• Tidak ada hasil yang ditemukan

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

4.2.6 Aspek sosial

71 Berdasarkan hasil wawancara, pengalaman usaha dalam bidang penangkapan masyarakat di lokasi studi rata-rata berkisar antara 19 – 25 tahun. Hal tersebut menunjukkan bahwa pengalaman mereka dalam bidang penangkapan dapat dikatakan cukup tinggi karena pada umumnya setelah tamat sekolah mereka terjun menjadi nelayan untuk membantu perekonomian keluarga dan pekerjaan sebagai nelayan merupakan pekerjaan yang diwariskan secara turun -temurun.

Ketersediaan infrastruktur perikanan seperti PPI, TPI, tempat docking kapal/perahu dan pabrik es merupakan salah satu penunjang yang utama untuk kelangsungan usaha penangkapan oleh nelayan. Berdasarkan hasil survei lapangan diketahui bahwa ketersediaan infrastruktur tersebut cukup memadai.

Hubungan sosial antar nelayan terbina cukup baik. Hal ini tercermin dari tidak adanya konflik yang terjadi antar nelayan. Dalam masyarakat nelayan di seluruh lokasi kajian berkembang kelembagaan informal, yaitu berupa hubungan pinjam-meminjam antara pemodal/bakul dengan nelayan. Hubungan tersebut lebih merupakan hubungan saling berkepentingan dan saling membutuhkan antara pemodal dengan nelayan , sehingga ketika menjalin hubungan dengan nelayan, pemodal tidak hanya sebagai pemilik, melainkan juga harus mampu mengatasi segala macam kesulitan yang dialami nelayan. Pemodal harus siap memberikan pinjaman pangan ataupun uang. Oleh karena itu, melekat sejumlah norma pada peranan pemodal bahwa segala pengeluaran untuk menangkap ikan termasuk kebutuhan keuangan dari nelayan beserta rumah tangganya ditanggung lebih dahulu oleh pemodal sebagai "bantuan", namun biaya tersebut harus dikembalikan lagi pada pemodal dengan potongan dari bagian hasil tangkapan, apabila hasil tangkapan dipandang lebih dari cukup.

Bila suatu saat (pada saat jarang melaut atau paceklik), ternyata hasil tangkapan jauh dari yang diharapkan, maka sikap pemodal akan menunda pemotongan atas hasil tersebut. Pemberian "bantuan" tetap akan diberikan selama diperlukan oleh nelayan yang kemudian diperhitungkan lagi sebagai pinjaman atau hutang. Walaupun segala bentuk pemberian yang telah diterima oleh nelayan sebenarnya adalah pinjaman, namun pemodal harus memandang hal ini sebagai suatu "pertolongan". Sebagai rasa terima kasih nelayan, ada sejumlah kewajiban yang harus dilakukan oleh nelayan yang meliputi: kewajiban untuk selalu patuh kepada pemodal dan

For m a t t e d: I ndonesian For m a t t e d: Norm al, Left, Line spacing: single, Tab stops: Not at 1,25 cm

72 memperhatikan keperluannya. Bahkan kalau diperlukan ada semacam kewajiban berkorban untuk kepentingannya dan dibalik rasa patuh dari nelayan kepada pemodal terkandung harapan agar pemodal selalu dapat memberikan pertolongan atas kesusahan yang mungkin dialami nelayan atau rumah tangganya. Adanya rasa patuh dan ketergantungan tersebut memberikan suatu landasan yang kuat bagi timbulnya rasa berkuasa pemodal terhadap kelangsungan hidup nelayan. Pola ini tampaknya berjalan terus dari waktu ke waktu dalam rangka "mengikat" para nelayan. Pola ini terus berlangsung tidak lain sebagai akibat terbatasnya pemilikan modal dari nelayan, sehingga posisi mereka sangat lemah, tergantung dan terikat kepada pemilik modal. Akibat yang lebih penting membuat taraf hidupnya menjadi rendah.

Tingkat ketergantungan terhadap sumber daya perairan pada masyarakat nelayan sangat tinggi. Profesi nelayan umumnya telah dijalani seumur hidup. Keadaan ini menunjukkan bahwa perikanan telah menjadi bagian dari kehidupan nelayan, dan bahkan menjadi suatu cara hidup. Artinya, apabila terjadi gangguan pada kondisi ekologi sumber daya perairan, maka gangguan itu akan merambat juga pada kehidupan nelayan umumnya. Sulit pula dihindarkan sifat sumber daya perikanan yang bersifat public property. Implikasinya adalah “milik setiap orang bukanlah milik siapapun” (Andrianto, 2006). Oleh karena itu, kompetisi eksploitasi dan tindakan-tindakan lain yang bersifat mencemari atau merusak menjadi gejala yang tak terhindarkan.

