• Tidak ada hasil yang ditemukan

Usaha-Usaha Pemberdayaan dan Kinerja BUMN dalam

BAB II DASAR HUKUM BUMN DALAM PEMBINAAN USAHA

B. Usaha-Usaha Pemberdayaan dan Kinerja BUMN dalam

1. Usaha-Usaha Pemberdayaan BUMN

Sejak tahun 1969, peranan BUMN dalam menunjang pembangunan nasional semakin meningkat sejalan dengan pelaksanaan pembangunan. Namun pada masa orde baru kinerja BUMN sangat memprihatinkan.28 Kinerja perusahaan dinilai belum memadai, seperti tampak pada rendahnya laba yang diperoleh dibandingkan dengan modal yang ditanamkan.29

28

Makmur Sya’deillah, Op. Cit, Hal 45

29

Dalam rangka memberdayakan BUMN, penataan sistem pengelolaan dan pengawasan BUMN telah dilakukan pemerintah sejak waktu yang lalu. Salah satu langkah yang telah dilakukan adalah dengan penataan terhadap peraturan perundangan yang mengatur BUMN.

Berbagai peraturan perundangan telah diberlakukan, seperti Undang-undang Nomor 19 Prp. Tahun 1960 dengan tujuan mengusahakan adanya keseragaman dalam cara mengurus dan menguasai serta bentuk hukum dan badan usaha Negara yang ada. Selanjutnya Undang-undang Nomor 9 Tahun 1969, yang di dalam Undang-undang ini, BUMN disederhanakan bentuknya menjadi 3 (tiga) bentuk usaha Negara yaitu Perusahaan Jawatan (Perjan), Perusahaan Umum (Perum) dan Perusahaan Perseroan.

Sejalan dengan amanat Undang-undang Nomor 9 Tahun 1969, pemerintah membuat pedoman pembinaan BUMN yang mengatur secara rinci hal-hal yang berkaitan dengan mekanisme pembinaan, pengelolaan dan pengawasan yang tertuang dalam Peraturan Pemerintah Nomor 3 Tahun 1983 yang kemudian diperbaharui dengan Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun 1998, tentang Persero, Peraturan Pemerintah Nomor 13 Tahun 1998, tentang Perum dan Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2000 tentang Perjan.

Namun berbagai peraturan perundang-undangan yang ada tersebut masih belum memberi landasan hukum yang kuat di dalam pengembangan badan usaha Negara sejalan dengan perkembangan dunia korporasi. Berdasarkan kenyataan tersebut dan memperhatikan amanat TAP MPR No. IV/MPR/1999, maka dipandang

perlu untuk menetapkan undang-undang baru yang mengatur BUMN secara lebih komprehensif dan sesuai dengan pembangunan dunia usaha.

Undang-undang yang dimaksud yaitu Undang-undang Nomor 19 Tahun 2003, tentang Badan Usaha Milik Negara (BUMN). Undang-undang tersebut dimaksud untuk memenuhi visi pengembangan BUMN dimasa yang akan datang dan meletakkan dasar-dasar atau prinsip-prinsip tata kelola perusahaan yang baik (good

corporate governance).

Undang-undang BUMN dirancang untuk menciptakan sistem pengelolaan dan pengawasan berlandaskan pada prinsip efisiensi dan produktivitas guna meningkatkan kinerja dan nilai (value) BUMN, juga untuk menata dan mempertegas peran, lembaga dan posisi wakil pemerintah sebagai pemegang saham/pemilik modal BUMN, serta mempertegas dan memperjelas hubungan BUMN selaku operator usaha dengan lembaga pemerintahn sebagai regelator.30

Untuk dapat mengoptimalkan perannya dan mampu mempertahankan keberadaannya dalam perkembangan perekonomian dunia yang semakin terbuka dan kompetitif, BUMN perlu menumbuhkan berbagai korporasi dan profesionalisme melalui pembenahan dan pengawasan BUMN yang dilakukan berdasarkan prinsip tata kelola yang baik (good corporate governance), serta melakukan restrukturisasi dan privatisasi sebagai alat dan cara pembenahan BUMN untuk mencapai cita-citanya dan menjadi landasan bagi upaya-upaya penyehatan BUMN.

30

Ke depan, upaya peningkatan kinerja BUMN yang semakin sehat, efisien serta berdaya saing tinggi menjadi penting guna memberikan sumbangan yang makin besar pada kemajuan Negara maupun memberikan pelayanan yang lebih baik kepada masyarakat, sebagaimana sasaran yang hendak dicapai dalam pengelolaan BUMN lima tahun mendatang yang dituangkan dalam arah kebijakan pengelolaan BUMN, Pada :31

1. Melakukan koordinasi dengan departemen/instansi terkait untuk penataan kebijakan industrial dan pasar BUMN terkait. Hal ini diperlukan dalam kerangka reformasi BUMN yang menyeluruh. Langkah-langkah perbaikan internal BUMN saja tidaklah cukup, keberhasilan pengelolaan BUMN harus disertai dengan kebijakan secara sektoral.

