III. METODOLOGI
3.2. Tata Laksana
Tahapan yang dilakukan pada analisis tekno ekonomi adalah melakukan analisis masalah dan meneliti aspek-aspek yang berhubungan dengan perancangan industri minyak sawit merah tersebut yaitu aspek pasar dan pemasaran, aspek teknis dan teknologis, aspek manajemen dan organisasi, aspek legalitas dan lingkungan, serta aspek finansial. Pelaksanaan studi kelayakan ini terdiri dari pengumpulan data dan analisis data.
3.2.1 Pengumpulan Data
Pengumpulan data dan informasi bertujuan untuk mendapatkan gambaran dan keterangan tentang hal-hal yang berhubungan dengan penelitian yaitu kajian tekno ekonomi industri minyak sawit merah karotene tinggi. Data tersebut diharapkan dapat digunakan untuk pemecahan masalah pengambilan keputusan. Data yang dikumpulkan meliputi data primer dan sekunder. Data primer diperoleh dari wawancara dan survey lapangan. Data sekunder diperoleh dari laporan, artikel, jurnal, data statistic dari instansi pemerintahan, swasta, balai penelitian dan sebagainya.
3.2.2 Pengolahan Data
Analisis dilakukan meliputi analisis pasar dan pemasaran, teknik dan teknologis, manajemen dan organisasi, lingkungan dan legalitas, serta finansial. Analisis data dilakukan dengan dua metode pendekatan, yaitu analisis secara kualitatif dan kuantitatif.
Analisis finansial Penentuan asumsi
Sumber dana dan struktur pembiayaan Biaya investasi
Proyek laba rugi Proyeksi arus kas
PBP, IRR, NPV, B/C ratio, BEP,Analisis sensitivitas
A
Selesai Menyusun laporan Analisis valuasi dan komersialisasi teknologi
Visi dan Misi Value Proposition Business Model
16
3.2.2.1 Analisis Pasar dan Pemasaran
Aspek-aspek yang dikaji pada analisis pasar dan pemasaran meliputi analisis potensi pasar dan strategi pemasaran untuk mencapai pangsa pasar tersebut. Semua aspek tersebut diukur dengan teknik yang sesuai dengan kebutuhan penelitian dan sumber data yang diperoleh.
Setelah diketahui potensi pasar yang dapat diraih, maka diperlukan strategi pemasaran, diantaranya adalah segmentasi (segmenting), penentuan target (targeting), dan penentuan posisi di pasar (positioning), serta bauran pemasaran (marketing mix). Langkah-langkah dalam analisis pasar dan pemasaran tersebut dapat dilihat pada Gambar 3.
Gambar 3. Diagram Alir Analisis Pasar dan Pemasaran Minyak Sawit Merah Karoten Tinggi
3.2.2.2 Analisis Teknis Teknologis
Analisis teknis dan teknologis meliputi ketersediaan bahan baku, penentuan kapsitas produksi dan lokasi, pemilihan teknologi proses, mesin dan peralatan, neraca massa dan energi, dan perencanaan tata letak, kebutuhan luas ruangan produksi dari industri tersebut. Aliran proses analisis aspek teknis teknologis dapat dilihat pada Gambar 4.
Mulai
Pencarian data
Analisis potensi pasar
Penentuan strategi pembentukan dan pengembangan pasar
Penentuan strategi bauran pemasaran
Selesai Data cukup? Ya Tidak referensi, pustaka
17 Gambar 4. Diagram Alir Proses Analisis Aspek Teknis dan Teknologis Industri Minyak Sawit Merah
Karoten Tinggi
Penentuan kapasitas produksi dilakukan dengan memperhatikan pasar, bahan baku dan kemampuan investasi. Ketiga komponen tersebut dianalisis ssehingga didapatkan kapasitas produksi industri minyak sawit merah karoten tinggi ini.
Pemilihan jenis teknologi dan proses produksi didasarkan pada kemudahan proses produksi dan perkiraan biaya produksi. Pemilihan mesin dan peralatan ditentukan berdasarkan teknologi dan proses produksi yang dipilih. Neraca massa disusun untuk melihat laju alir, jumlah input, dan jumlah output masing-masing komponen bahan pada setiap proses. Neraca energi disusun untuk melihat kesetimbangan energi di setiap proses dan keseluruhan proses serta menghitung jumlah energi yang dibutuhkan pada setiap proses dan keseluruhan proses.
