karena itu dibuatlah hukum pengangkutan atau biasa disebut dengan hukum pengangkutan niaga. Dasar hukum pengangkutan niaga, yaitu : a. Diatur dalam buku I Bab V pasal 90 – 98 KUHD;
b. Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.
Untuk mencapai hasil yang diharapkan serta dapat tercapai fungsi-fungsi pengangkutan, maka dalam pengangkutan diperlukan beberapa unsur yang memadai berupa:23
1) Alat angkutan itu sendiri (operating facilities), setiap barang atau orang akan diangkut tentu saja memerlukan alat pengangkutan yang memadai, baik kapasitasnya, besarnya maupun perlengkapan. Alat pengangkutan yang dimaksud dapat berupa truk, kereta api, kapal, bis atau pesawat udara.
Perlengkapan yang disediakan haruslah sesuai dengan barang yang diangkut.
2) Fasilitas yang akan dilalui oleh alat-alat pengangkutan (right of way), fasilitas tersebut dapat berupa jalan umum, rel kereta api, perairan/sungai, Bandar udara, navigasi dan sebagainya.
Jadi apabila fasilitas yang dilalui oleh angkutan tidak tersedia atau tersedia tidak sempurna maka proses pengangkutan itu sendiri tidak mungkin berjalan dengan lancar. Tempat persiapan pengangkutan (terminal facilities), tempat persiapan pengangkutan ini diperlukan karena suatu kegiatan pengangkutan tidak dapat berjalan dengan efektif apabila tidak ada terminal yang dipakai sebagai tempat
23 Sri Rejeki Hartono, Pengangkutan dan Hukum Pengangkutan Darat, edisi Revisi, UNDIP, Semarang, 2001, hlm 8.
persiapan sebelum dan sesudah proses pengangkutan dimulai. Selain itu dalam dunia perdagangan pengangkutan memegang peranan yang sangat penting. Tidak hanya sebagai sarana angkutan yang harus membawa barang-barang yang diperdagangkan kepada konsumen tetapi juga sebagai alat penentu harga dari barang-barang tersebut. Karena itu untuk memperlancar usahanya produsen akan mencari pengangkutan yang berkelanjutan dan biaya pengangkutan yang murah.
Subjek hukum adalah pendukung kewajiban dan hak. Subjek hukum pengangkutan adalah pendukung kewajiban dan hak dalam hubungan hukum pengangkutan, yaitu pihak-pihak yang terlibat secara langsung dalam proses perjanjian sebagai pihak dalam perjanjian pengangkutan.24
Subjek hukum pengangkutan dapat berstatus badan hukum, persekutuan bukan badan hukum, atau perseorangan. Pihak penumpang selalu berstatus perseorangan, sedangkan pihak penerima kiriman dapat berstatus persorangan atau perusahaan. Pihak-pihak lainnya yang berkepentingan dengan pengangkutan selalu berstatus perusahaan badan hukum atau persekutuan bukan badan hukum.
Pihak-pihak dalam perjanjian pengangkutan adalah mereka yang secara langsung terikat memenuhi kewajiban dan memperoleh hak dalam perjanjian pengangkutan.
F. Syarat-syarat Sebagai Pengangkut
Demi terciptanya tertib administrasi dan tertib hukum dalam penyelenggaraan pengangkutan, pemerintah melalui Kementerian Perhubungan selaku otoritas yang memiliki kewenangan penuh dalam bidang penyelenggaraan
24 Abdul Kadir Muhammad, Op.Cit, hal 59
pengangkutan di Indonesia menetapkan regulasi bagi barang siapa yang bertindak sebagai pengangkut agar dianggap dalam menjalankan peranannya tersebut.
Penyelenggaraan pengangkutan oleh pengangkut dianggap telah sah dan layak setelah memenuhi persyaratan, yaitu memiliki izin usaha angkutan, mengasuransikan orang dan/atau barang yang diangkut serta layak pakai bagi kendaraan yang dioperasikannya. Khusus dalam syarat “memiliki izin usaha angkutan” sebagaimana dimaksud di atas, Menteri Perhubungan Republik Indonesia melalui Keputusan Menteri Perhubungan Nomor 35 Tahun 2003 tentang Penyelenggaraan Angkutan Orang di Jalan dengan Kendaraan Umum.
Pasal 36 KM No.35 Tahun 2003 jo Pasal 20 Peraturan Pemerintah No.41 Tahun 1993 ditegaskan “untuk memperoleh izin usaha angkutan, wajib memenuhi persyaratan.”
