• Tidak ada hasil yang ditemukan

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

JENIS TEKNOLOG

ASPEK TEKNIS ASPEK FINANSIAL ASPEK LINGKUNGAN ASPEK SOSIAL NILAI GABUNGAN RATAAN FUNGSI NILAI RANG- KING Gillnet 0,335 0,194 0,807 0,515 1,850 0,463 4 Pancing 0,175 0,189 0,890 0,688 1,941 0,485 3 Purse seine 0,883 0,770 0,557 0,528 2,737 0,684 1 Bagan Apung 0,000 0,373 0,390 0,390 1,153 0,288 6 Payang 0,585 0,878 0,473 0,569 2,505 0,626 2 Trammel Net 0,171 0,330 0,361 0,557 1,419 0,355 5

4.3. Analisis Optimisasi Pengembangan Perikanan Tangkap di Perairan

Selatanselatan Jawa Barat

For m a t t e d: Font : I t alic

For m a t t e d: Space Af t er: 12 pt

For m a t t e d Ta b l e

For m a t t e d: I ndent : Left: 0 cm, Hanging: 0,95 cm, Space Af t er: 6 pt , Line spacing: single

75 Perikanan tangkap merupakan suatu kegiatan usaha yang kompleks, dimulai dari kegiatan praproduksi (identifikasi dan estimasi sumber daya ikan; penyediaan sarana penangkapan ikan; dan prasarana pelabuhan), produksi (operasi penangkapan ikan) dan pascaproduksi (pemasaran dan pengolahan hasil tangkapan). Oleh karena itu, pengembangan perikanan tangkap harus dilakukan secara terintegrasi dan menyeluruh yang mencakup seluruh komponen atau sub-sistem terkait didalamnya. Menurut Kesteven (1973) dan Monintja (2001), komponen utama dari sistem perikanan tangkap adalah sumber daya ikan, unit penangkapan ikan, masyarakat (nelayan), prasarana pelabuhan, sarana penunjang (galangan kapal, bahan alat tangkap ikan, dan mesin kapal), unit pemasaran dan unit pengolahan. Keseluruhan komponen perikanan tangkap tersebut, sangat menentukan dalam upaya pengembangan perikanan tangkap yang berkelanjutan, sebagaimana diamanatkan dalam Kode Etik Perikanan yang Bertanggung Jawab (Code of Conduct for Responsible Fisheries/CCRF) yang dikeluarkan oleh FAO tahun 1995.

Fauzi dan Anna (2005) mengemukakan bahwa apabila dalam pengembangan perikanan tangkap tidak memperhatikan kaidah-kaidah berkelanjutannya, maka pembangunan perikanan tangkap akan mengarah ke degradasi lingkungan, tangkapan berlebih dan praktek-praktek penangkapan ikan yang meru sak. Hal ini dipicu karena keinginan untuk memenuhi kepentingan sesaat atau masa kini, sehingga tingkat eksploitasi sumber daya perikanan diarahkan sedemikian rupa untuk memperoleh keuntungan yang sebesar-besarnya dalam waktu yang singkat. Akibatnya, kep entingan lingkungan diabaikan dan penggunaan teknologi yang menghasilkan secara cepat (quick yielding) yang sering bersifat merusak dapat terjadi.

Pengembangan perikanan tangkap pada dasarnya ditujukan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat, khususnya nelayan, dan sekaligus untuk menjaga kelestarian sumber daya ikan serta lingkungannya. Sebagaimana diamanatkan dalam Undang-undang (UU) Perikanan No. 31 tahun 2004 pasal 3, yaitu:

1a) meningkatkan taraf hidup nelayan, 2b) meningkatkan penerimaan dan devisa negara, 3c) mendorong perluasan kerja, 4d) meningkatkan ketersediaan dan konsumsi sumber protein ikan, 5e) mengoptimalkan pengelolaan sumber daya ikan, 6f) meningkatkan produktivitas, mutu, nilai tambah dan daya saing, 7g) meningkatkan ketersediaan bahan baku untuk industri pengolahan ikan, 8h) mencapai pemanfaatan

76 sumber daya ikan dan lingkungan secara optimal, dan 9i) menjamin kelestarian sumber daya ikan.