2. Memetakan BUMN yang ada ke dalam kelompok BUMN public service

obligation (PSO) dan kelompok BUMN komersial (business oriented), sehingga

kinerja BUMN tersebut dapat meningkat dan pengalokasian anggaran pemerintah akan semakin efisien dan efektif, serta kontribusi BUMN dapat meningkat.

3. Melanjutkan langkah-langkah restrukturisasi yang semakin terarah dan efektif terhadap orientasi dan fungsi BUMN tersebut. Langkah restrukturisasi ini dapat meliputi restrukturisasi manajemen, organisasi, operasi dan sistem prosedur, dan lain sebagainya.

31

4. Memantapkan penerapan prinsip-prinsip Good Corporate Governance (GCG), yaitu transparansi, akuntabilitas, keadilan dan responsibilitas pada pengelolaan BUMN PSO maupun BUMN komersial, dan

5. Melakukan sinergi antar-BUMN agar dapat meingkatkan daya saing dan memberikan multiplier effect kepada perekonomian Indonesia. Resource based

economic yang memberikan nilai tambah akan ditumbuhkembangkan.

Selanjutnya arah kebijakan tersebut dijabarkan ke dalam program pembangunan yaitu Program Pembinaan dan Pengembangan Badan Usaha Milik Negara. Ini bertujuan untuk mengoptimalkan kinerja BUMN.

Kegiatan-kegiatan pokok yang dilakukan dalam program ini adalah :

1. Penyelesaian upaya pemetaan fungsi masing-masing BUMN, sehingga fungsi BUMN terbagi secara jelas menjadi BUMN PSO dan BUMN komersial.

2. Pemantapan upaya revitalisasi BUMN, antara lain melalui penerapan GCG dan

Statement of Corporate Intent (SCI) serta kontrol kinerja yang terukur, dan

3. Pemantapan pelaksanaan restrukturisasi BUMN.

Selama ini kinerja dan kondisi BUMN Indonesia masih buruk, sehingga memerlukan perbaikan maupun penyehatan. BUMN masih harus terus diberdayakan sehingga akan memberikan manfaat yang maksimal bagi kemakmuran seluruh rakyat Inonesia. Sebenarnya tujuan BUMN untuk lebih diberdayakan adalah :

1. Untuk lebih mengoptimalkan aset Negara yang dikuasai untuk mencapai kemakmuran rakyat yang sebesar-besarnya melalui konsep yang telah dicetuskan yaitu restrukturisasi oleh privatisasi dalam arti seluas-luasnya.

2. Untuk meningkatkan perannya sebagai pendukung perekonomian nasional yang dapat menberikan kontribusi yang besar terhadap Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), baik dalam bentuk pajak maupun deviden.

3. Agar mampu berperan sebagai sarana dan prasarana untuk membangun sumber daya manusia Indonesia, yang berjiwa kepemimpinan untuk membawa dunia usaha nasional menuju keberhasilan.

4. Sebagai kekuatan penyeimbang kekuatan ekonomi, melalui peranannya dalam melakukan berbagai aliansi baik dalam tingkat nasional maupun tingkat global, termasuk menciptakan kemitraan dengan pengusaha kecil, pengusaha menengah maupun koperasi.32

2. Kinerja BUMN Dalam Perekonomian Masyarakat

BUMN merupakan wujud nyata investasi Negara dalam dunia usaha dengan tujuan untuk mendorong dan memacu perekonomian Negara. Peran BUMN dalam penyelenggaraan perekonomian guna mewujudkan kesejahteraan masyarakat sangat penting. Namun dalam pelaksanaan perannya BUMN belum optimal.

Selama ini manajemen pada sejumlah BUMN menunjukkan adanya campur tangan birokrasi pemerintah pada pengelolaan perusahaan. Karena adanya campur tangan itu maka timbul biaya-biaya dalam bentuk konsekuensi keuangan dan biaya yang berupa merosotnya profesionalisme dan pertanggungjawaban dari para manejer perseroan. Dengan kondisi seperti ini maka sering terjadi benturan antara kebijakan

32

pemerintah sebagai penguasa dengan kebijakan teknis operasional yang telah disusun oleh pihak manajemen BUMN sebagai pengelola. Pada Critical Moment inilah maka dirasakan adanya kendala operasional serta kendala dalam pengambilan keputusan oleh pihak manajemen sehingga akan mempengaruhi kinerja dari kemampuan bersaing BUMN.

Program pembenahan dan penyehatan BUMN mendapat prioritas utama dalam rangka pemulihan ekonomi nasional. Krisis moneter yang melanda Indonesia sejak pertengahan 1997, telah berdampak buruk terhadap perekonomian nasional termasik kinerja BUMN. Dalam mempercepat proses pemulihan perekonomian nasional, pemerintah berupaya meningkatkan peranan BUMN yang terkesan kurang maksimal dan lamban.