1. Memiliki nomor pokok wajib pajak (NPWP);
2. Memiliki akte pendirian perusahaan bagi pemohon yang berbentuk badan usaha, akte pendirian koperasi bagi pemohon yang berbentuk koperasi, tanda jati diri bagi pemohon perorangan;
3. Memiliki surat keterangan domisili perusahaan;
4. Memiliki surat izin tempat usaha (SITU);
5. Pernyataan kesanggupan untuk memiliki atau menguasai 5 (lima) kendaraan bermotor untuk pemohon yang berdomisili di pulau Jawa, Sumatera dan Bali;
6. Pernyataan kesanggupan untuk menyediakan fasilitas penyimpanan kendaraan.
Pengangkut yang tidak memiliki perusahaan pengangkutan, tetapi menyelenggarakan pengangkutan, hanya menjalankan pekerjaan pengangkutan. Pengangkut yang menjalankan pekerjaan pengangkutan hanya terdapat pada pengangkutan darat melalui jalan raya. Ia tidak diwajibkan mendaftarkan usahanya dalam daftar perusahaan, tetapi harus memperoleh izin operasi (izin trayek). Di lihat dari makna syarat yang dimaksudkan di atas supaya pengangkut atau pihak penyelenggara pengangkutan mampu untuk melancarkan pengangkutan umum dengan teratur dan aman bagi penumpang dan/atau barang angkutan.
G. Asas-Asas Hukum Pengangkutan Niaga
Asas-asas hukum pengangkutan merupakan landasan filosofis yang diklasifikasikan menjadi dua yaitu:
1. Bersifat perdata;
2. Bersifat publik25
Pentingnya asas hukum ini dalam suatu sistem hukum, maka asas hukum ini lazim juga disebut sebagai jantungnya peraturan hukum, disebut demikian kata Satjipto Rahardjo karena dua hal yakni, pertama, asas hukum merupakan landasan yang paling luas bagi lahirnya suatu peraturan hukum, artinya peraturan hukum itu pada akhirnya bisa dikembalikan kepada asas-asas tersebut. Kedua, sebagai alasan bagi lahirnya peraturan hukum atau merupakan ratio legis dari peraturan hukum.26
25 https://vanyugo.wordpress.com/2014/03/09/asas-dalam-hukum-pengangkutan/diakses tanggal 1 Juli 2016
26 Sajtipto Rahardjo, Ilmu Hukum, Alumni, Bandung, 2006, hal.85.
Menurut Pasal 29 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2007 Tentang Perkeretaapian, Pasal 43 Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, Pasal 85 Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2008 Tentang Pelayaran serta Pasal 41 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2009 Tentang Penerbangan, pengangkutan diadakan dengan perjanjian antara pihak-pihak.
Tiket/karcis penumpang dan dokumen angkutan lainnya merupakan tanda bukti telah terjadi perjanjian antara pihak-pihak. Berdasarkan ketentuan ini, maka asas- asas yang bersifat perdata adalah sebagai berikut:
a. Asas Konsensual
Pengangkutan tidak diharuskan dalam bentuk tertulis, sudah cukup dengan kesepakatan pihak-pihak. Tetapi untuk menyatakan bahwa perjanjian itu sudah terjadi atau sudah ada harus dibuktikan dengan atau didukung oleh dokumen angkutan.
b. Asas Koordinatif
Pihak-pihak dalam pengangkutan mempunyai kedudukan setara atau sejajar, tidak ada pihak yang mengatasi atau membawahi yang lain. Pengangkut menyediakan jasa dan melaksanakan perintah penumpang/pengirim barang, pengangkut bukan bawahan penumpang/pengirim barang.
c. Asas Campuran
Pengangkutan merupakan campuran dari tiga jenis perjanjian, yaitu pemberian kuasa, penyimpanan barang, dan melakukan pekerjaan dari pengirim kepada pengangkut. Ketentuan ketiga jenis perjanjian ini berlaku pada pengangkutan, kecuali jika ditentukan lain dalam perjanjian pengangkutan.
d. Asas Retensi
Pengangkutan tidak menggunakan hak retensi. Penggunaan hak retensi bertentangan dengan tujuan dan fungsi pengangkutan. Pengangkutan hanya mempunyai kewajiban menyimpan barang atas biaya pemiliknya.
e. Asas pembuktian dengan dokumen
Setiap pengangkutan selalu dibuktikan dengan dokumen angkutan. Tidak ada dokumen angkutan berarti tidak ada perjanjian pengangkutan, kecuali jika kebiasaan yang sudah berlaku umum, misalnya pengangkutan dengan angkutan kota (angkot) tanpa karcis/tiket penumpang.27
Berdasarkan keterangan tersebut di atas asas-asas yang bersifat perdata pada pengangkutan asas-asas yang bersifat perdata merupakan landasan hukum pengangkutan yang hanya berlaku dan berguna bagi kedua pihak dalam pengangkutan niaga, yaitu pengangkut dan penumpang atau pengirim barang.
