• Tidak ada hasil yang ditemukan

Aspek Hukum dan Upaya Pembinaan Usaha Kecil dan

BAB II DASAR HUKUM BUMN DALAM PEMBINAAN USAHA

D. Aspek Hukum dan Upaya Pembinaan Usaha Kecil dan

Globalisasi di bidang ekonomi mendasarkan diri pada ekonomi pasar. Tetapi dalam ekonomi yang semakin besar tidak semua bidang dapat digarap oleh swasta. Bahkan akan ada bidang-bidang yang secara temperatif kurang menarik untuk investasi swasta. Maka, negaralah yang harus menggarapkannya melalui Badan Usaha Milik Negara (BUMN).

BUMN sebagai unit ekonomi milik negara merupakan sektor yang penting peranannya untuk membantu pemerintah dalam mengimplementasikan kebijakan pembangunan yang telah digariskan. Peran rangkap BUMN, yakni sebagai lembaga untuk menjalankan misi pemerintah dan sebagai badan usaha yang harus mendatangkan laba, akan tetap menjadi pegangan.

Sejalan dengan kebijakan pemerintah, bahwa BUMN sebagai “Agent of

pembinaan terhadap usaha kecil dan koperasi, sehingga keberadaannya dapat menjadi tangguh dan mandiri serta mampu bersaing dalam era globalisasi.

Disamping menghasilkan barang dan/ atau jasa untuk kemakmuran masyarakat, BUMN dipandang memiliki peran yang strategis dalam membantu Pembinaan dan Pengembangan Usaha Swasta dan Koperasi (khususnya yang berskala kecil). Oleh karena itu pemerintah dari sejak dahulu melalui Peraturan Pemerintah Nomor : 3 Tahun 1983 telah mengamanatkan BUMN untuk turut serta membantu pengembangan usaha kecil.

Sebagai tindak lanjut dari Peraturan Pemerintah Nomor : 3 Tahun 1983, telah diterbitkan keputusan-keputusan Menteri sebagai pedoman pelaksanaan pembinaan usaha kecil oleh BUMN, yaitu Keputusan Menteri Keuangan Nomor : 1232/ KMK/.013/ 1989, Nomor : 316/ KMK.016/ 1994 juncto Nomor : 60/ KMK.016/ 1997 dan Nomor : 266/ KMK.016/1997, Keputusan Menteri Negara Pendayagunaan BUMN/Kepala Badan Pengelola BUMN Nomor : Kep-197/ M-PBUMN/1997 dan Nomor Kep-216/M-PBUMN/1999.

Seiring dengan pertumbuhan dan perkembangan ekonomi masyarakat yang sangat dinamis, pedoman yang telah diterbitkan tersebut ternyata belum dapat memenuhi harapan masyarakat pelaku usaha kecil dan kebutuhan pengelola dalam pelaksanaan program. Atas dasar pertimbangan tersebut maka pemerintah cq. Kementerian BUMN memandang perlu penerbitan Keputusan Menteri BUMN Nomor : Kep-236/MBU/ 2003 tanggal 17 Juni 2003 tentang Program Kemitraan BUMN dengan usaha kecil dan pelaksanaan bina lingkungan yang komperensif dan

sesuai dengan perkembangan ekonomi dan kondisi lingkungan sosial masyarakat sekitar BUMN.

Dalam rangka mendorong kegiatan dan pertumbuhan ekonomi kerakyatan serta terciptanya pemerataan pembangunan melalui perluasan lapangan kerja, kesempatan berusaha dan pemberdayaan masyarakat, perlu ditingkatkan partisipasi BUMN untuk memberdayakan dan mengembangkan kondisi ekonomi, kondisi sosial masyarakat dan lingkungan sekitarnya, melalui program kemitraan BUMN dengan usaha kecil dan program bina lingkungan.

Kemitraan untuk memberdayakan ekonomi kerakyatan tidak dapat dipisahkan dengan pemberdayaan usaha kecil dan koperasi; sebab usaha kecil dan koperasi adalah lembaga ekonomi yang dimiliki oleh rakyat banyak serta masih menempati posisi yang paling terbelakang baik dibandingkan dengan pelaku ekonomi lainnya.