Pengembangan perikanan tangkap yang berkelanjutan akan terwujud dengan baik, apabila komponen-komponen utamanya berjalan secara optimum dan terintegrasi. Pengadaan dan penyediaan sarana produksi harus mampu mendukung kebutuhan kegiatan produksi atau sebaliknya. Demikian pula dalam kegiatan produksi selain memperhatikan kondisi ekosistem perairan dan sumber dayanya, juga harus mengaitkan dengan kegiatan pengolahan dan pemasaran hasil perikanan. Belum tercapainya tingkat produktivitas dan efisiensi usaha perikanan tangkap yang optimum, disebabkan oleh belum terintegrasinya perencanaan pengembangan antara komponen praproduksi hingga pascaproduksi, sehingga sering terjadi ketidakseimbangan atau ketimpangan nilai kecukupan diantara komponen tersebut. Walaupun setiap komponen utama ini memiliki fungsi dan peran tersendiri, namun setiap komponen perikanan tangkap tidak dapat berdiri sendiri, karena adanya saling keterkaitan antara satu dengan lainnya. Oleh karena itu, untuk mewujudkan pengembangan kegiatan perikanan tangkap bertanggungjawab dan dengan hasil yang optimum di perairan Selatanselatan Jawa Barat, perlu dilakukan estimasi nilai optimum dari setiap komponen perikanan tangkap tersebut. Selanjutnya, dengan melihat kondisi perikanan tangkap yang ada di perairan Selatanselatan Jawa Barat ini, dapat diformulasikan suatu rekomendasi kebijakan pengembangan perikanan tangkap yang tepat.

4.3.1 Optimisasi komponen perikanan tangkap

4.3.1.1) Komponen sumber daya ikan

Hasil analisis pasar pada bab sebelumnya menyatakan bahwa jenis sumber daya ikan unggulan di perairan pantai Selatanselatan Jawa Barat secara berurutan adalah: lobster, udang, tuna, cakalang dan layur. Kemudian, dengan menggunakan model Schaefer, nilai potensi maksimum lestari (Maximum Sustainable Yield-MSY) dari kelima jenis komoditas ikan unggulan tersebut diestimasikan sebesar 38,312.84 ton/tahun, dengan rincian seperti tertera pada Tabel 31.

Untuk mengoptimumkan pemanfaatan sumber daya ikan unggulan yang ada di perairan pantai Selatanselatan Jawa Barat ini, digunakan suatu pendekatan

77 kehati-hatian (precautionary approach), yaitu dengan membatasi maksimum pemanfaatannya sebesar 80% dari nilai MSY-nya atau yang dikenal istilah “jumlah tangkapan yang diperbolehkan (JTB)”. Hal ini karena nilai MSY murni didasarkan pada pendekatan biologi, sementara nilainya masih merupakan suatu nilai estimasi yang masih dapat bias, sehingga akan riskan bila tingkat pemanfaatannya sama dengan nilai MSY. Berdasarkan pendekatan kehati-hatian ini, maka produksi optimum dari sumber daya ikan unggulan diestimasi sama dengan nilai jumlah tangkapan yang diperbolehkan (JTB)-nya. Nilai JTB untuk kelima jenis komoditas ikan unggulan ini dapat dilihat pada Tabel 31.

Tabel 31 Estimasi potensi maksimum lestari (MSY) dan jumlah tangkapan yang diperbolehkan (JTB) untuk lima jenis komoditas ikan unggulan di perairan pantai Selatanselatan Jawa Barat.