Menurut ketentuan Pasal 2 Undang-Undang Perkeretapaian, Pasal 2 Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, Pasal 2 Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2008 Tentang Pelayaran dan Undang- Undang Nomor 1 Tahun 2009 Tentang Penerbangan, ada beberapa asas hukum pengangkutan yang bersifat publik, yaitu sebagai berikut:
1) Asas manfaat yaitu, bahwa setiap pengangkutan harus dapat memberikan manfaat sebesar-besarnya bagi kemanusiaan, peningkatan kesejahteraan
27 Abdulkadir Muhammad, Op.Cit, hal 18-19
rakyat dan pengembangan perikehidupan yang berkesinambungan bagi warga Negara.
2) Asas usaha bersama dan kekeluargaan yaitu, bahwa penyelenggaraan usaha di bidang pengangkutan dilaksanakan untuk mencapai cita-cita dan aspirasi bangsa yang dalam kegiatannya dapat dilakukan oleh seluruh lapisan masyarakat dan dijiwai oleh semangat kekeluargaan.
3) Asas adil dan merata yaitu, bahwa penyelenggaraan penegangkutan harus dapat memberikan pelayanan yang adil dan merata kepada segenap lapisan masyarakat dengan biaya yang terjangkau oleh masyarakat.
4) Asas keseimbangan yaitu, bahwa pengangkutan harus diselenggarakan sedemikian rupa sehingga terdapat keseimbangan yang serasi antara sarana dan prasarana, antara kepentingan pengguna dan penyedia jasa, antara kepentingan individu dan masyarakat, serta antara kepentingan nasional dan internasional.
5) Asas kepentingan umum yaitu, bahwa penyelenggaraan pengangkutan harus mengutamakan kepentingan pelayanan umum bagi masyarakat luas.
6) Asas keterpaduan yaitu, bahwa penerbangan Pengangkutan harus merupakan kesatuan yang bulat dan utuh, terpadu, saling menunjang, dan saling mengisi baik intra maupun antar moda transportasi.
7) Asas kesadaran hukum yaitu, bahwa mewajibkan kepada pemerintah untuk menegakkan dan menjamin kepastian hukum serta mewajibkan kepada setiap warga negara Indonesia untuk selalu sadar dan taat kepada hukum dalam penyelenggaraan pengangkutan.
8) Asas percaya pada diri sendiri yaitu, bahwa Pengangkutan harus berlandaskan pada kepercayaan akan kemampuan dan kekuatan sendiri, serta bersendikan kepada kepribadian bangsa;
9) Asas keselamatan Penumpang, yaitu bahwa setiap penyelenggaraan pengangkutan penumpang harus disertai dengan asuransi kecelakaan.28
Berdasarkan asas-asas tersebut di atas dapat disimpulkan bahwa asas- asas pengangkutan bersifat publik biasanya terdapat di dalam penjelasan undang- undang yang mengatur tentang pengangkutan.
Abdulkadir Muhammad juga menyebutkan asas hukum pengangkutan merupakan landasan filosofis dalam pelaksanaan hukum pengangkutan yang diklasifikasi menjadi dua yaitu asas hukum publik dan asas hukum perdata. Asas hukum publik merupakan landasan hukum pengangkutan yang berlaku dan berguna bagi semua pihak, yaitu pihak-pihak dalam pengangkutan, pihak ketiga yang berkepentingan dengan pengangkutan, dan pihak pemerintah (negara).
