• Tidak ada hasil yang ditemukan

ASPEK KEUANGAN

Dalam dokumen BAB I PENDAHULUAN Umum (Halaman 108-120)

Pengemb. Buah2an (Ha)

C. ASPEK KEUANGAN

Sesuai dengan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional, Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah dan Undang-undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Daerah, Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara, Undang-undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara, Undang-undang Nomor 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggungjawab Keuangan Negara, serta Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah dan peraturan-peraturan pelaksanaannya (antara lain Peraturan Menteri Dalam Negeri, dan Perda Provinsi Bali), keuangan daerah harus dikelola secara tertib, efisien, ekonomis, efektif, transparan dan bertanggung jawab serta taat pada peraturan perundang-undangan dengan memperhatikan rasa keadilan dan kepatutan. Prinsip pengelolaan ini akan tercermin pada proses penyusunan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) yang merupakan rencana keuangan tahunan pemerintahan daerah.

Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah, selanjutnya disingkat APBD adalah rencana keuangan tahunan pemerintahan daerah yang dibahas dan disetujui bersama oleh pemerintah daerah dan DPRD, dan ditetapkan dengan peraturan daerah, yang strukturnya merupakan satu kesatuan terdiri dari :

a. pendapatan; b. belanja; dan c. pembiayaan.

Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Pemerintah Provinsi Bali Tahun 2014 disusun dengan pendekatan kinerja diarahkan untuk memenuhi kebutuhan dan kepentingan masyarakat secara optimal, dengan memperhatikan keseimbangan antara pembiayaan penyelenggaraan pemerintahan, pelaksanaan pembangunan dan pelayanan masyarakat. Oleh karena itu penyusunan anggaran dilakukan berlandaskan efisiensi, efektivitas, tepat waktu pelaksanaan dan penggunaannya dapat dipertanggungjawabkan.

Arah Kebijakan Pendapatan Daerah.

Pendapatan daerah adalah semua penerimaan uang melalui rekening kas umum daerah, yang menambah ekuitas dana, merupakan hak daerah dalam satu tahun anggaran dan tidak perlu dibayar kembali

oleh daerah. Pendapatan daerah sebagaimana dimaksud dirinci menurut urusan pemerintahan daerah, organisasi, kelompok, jenis, obyek dan rincian obyek pendapatan.

Selanjutnya dalam sistem pemerintahan yang mengalami perubahan sejalan dengan paradigma yang berkembang di masyarakat dan dengan dikeluarkannya Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 yang telah diubah beberapa kali dan terakhir menjadi Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 tentang Pemerintahan Daerah, dan Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah, maka untuk mendukung pelaksanaan peraturan perundang-undangan tersebut di atas ditindaklanjuti dengan dikeluarkannya Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang Kewenangan Pemerintah Pusat dan Kewenangan Provinsi sebagai Daerah Otonom dan sesuai dengan pasal 157 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah serta pasal 5 Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah, Pendapatan Daerah meliputi :

1. Pendapatan Asli Daerah (PAD) yaitu: (1) Pajak Daerah, (2) Retribusi Daerah, (3) Hasil Perusahaan Milik Daerah, dan Pengelolaan Kekayaan Daerah yang dipisahkan dan (4) Lain-lain Pendapatan Asli Daerah yang Sah;

2. Dana Perimbangan yaitu: (1) Dana Bagi Hasil Pajak dan Bukan Pajak, (2) Dana Alokasi Umum (DAU), dan (3) Dana Alokasi Khusus (DAK); dan 3. Lain-lain Pendapatan Daerah yang Sah yaitu: (1) Hibah, (2) Dana

Darurat, dan (3) Lain-lain pendapatan yang ditetapkan pemerintah.

Pendapatan dari dana perimbangan sebenarnya diluar kendali Pemerintah Daerah karena alokasi dana tersebut ditentukan oleh Pemerintah Pusat berdasarkan formula yang telah ditetapkan. Penerimaan dari dana perimbangan sangat bergantung dari penerimaan negara dan formula dana alokasi umum. Dengan demikian untuk menjamin pendapatan daerah, Pemerintah Daerah memfokuskan pada pengembangan pendapatan asli daerah.