Setiap nelayan cenderung untuk mengikuti dan mencoba mengulangi prestasi tangkapan (besar) yang dialami oleh nelayan lain. Pelacakan informasi terutama tentang lokasi penangkapan yang pernah memberikan hasil besar akan dilakukan oleh anggota-anggota rumah tangga nelayan. Tahap berikutnya, apabila informasi telah diperoleh, setiap nelayan harus menuju lokasi penangkapan yang diinformasikan untuk tujuan-tujuan eksploitasi. Dengan kata lain “tidak seorang nelayan pun membiarkan sumber daya hari ini dieksploitasi pada hari esok, karena hari ini sumber daya akan dieksploitasi oleh nelayan lain”. Sebagian besar nelayan memilih sikap “diam” atau “tidak tahu harus berbuat apa” terhadap pihak-pihak yang melakukan perusakan sumber daya perikan an. Sisanya memilih sikap “menasehati”, “menegur”, “melarang” atau “melaporkan pada petugas”.

73 Untuk mengetahui urutan prioritas berdasarkan aspek sosial dari teknologi penangkapan ikan yang eksisting di perairan Selatanselatan Jawa Barat, dilakukan dengan menggunakan metode skoring. Penilaian rangking keragaan aspek ini menggunakan kriteria jumlah tenaga kerja yang terserap untuk setiap jenis teknologi penangkapan ikan, tingkat penguasaan teknologi dan dampak sosialnya. Berdasarkan hasil skoring diperoleh jenis teknologi penangkapan unggulan di perairan Selatanselatan Jawa Barat berdasarkan aspek sosial, urutan prioritasnya adalah pancing, payang, rampus (trammel net), purse seine, gillnet, dan bagan apung. Keragaan aspek sosial dari teknologi penangkapan eksisting di Jawa Barat dapat dilihat pada Tabel 29

Tabel 29 Matrik keragaan aspek sosial dari teknologi penangkapan eksisting di lokasi penelitian JENIS TEKNOLOGI Jumlah Tenaga Kerja per Unit (Orang) Fungsi Nilai Tingkat Penguasa- an Teknologi Fungsi Nilai Dampak Sosial Fungsi Nilai Nilai Gabungan Rataan Fungsi Nilai RANG KING Gillnet 3 0,125 3 0,670 4 0,750 1,545 0,515 5 Pancing 2 0,063 4 1,000 5 1,000 2,063 0,688 1 Purse seine 17 1,000 2 0,333 2 0,250 1,583 0,528 4 Bagan Apung 1 0,000 3 0,670 3 0,500 1,170 0,390 6 Payang 15 0,875 2 0,333 3 0,500 1,708 0,569 2 Trammel Net 5 0,250 3 0,670 4 0,750 1,670 0,557 3 Keterangan :

Untuk Tingkat Penguasaan Teknologi Untuk Dampak Sosial 1 = Sangat Sukar 1 = Sangat Tinggi 2 = Suka r 2 = Tinggi 3 = Mudah 3 = Sedang 4 = Sangat

Mudah 4 = Rendah 5 = Tidak ada

74 4.2.7 Teknologi penangkapan pilihan

Untuk mengidentifikasi teknologi penangkapan pilihan, dilakukan dengan pendekatan skoring gabungan dari aspek teknis, finansial, lingkungan dan sosial. Matrik gabungan tersebut merupakan penjumlahan rata-rata dari fungsi nilai setiap aspek. Berdasarkan tabel diatas dapat disimpulkan bahwa teknologi penangkapan pilihan untuk pemanfaatan komoditi ikan unggulan di perairan Selatanselatan Jawa Barat urutan terbaiknya adalah purse seine, payang, pancing, gillnet dan trammel net

atau (rampus), (Sutisna, et. al. 2006). Keragaan matrik gabungan (ditinjau dari aspek

teknis, finansial, lingkungan dan sosial) untuk teknologi penangkapan ikan yang eksisting di perairan Selatanselatan Jawa Barat dapat dilihat pada Tabel 30.

Tabel 30 Jenis teknologi penangkapan pilihan di perairan Selatanselatan

Provinsi Jawa Barat

JENIS

Dokumen terkait