• Tidak ada hasil yang ditemukan

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.4. Analisis Legalitas dan Lingkungan

4.4.2. Aspek Lingkungan

Aspek ini mempelajari pengaruh pendirian industri minyak sawit merah terhadap lingkungan. Dalam pendirian suatu industri dimungkinkan adanya pembentukan limbah yang dapat mempengaruhi kelestarian lingkungan, karena limbah merupakan hasil dari proses yang terjadi di dalam industri yang dapat bersifat merugikan ataupun menguntungkan. Pencemaran pada setiap proses produksi tidak dapat dihilangkan atau dihindari tetapi pencemaran ini dapat dikendalikan sehingga menimbulkan dampak yang seminimal mungkin.

Studi aspek lingkungan bertujuan untuk menentukan apakah secara lingkungan hidup rencana bisnis diperkirakan dapat dilaksanakan secara layak atau sebaliknya. Studi aspek lingkungan hidup dilakukan dengan Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL). Berdasarkan Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 17 tahun 2001, tentang jenis rencana usaha dan atau kegiatan yang wajib dilengkapi AMDAL. AMDAL terdiri dari lima dokumen, yaitu PIL (Penyajian Informasi Lingkungan), KA (Kerangka Acuan), ANDAL (Analisis Dampak Lingkungan), RPL (Rencana Pengelolaan Lingkungan) dan RKL (Rencana Kelola Lingkungan).

Tujuan AMDAL adalah untuk menduga kemungkinan terjadinya dampak dari suatu rencana uasaha atau kegiatan. AMDAL mengacu pada peraturan dan perundangan mengenai lingkungan hidup tempat kegiatan AMDAL dilakukan. Pemanfaatan limbah yang baik dapat menunjang peningkatan pendapatan industri. Dalam tahapan operasinya industri minyak sawit merah ini akan menghasilkan limbah padat, limbah cair, dan limbah gas. Limbah yang dibuang ke lingkungan harus bersih dari bahan yang berbahaya sehingga tidak menimbulkan kerusakan bagi lingkungan sekitar.

4.4.2.1. Limbah yang dihasilkan

Dalam kegiatan produksi minyak sawit merah akan dihasilkan limbah yang dapat mencemari lingkungan, namun limbah yang dihasilkan akan dikelola agar dampak akibat pencemaran limbah dapat diminimalkan. Dalam proses tahapannya produksi minyak sawit merah akan menghasilkan limbah padat, limbah cair, dan limbah gas.

4.4.2.1.1. Limbah padat (tandan kosong sawit)

Limbah padat yang dihasilkan dari pengolahan kelapa sawit adalah tandan kosong, serat dan cangkang. Sa’id (1996) menyebutkan bahwa limbah padat industri kelapa sawit mempunyai kekhasan tersendiri pada komposisinya. Komponen bahan terbesar dari limbah padat adalah selulosa disamping hemiselulosa dan lignin dalam jumlah yang lebih kecil. Salah satu jenis limbah padat industri kelapa sawit yang terbesar adalah tandan kosong sawit (TKS). Komposisi kimiawi TKS terlihat seperti tabel 10.

57 Tabel 10. Komposisi kimia tandan kosong sawit

Jenis Komponen Komposisi (%)

Kadar abu 15

Selulosa 40

Lignin 21

Hemiselulosa 24

Sumber : Pratiwi, et al. (1995)

Tandan kosong kelapa sawit merupakan tandan yang sudah tidak terdapat buah sawit. Penanganannya dapat dilakukan dengan memanfaatkan tandan kosong tersebut menjadi pupuk kompos atau pupuk organik. Pupuk tersebut dapat diaplikasikan pada lahan sawit milik perusahaan atau dijual untuk menambah penerimaan perusahaan. Sedangkan untuk limbah cangkang dan serat dapat dimanfaatkan sebagai bahan bakar ketel.

4.4.2.1.2. Limbah cair (air limbah dan lumpur)

Proses pengolahan kelapa sawit menghasilkan juga limbah cair (palm oil mill effluent) yang berasal dari kondensat, stasiun klarifikasi dan dari hidrosiklon. Sebagaimana hasil limbah pertanian lainnya, limbah cair kelapa sawit mempunyai kandungan bahan organik yang tinggi. Tingginya bahan organik tersebut mengakibatkan beban pencemaran yang semakin besar, karena diperlukan degradasi bahan organik yang lebih besar. Salah satu limbah cair industri kelapa sawit yang penting karena diduga sebagai penyebab pencemaran lingkungan adalah lumpur (sludge) yang berasal dari proses klarifikasi atau disebut lumpur primer (Sa’id, 1996).

Seperti halnya limbah cair industri pertanian lainnya, limbah cair industri minyak kelapa sawit mengandung bahan organik yang sangat tinggi, sehingga kadar bahan pencemar akan semakin tinggi. Limbah cair industri minyak kelapa sawit umumnya mengandung minyak dan lemak. Hal ini disebabkan proses ekstraaksi minyak kelapa sawit menggunakan uap air, sehingga air buangan dari proses ini akan mengandung minyak, disamping itu, sifatnya yang cenderung asam jika dibiarkan lama pH akan turun mencapai lebih kecil dari empat (BAPEDAL, 1998).