Selain dana dari pendapatan daerah tersebut, daerah menerima dana yang bersumber dari Pemerintah Pusat berupa dana dekonsentrasi dan dana tugas pembantuan yang mana dana tersebut sesuai dengan kebijakan Pemerintah Pusat yang diperuntukan bagi kepentingan pelaksanaan pembangunan di Bali. Sedangkan dana masyarakat dan swasta sangat dibutuhkan dan menentukan keberhasilan pembangunan di Provinsi Bali yang memberikan kontribusi dalam pembangunan.

Dalam meningkatkan PAD pada dasarnya diupayakan melalui kebijakan penataan peraturan daerah di bidang Pendapatan Asli Daerah; intensifikasi; dan ekstensifikasi yaitu sebagai berikut :

1. Penataan Peraturan Daerah di bidang Pendapatan Asli Daerah

Dalam pelaksanaan pemungutan pendapatan asli daerah sebagaimana ditetapkan dalam Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (d/h/ Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2000 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 18 Tahun 1997 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah sebagaimana diatur lebih lanjut dalam Peraturan Pemerintah Nomor 65 Tahun 2001 tentang Pajak Daerah dan Peraturan Pemerintah Nomor 66 Tahun 2001 tentang Retribusi Daerah telah ditetapkan Peraturan Daerah) yaitu :

a. Peraturan Daerah Provinsi Bali Nomor 1 Tahun 2011 tentang Pajak Daerah

b. Peraturan Daerah Provinsi Bali Nomor 2 Tahun 2011 tentang Retribusi Jasa Umum

c. Peraturan Daerah Provinsi Bali Nomor 3 Tahun 2011 tentang Retribusi Jasa Usaha

d. Peraturan Daerah Provinsi Bali Nomor 6 Tahun 2011 tentang Retribusi Perijinan

2. Kebijakan intensifikasi dilakukan dengan kegiatan-kegiatan prioritas sebagai berikut :

a. menata, mengkaji dan memperbaharui kebijakan sebagai dasar hukum pemungutan dalam bidang Pendapatan Asli Daerah;

b. melaksanakan penyuluhan dan sosialisasi produk hukum kepada masyarakat wajib pajak dan wajib lainnya;

c. meningkatkan kualitas Sumber Daya Manusia para pegawai melalui pelatihan fungsional dan bimbingan teknis (bimtek);

d. menyempurnakan sistem pemungutan PKB dan BBNKB dengan menerapkan prosedur dan tata laksana pelayanan maupun batasan waktu penyelesaian serta transparansi besaran tarif/biaya sesuai ISO 9001– 2000 pada Samsat diseluruh Bali sebagaimana telah dilaksanakan oleh Kantor Bersama Samsat Gianyar, Buleleng dan Klungkung yang telah bersertifikat ISO 9001 – 2000;

e. meningkatkan koordinasi dengan Instansi terkait melalui Rapat Kerja Tim Pembina Samsat Provinsi Bali dengan pelaksana Samsat di seluruh Bali, Rakorgab PBB, BPHTB, PPh., koordinasi dengan Pemerintah Pusat serta dengan Provinsi lainnya; dan

f. Peningkatan pelayanan kepada masyarakat melalui SAMSAT ONLINE

3. Kebijakan ekstensifikasi, dilakukan dengan kegiatan-kegiatan prioritas sebagai berikut :

a. mengadakan Penjajagan dan Pendataan Obyek yang akan diangkat; b. mengadakan kajian-kajian pengembangan potensi obyek pajak dan

obyek lainnya;

c. mengadakan konsultasi khususnya mengenai potensi komponen-komponen PAD yang bisa dikembangkan; dan

d. mengadakan Koordinasi dan kerjasama dengan instansi terkait dalam rangka menggali sumber-sumber PAD.

Arah Kebijakan Belanja Daerah.

Belanja daerah adalah semua pengeluaran dari rekening kas umum daerah yang mengurangi ekuitas dana, merupakan kewajiban daerah dalam satu tahun anggaran dan tidak akan diperoleh pembayarannya kembali oleh daerah.

Belanja daerah sebagaimana dimaksud dirinci menurut urusan pemerintahan daerah, organisasi, program, kegiatan, kelompok, jenis, obyek dan rincian obyek belanja; dan dipergunakan dalam rangka mendanai pelaksanaan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangannya, yang terdiri dari urusan wajib, urusan pilihan dan urusan yang penanganannya dalam bagian atau bidang tertentu yang dapat dilaksanakan bersama antara pemerintah dan pemerintah daerah atau antar pemerintah daerah yang ditetapkan dengan ketentuan perundang-undangan.