Sementara itu asas hukum perdata merupakan landasan hukum pengangkutan yang hanya berlaku dan berguna bagi kedua pihak dalam pengangkutan, yaitu pengangkut dan penunpang atau pemilik barang.29
f. Praktik Hukum Pengangkutan Niaga
Teori hukum pengangkutan adalah serangkaian ketentuan undang-undanga atau perjanjian mengenai pengangkutan yang direkomendasikan sedemikian rupa sehingga menggambarkan proses kegiatan pengangkutan.30 Apabila teori hukum
28 Ibid, hal 17
29 Abdulkadir Muhammad, Op. Cit., hal. 13-16.
30 Ibid, hal 20
pengangkutan ini diterapkan pada pengangkutan maka penerapannya disebut praktik hukum pengangkutan. Praktik hukum pengangkutan merupakan rangkaian peristiwa mengenai pengangkutan.
Pengangkutan merupakan proses kegiatan mulai dari pemuatan ke dalam alat pengangkut, pemindahan ke tempat tujuan yang telah ditentukan dan pembongkaran/penurunan tempat tujuan tersebut. Tetapi proses ini baru dapat diamati bila diterapkan secara nyata pada setiap pengangkutan. Dengan kata lain teori hukum pengangkutan hanyalah mempunyai arti bila diwujudkan melalui setiap jenis pengangkutan yaitu pengangkutan darat, perairan dan udara.
Teori hukum pengangkutan menggambarkan secara jelas rekonstruksi ketentuan undang-undang atau perjanjian bagaimana seharusnya para pihak berbuat, sehingga tujuan pengangkutan itu tercapai. Tetapi praktik hukum pengangkutan menyatakan peristiwa perbuatan pihak-pihak sehingga tujuan pengangkutan tercapai dan ada pula yang tidak tercapai. Tidak tercapainya tujuan dapat terjadi karena wanprestasi salah satu pihak atau karena keadaan memaksa (force majeur).
Secara umum dinyatakan bahwa setiap pengangkutan bertujuan untuk tiba di tempat tujuan dengan selamat dan meningkatkan nilai guna bagi-bagi penumpang maupun barang yang diangkut. Tiba di tempat tujuan artinya proses pemindahan dari satu tempat ke tempat tujuan berlangsung tanpa hambatan dan kemacetan, sesuai dengan waktu yang direncanakan. Dengan selamat artinya penumpang dalam keadaan sehat, tidak mengalami bahaya yang mengakibatkan luka, sakit atau meninggal dunia. Jika yang diangkut itu barang, selamat artinya
barang yang diangkut tidak mengalami kerusakan, kehilangan, kekurangan atau kemusnahan. Meningkatan nilai guna artinya nilai sumber daya manusia dan barang di tempat tujuan menjadi lebih tinggi bagi kepentingan manusia dan pelaksanaan pembangunan.
Abdulkadir Muhammad menggambarkan konsep hukum pengangkutan meliputi tiga aspek, diantaranya:
1. Pengangkutan sebagai usaha (business).
Pengangkutan sebagai usaha adalah kegiatan usaha di bidang jasa pengangkutan yang menggunakan alat pengangkut mekanik. Alat pengangkut mekanik contohnya ialah gerbong untuk mengangkut barang, kereta untuk mengangkut orang, truk untuk mengangkut barang, bus untuk mengangkut penumpang, pesawat kargo, pesawat penumpang untuk mengangkut penumpang, kapal kargo untuk mengangkut barang dan kapal penumpang untuk mengangkut penumpang. Kegiatan usaha tersebut selalu dalam bentuk perusahaan perseorangan, persekutuan, atau badan hukum. Karena menjalankan perusahaan usaha jasa pengangkutan bertujuan memperoleh keuntungan dan/atau laba.
2. Pengangkutan sebagai perjanjian (agreement).
Pengangkutan sebagai perjanjian selalu didahului oleh kesepakatan antara pihak pengangkut dan pihak penumpang atau pengirim. Kesepakatan tersebut pada dasarnya berisi kewajiban dan hak, baik pengangkut dan penumpang maupun pengirim. Kewajiban pengangkut adalah mengangkut penumpang atau barang sejak tempat pemberangkatan sampai ke tempat tujuan yang telah disepakati dengan selamat. Sebagai imbalan, pengangkut berhak memperoleh
sejumlah uang jasa atau uang sewa yang disebut biaya pengangkutan. Kewajiban penumpang atau pengirim adalah membayar sejumlah uang sebagai biaya pengangkutan dan memperoleh hak atas pengangkutan sampai di tempat tujuan dengan selamat.