Penentuan tata letak industri dilakukan dengan menganalisis keterkaitan antaraktivitas, kemudian menentuka kebutuhan luas ruang dan alokasi area. Untuk menganalisis keterkaitan antaraktivitas, perlu ditentukan derajat hubungan aktivitas. Derajat hubungan aktivitas dapat diberi tanda sandi sebagai berikut.
A (Absolutelly Necessary) menunjukan bahwa letak antara dua aktivitas saling berdekatan dan bersebelahan.
E (Especially Important) menunjukan bahwa letak antara dua kegiatan harus bersebelahan. I (Important) menunjukan bahwa letak antara dua kegiatan cukup berdekatan.
O (Ordinary) menunjukan bahwa letak antara dua kegiatan tidak harus berdekatan.
U (Unimportant) menunjukan bahwa letak antara dua kegiatan bebas.dan tidak saling mengait
Mulai
Pencarian data bahan baku Penentuan lokasi pabrik
Penyusunan neraca massa dan energi
Penentuan kapasitas produksi
Pemilihan teknologi proses, mesin, dan peralatan
Selesai Referensi, pustaka
Mengacu pada ketersediaan bahan baku, kapasitas alat dan
pasar
Referensi, pustaka
Penyusunan tata letak pabrik dan kebutuhan luas ruang produksi
18 X (Undesirable) menunjukan bahwa letak antara dua kegiatan harus saling berjauhan dan
tidak boleh saling berdekatan.
Sandi derajat hubungan aktivitas diletakkan pada bagian dalam kotak bagan keterkaitan antaraktivitas. Alasan-alasan yang mendukung kedekatan hubungan meliputi keterkaitan produksi, keterkaitan pekerja, dan aliran informasi. Alasan keterkaitan produksi meliputi urutan aliran kerja, penggunaan peralatan, catatan dan ruang yang sama, kebisingan, kotor, debu, getaran, serta kenudahan pemindahan barang. Alasan keterkaitan pekerja meliputi penggunaan karyawan yang sama, pentingnya berhubungan, jalur perjalanan, kemudahan pengawasan, pelaksanaan pekerjaan serupa, perpindahan pekerja, dan gangguan pekerja. Alasan informasi meliputi penggunaan catatan yang sama, hubungan kertas kerja, dan penggunaan alat komunikasi yang sama (Apple, 1990). Pada bagan keterkaitan antaraktivitas, alasan-aalasan pendukung ini disesuaikan penempatannya dalam kotak agar tidak tumpang tindih dengan kode derajat hubungan antaraktivitas.
Kebutuhan luas ruang produksi tergantung pada jumlah mesin dan peralatan, tenaga kerja atau operator yang menangani fasilitas produksi serta jumlah dan jenis sarana yang mendukung kegiatan produksi. Metode yang digunakan dalam menentukan kebutuhan luas ruangan produksi adalah metode pusat produksi. Pusat produksi terdiri dari mesin dan semua perlengkapan untuk mendukung proses produksi serta luasan untuk melakukan operasi (Machfud dan Agung, 1990).
3.2.2.3 Analisis Manajemen dan Organisasi
Kajian terhadap manajemen dan organisasi meliputi pemilihan bentuk perusahaan dan struktur organisasi yang sesuai, kebutuhan tenaga kerja, dan deskripsi dan spesifikasi kerja. Alir analisis manajemen dan organisasi ini dapat dilihat pada Gambar 5.
Gambar 5. Diagram Alir Analisis Aspek Manajemen dan Organisasi Pertimbangan :
Data perkiraan investasi yang diperlukan dari penggunaan mesin dan bahan baku
Data kapasitas produksi
Teknologi proses yang digunakan
Selesai Mulai
Menentukan tujuan perusahaan
Menetukan bentuk usaha yang dipilih
Menetukan struktur organisasi, deskripsi dan spesifikasi kerja, dan kebutuhan tenaga kerja
19
3.2.2.4 Analisis Lingkungan dan Legalitas
Analisis lingkungan meliputi sejauh mana keadaan lingkungan dapat menunjang perwujudan pendirian industri, terutama sumber daya yang diperlukan seperti air, energi, manusia, dan ancaman alam sekitar, serta analisis mengenai dampak lingkungan yang ditimbulkan oleh pendirian industri ini. Analisis legalitas meliputi mekanisme perizinan dan peraturan-peraturan yang berlaku.