Belanja penyelenggaraan urusan wajib diprioritaskan untuk melindungi dan meningkatkan kualitas kehidupan masyarakat dalam upaya memenuhi kewajiban daerah yang diwujudkan dalam bentuk peningkatan pelayanan dasar, pendidikan, kesehatan, fasilitas sosial dan fasilitas umum yang layak serta mengembangkan sistem jaminan sosial. Peningkatan kualitas kehidupan masyarakat tersebut diwujudkan melalui prestasi kerja dalam pencapaian standar pelayanan minimal sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

Belanja menurut urusan pemerintahan yang penanganannya dalam bagian atau bidang tertentu yang dapat dilaksanakan bersama antara pemerintah dan pemerintah daerah yang ditetapkan dengan ketentuan perundang-undangan dijabarkan dalam bentuk program dan kegiatan yang diklasifikasikan menurut urusan wajib dan urusan pilihan.

Sedangkan klasifikasi belanja menurut fungsi yang digunakan untuk tujuan keselarasan dan keterpaduan pengelolaan keuangan negara terdiri dari : pelayanan umum; ketertiban dan ketentraman; ekonomi; lingkungan hidup; perumahan dan fasilitas umum; kesehatan; pariwisata dan budaya; pendidikan; dan perlindungan sosial.

Klasifikasi belanja menurut organisasi disesuaikan dengan susunan organisasi pada masing-masing pemerintah daerah; dan Klasifikasi belanja menurut program dan kegiatan disesuaikan dengan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan daerah. Belanja menurut kelompok belanja, terdiri atas:

1. Belanja Tidak Langsung, merupakan belanja yang dianggarkan tidak terkait secara langsung dengan pelaksanaan program dan kegiatan, yang terdiri dari: Belanja Pegawai, Belanja Bunga, Belanja Subsidi, Belanja Hibah, Belanja Bagi Hasil, Belanja Bantuan Keuangan, Belanja Tidak Terduga; dan

2. Belanja Langsung, merupakan belanja yang dianggarkan terkait secara langsung dengan pelaksanaan program dan kegiatan yang dianggarkan pada belanja SKPD berkenaan, terdiri dari : Belanja Pegawai, Belanja Barang dan Jasa, Belanja Modal.

Guna mendukung Kebijakan Umum Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah, maka alokasi anggaran untuk Belanja Langsung diarahkan pada program dan kegiatan-kegiatan yang sesuai dengan prioritas pembangunan dan pelayanan publik seperti penyediaan pelayanan kebutuhan dasar masyarakat dibidang pendidikan dan kesehatan, penanggulangan penduduk miskin, pengangguran dan pemberdayaan masyarakat, menjamin ketahanan pangan, pelestarian dan pengembangan budaya, peningkatan pengelolaan insfrastruktur dan pengelolaan lingkungan hidup serta peningkatan kualitas pelayanan publik.

Khusus untuk belanja bidang Pendidikan, mengacu pada Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, pasal 49, yo. Peraturan Pemerintah Nomor 48 Tahun 2008 tentang Pendanaan Pendidikan dan Surat Edaran Menteri Dalam Negeri Nomor 903/2706/SJ Tanggal 8 September 2008, bahwa Belanja Pendidikan dialokasikan sebesar 20% dari Total Belanja Daerah. Besaran alokasi dana pendidikan 20% tersebut termasuk Belanja Gaji PNS Dinas Pendidikan, Pemuda dan Olahraga.

Pada dasarnya perencanaan anggaran belanja daerah, diprioritaskan untuk memenuhi kewajiban daerah dalam bentuk pelayanan dasar dibidang pendidikan, kesehatan dan fasilitas sosial, serta fasilitas umum yang layak, berdasarkan standar analisa belanja, standar harga dan tolok ukur kinerja,

oleh karena itu alokasi anggaran belanja daerah pada setiap Satuan Kerja Perangkat Daerah, harus diikuti dengan peningkatan kinerja pelayanan dan peningkatan kesejahteraan masyarakat.

Adapun hasil analisis dan perkiraan belanja tidak langsung daerah dan belanja langsung daerah dalam 4 tahun terakhir (2009, 2010, 2011, 2012), serta proyeksi tahun 2013 dalam rangka perumusan arah kebijakan belanja daerah disajikan dalam bentuk tabel sebagai berikut :

Selisih antara anggaran pendapatan daerah dengan anggaran belanja daerah mengakibatkan terjadinya surplus atau defisit APBD.