Perjanjian pengangkutan pada umumnya bersifat lisan (tidak tertulis) tetapi selalu didukung oleh dokumen pengangkutan. Dokumen pengangkutan berfungsi sebagai bukti sudah terjadinya perjanjian pengangkutan dan wajib dilaksanakan pihak-pihak. Dokumen pengangkutan barang lazim disebut surat muatan sedangkan dokumen penumpang lazimnya disebut karcis penumpang.
3. Pengangkutan sebagai proses penerapan (aplying process).
Pengangkutan sebagai proses terdiri atas serangkaian perbuatan mulai dari permuatan ke dalam alat pengangkut. Kemudian dibawa oleh pengangkut menuju tempat tujuan yang telah ditentukan, dan pembongkaran atau penurunan di tempat tujuan. Pengangkutan sebagai proses merupakan sistem yang mempunyai unsur- unsur sistem yaitu subjek pengangkutan, status pelaku pengangkutan, pengangkutan, peristiwa pengangkutan dan hubungan pengangkutan.31
Menurut HMN. Purwosutjipto: Pengangkutan adalah perjanjian timbal balik antara pengangkut dan pengirim, dimana pengangkut mengikatkan diri untuk menyelenggarakan pengangkutan barang dan/atau orang dari suatu tempat ketempat tujuan tertentu dengan selamat, sedangkan pengirim mengikatkan diri untuk membayar uang angkutan32
31 Abdulkadir Muhammad, Hukum Pengangkutan Niaga, Op. Cit., hal. 1-4
32 HMN. Purwosutjipto, Op.Cit, hal 2
Praktek pengangkutan memiliki nilai ekonomi, baik nilai tempat (place utility) dan nilai waktu (time utility). Nilai tempat (place utility) mengandung pengertian bahwa dengan adanya pengangkutan berarti terjadi perpindahan barang dari suatu tempat, dimana barang tadi dirasakan kurang berguna atau bermanfaat di tempat asal, akan tetapi setelah adanya pengangkutan nilai barang tersebut bertambah, bermanfaat dan memiliki nilai guna bagi manusia, oleh karena itu apabila dilihat dari kegunaan dan manfaatnya bagi manusia, maka barang tadi sudah berambah nilainya karena ada pengangkutan. Nilai kegunaan waktu (time utility), dengan adanya pengangkutan berarti bahwa dapat dimungkinkan terjadinya suatu perpindahan barang dari suatu tempat ke tempat lainnya dimana barang tersebut lebih diperlukan tepat pada waktunya.33
Abdulkadir Muhammad menyebutkan bahwa pengangkutan memiliki nilai yang sangat vital dalam kehidupan masyarakat, hal tersebut didasari oleh berbagai faktor, antara lain:
a. Keadaan geografis Indonesia yang berupa daratan yang terdiri dari beribu-ribu pulau besar dan kecil, dan berupa perairan yang terdiri dari sebagian besar laut dan sungai serta danau memungkinkan pengangkutan dilakukan melalui darat, perairan, dan udara guna menjangkau seluruh wilayah negara;
b. Menunjang pembangunan di berbagai sektor c. Mendekatkan jarak antara desa dan kota
d. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.34
33 Ahmad Zazili, Arti Penting dan Strategis Multimoda Pengangkutan Niaga di Indonesia, Dalam Perspektif Hukum Bisnis di Era Globalisasi Ekonomi, Genta Press, Yogyakarta, 2007, hal. 8
34 Abdulkadir Muhammad, Op.Cit, hal 8
Praktek hukum pengangkutan diartikan sebagai serangkaian perbuatan yang masih berlangsung (in action) atau perbuatan yang sudah selesai dilakukan seperti keputusan hakim atau yurisprudensi (judge made law) serta dokumen hukum (legal documents) seperti karcis penumpang dan surat muatan barang.35 Praktik hukum pengangkutan bukti nyata secara empiris dimana adanya peristiwa perbuatan pihak-pihak sehingga tujuan pengangkutan tercapai dan bahkan ada juga yang tidak tercapai. Tidak tercapainya tujuan dimaksud dapat disebabkan terjadinya wanprestasi salah satu pihak atau keadaan memaksa (force majeur). Lingkup peristiwa hukum dalam pengangkutan terdiri dari perbuatan hukum pengangkutan dikehendaki oleh pihak-pihak dalam perjanjian pengangkutan, kejadian hukum pengangkutan yang tidak dikehendaki oleh pihak- pihak dalam pengangkutan, dan keadaan hukum pengangkutan yang juga tidak dikehendaki oleh pihak-pihak dalam pengangkutan. 36 Terkait dengan pengangkutan sebagai suatu proses, secara empiris kerap ditemui peristiwa kecelakaan pesawat, hilangnya bagasi penumpang, penundaan jadwal penerbangan hingga rendahnya pelayanan mulai dari proses pembelian tiket hingga diangkutnya penumpang dari bandara udara ke bandara udara lainnya yang menjadi tempat tujuan oleh pengangkut.