3.2.2.5 Analisis Finansial
Kriteria-kriteria yang digunakan dalam analisis finansial meliputi Break Even Point, Net
Present Value, Internal Rate of Return, Net Benefit Cost Ratio, Pay Bck Period, dan analisis sensitivitas. Kriteria-kriteria di atas digunakan untuk menentukan kelayakan industri secara finansial.
a. Net Present Value (NPV)
Net Present Value (NPV) merupakan perbedaan nilai investasi sekarang dari keuntungan dan biaya di masa yang akan datang. Formulasi yang digunakan untuk menghitung NPV adalah :
∑
Dimana :
Bt = keuntungan pada tahun ke-t Ct = biaya pada tahun ke-t i = tingkat suku bunga (%)
t = periode investasi (t= 0, 1, β, γ, …, n) n = umur ekonomis proyek
Penilaian kelayakan investasi secara finansial menggunakan tiga kriteria metode NPV, yaitu :
Jika nilai NPV ≥ 0, menunjukan bahwa proyek atau industri tersebut menguntungkan atau layak dilaksanakan.
Jika nilai NPV = 0, menunjukan bahwa proyek atau industri tersebut tidak untung tetapi juga tidak rugi, jadi tergantung kepada penilaian subyektif pengambil keputusan.
Jika nilai NPV ≤ 0, menunjukan bahwa proyek atau industri tersebut merugikan karena penerimaan lebih kecil daripada biaya, jadi lebih baik tidak dilaksanakan.
b. Internal Rate of Return (IRR)
Internal Rate of Return (IRR) adalah tingkat bunga yang apabila dipergunakan untuk mendiskont seluruh kas masuk pada pada tahun – tahun operasi proyek akan menghasilkan jumlah kas present value yang sama dengan jumlah keseluruhan investasi proyek. Internal Rate of Return dengan kata lain merupakan tingkat keuntungan senyatanya yang akan diperoleh investor dari investasi proyek mereka. Menurut Kadariah et al (1999) formulasi IRR adalah sebagai berikut :
- ]
Dimana : NPV (+) = NPV bernilai positif NPV (-) = NPV bernilai negatifi(+) = suku bunga yang membuat NPV positif i(-) = suku bunga yang membuat NPV negatif
20 Jika IRR ≥ tingkat suku bunga yang berlaku, menunjukan proyek layak untuk dilaksanakan. Jika IRR ≤ tingkat suku bunga yang berlaku, menunjukan proyek tidak layak untuk
dilaksanakan.
c. Net Benefit Cost Ratio ( Net B/C)
Net Benefit Cost Ratio (Net B/C) merupakan nilai perbandingan antara jumlah present value (nilai sekarang) yang positif dengan jumlah present value yang negatif. Secara umum Net B/C dirumuskan sebagai berikut (Gray et al., 1992) :
∑ ∑
dengan :
Bt = penerimaan (Benefit) pada tahun ke-t Ct = biaya(Cost) pada tahun ke-t
i = discount rate
t = tahun proyek n = umur proyek
Kriteria Net Benefit Cost Ratio (Net B/C), yaitu :
Jika nilai Net B/C > 1, maka proyek dinyatakan layak secara finansial sehingga dapat dilanjutkan.
Jika nialai Net B/C < 1, maka proyek dinyatakan tidak layak secara finansial sehingga tidak dapat dilanjutkan.
Jika nilai Net B/C = 1, maka proyek boleh dilaksanakan atau tidak (Husnan dan Suwarsono, 2000).
d. Break Event Point (BEP)
Break Event Point (BEP) adalah jumlah hasil penjualan dimana proyek tidak menderita kerugian, tetapi juga tidak memperoleh keuntungan. Keuntungan diperoleh dengan perencanaan hasil produksi dan pemasaran yang lebih besar dari jumalah Break Event Point (Sutojo, 1996). Menurut Soeharto (2000), hubungan antara biaya tetap dan biaya variable dapat disajikan pada rumus dan grafik (Gambar 2) berikut:
Dengan:
Qi = Jumlah Unit (volum) yang dihasilkan dan terjual pada titik impas
FC = Biaya tetap P = Harga jual per unit VC = Biaya tidak tetap per unit
21 Biaya (Rupiah)
d(pendapatan) c (biaya total)
b (biaya tidak tetap) Titik I (impas)
a (biaya tetap)
Volum produksi (jumlah output)
Gambar 6 . Grafik analisis BEP
Break Even Point merupakan titik dimana total biaya produksi sama dengan pendapatan. Titik impas menunjukkan bahwa tingkat produksi telah menghasilkan pendapatan yang sama besarnya dengan biaya produksi yang dikeluarkan. Pada Gambar, titik tersebut ditunjukkan oleh huruf I. Garis a, b, c, berturut-turut adalah biaya tetap, biaya tidak tetap, dan biaya total. Biaya total adalah jumlah dari a dan b, sedangkan d adalah jumlah pendapatan dari penjualan produksi. Di atas titik I, diantara garis c dan d merupakan daerah laba.