Surplus APBD terjadi apabila anggaran pendapatan daerah diperkirakan lebih besar dari anggaran belanja daerah. Dalam hal APBD diperkirakan surplus, diutamakan untuk pembayaran pokok utang, penyertaan modal (investasi) daerah, dan/atau pendanaan belanja peningkatan jaminan sosial, yang diwujudkan dalam bentuk program dan kegiatan pelayanan dasar masyarakat yang dianggarkan pada SKPD yang secara fungsional terkait dengan tugasnya melaksanakan program dan kegiatan tersebut.

Defisit anggaran terjadi apabila anggaran pendapatan daerah diperkirakan lebih kecil dari anggaran belanja daerah. Batas maksimal defisit APBD untuk setiap tahun anggaran berpedoman pada penetapan batas maksimal defisit APBD oleh Menteri Keuangan. Dalam hal APBD diperkirakan defisit, ditetapkan pembiayaan untuk menutup defisit tersebut yang diantaranya dapat bersumber dari sisa lebih perhitungan anggaran tahun anggaran sebelumnya, pencairan dana cadangan, hasil penjualan kekayaan daerah yang dipisahkan, penerimaan pinjaman, dan penerimaan kembali pemberian pinjaman atau penerimaan piutang.

Arah Kebijakan Pembiayaan Daerah.

Penerimaan Pembiayaan, meliputi Sisa Lebih Perhitungan Anggaran Tahun Lalu (SILPA), Pencairan Dana Cadangan, Hasil Penjualan Kekayaan Daerah yang dipisahkan, Penerimaan Pinjaman Daerah, Penerimaan Kembali Pemberian Pinjaman, Penerimaan Piutang Daerah.

1. Sisa lebih perhitungan anggaran tahun anggaran sebelumnya (SiLPA) mencakup pelampauan penerimaan PAD, pelampauan penerimaan dana perimbangan pelampauan penerimaan lain-lain pendapatan daerah yang sah, pelampauan penerimaan pembiayaan, penghematan belanja, kewajiban kepada fihak ketiga sampai dengan akhir tahun belum terselesaikan, dan sisa dana kegiatan lanjutan.

2. Pencairan dana cadangan digunakan untuk menganggarkan pencairan dana cadangan dari rekening dana cadangan ke rekening kas umum

daerah dalam tahun anggaran berkenaan, dengan Jumlah yang dianggarkan sesuai dengan jumlah yang telah ditetapkan dalam peraturan daerah tentang pembentukan dana cadangan berkenaan.Penggunaan atas dana cadangan yang dicairkan dari rekening dana cadangan ke rekening kas umum daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 64 ayat (1) dianggarkan dalam belanja langsung SKPD pengguna dana cadangan berkenaan, kecuali diatur tersendiri dalam peraturan perundang-undangan.

3. Hasil penjualan kekayaan daerah yang dipisahkan digunakan antara lain untuk menganggarkan hasil penjualan perusahaan milik daerah/BUMD dan penjualan aset milik pemerintah daerah yang dikerjasamakan dengan pihak ketiga, atau hasil divestasi penyertaan modal pemerintah daerah.

4. Penerimaan pinjaman daerah digunakan untuk menganggarkan penerimaan pinjaman daerah termasuk penerimaan atas penerbitan obligasi daerah yang akan direalisasikan pada tahun anggaran berkenaan.

5. Penerimaan kembali pemberian pinjaman digunakan untuk menganggarkan posisi penerimaan kembali pinjaman yang diberikan kepada pemerintah pusat dan/atau pemerintah daerah lainnya.

6. Penerimaan piutang digunakan untuk menganggarkan penerimaan yang bersumber dari pelunasan piutang pihak ketiga, seperti berupa penerimaan piutang daerah dari pendapatan daerah, pemerintah, pemerintah daerah lain, lembaga keuangan bank, lembaga keuangan bukan bank dan penerimaan piutang lainnya.

Pengeluaran Pembiayaan meliputi Pembentukan dana cadangan, Penyertaan modal daerah, Pembayaran utang pokok, Pemberian pinjaman daerah.