Dengan banyaknya zat pencemar yang ada di dalam air limbah, maka akan menyebabkan menurunnya kadar oksigen yang terlarut dalam air tersebut. Dengan demikian akan menyebabkan kehidupan makhluk hidup yang membutuhkan oksigen di dalam air akan terganggu dan menghambat perkembangannya (Kementrian Lingkungan Hidup, 2005). Karakteristik dari limbah cair yang dihasilkan dapat dilihat dalam Tabel 11.

58 Tabel 11 . Karakteristik limbah cair industri minyak kelapa sawit

Karakteristik Satuan Kisaran konsentrasi Rata-rata

Bahan baku Ton/hari 30 30

Debit M3/hari 600 600 Suhu °C 60-80 70 Ph Ppm 4,0-4,6 4,3 Total solid Ppm 30.000-70.000 50.000 Padatan tersuspensi Ppm 15.000-40.000 30.000 Padatan terlarut Ppm 15.000-30.000 20.000 BOD Ppm 20.000-40.000 30.000 COD Ppm 40.000-80.000 55.000 Minyak Ppm 6.000-15.000 11.000 Nitrogen Ppm 500-900 700 Fosfat Ppm 90-140 120 Magnesium Ppm 250-300 270 Kalsium Ppm 260-400 325 Besi Ppm 80-200 110 Sumber : BAPEDAL (1998).

Perhitungan besarnya beban pencemaran yang masuk ke lingkungan tergantung pada kegiatan yang ada disekitar lingkungan tersebut. Untuk daerah pemukiman beban pencemaran biasanya diperhitungkan melalui kepadatan pendudukan rata-rata perorang membuang limbah. Limbah cair yang dihasilkan dari kegiatan industri sangat bervariasi tergantung dari jenis dan ukuran industri, pengawasan pada proses industri, derajat penggunaan air, dan derajat pengolahan air limbah yang ada. Selain limbah cair, limbah padat (sampah) juga merupakan beban pencemaran yang dapat masuk ke lingkungan baik secara langsung maupun tak langsung.

Secara konvensional pengolahan limbah cair industri kelapa sawit (LCPKS) dilakukan dengan sistem kolam yang terdiri dari kolam anaerobic dan aerobic dengan total waktu retensi sekitar 90-120 hari (wulfert et al., 2000). Keuntungan dengan cara ini antara lain:

 Sederhana

 Biaya investasi untuk peralatan rendah  Kebutuhan energi rendah

Limbah cair yang berasal dari unit sludge separator dan unit klarifikasi dialirkan ke bak penampungan (bak Fat pit), kemudian limbah tersebut dipanaskan dengan menggunakan steam agar minyak yang masih terkandung dalam air limbah mudah lepas. BOD dari fat pit ini adalah 30.000- 40.000 ppm dengan pH sekitar 4-5.Selanjutnya adalah proses anaerobic yang diakomodasikan dalam bak dengan kedalaman sekitar 3-4 meter. Bak anaerobic ini merupakan bak terbuka dan dikatakan berproses anaerobic karena kedalaman baknya yang sampai 4 meter. Kualitas BOD dari air limbah yang keluar dari proses anaerobic ini sekitar 3000 ppm dengan pH antara 5-6. Proses terakhir adalah aerobic yang diakomodasikan dalam bak. Proses aerobic dianggap dapat terlaksana hanya dengan kontak udara di permukaan kolam, tanpa aerator atau blower. BOD limbah yang keluar dari unit ini sekitar 200-230 ppm dengan pH sekitar 7. Contoh diagram alir proses pengolahan limbah dapat dilihat dalam gambar 30.

59 Gambar 30. Contoh diagram alir pengolahan limbah

4.4.2.1.3. Limbah udara dan kebisingan

Selain limbah padat dan cair, industri pengolahan kelapa sawit juga menghasilkan limbah bahan gas. Limbah bahan gas ini antara lain gas cerobong dan uap buangan industri (Fauzi et al., 2006). Limbah udara yang dihasilkan dari industri ini antara lain asap ketel yang merupakan residu yang terbawa keluar melalui cerobong asap. Penanganannya antara lain dengan penggunaan dust collector yang memungkinkan asap ketel tidak terbuang ke udara terbuka. Selain itu dapat dilakukan dengan memberikan fasilitas keamanan seperti kaca mata pelindung dan masker kepada karyawan.

Kebisingan merupakan gangguan pada lingkungan kerja yang dapat mengakibatkan kerusakan pendengaran. Penanganannya dapat dilakukan pencegahan dengan cara penggunaan

Hearing Protectives Device (HPD) dan dengan memasang tanda-tanda peringatan pada lingkungan kerja.

60

Dokumen terkait