No. Jenis Ikan

Estimasi p otensi maksimum lestari

(MSY) (ton/thn)

Jumlah tangkapan optimum atau JTB atau

80% x MSY (ton/thn) 1 Lobster 457,39 365,91 2 Udang 4.089,10 3.271,28 3 Tuna 1.155,35 924,28 4 Cakalang 30.051,11 24.040,89 5 Layur 2.559,89 2.047,90 Jumlah 38.312,84 30.650,27

Upaya optimasi antara ketersediaan sumber daya (stok) ikan dengan tingkat pemanfaatannya pada setiap wilayah penangkapan ikan (fishing ground) adalah sangat penting untuk menjamin sis tem usaha perikanan tangkap yang efisien atau menguntungkan dan berkelanjutan. Apabila tingkat pemanfaatan sumber daya ikan disuatu wilayah penangkapan melebihi nilai optimumnya, maka akan terjadi penurunan efisiensi usaha penangkapan ikan, bahkan akan menyebabkan fenomena tangkap lebih (overfishing). Sebaliknya kondisi tingkat pemanfaatan sumber daya ikan yang tidak optimal, tentunya juga akan merugikan, karena sumber daya ikan yang sudah tersedia hanya didiamkan mati secara alamiah (natural mortality) atau ditangkap oleh para nelayan asing. Oleh sebab itu, perlu mengetahui tingkat

For m a t t e d: Line spacing: single For m a t t e d: Space Af t er: 12 pt

78 keseimbangan yang optimum antara jumlah sumber daya (stok) ikan yang maksimum boleh dimanfaatkan dengan jumlah sarana atau unit penangkapan ikannya.

4.3.1.2) Komponen unit penangkapan i kan

Sumber daya ikan di laut yang cukup melimpah tidak mempunyai arti dari sisi ekonomi apabila tidak ada upaya untuk mendayagunakannya. Untuk memanfaatkan sumber daya ikan tersebut perlu suatu sarana penangkapan yang dikenal dengan unit penang kapan ikan. Setiap unit penangkapan ikan umumnya terdiri atas kapal/perahu, alat tangkap ikan dan nelayan.

Selanjutnya, untuk mewujudkan tingkat pemanfaatan perikanan tangkap yang efisien, lestari dan berkelanjutan, perlu mengatur jumlah optimum dari sarana atau unit penangkapan ikannya. Hal ini berarti bahwa rezim pemanfaatan pemanfaatan sumber daya ikan harus dirubah dari rezim open access menjadi re zim limited access (Andrianto, 2006). Sejalan dengan ini, FAO pada tahun 1995 juga telah mengeluarkan kode etik perikanan yang bertanggung jawab yang salah satu pokok amanatnya adalah untuk melaksanakan usaha perikanan tangkap secara terkendali (controlled fisheries).

Optimasi perikanan tangkap juga harus diarahkan untuk mewujudkan unit penangkapan ikan yang produktif, selektif, efisien dan ramah lingkungan. Hasil analisis pada bab sebelumnya menyatakan bahwa 5 (lima) jenis teknologi penangkapan eksisting di perairan Selatan selatan Jawa Barat yang produktif, selektif, efisien dan ramah lingkungan untuk memanfaatkan komoditas ikan unggulan, secara berurutan adalah unit penangkapan purse seine berukuran 30 GT, payang berukuran 25 GT, pancing berukuran 2 GT, jaring insang atau gillnet berukuran 2 GT dan rampus atau trammel net berukuran 2 GT.

Kemudian, perlu dilakukan pengalokasian yang optimum dari unit penangkapan ikan terpilih ini, agar kegiatan perikanan tangkap dapat berjalan efisien, lestari dan berkelanjutan. Oleh karena itu, digunakan pendekatan linear goal programming (LGP) untuk mengalokasikan jumlah optimum dari unit penangkapan ikan pilihan tersebut. Ada 4 (empat) tujuan utama yang hendak dicapai dalam pengalokasian ini, yaitu: (1) mengoptimumkan pemanfaatan komoditi ikan unggulan, (2) penyerapan tenaga kerja, (3) penghematan kebutuhan bahan baka r/BBM dan (4) peningkatan devisa. Untuk variabel keputusannya adalah semua jenis unit

For m a t t e d: Space Af t er: 6 pt

For m a t t e d: Font : I t alic

79 penangkapan ikan eksisting yang terpilih, yaitu: unit penangkapan purse seine/pukat cincin (X1), payang (X2), pancing ulur (X3), jaring insang atau gillnet (X4) dan ramp us atau trammel net (X5).