1. Pemerintah daerah dapat membentuk dana cadangan yang ditetapkan dengan peraturan daerah, guna mendanai kegiatan yang penyediaan dananya tidak dapat sekaligus/sepenuhnya dibebankan dalam satu tahun anggaran. Peraturan daerah tersebut mencakup penetapan tujuan pembentukan dana cadangan, program dan kegiatan yang akan dibiayai dari dana cadangan, besaran dan rincian tahunan dana cadangan yang harus dianggarkan dan ditransfer ke rekening dana cadangan, sumber dana cadangan, dan tahun anggaran pelaksanaan dana cadangan. Dana cadangan dapat bersumber dari penyisihan atas penerimaan daerah, kecuali dari dana alokasi khusus, pinjaman daerah dan penerimaan lain yang penggunaannya dibatasi untuk pengeluaran tertentu berdasarkan peraturan perundang-undangan; ditempatkan pada rekening tersendiri. Pembentukan dana cadangan dianggarkan pada pengeluaran pembiayaan dalam tahun anggaran yang berkenaan.

2. Penyertaan modal (Investasi) pemerintah daerah digunakan untuk menganggarkan kekayaan pemerintah daerah yang diinvestasikan baik dalam jangka pendek maupun jangka panjang.

a. Investasi jangka pendek merupakan investasi yang dapat segera diperjualbelikan/dicairkan, ditujukan dalam rangka manajemen kas dan beresiko rendah serta dimiliki selama kurang dari 12 (duabelas) bulan.

b. Investasi jangka pendek, mencakup deposito berjangka waktu 3 (tiga) bulan sampai dengan 12 (duabelas) bulan yang dapat diperpanjang secara otomatis, pembelian surat utang negara (SUN), sertifikat bank Indonesia (SBI) dan surat perbendaharaan negara (SPN).

c. Investasi jangka panjang merupakan investasi yang dimaksudkan untuk dimiliki lebih dari 12 (duabelas) bulan yang terdiri dari investasi permanen dan non permanen.

d. Investasi jangka panjang, antara lain surat berharga yang dibeli pemerintah daerah dalam rangka mengendalikan suatu badan usaha, misalnya pembelian surat berharga untuk menambah kepemilikan modal saham pada suatu badan usaha, surat berharga yang dibeli pemerintah daerah untuk tujuan menjaga hubungan baik dalam dan luar negeri, surat berharga yang tidak dimaksudkan untuk dicairkan dalam memenuhi kebutuhan kas jangka pendek.

e. Investasi permanen, bertujuan untuk dimiliki secara berkelanjutan tanpa ada niat untuk diperjualbelikan atau tidak ditarik kembali, seperti kerjasama daerah dengan pihak ketiga dalam bentuk penggunausahaan/pemanfaatan aset daerah, penyertaan modal daerah padaBUMD dan/atau badan usaha lainnya dan investasi permanen lainnya yang dimiliki pemerintah daerah untuk menghasilkan pendapatan atau meningkatkanpelayanan kepada masyarakat.

f. Investasi non permanen bertujuan untuk dimiliki secara tidak berkelanjutan atau ada niat untuk diperjualbelikan atau ditarik kembali, seperti pembelian obligasi atau surat utang jangka panjang yangdimaksudkan untuk dimiliki sampai dengan tanggal jatuh tempo, dana yang disisihkan pemerintah daerah dalam rangka pelayanan/pemberdayaan masyarakat seperti bantuan modal kerja, pembentukan dana secara bergulir kepada kelompok masyarakat, pemberian fasilitas pendanaan kepada usaha mikro dan menengah.

g. Investasi pemerintah daerah dapat dianggarkan apabila jumlah yang akan disertakan dalam tahun anggaran berkenaan telah ditetapkan dalam peraturan daerah tentang penyertaan modal dengan berpedoman pada Peraturan Menteri Dalam Negeri. h. Investasi pemerintah daerah dianggarkan dalam pengeluaran

pembiayaan.

i. Investasi daerah jangka pendek dalam bentuk deposito pada bank umum dianggarkan dalam pengeluaran pembiayaan pada jenis penyertaan modal (investasi) pemerintah daerah.

3. Pembayaran pokok utang digunakan untuk menganggarkan pembayaran kewajiban atas pokok utang yang dihitung berdasarkan perjanjian pinjaman jangka pendek, jangka menengah, dan jangka panjang.

Target dan Realisasi Pendapatan

Pendapatan Daerah dalam Tahun Anggaran 2013 ditetapkan target anggaran setelah perubahan sebesar Rp. 3.763.503.621.336,40 dan terealisasi sebesar 4.109.377.804.800,09 atau 109,19%.