35 Abdulkadir Muhammad, Op. Cit., hal. 8.
36 Ibid, hal 137-138
D. Perjanjian Pengangkutan Darat
Perjanjian merupakan sumber terpenting yang melahirkan perikatan.
Perikatan yang berasal dari perjanjian dikehendaki oleh dua orang atau dua pihak yang membuat perjanjian, sedangkan perikatan yang lahir dari undang-undang dibuat atas dasar kehendak yang berhubungan dengan perbuatan manusia yang terdiri dari dua pihak. 37 Dalam bahasa Belanda, perjanjian disebut juga overeenkomst dan hukum perjanjian disebut overeenkomstenrech.38
Mengenai pengertian perjanjian pengangkutan, tidak diberikan definisinya dalam Buku II KUHD. Perjanjian pengangkutan itu sendiri bersifat konsensual, sehingga untuk terciptanya perjanjian pengangkutan tidak diperlukan adanya syarat tertulis. Hukum perjanjian diatur dalam buku III KUHPerdata. Pada Pasal 1313 KUHPerdata, dikemukakan tentang defenisi dari pada perjanjian.
Menurut ketentuan pasal ini, “perjanjian adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang atau lebih.
Perjanjian pengangkutan adalah perjanjian timbal balik antara pengangkut dengan pengirim, dimana pengangkut mengikatkan diri untuk menyelenggarakan pengangkutan barang dan atau orang dari suatu tempat ke
37 Suharnoko, Hukum Perjanjian, Prenada Media, Jakarta, 2004, hal. 117
38 C.S.T. Kansil, Modul Hukum Perdata Termasuk Asas-Asas Hukum Perdata, Pradnya Paramita, Jakarta, 2006, hal 2
tempat tertentu dengan selamat, sedangkan pengirim mengikatkan diri untuk membayar uang angkutan.39
Mengenai pengertian perjanjian pengangkutan di dalam Buku II Kitab Undang-Undang Hukum Dagang tidak diberikan definisinya. Perjanjian pengangkutan itu sendiri bersifat konsensuil, sehingga untuk terciptanya perjanjian pengangkutan tidak diperlukan adanya syarat tertulis, jadi hanya bersifat konsensual.
R. Subekti, perjanjian pengangkutan yaitu suatu perjanjian dimana satu pihak menyanggupi untuk dengan aman membawa orang atau barang dari satu tempat ke tempat lain, sedangkan pihak lain menyanggupi akan membayar ongkosnya.40
Perjanjian pengangkutan menimbulkan akibat hukum bagi pelaku usaha dan penumpang sebagai hal yang dikehendaki oleh kedua belah pihak. Perjanjian sepihak dan perjanjian timbal balik dikenal sebagai pembeda atau pembagian perjanjian karena menimbulkan hak dan kewajiban para pihak maka perjanjian pengangkutan disebut perjanjian timbal balik.
Berdasarkan definisi-definisi tersebut dapat diketahui bahwa pengangkutan adalah suatu proses kegiatan perpindahan orang dan/atau barang dari suatu tempat ke tempat tujuan tertentu dengan selamat menggunakan alat pengangkutan yang berupa kendaraan.
Di dalam kegiatan transportasi, perjanjian yang digunakan adalah perjanjian timbal balik, Artinya bahwa kedua belah pihak pengangkut dan