Dalam aspek kemitraan ini, Undang-undang Nomor 9 Tahun 1995 tentang usaha kecil, Pasal 11 menyebutkan bahwa pemerintah menumbuhkan iklim usaha dengan menetapkan peraturan perundang-undangan dan kebijaksanaan untuk mewujudkan kemitraan.

Selanjutnya berdasarkan Pasal 2 Keputusan Menteri BUMN Nomor 236/ MBU/ 2003, BUMN wajib melaksanakan Program Kemitraan dan Program Bina Lingkungan dengan memenuhi ketentuan-ketentuan yang diatur dalam keputusan ini. Disamping itu dalam Pasal 88 Undang-undang Nomor 19 Tahun 2003, BUMN dapat menyisihkan sebagian laba bersihnya untuk keperluan pembinaan usaha kecil/ koperasi serta pembinaan masyarakat sekitar BUMN.

2. Upaya Pembinaan Usaha Kecil dan Koperasi oleh BUMN

Sejalan dengan krisis moneter yang melanda Indonesia pada tahun 1997 yang dengan cepat berubah menjadi krisis ekonomi politik yang selanjutnya menjadi krisis sosial, banyak pengamat yang menyatakan salah satu faktor terjadinya krisis adalah karena kurang tepatnya kebijakan ekonomi pemerintah khususnya selama rezim orde baru berkuasa. Kebijakan kurang tepat dimaksud berupa dukungan financial dan fasilitas-fasilitas lainnya secara berlebihan kepada pengusaha besar untuk menggerakkan perekonomian nasional dengan asumsi bahwa dari pengusaha besar tersebut akan menetes kepada pengusaha kecil (trickle down effect). Ternyata segelintir pengusaha besar papan atas yang didengung-dengungkan pada zaman orde baru adalah pengusaha jago kandang atau dengan kata lain besar karena fasilitas bukan karena kreatifitas bersaing berdasarkan mekanisme pasar yang ada.

Sementara usaha kecil menengah dan koperasi sama sekali tidak dapat mendapat perhatian yang baik dari pemerintah atau kalaupun ada kebijakan untuk UKM tidak lebih dari sekedar retorika yang lebih banyak bernuansa politis untuk mengambil simpati publik ketimbang aksi kongkrit dilapangan.

Setelah orde baru tumbang dan memasuki era reformasi, tuntutan akan adanya kebijakan yang mendukung UKM dan koperasi dari pemerintah cukup banyak menghiasi wacana publik. Tuntutan ini ternyata direspon dengan baik oleh pemerintah.

Dalam upaya meningkatkan kesempatan dan kemampuan UKM, pemerintah melakukan kebijakan pemberdayaan UKM melalui :

a. Penumbuhan iklim usaha yang mendukung bagi usaha kecil. b. Pembinaan dan pengembangan usaha kecil serta kemitraan usaha.

Begitu pentingnya peranan usaha kecil terhadap perekonomian sehingga perlu diberikan pembinaan dan pengembangan khusus, yang tidak diberikan kepada usaha menengah dan besar sebagaimana diatur perundang-undangan. Menurut Undang- undang usaha kecil, tanggung jawab pemberdayaan usaha kecil tidak hanya pada pemerintah saja, tetapi juga dunia usaha dan masyarakat.44

Salah satu upaya pembinaan dan pengembangan yang diberikan adalah dengan menyisihkan sebagian keuntungan BUMN kepada Pengusaha Kecil dan Koperasi melalui Program Kemitraan BUMN dengan Usaha Kecil dan Bina Lingkungan.

Berdasarkan SE-433/ MBU/2003, agar tujuan pelaksanaan Program Kemitraan dan Program Bina Lingkungan dapat tercapai, dibentuk unit tersendiri yang khusus melaksanakan Program Kemitraan dan Program Bina Lingkungan (selanjutnya disebut unit PKBL) dan merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari organisasi perusahaan secara keseluruhan.

Unit PKBL sekurang-kurangnya melakukan fungsi pembinaan (evaluasi, penyaluran, penagihan, pelatihan, monitoring, promosi dan lainnya), fungsi

44

Pemberdayaan tersebut dilakukan melalui empat metode yaitu penciptaan iklim usaha, pembinaan dan pengembangan, pembiayaan dan pinjaman, serta kemitraan. Penumbuhan iklim usaha bagi usaha kecil dilakukan melalui penetapan perundang-undangan dan kebijakan meliputi aspek pendanaan, persaingan, prasarana, informasi, kemitraan, perizinan usaha dan perlindungan. Sanusi Bintang & Dahlan, Op.Cit., hal. 52.

administrasi dan keuangan. Unit PKBL bertanggung jawab langsung kepada salah satu anggota Direksi yang ditetapkan dalam rapat Direksi.