Secara kelompok pendapatan dapat dijelaskan sebagai berikut :

1). Pendapatan Asli Daerah Tahun Anggaran 2013 ditetapkan target sebesar Rp. 2.039.176.474.775,00,- dan terealisasi mencapai sebesar Rp. 2.529.976.146.703,70 atau 124,07 persen. Komponen Pendapatan Asli Daerah yang terdiri dari :

a. Pajak Daerah Tahun Anggaran 2013 ditetapkan terget anggaran setelah perubahan sebesar Rp.1.822.245.384.751,00 dan realisasinya sebesar Rp.2.202.392.550.315,00 atau 120,86 persen Peningkatan ini disebabkan oleh adanya peningkatan kesadaran wajib pajak untuk membayar pajak

b. Retribusi Daerah direncanakan Tahun Anggaran 2013 ditetapkan terget anggaran setelah perubahan sebesar Rp.19.202.601.050,00 dan realisasi penerimaan sebesar Rp.32.012.802.223,60 atau 166,71 persen. Penerimaan retribusi tahun anggaran 2013 mengalami penurunan sebesar Rp.18.533.100.361,67 atau 36,67 persen.

c. Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah Yang Dipisahkan dalam tahun anggran 2013 ditetapkan terget setelah perubahan sebesar Rp.105.178.993.974,00 dan realisasi penerimaan tercapai sebesar Rp.106.105.513.384,09 atau 100,88 persen.

d. Lain-Lain Pendapatan Asli Daerah Yang Sah pada tahun anggaran 2013 ditetapkan target anggaran setelah perubahan sebesar Rp.92.549.495.000,00 dan realisasi penerimaan sebesar Rp.189.465.280.781,01 atau 204,70 persen. Realisasi tersebut termasuk pendapatan jasa giro yang masih mengendap pada rekening Dana Cadangan sebesar Rp. 17.068.001,62. Realisasi penerimaan lain-lain PAD tahun anggaran 2013 mengalami peningkatan sebesar Rp. 87.962.962.678,85 atau 86,66 persen. 2). Dana Perimbangan dalam tahun anggaran 2013 ditetapkan target

anggaran setelah perubahan sebesar Rp.989.421.661.597,40 dan realisasinya sebesar Rp.980.714.799.525,00 atau 99,12 persen terdiri dari :

a. Bagi Hasil Pajak/Bagi Hasil Bukan Pajak direncanakan sebesar Rp.153.220.405.597,40 realisasinya sebesar Rp.144.513.543.525,00 atau 94,32 persen. Pendapatan bagi hasil Pajak Tahun anggaran 2013 mengalami penurunan dari tahun 2012 sebesar 35.752.613.744,00 atau 19,83 persen.

b. Dana Alokasi Umum direncanakan sebesar Rp.792.365.876.000,00 realisasinya sebesar Rp.792.365.876.000,00 atau 100 persen. Pendapatan DAU Tanun Anggaran 2013 mengalami peningkatan dari Tahun Anggaran 2012 sebesar Rp.98.286.796.000,00 atau 14,16 persen.

c. Dana Alokasi Khusus direncanakan sebesar Rp.43.835.380.000,00 realisasinya sebesar Rp.43.835.380.000 atau 100 persen. Dana Alokasi Khusus Tahun Anggaran 2013 mengalami peningkatan dari Tahun Anggaran 2012 sebesar Rp. 9.809.470.000,00 atau 28,83 persen.

3). Lain-lain Pendapatan Daerah Yang Sah dalam Tahun Anggaran 2013 ditetapkan target setelah perubahan sebesar Rp.31.436.442.000,00 dan realisasinya sebesar Rp.25.414.713.000 atau 80,84 persen. Yang terdiri dari:

a. Pendapatan Hibah terdiri dari Pendapatan Hibah Badan/Lembaga Organisasi Swasta Dalam Negeri pada Tahun 2013 sebesar Rp. 20.847.005.000,00 Pendapat Hibah PT. Jasrsea Raharja (Persero) pada tahun 2013 sebesar Rp. 4.433.928.000,00, pendapatan Hibah Perum Perhutani pada Tahun 2013 sebesar Rp.33.780.000,00 dan Pendapatan Taman Hutan Raya Tahun 2013 sebesar Rp. 100.000.000,00.

b. penerimaan lainnya dari bantuan keuangan Kabupaten/Kota pada Tahun 2013 merupakan dana sharing untuk pelaksanaan Jaminan Kesehatan Bali Mandara (JKBM) sesuai dengan perjanjian kerja sama antara Gubernur dan Bupati dan Walikota se-Baliseluruhnya dicatat sebagai contra Pos belanja pada Belanja Sharring JKBM, yang ditargetkan Rp.0,00 terealisasi sebesar Rp. 119.381.409.588,90.