39 Purwosutjipto, Pengertian Pokok Hukum Dagang Indonesia Buku KeTiga, Djambatan, Jakarta, 2001, hal 2
40 R. Subekti, Aneka Perjanjian, Alumni, Bandung 2010, hal. 81.
penumpang masing masing mempunyai kewajiban sendiri. Dimana kewajiban pihak pengangkutan adalah menyelenggarakan pengangkutan dari suatu tempat tujuan ke tempat tujuan tertentu dengan selamat, sedangkan kewajiban pihak penumpang ialah membayar uang angkutan sebagai kontra prestasi dari penyelenggara pengangkutan yang dilakukan oleh pengangkut.41
Definisi transportasi darat atau pengangkutan darat tidak jauh berbeda dengan definisi pengangkutan pada umumnya hanya saja pengangkutan darat menggunakan alat pengangkutan melalui jalan darat,baik yang digerakkan oleh tenaga manusia, hewan(sapi,kuda), atau Mesin. Transportasi darat dilihat berdasarkan faktor-faktor, yaitu jenis spesifikasi kendaraan,jarak, perjalanan, tujuan perjalanan, ketersediaan moda, ukuran kota dan kerapatan pemukiman serta sosial-ekonomi. Adapun Jenis-jenis dari Transportasi angkutan darat :
1. Angkutan Jalan raya
2. Angkutan jalan rel atau kereta api.42
Secara Umum dalam Perjanjian pengangkutan antara pengangkut dengan pengguna jasa, terkandung syarat-syarat umum angkutan yang meliputi hak dan kewajiban di antara mereka, diantaranya adalah:
a. Hak pengguna jasa angkutan untuk memperoleh pelayanan sesuai dengan tingkat pelayanan yang disepakatinya, misalnya Pemegang tiket tertentu akan memperoleh tingkat pelayanan yang sesuai dengan tiket yang dimilikinnya, begitu juga dengan pengirim barang, jika ingin barang cepat tiba di tempat
41 Sinta Uli, Pengangkutan Suatu Tinjauan Hukum Multimoda Transport Angkutan Laut, Angkutan Darat, Angkutan Udara, Medan: USU Press, 2006, hal 62
42http://edhaghoblag.blogspot.com/2011/07/pengertian-transportasi.html, diakses tanggal 1 Agustus 2016
tujuan, maka ongkos barangnya pun akan bertambah mahal. Sedangkan kewajibannya adalah membayar biaya angkutan sesuai dengan tingkat pelayanan yang dikehendakinya.
b. Kewajiban pengangkut adalah mengangkut penumpang yang telah memiliki tiket atau pengiriman barang yang telah memiliki dokumen angkutan, sesuai dengan tingkat pelayanan yang disepakati sampai di tempat tujuan dengan selamat dan berkewajiban membayar ganti kerugian sesuai dengan syarat- syarat umum yang telah disepakati kepada pengguna jasa serta memberikan pelayanan dalam batas-batas kewajaran sesuai dengan kemampuannya, sedangkan hak pengangkut adalah berhak atas biaya angkut.43
Secara umum dalam perjanjian pengangkutan antara pengangkut dengan pengguna jasa, terkandung syarat-syarat umum angkutan yang meliputi hak dan kewajiban di antara mereka, yakni :
1) Hak pengguna jasa angkutan untuk memperoleh pelayanan sesuai dengan tingkat pelayanan yang disepakatinya, misalnya Pemegang tiket tertentu akan memperoleh tingkat pelayanan yang sesuai dengan tiket yang dimilikinnya, begitu juga dengan pengirim barang, jika ingin barang cepat tiba di tempat tujuan, maka ongkos barangnya pun akan bertambah mahal. Sedangkan kewajibannya adalah membayar biaya angkutan sesuai dengan tingkat pelayanan yang dikehendakinya.
2) Kewajiban pengangkut adalah mengangkut penumpang yang telah memiliki tiket atau pengiriman barang yang telah memiliki dokumen angkutan, sesuai
43 Siti Nurbaiti, Hukum Pengangkutan Darat : Jalan dan Kereta Api. Jakarta, 2009 hal.14
dengan tingkat pelayanan yang disepakati sampai di tempat tujuan dengan selamat dan berkewajiban membayar ganti kerugian sesuai dengan syarat- syarat umum yang telah disepakati kepada pengguna jasa serta memberikan pelayanan dalam batas-batas kewajaran sesuai dengan kemampuannya, sedangkan hak pengangkut adalah berhak atas biaya angkut.44
Dalam perjanjian pengangkutan, kedudukan para pihak yaitu pengangkut dan pengirim sama tinggi atau koordinasi (geeoordineerd), tidak seperti dalam perjanjian perburuhan, dimana kedudukan para pihak tidak sama tinggi atau kedudukan subordinasi gesubordineerd). Mengenai sifat hukum perjanjian pengangkutan terdapat beberapa pendapat, yaitu :
a) Pelayanan berkala artinya hubungan kerja antara pengirm dan pengangkut tidak bersifat tetap, hanya kadang kala saja bila pengirim membutuhkan pengangkutan (tidak terus menerus), berdasarkan atas ketentuan Pasal 1601 KUH Perdata.
b) Pemborongan sifat hukum perjanjian pengangkutan bukan pelayanan berkala tetapi pemborongan sebagaimana dimaksud Pasal 1601 b KUH Perdata.