Dalam Pasal 3 Keputusan Menteri BUMN Nomor 236/ MBU/ 2003 dinyatakan bahwa usaha kecil yang dapat ikut serta dalam Program Kemitraan adalah sebagai berikut :

a. Memiliki kekayaan bersih paling banyak Rp. 200.000.000,- (dua ratus juta rupiah), tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha; atau

b. Memiliki hasil penjualan tahunan paling banyak Rp. 1.000.000.000,- (satu milyar rupiah);

c. Milik warga negara Indonesia;

d. Berdiri sendiri, bukan merupakan awal perusahaan atau cabang perusahaan yang dimiliki, dikuasai, atau berafikasi baik langsung maupun tidak langsung dengan Usaha Menengah atau Usaha Besar;

e. Berbentuk usaha orang perseorangan, badan usaha yang tidak berbadan hukum, atau badan usaha yang berbadan hukum, termasuk koperasi;

f. Telah melakukan kegiatan usaha minimal 1 (satu) tahun serta mempunyai potensi dan prospek usaha untuk dikembangkan.

Dengan dipenuhinya ketentuan-ketentuan diatas, maka usaha kecil dan koperasi dapat menjadi Mitra Binaan salah satu BUMN. Setiap Mitra Binaan mempunyai kewajiban (Pasal 4 Keputusan Menteri BUMN Nomor 236/MBU/2003) : a. Melaksanakan kagiatan usaha sesuai dengan rencana yang telah disetujui oleh

b. Menyelenggarakan pencatatan/ pembukuan dengan tertib;

c. Membayar kembali pinjaman secara tepat waktu sesuai dengan pinjaman yang telah disepakati;

d. Menyampaikan laporan perkembangan usaha setiap triwulan kepada BUMN Pembina.

Disamping itu BUMN Pembina mempunyai kewajiban (Pasal 5 Keputusan Menteri BUMN Nomor 236/MBU/2003) :

a. Membentuk unit Program Kemitraan dan Program Bina Lingkungan;

b. Menyusun Standard Operaning Procedure (SOP) untuk pelaksanaan Program Kemitraan dan Program Bina Lingkungan yang dituangkan dalam Surat Keputusan Direksi;

c. Menyusun Rencana Kerja dan Anggaran (RKA) Program Kemitraan dan Program Bina Lingkungan;

d. Melakukan evaluasi dan seleksi atas kelayakan usaha dan menetapkan Calon Mitra Binaan secara langsung;

e. Menyiapkan dan menyalurkan dana Progtam Kemitraan kepada Mitra Binaan dan dana Program Bina Lingkungan kepada masyarakat;

f. Melakukan pemantauan dan pembinaan terhadap Mitra Binaan. g. Mengadministrasi kegiatan pembinaan;

i. Menyampaikan laporan pelaksanaan Program Kemitraan dan Program Bina Lingkungan, yang meliputi laporan berkala baik tri wulan maupun tahunan kepada Menteri;

j. Menyampaikan laporan berkala baik tri wulan maupun tahunan kepada koordinator BUMN Pembina diwilayah masing-masing.

Adapun bentuk Program Kemitraan yang diberikan : 1. Pemberian Pinjaman, dalam bentuk :

a. Pinjaman untuk modal kerja dan/ atau pembelian barang-barang modal (aktiva tetap produktif) seperti mesin dan alat produksi, alat bantu produksi, dan lain sebagainya yang dapat meningkatkan produksi dan penjualan produk mitra binaan.

b. Pinjaman khusus yaitu pemberian pinjaman yang dapat diberikan oleh BUMN Pembina yang bersifat jangka pendek dengan waktu maksimum 1 (satu) tahun serta dengan nilai pinjaman yang cukup material bagi mitra binaan.

2. Hibah dalam bentuk :

a. Bantuan pendidikan dan pelatihan serta pemagangan untuk Mitra Binaan. b. Bantuan Pemasaran Produk Mitra Binaan.