Walaupun Pendapatan Asli Daerah atau Pajak Daerah memberikan kontribusi cukup besar dalam membiayai penyelenggaraan pemerintahan dan pelaksanaan pembangunan, masih terdapat beberapa permasalahan pokok yang dihadapi dibidang pendapatan daerah adalah : (1) terbatasnya kewenangan yang dimiliki dalam pemunggutan terhadap Pendapatan Daerah, (2) belum optimalnya penegakan hukum dibidang pendapatan yang baru dilaksanakan sebatas pembinaan, (3) perlu peningkatan SDM aparatur yang didukung dengan pengembangan IPTEK, masih terbatasnya sarana dan prasarana pendukung terutama untuk memberikan kenyamanan wajib pajak serta dalam pengembangan pengelolaan potensi dan sumber-sumber pendapatan.

Dalam upaya mengoptimalkan Pendapatan Daerah dan untuk mengatasi berbagai masalah pokok yang masih dihadapi, maka Arah kebijakan Umum Pendapatan Daerah yang ditempuh antara lain sebagai berikut : (1) menggali potensi yang ada dan mewujudkan Peraturan Perundang-undangan serta kebijakan teknis di bidang Pendapatan Asli Daerah sebagai dasar hukum pemunggutan, (2) mengadakan sosialisasi dan penyuluhan kepada masyarakat melalui pameran pembangunan, dan melalui media cetak dan elektrronik, (3) meningkatkan kemampuan SDM aparatur di bidang pendapatan melalui Bimtek secara bertahap, (4) menyiapkan/membangun/mengadakan sarana pendukung serta melakukan penggantian terhadap sarana dan prasarana yang melampaui umur teknis dan ekonomis secara bertahap sesuai dengan anggaran, (5) meningkatkan kualitas pelayanan kepada masyarakat wajib pajak dan wajib lainnya.

Target dan Realisasi Belanja

Belanja Daerah dalam tahun Anggaran 2013 ditetapkan setelah perubahan sebesar Rp. 4.562.576.195.022,90 dan terealisasi sebesar Rp. 3.868.740.441.639,69 atau 84,79 persen. Jika dibandingkan Realisasi Tahun Anggaran 2012 sebesar Rp. 3.562.732.996.631,79 dan realisasi belanja tahun anggaran 2013 mengalami peningkatan dari tahun anggaran 2012 sebesar Rp. 306.007.445.007,90 atau 8,59 persen.

Belanja daerah dibagi menjadi Belanja Operasi, Belanja Modal, Belanja tidak terduga, dan Belanja Transfer.

Belanja Operasi dalam Tahun Anggaran 2013 ditetapkan setelah perubahan sebesar Rp. 3.361.080.766.324,83 dan terealisasi sebesar Rp. 2.741.250.242.271,22 atau 81,56 persen. Realisasi Tahun Anggaran 2013 mengalami peningkatan dari Tahun Anggaran 2012 sebesar Rp. 363.793.636.249,27 atau 15,30 persen. Belanja Operasi dibagi menjadi Belanja Pegawai, Belanja Barang dan Jasa, Belanja Subsidi, Belanja Hibah, Belanja Bantuan Sosial dan Belanja Bantuan Keuangan.

Belanja Modal dalam Tahun Anggaran 2013 ditetapkan anggaran setelah perubahan sebesar Rp. 510.340.167.608,37 dan terealisasi Rp. 472.642.327.657,23 atau 92,61 persen. Realisasi Belanja Modal pada Tahun Anggaran 2013 mengalami peningkatan dibandingkan Tahun Anggaran 2012 sebesar Rp. 110.835.561.437,00 atau 32,25 persen.

Dalam pelaksanaan pengelolaan keuangan daerah Tahun Anggaran 2013 masih dijumpai permasalahan seperti kualitas sumber daya manusia dan sarana prasarana yang belum memadai. Tidak tercapainya realisasi belanja sesuai dengan yang direncanakan disebabkan karena dalam pelaksanaan belanja daerah pada setiap

Dalam dokumen BAB I PENDAHULUAN Umum (Halaman 108-120)