Secara matematis, tujuan-tujuan utama yang hendak dicapai dan sekaligus juga merupakan batasan yang harus dipenuhi dalam mengoptimumkan alokasi unit penangkapan ikan di perairan Selatanselatan Jawa Barat dapat dijelaskan sebagai berikut:

(1) Mengoptimumkan pemanfaatan sumber daya ikan (SDI) unggulan

1.1) Komoditi lobster

Nilai estimasi produksi optimum atau JTB untuk lobster di perairan Selatanselatan Jawa Barat adalah sebesar 365,91 ton/tahun. Komoditi lobster di perairan ini hanya mungkin ditangkap oleh 1 jenis teknologi penangkapan terpilih yaitu: unit penangkapan trammel net atau rampus (X5). Kemudian, diasumsikan nilai produktivitas ideal dari setiap unit penangkapan rampus untuk menangkap lobster adalah 1,16 ton/tahun, sehingga persamaan kendala tujuan (goal constrain) untuk pemanfaatan optimalnya sbb:

DB1 – DA1 + 1,16 X5 = 365,91

1.2) Komoditi udang

Nilai estimasi produksi optimum atau JTB untuk udang di perairan Selatanselatan Jawa Barat adalah sebesar 3.271,28 ton/tahun. Komoditi udang di perairan ini hanya mungkin ditangkap oleh 1 jenis teknologi penangkapan terpilih yaitu: unit penangkapan trammel net atau rampus (X5). Kemudian, diasumsikan nilai produktivitas ideal dari setiap unit penangkapan rampus untuk menangkap udang adalah 8,70 ton/tahun, sehingga persamaan kendala tujuan (goal constrain) untuk pemanfaatan optimalnya sbb:

DB2 – DA2 + 8,7 X5 = 3.271,28

2.3) Komoditi tuna

Nilai estimasi produksi optimum atau JTB untuk ikan tuna di perairan Selatanselatan Jawa Barat adalah sebesar 924,28 ton/tahun. Komoditi tuna di perairan ini dapat ditangkap oleh 2 jenis teknologi penangkapan terpilih

For m a t t e d: Font : I t alic

For m a t t e d: Font : I t alic

For m a t t e d: I ndent : Left: 1 cm, Hanging: 0,5 cm, Num bered + Level: 6 + Numbering St yle: 1, 2, 3, … + St art at: 1 + Alignment : Left + Aligned at: 7,3 cm + Tab after: 7,94 cm + I ndent at: 7,94 cm, Tab stops: 1,5 cm, List t ab + Not at 7,94 cm

For m a t t e d: Danish

For m a t t e d: I ndent : Left: 1 cm, Hanging: 0,5 cm, Tab stops: 1,5 cm, List t ab + Not at 7,94 cm

For m a t t e d: Bullet s and Numbering

For m a t t e d: I ndent : Left: 1 cm, Hanging: 0,5 cm, Space Before: 3 pt , Tab stops: 1,5 cm, List t ab + Not at 7,94 cm

80 yaitu: pancing ulur (X3) dan gillnet atau jaring insang (X4). Kemudian, diasumsikan nilai produktivitas ideal dari setiap unit penangkapan pancing ulur untuk menangkap tuna adalah 2 ton/tahun, sedangkaan unit penangkapan jaring insang 9 ton/tahun, sehingga persamaan kendala tujuan (goal constrain) untuk pemanfaatan optimalnya adalah sbb:

DB3 – DA3 + 2 X3 + 9 X4 = 924,28

3.4) Komoditi cakalang

Nilai estimasi produksi optimum atau JTB untuk ikan cakalang di perairan Selatanselatan Jawa Barat adalah sebesar 24.040,89 ton/tahun. Di perairan ini, komoditi cakalang dapat ditangkap oleh 3 jenis teknologi penangkapan terpilih yaitu: purse seine (X1), pancing (X3) dan gillnet atau jaring insang (X4). Diasumsikan nilai produktivitas ideal dari setiap unit penangkapan purse seine untuk menangkap cakalang adalah 250 ton/tahun, sedangkaan unit penangkapan pancing 20 ton/tahun dan unit penangkapan jaring insang 9 ton/tahun, sehingga persamaan kendala tujuan (goal constrain) untuk pemanfaatan optimalnya dapat dituliskan sbb:

DB4 – DA4 + 250 X1 + 20 X3 + 15 X4 = 24.040,89

4.5) Komoditi layur

Nilai estimasi produksi optimum atau JTB untuk ikan layur di perairan Selatanselatan Jawa Barat adalah sebesar 2.047,90 ton/tahun. Di perairan ini, komoditi layur ditangkap oleh 2 jenis teknologi penangkapan terpilih yaitu: payang (X2) dan pancing ulur (X3). Diasumsikan nilai produktivitas ideal dari setiap unit penangkapan payang untuk menangkap layur adalah 15 ton/tahun, sedangkaan unit penangkapan pancing ulur 4,5 ton/tahun, sehingga persamaan kendala tujuan (goal constrain) untuk pemanfaatan optimalnya dapat dituliskan sbb:

DB5 – DA5 + 15 X2 + 4,5 X3 = 2.047,90 (2) Memaksimumkan p enyerapan t enaga kerja

Diharapkan dalam pengalokasian ini dapat menyerap tenaga kerja sebanyak mungkin. Berdasarkan catatan statistik perikanan, jumlah nelayan diperairan Selatanselatan Jawa Barat tercatat sebanyak 55.570 orang. Hasil observasi dan wawancara menunjukkan bahwa setiap unit penangkapan purse seine (X1) dapat

For m a t t e d: I ndent : Left: 1 cm, Hanging: 0,5 cm, Space Before: 3 pt , Tab stops: 1,5 cm, List t ab + Not at 7,94 cm

For m a t t e d: Bullet s and Numbering

For m a t t e d: I ndent : Left: 1 cm, Hanging: 0,5 cm, Space Before: 3 pt , Tab stops: 1,5 cm, List t ab + Not at 7,94 cm

81 menyerap rata-rata sebanyak 15 orang/unit, payang (X2) sebanyak 17 orang/unit, pancing ulur (X3) sebanyak 2 orang/unit, jaring insang (X4) sebanyak 6 orang/unit dan rampus (X5) sebanyak 3 orang/unit. Berdasarkan informasi ini, maka persamaan kendala tujuan (goal constrain) untuk penyerapan tenaga kerja yang optimal dapat dituliskan sbb:

DB6 + 15 X1 + 17 X2 + 2 X3 + 6 X4 + 3 X5 = 55.570 (3) Meminimumkan konsumsi b ahan bakar minyak (BBM)

Dalam pengalokasian ini juga diharapkan dapat meminimumkan pemakaian BBM solar untuk kapal ikan. Berdasarkan catatan Pertamina, jumlah alokasi BBM solar untuk kapal perikanan berukuran 30 GT kebawah di perairan Selatanselatan Jawa Barat adalah sebanyak 39.420.688 liter. Kemudian, hasil observasi dan wawancara menunjukkan bahwa setiap unit penangkapan purse seine (X1) rata-rata menggunakan BBM solar sebanyak 143.956 liter/tahun, payang (X2) sebanyak 13.365 liter/tahun, pancing ulur (X3) sebanyak 2.228 liter/tahun, jaring insang (X4) sebanyak 2.228 liter/tahun dan rampus (X5) sebanyak 2.153 liter/tahun. Berdasarkan informasi ini, maka persamaan kendala tujuan (goal constrain) untuk penggunaan BBM solar yang optimal dapat dituliskan sbb:

DA7 + 143.956 X1 + 13.365 X2 + 2.228 X3 + 2.228 X4 + 2.153 X5 = 39.420.688

(4) Memaksimumkan target p enerimaan d evisa

Dengan asumsi bila 20% hasil tangkapan dari setiap teknologi penangkapan terpilih dapat diekspor dengan harga rata-rata US$ 0,5/kg, maka perkiraan penerimaan devisa dari setiap unit dari jenis teknologi penangkapan terpilih diestimasi sebagai berikut: unit penangkapan purse seine (X1) dapat menyumbang sebesar US$ 25.000/unit/tahun, payang sebesar US$ 1500/unit/tahun, pancing ulur sebesar US$ 2400/unit/tahun, gillnet sebesar US$ 2400/unit/tahun, dan rampus sebesar US $ 986/unit/tahun. Kemudian, ditargetkan bahwa penerimaan devisa dari kegiatan ekspor ini per tahun sebesar US $ 1.237.700,-. Berdasarkan nilai estimasi dan target tersebut, persamaan kendala tujuan (goal constrain) untuk memaksimumkan penerimaan devisa dapat dituliskan sebagai berikut:

82 DB8 + 25 X1 + 15 X2 + 24 X3 + 24 X4 + 9,86 X5 = 12.377

Proses penyelesaian untuk model linear goal programming ini menggunakan bantuan program paket komputer LINDO (Linear Interactive Descrete Optimizer). Hasil olahan program komputer LINDO ditunjukkan pada Lampiran 12. Hasil analisis ini menunjukkan bahwa alokasi unit penangkapan ikan yang eksisting terpilih di perairan Selatanselatan Jawa Barat adalah sebagai berikut: untuk purse seine (X1) dialokasikan sebanyak 80 unit, payang (X2) sebanyak 127 unit, pancing ulur (X3) sebanyak 144 unit, jaring insang (X4) sebanyak 70 unit, dan rampus (X5) sebanyak 376 unit. Alokasi jumlah armada penangkapan ikan yang optimum di perairan Selatanselatan Jawa Barat dapat dilihat pada Tabel 32.

Tabel 32 Alokasi jumlah armada penangkapan yang optimum di perairan

Selatanselatan Jawa Barat

No. Unit penangkapan ikan Ukuran Jumlah (unit) 1. Purse seine (X1) 30 GT 80 2. Payang (X2) 25 GT 127 3. Pancing ulur (X3) < 5 GT 144 4. Jaring insang (X4) < 5 GT 70 5. Rampus (X5) < 5 GT 376 Jumlah 797

Hasil analisis LGP ini juga menunjukkan bahwa hampir semua sasaran dan tujuan yang dikehendaki tercapai yang ditunjukkan dengan nilai variabel deviasionalnya (baik DA maupun DB) sama dengan nol. Sasaran atau target yang tidak tercapai adalah sasaran mengoptimumkan pemanfaatan komoditi lobster dan ikan layur pada tingkat JTB-nya, serta mengoptimumkan penyerapan tenaga kerja sebanyak 55.570 orang. Walaupun tingkat pemanfaatan lobster dan ikan layur melebihi nilai JTB-nya, yaitu masing -masing sebesar 436,17 ton/tahun dan 2559,88 ton/tahun, namun masih berada dibawah atau sama dengan nilai MSY-nya (457,39 ton/tahun untuk lobster dan 2559,89 ton/tahun untuk layur), sehingga hasil alokasi ini masih aman untuk diimplementasikan. Berdasarkan hasil alokasi ini jumlah produksi optimum yang didaratkan tidak lagi sama dengan nilai JTB-nya (30.650,27 ton/tahun),

83 tetapi menjadi sedikit lebih besar yaitu sebanyak 31.232,51 ton/tahun, n. Namun jumlah hasil tangkapan optimum yang didaratkan tersebut masih berada dibawah nilai MSY-nya (38.312,84 ton/tahun).

Kemudian, sasaran -sasaran yang dapat tercapai adalah mengoptimumkan tingkat pemanfaatan komoditi tuna, cakalang dan lobster (sesuai dengan nilai optimum atau JTB-nya) dan target penerimaan devisa sebesar US$ 1.237.700 per tahun juga tercapai, bahkan targetnya sedikit terlampaui menjadi US $ 1,274,836 per tahun.