Ada beberapa langkah yang dilakukan pemerintah untuk meningkatkan kinerja BUMN. Salah satunya dengan melakukan proses privatisasi. Namun karena kondisi BUMN belum sepenuhnya bagus maka sebelum melangkah ke privatisasi pemerintah akan melakukan langkah restrukturisasi dilakukan untuk meningkatkan posisi kompetitif perusahaan melalui penajaman focus bisnis, perbaikan skala usaha dan penciptaan core copetencies business. Langkah restrukturisasi itu memang sangat diperlukan dengan tujuan memperbaiki kinerja BUMN agar layak dijual (marketable).33

Masih terdapat BUMN yang secara ekonomi tidak berjalan efisien. Salah satu faktor penyebabnya adalah lemahnya sistem pengelolaan perusahaan dalam

33

perusahaan BUMN itu. Bila dibiarkan kondisi seperti itu menyebabkan besar kemungkinannya bahwa BUMN akan menjadi penyebab persoalan besarnya beban yang ditanggung langsung oleh negara dalam upaya mempertahankan pengelolaannya. Untuk mengatasi persoalan itu tidak dapat hanya mengandalkan peran Demand-Side seperti hukum, regulasi atau tekanan masyarakat, tetapi harus juga memerankan Supply-Side, yaitu dengan cara menyusun standar etika bisnis dan direktur BUMN harus pula mempunyai komitmen yang kuat untuk menerapkannya.

Untuk mengatasi lemahnya pengelolaan BUMN, pemerintah telah mengeluarkan UU No. 19 Tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang mencoba untuk mengadopsi beberapa prinsip good corporate governance. Hal ini dinyatakan jelas pada Pasal 36 ayat (1) UU BUMN yang manyatakan bahwa Perum dalam menyelenggarakan usahanya harus berdasarkan pada prinsip pengelolaan perusahaan yang sehat. Ketentuan ini juga diatur dalam Pasal 5 ayat (3) jo. Pasal 6 ayat (3) UU BUMN yang mewajibkan direksi, komisaris dan dewan pengawas dalam melaksanakan tugasnya harus melaksanakan prinsip-prinsip profesionalisme, efisiensi, transparansi, kemandirian, akuntabilitas, pertanggungjawaban serta kewajaran.

Salah satu prinsip profesionalisme dan transparansi tersebut kemudian tertuang dalam pasal 16 ayat (3) jo. Pasal 19 ayat (4) UU BUMN yang menyatakan bahwa setiap anggota direksi yang telah lulus uji kelayakan wajib menandatangani kontrak manajemen sebelum ditetapkan menjadi anggota Direksi. Sedangkan independensi dan kemandirian dari Direksi, Komisaris dan Dewan Pengawasdiatur

dalam Pasal 25, Pasal 33 dan Pasal 53 UU BUMN yang melarang mereka untuk memegang jabatan rangkap. Pasal 21 – 23 jo. Pasal 49 – 51, Pasal 32, Pasal 54, Pasal 61 lebih lanjut mengatur mengenai pertanggungjawaban Direksi, Komisaris dan Dewan Pengawas. Sementara itu untuk menjamin akuntabilitas, UU BUMN mewajibkan pembentukan Komite Audit dan Komite lainnya (Pasal 70) serta mewajibkan adanya auditor eksternal untuk memeriksa laporan keuangan (Pasal 71). Selanjutanya dalam Pasal 72 – 86 tentang restrukturisasi dan privatisasi yang menyatakan bahwa pemerintah berkewajiban untuk menyehatkan badan usaha terutama yang usahanya berkaitan dengan kepentingan umum yang dilaksanakan melalui restrukturisasi dan privatisasi agar perusahaan dapat beroperasi secara lebih efisien, transparan, dan professional sehingga badan usaha dapat memberikan produk layanan terbaik dan memberikan manfaat kepada masyarakat/negara.

Di samping itu UU BUMN juga telah menjamin dan mengatur adanya social

responsibility dari BUMN. Hal ini tertuang dalam Pasal 87 ayat (2) yang mengijinkan

pembentukan serikat kerja sebagai wadah penyaluran aspirasi dari karyawan agar hak-haknya dapat terpenuhi. Pasal 88 ayat (1) juga memberikan kepastian kepada BUMN untuk menyalurkan sebagian laba bersihnya untuk keperluan pembinaan usaha kecil/koperasi serta pembinaan masyarakat sekitar BUMN. Sedangkan Pasal 90 mengatur mengenai donasi untuk amal dan tujuan sosial.

Terlihat bahwa secara umum UU BUMN memang telah mengadopsi beberapa ketentuan dan prinsip pengelolaan perusahaan yang baik. Namun, perlu kita cermati bahwa ketentuan diatas hanyalah bersifat umum dan perlu penafsiran serta

pengimplementasian lebih lanjut agar dapat berfungsi dengan baik dan ditingkat lapangan juga penting untuk menjaga penyalahgunaan BUMN dan untuk mengukur kinerja BUMN itu sendiri.

Dokumen terkait