3. Bantuan pendidikan, pelatihan dan pemagangan untuk mitra binaan dapat dilakukan sendiri oleh BUMN Pembina dan menyediakan tenaga penyuluhan yang berasal dari Lembaga Pendidikan/ Pelatihan Swasta Profesional maupun Perguruan Tinggi.

4. Jangka waktu atau masa pembinaan untuk mitra binaan dapat dilakukan terus menerus sampai mitra binaan tersebut menjadi tangguh dan bankable.

Prioritas Progran Kemitraan ditujukan bagi usaha kecil yang belum memiliki kemampuan akses perbankan dan Program Kemitraan dapat dilakukan kepada usaha kecil yang tidak memiliki kaitan usaha maupun yang memilki kaitan usaha dengan BUMN Pembina, namun diupayakan kearah terwujudnya keterkaitan usaha.

Untuk mendukung program pelaksanaan kemitraan disediakan dana oprasional yang bersumber dari hasil pengembangan dana kemitraan (bukan dari pokok dan penyisihan laba BUMN). Penanganan pinjaman bermasalah diatasi dengan melaksanakan pemindahan pencatatan pinjaman macet yang telah melalui proses pemulihan ke dalam pos pinjaman bermasalah dilakukan 1 (satu) tahun setelah pinjaman dikategorikan macet. Pinjaman bermasalah yang akan dihapusbukukan terlebih dahulu diusulkan kepada Menteri/RUPS melalui mekanisme Rencana Kerja dan Anggaran PKBL.

Kegiatan Bina Lingkungan digunakan untuk tujuan yang memberi manfaat kepada masyarakat diwilayah usaha BUMN meliputi :

1. Bantuan Kepada Korban Bencana Alam yaitu bantuan yang diberikan untuk meningkatkan beban para korban yang diakibatkan bencana alam (Force Major). 2. Bantuan Pendidikan dan atau Pelatihan yaitu bantuan yang diberikan dalam

rangka peningkatan kwalitas Sumber Daya Manusia (SDM).

3. Bantuan Peningkatan Kesehatan yaitu bantuan yang diberikan dalam rangka meningkatkan kwalitas kesehatan masyarakat.

4. Bantuan Pengembangan Prasarana dan Sarana Umum yaitu bantuan yang diberikan dalam rangka meningkatkan fasilitas kesejahteraan masyarakat.

5. Bantuan Sarana Ibadah yaitu bantuan untuk meningkatkan kwalitas sarana ibadah masyarakat.

Pelaksanaan program bina lingkungan di administrasikan bersamaan dengan administrasi program kemitraan oleh unit PKBL. Pembukuan dan rekening program kemitraan dan program bina lingkungan dilakukan secara terpisah. Untuk meningkatkan pelaksanaan PKBL disuatu propinsi, Menteri BUMN menunjuk salah satu BUMN Pembina yang menyalurkan dana kemitraan di propinsi tersebut sebagai koordinator BUMN Pembina. Pelaksanaan Audit PKBL merupakan satu-kesatuan dengan Audit BUMN Pembina. Kinerja Program Kemitraan merupakan salah satu indikator penilaian tingkat kesehatan BUMN Pembina. Perhitungan kinerja Program Kemitraan mengacu kepada Kep.Men.BUMN Nomor Kep-100/MBU/2002 tentang Penilaian Tingkat Kesehatan Badan Usaha Milik Negara.

Untuk mengembangkan perusahaan kecil diperlukan pertimbangan yang matang terhadap tiga hal yaitu profil pribadi (dalam kaitannya dengan kelayakan kredit, refrensi-refrensi, perincian pengalaman perusahaan), profil perusahaan (dalam kaitannya dengan sejarah, analisis tentang para pesaing dan pasar, strategi persaingan dan rencana operasi, rencana arus uang kontan dan analisis peluang pokok), serta paket pinjaman (dalam kaitannya dengan jumlah yang diminta, jenis pinjaman yang diminta, alasan pemberian, jadwal pembayaran kembali dan ketentuan-ketentuan pembayaran).45

45

BAB III

PEMBINAAN USAHA KECIL DAN KOPERASI DI

PT. PERKEBUNAN NUSANTARA III (PERSERO) MEDAN

Dokumen terkait