Bila membandingkan hasil analisis alokasi ini dengan jumlah unit penangkapan yang ada pada tahun 2005, maka perlu ada penyesuaian komposisi jumlah dari kelima unit penangkapan tersebut seperti pada Tabel 33. Ada jenis unit penangkapan yang disarankan untuk ditambah atau ditingkatkan, yaitu: unit penangkapan purse seine dan payang, dan ada yang dikurangi, yaitu: unit penangkapan pancing ulur, jaring insang dan rampus. Penambahan dan pengurangan ini sangat tergantung dari nilai parameter yang digunakan untuk analisis pengalokasian unit penangkapan, utamanya yaitu: nilai produktivitas unit pen angkapan dan jumlah tangkap yang maksimum diperbolehkan (JTB) nya.

Nilai produktivitas yang digunakan p ada analisis ini adalah tingkat produktivitas ideal usaha yang menguntungkan, yang nilainya ini nyata lebih tinggi dari nilai produktivitas aktual sekarang, sehingga secara logika jumlah unit penangkapan yang dialokasikan jelas lebih sedikit dari yang ada. Namun, secara komposisi jumlah lima unit penangkapan tersebut ada yang disarankan untuk ditingkatkan dan ada yang disarankan untuk diturunkan. Hal in i disebabkan oleh pengalokasian yang memperhitungkan beberapa aspek, yaitu aspek efektivitas, ketersediaan SDI, penyerapan tenaga kerja dan efisiensinya, sehingga unit penangkapan yang kurang efektif, ketersediaan SDI nya sedikit, jumlah penyerapan tenaga kerjanya minim dan kontribusi usahanya yang tidak tinggi, tentu jumlah yang akan dialokasikannya sedikit, bahkan mungkin tidak dialokasikan.

Tabel 33 Perbandingan jumlah optimum dan eksisting pada tahun 2005 dari 5 jenis unit penangkapan ikan terpilih di perairan Selatanselatan Jawa Barat

No. Unit penangkapan ikan

Estimasi jumlah yang optimum

(unit)

Jumlah yang ada pada tahun 2005

(unit)

84 2. Payang (X2) 127 57 3. Pancing ulur (X3) 144 1439 4. Jaring insang (X4) 70 131 5. Rampus (X5) 376 831 Jumlah 797 2498

Selanjutnya, untuk mengimplementasikan hasil ini, tentunya tidak langsung melakukan pembatasan atau pengurangan secara drastis bagi unit penangkapan yang berlebih tersebut. Hal ini dapat dilakukan dengan cara rasional dan bertahap, seperti melakukan pengalihan usaha dari unit penangkapan yang berlebih ke unit penangkapan yang belum optimal jumlahnya, dan menutup atau tidak memperpanjang ijin usaha unit penangkapan yang jumlahnya berlebih hingga mencapai titik optimalnya.

4.3.1.3) Komponen prasarana pelabuhan

Prasarana pelabuhan atau yang biasa disebut dengan pelabuhan perikanan merupakan salah satu komponen penting dalam menunjang kegiatan usaha perikanan tangkap, karena kegiatan proses produksi dapat terhambat atau bahkan sulit dilakukan bila tidak tersedia komponen ini. Tanpa pelabuhan perikanan, kegiatan bongkar muat tidak mungkin dilakukan dengan baik dan lancar.

Pelabuhan perikanan d i Indonesia diklasifikasikan menjadi 4 kelas berdasarkan ukuran GT ka pal yang dilayani, daerah penangkapan armadanya, panjang dermaga dan kedalaman kolamnya, daya tampungnya, tujuan pemasarannya, dan fasilitas kawasan industrinya (Departemen Kelautan dan Perikanan, 2006Peraturan

Menteri Kelautan dan Perikanan No.16/Men/2006). Pembagian kelas pelabuhan

perikanan tersebut adalah:

(1)Pelabuhan Perikanan Samudera atau PPS, dicirikan dengan melayani kapal ikan = 60 GT, daerah penangkapannya di laut teritorial, ZEE Indonesia dan laut lepas, panjang dermaga minimal 300 m dengan kedalam kolam minimal minus 3 m, memiliki daya tampung minimal 100 buah kapal atau 6000 GT sekaligus, hasil tangkapannya untuk ekspor, memiliki kawasan industri.