Pendapat ini didasarkan atas ketentuan Pasal 1617 KUH Perdata (Pasal penutup dari bab VII A tentang pekerjaan pemborongan).
c) Campuran perjanjian pengangkutan merupakan perjanjian campuran yakni perjanjian melakukan pekerjaan dan perjanjian penyimpanan (bewaargeving).
44 Ibid, hal 23
Unsur pelayanan berkala (Pasal 1601 b KUH Perdata) dan unsur penyimpanan (Pasal 468 (1) KUHD).45
Sebuah perjanjian yang telah memenuhi syarat dan sah, mengikat sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya.Oleh karena itu agar keberadaan suatu perjanjian diakui oleh undang-undang, harus dibuat sesuai dengan syaratsyarat yang telah ditentukan oleh undang-undang. Syarat sahnya suatu perjanjian menurut ketentuan Pasal 1320 KUH Perdata adalah sepakat mereka yang mengikatkan diri, cakap membuat perjanjian, suatu hal tertentu, dan suatu sebab yang halal. 46
(1) Sepakat mereka yang mengikatkan diri
Kesepakatan adalah salah satu syarat sahnya perjanjian.Oleh karena itu, saat lahirnya perjanjian atau untuk menentukan ada atau tidaknya perjanjian adalah dari adanya kesepakatan. Kesepakatan merupakan persesuaian pendapat satu sama lainnya tentang isi perjanjian dan mencerminkan kehendak untuk mengikatkan diri.
(2) Cakap membuat perjanjian
Membuat suatu perjanjian adalah melakukan suatu hubungan hukum.Yang dapat melakukan suatu hubungan hukum adalah pendukung hak dan kewajiban, baik orang atau badan hukum, yang harus memenuhi syarat-syarat tertentu.Jika yang membuat perjanjian adalah suatu badan hukum, badan hukum tersebut harus memenuhi syarat sebagai badan hukum yang sah.
45 http://rohanskasim.blogspot.co.id/2013/01/hukum-pengangkutan.html diakses tanggal 1 Agustus 2016.
46 Mohd Syaufii Syamsuddin., Perjanjian-Perjanjian Dalam Hubungan Industrial, Sarana Bhakti Persada, Jakarta, 2005, hal. 7
(3) Suatu hal tertentu
Suatu hal tertentu sebagai salah satu syarat sahnya perjanjian, adalah sesuatu yang di dalam perjanjian tersebut telah ditentukan dan disepakati.Karena sesuatu yang menjadi objek suatu perjanjian harus ditentukan atau dinikmati.
Kalau berupa barang dapat dinikmati, atau dapat ditentukan dan dihitung.
(4) Suatu sebab yang halal
Sebab yang halal adalah jika tidak dilarang oleh undang-undang, tidak bertentangan dengan kesusilaan dan ketertiban umum.Suatu perjanjian yang dibuat dengan sebab yang tidak halal, tidak sah menurut hukum.
Dari ketentuan di atas dapat disimpulkan bahwa Syarat pertama dan kedua Pasal 1320 KUHPerdata disebut syarat Subjektif, karena melekat pada diri orang yang menjadi subjek perjanjian. Jika syarat ini tidak dipenuhi, perjanjian dapat dibatalkan (vernietigbar). Tetapi jika tidak dimintakan pembatalan kepada Hakim, perjanjian itu tetap mengikat pihak-pihak, walaupun diancam pembatalan sebelum lampau waktu lima tahun (Pasal 1454 KUHPerdata). Syarat ketiga dan keempat Pasal 1320 KUHPerdata disebut syarat tif, karena mengenai sesuatu yang menjadi perjanjian. Jika syarat ini tidak dipenuhi, perjanjian batal (nietig, void).
E. Dokumen Pengangkutan Darat
Pengangkutan orang dengan kendaraan bermotor umum yang melalui trayek tetap lintas batas Negara, antarkota-antar provinsi, dan antar kota dalam provinsi yang harus dilengkapi dengan dokumen. Dokumen pengangkutan orang meliputi tiket pengangkutan umum untuk pengangkutan dalam trayek; tanda pengenal bagasi dan manifest. Pengangkutan barang dengan kendaraan bermotor