e. Pay Back Periode (PBP)
Pay Back Periode (PBP) merupakan waktu yang diperlukan untuk mengembalikan investasi awal (Newnan, 1990). BEP diartikan sebagai jangka waktu pada saat NPV sama dengan nol. Nilai NPV berbanding terbalik dengan PBP. Jika nilai NPV semakin besar, maka nilai PBP semakin mengecil dan demikian pula sebaliknya. PBP dirumuskan sebagai berikut :
Dimana:
n = periode investasi pada saat nilai kumulatif Bt-Ct negatif yang terakhir (tahun) m = nilai kumulatif Bt-Ctnegative yang terakhir (Rp)
Bn = manfaat bruto pada tahun ke-n (Rp) Cn
=biaya bruto pada tahun ke-n (Rp).
f. Analisis Sensitivitas
Analisis sensitivitas dilakukan bertujuan untuk mengetahui berbagai faktor eksternal maupun internal terhadap kemampuan proyek mencapai jumlah hasil, penjualan, dan keuntungan. Faktor eksternal misalnya perkembangan harga produk sejenis di pasar, dan lain sebagainya, sedangkan faktor internal contohnya adalah biaya pokok produk yang dihasilkan (Sutojo, 1996).
Analisis sensitivitas diperlukan apabila terjadi suatu kesalahan dalam menilai biaya atau manfaat serta untuk mengantisipasi kemungkinan terjadi perubahan suatu unsur harga pada saat proyek tersebut dilaksanakan. Analisis sensitivitas yang dilakukan pada tingkat 10 – 50 persen. Perubahan – perubahan yang mungkin terjadi :
Kenaikan dalam biaya konstruksi karena perhitungan yang terlalu rendah kemudian ternyata pada saat pelaksanaan biaya meningkat seiring dengan meningkatnya harga peralatan, mesin, dan bahan bangunan.
22 Analisis sensitivitas bertujuan untuk melihat apa yang akan terjadi dengan hasil analisis proyek jika terjadi kesalahan atau perubahan dalam dasar-dasar perhitungan biaya ataupun pendapatan (Djamin, 1984). Proyek sensitive berubah akibat empat masalah utama yaitu harga, keterlambatan, pelaksanaan, kenaikan biaya, dan hasil (Gittinger, 1991).
g. Penyusutan
Penyusutan merupakan pengalokasian biaya investasi suatu proyek pada setiap tahun sepanjang umur proyek tersebut. Penyusutan dimaksudkan untuk menjaga agar angka biaya operasi yang dimasukkan ke dalam neraca laba rugi tahunan mencerminkan dana bunga modal. Perhitungan biaya penyusutan ada empat metode yaitu metode garis lurus, penjumalahan angka tahunan, keseimbangan menurun berganda, dan sinking fund (Pramudya dan Nesia, 1992).
De Germo et al (1984) menyatakan bahwa metode yang sering digunakan adalah metode garis lurus dimana perhitungan penyusutan didasarkan pada asumsi bahwa penurunan nilai peralatan atau bangunan berlangsung secara konstan selama umur pemakaian. Rumus untuk menghitung penyusutan berdasarkan metode garis lurus adalah sebagai berikut :
Dimana :
D = Biaya penyusutan setiap tahun P = Harga awal (Rp)
S = Harga akhir (Rp)
L = Perkiraan umur ekonomis (tahun)
3.2.2.6 Analisis Valuasi dan Komersialisasi Teknologi
Berdasarkan dari kompetensi dasar dari suatu organisasi digandengkan dengan bisnis model dan sumber daya utama yang tersedia, suatu perusahaan mencoba untuk menciptakan fan memelihara keuntungan yang kompetitif dan berkelanjutan (Richard, 2005).
Analisis valuasi dan komersialisasi teknologi meliputi penetapan visi, misi, serta bisnis model dari industri minyak sawit merah karoten tinggi yang akan didirikan. Analisis tersebut penting untuk dilakukan agar industri yang akan didirikan dapat berkembang dengan visi, misi dan bisnis model yang tepat. Aliran proses analisis valuasi dan komersialisasi teknologi dapat dilihat pada Gambar 7.
23 Gambar 7. Diagram alir proses analisis valuasi dan komersialisasi teknologi
Penentuan misi
Selesai Mulai
Penentuan visi
Penentuan the value proposition
Penentuan bisnis model Referensi,
24