(2)Pelabuhan Perikanan Nusantara atau PPN, dicirikan dengan melayani kapal ikan 15 - 60 GT, daerah penangkapannya di di laut teritorial dan ZEE Indonesia,

85 panjang dermaga minimal 150 m dengan kedalam kolam minimal minus 3 m, memiliki daya tampung minimal 75 buah kapal atau 2250 GT sekaligus, memiliki kawasan industri.

(3)Pelabuhan Perikanan Pantai atau PPP, dicirikan dengan melayani kapal ikan 5 - 15 GT, daerah penangkapannya di perairan pedalaman, perairan kepulauan dan laut teritorial, panjang dermaga minimal 100 m dengan kedalam kolam minimal minus 2 m, memiliki daya tampung minimal 30 buah kapal atau 300 GT sekaligus. (4)Pangkalan Pendaratan Ikan atau PPI, dicirikan dengan melayani kapal ikan = 5 GT, daerah penangkapannya di di perairan pedalaman dan perairan kepulauan, panjang dermaga minimal 50 m dengan kedalam kolam minimal minus 2 m, memiliki daya tampung minimal 20 buah kapal atau 60 GT sekaligus.

Kebutuhan minimal prasarana pelabuhan di perairan Selatanselatan Jawa Barat dapat diestimasikan d engan menggunakan pendekatan klasifikasi diatas dan jumlah alokasi armada yang optimum. Tahap pertama dalam estimasi adalah menentukan kelas pelabuhannya berdasarkan ukuran kapal atau armada yang akan dilayani. Setelah itu menghitung kebutuhan jumlahnya dengan cara membagi jumlah total GT kapal ikan yang ada dengan daya tampung kelas pelabuhan yang telah ditentukan. Berdasarkan pendekatan ini, ada 2 kelas pelabuhan yang dibutuhkan, yaitu pelabuhan perikanan nusantara (PPN) untuk menampung dan melayani armada purse seine dan payang, dan pangkalan pendaratan ikan (PPI) untuk menampung dan melayani armada jaring insang, pancing ulur dan rampus. Selanjutnya, untuk jumlah PPN dan PPI adalah minimal 2 unit PPN dan 20 unit PPI. Rincian perhitungan jumlah kebutuhan prasarana pelabuhan diperairan Selatanselatan Jawa Barat ditunjukkan pada Tabel 34.

Tabel 34 Jumlah kebutuhan optimum prasarana pelabuhan di perairan

Selatanselatan Jawa Barat

Unit penangkapan ikan Ukuran kapal (GT) Jumlah kapal (unit) Jumlah GT kapal (GT) Klasifikasi Pelabuhan Jumlah Pelabuhan (unit) Pukat cincin 30 80 2.400 PPN 2 Payang 25 127 3.175 PPN

Pancing ulur 2 144 288 PPI

20 Jaring insang 2 70 140 PPI

86

Rampus 2 376 752 PPI

Keterangan:

Estimasi jumlah optimum prasarana pelabuhan = [ Jumlah GT Kapal / Daya tampung tipe pelabuhan ]

Jika membandingkan hasil analisis ini dengan jumlah prasarana pelabuhan yang telah dibangun di perairan Selatanselatan Jawa Barat pada tahun 2005, maka perlu ada penamb ahan jumlah fasilitas, yaitu untuk PPN sebanyak 1 unit dan PPI sebanyak 6 unit, dengan asumsi semua prasarana pelabuhan yang telah dibangun tersebut dalam kondisi baik dan berfungsi. Rincian perbandingan antara jumlah prasarana pelabuhan yang optimum dengan jumlah yang ada pada tahun 2005 dapat dilihat pada Tabel 35.

Tabel 35 Perbandingan jumlah prasarana pelabuhan yang optimum dan eksisting pada tahun 2005 di perairan Selatan selatan Jawa Barat Tipe Pelabuhan

Perikanan

Dokumen terkait