SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR
I NDUSTRI PENGO-
2.3.4 Teknologi pemanfaatan sumber daya
Teknologi pemanfaatan sumber daya perikanan dan kelautan pada umumnya belum optimal, walaupun pada beberapa kegiatan usaha telah menunjukan kemajuan yang berarti. Teknologi penangkapan ikan khususnya di
21
wilayah pantai utara sudah maju dengan fishing ground yang lebih jauh sedangkan
di pantai sela tan masih rendah.
Jawa Barat memiliki sumber informasi teknologi pemanfaatan sumber daya perikanan dan kelautan yang cukup memadai, baik UPTD (Unit Pelaksana Teknis Daerah) maupun adanya UPT (Unit Pelaksana Teknis) Pusat dan Perguruan Tinggi unggulan yang berlokasi di Jawa Barat (Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Jawa Barat, 2005), yaitu :
(1) Sarana UPTD :
1) Balai Pengembangan Benih Ikan (BPBI) di Wanayasa;
2) Balai Pengembangan Benih Ikan Laut, Payau dan Udang (BPBILAPU)
di Pangandaran;
3) Balai Pengembangan Budidaya Perikanan Air Tawar (BPBPAT) di
Cijengkol;
4) Balai Pengembangan Budidaya Perikanan Laut, Payau dan Udang
(BPBPLAPU) di Sungaibuntu;
5) Balai Pengembangan dan Pelestarian Perikanan Perairan Umum
(BPPPPU);
6) Balai Pengujian dan Pembinaan Mutu Hasil Perikanan (BPMHP) di
Cirebon;
7) Balai Pengelolaan Pelabuhan Perikanan Pantai (BPPPP) di Muara
Ciasem;
8) Balai Pengembangan Teknologi Penangkapan dan Potensi Kelautan
(BPTPK) di Cirebon. (2) Sarana UPT Pusat :
1) Balai Riset Budidaya Air Tawar di Bogor;
2) Balai Budidaya Air Tawar (BBAT) di Sukabumi.
3) Perguruan Tinggi Unggulan, yaitu IPB, ITB dan UNPAD.
(3) Sarana dan prasarana perikanan dan kelautan :
1) Sarana/prasarana penangkapan: Pelabuhan Perikanan Nusantara
(PPN), Pelabuhan Perikanan Pantai (PPP), Pangkalan Pendaratan Ikan (PPI), Tempat Pelelangan Ikan (TPI), fasilitasi peralatan tangkap (kapal, jaring, pancing, motor/mesin).
22
2) Sarana/prasarana penunjang pemasaran/pengolahan: Pasar Ikan,
Holding Ground, Cold Storage, Work Shop, Laboratorium Uji Mutu, termasuk SPBN untuk pasokan bahan bakar mesin kapal.
3) Sarana dan prasarana budi daya : Jaringan Irigasi, Waduk/Bendungan,
Kolam Air Tenang (KAT), Kolam Air Deras (KAD), Keramba Jaring
Apung (KJA), Hatchery, UPR, dan TPHT.
2.4 Potensi dan Peluang Pengembangan Perikanan Tangkap
Indonesia memiliki potensi sumber daya perikanan laut yang cukup besar, baik dari segi kuantitas maupun diversitas. Berdasarkan hasil kajian Komisi Nasional Pengkajian Stok Sumber Daya Ikan pada tahun 1997, yang kemudian dikukuhkan oleh pemerintah melalui Keputusan Menteri Pertanian No. 995/Kpts/IK.210/9/99 tentang Potensi Sumber daya Ikan dan Jumlah Tangkapan yang diperBolehkan (JTB), potensi sumber daya ikan di Perairan Indonesia adalah sebesar 6,258 juta ton pertahun, dengan rincian 4,400 juta ton pertahun berasal dari perairan teritorial dan perairan wilayah, serta 1,858 juta ton pertahun dari perairan ZEEI. Manajemen perikanan yang menganut azas kehatian-hatian
(precautionary approach), mengakibatkan ditetapkannya JTB (Jumlah Tangkapan
yang diperBolehkan) sebesar 80% dari potensi tersebut atau sebesar 5,006 juta ton pertahun, dengan rincian 3,519 juta ton pertahun berasal dari perairan territorial dan perairan wilayah serta 1,487 juta ton pertahun dari perairan ZEEI. Kelompok
SDI yang potensinya paling besar adalah ikan pelagiskecil, yakni kelompok ikan
yang hidup pada kolo m air dan permukaan serta secara fisik berukuran kecil. Contoh jenis ikan yang termasuk dalam kelompok ini adalah ikan kembung, alu- alu, layang, selar, tetengkek, daun bambu, sunglir, julung-julung, teri, japuh, tembang, lemuru, parang-parang, terubuk, ikan terbang, belanak, dan kacang-
kacang. Kedua adalah ikan demersal, yaitu kelompok ikan yang hidup di dasar
perairan dan terdiri atas spesies antara lain: sebelah, lidah, nomei, peperek, manyung, beloso, biji nangka, kurisi, swanggi, gulamah, bawal, layur, senangin/kuro, lencam, kakap merah, kakap putih, pari, sembilang, buntal landak, kuwe, gerot-gerot, bulu ayam, kerong-kerong, payus, etelis, dan remang. Ketiga
23 permukaan serta secara fisik berukuran besar, yang terdiri atas spesies antara lain: tuna mata besar, madidihang, albakora, tuna strip biru selatan, cakalang, tongkol, setuhuk/marlin, tenggiri, layaran, ikan pedang, cucut/hiu dan lemadang. Keempat
adalah ikan karang, yaitu kelompok ikan yang hidup di sekitar perairan karang,
yang terdiri atas spesies antara lain: ekor kuning, pisang-pisang, kerapu, baronang,
kakak tua, napoleon, dan kerondong (morai). Kelima adalah udang penaid, yaitu
kelompok udang yang terdiri atas spesies antara lain: peneid, kepiting, rajungan,
rebon dan udang kipas. Keenam adalah kelompok cumi-cumi dan lobster yang
potensinya paling kecil (Direktorat Jenderal Perikanan Tangkap, 2004).
Data potensi dan JTB di atas dapat mengalami perubahan ke arah yang
positif, yakni terjadi kenaikan. Berdasarkan hasil pengkajian stok (stock
assessment) yang dilakukan oleh Pusat Riset Perikanan Tangkap, Badan Riset
Kelautan dan Perikanan, Departemen Kelautan dan Perikanan pada tahun 2001, diperoleh potensi SDI di perairan Indonesia diperkirakan sebesar 6,40 juta ton pertahun, dengan rincian 5,14 juta ton pertahun berasal dari perairan teritorial dan perairan wilayah serta 1,26 juta ton pertahun berasal dari ZEEI. Data ini masih bersifat sementara, karena masih akan didiskus ikan lebih lanjut dengan Komisi Nasional Pengkajian Stok Sumber daya Ikan Laut sebelum dikukuhkan dalam peraturan perundang-undangan (PUSRIPT-BRKP, 2003).
3 METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan selama 12 (dua belas) bulan dimulai dari bulan Juli 2005 sampai Juni 2006, dengan kegiatan dimulai dari penyusunan rencana penelitian, orientasi lapangan, pengumpulan data, pengolahan data dan analisis data serta penyusunan disertasi. Rincian waktu penelitian dapat dilihat pada Gambar 4. Lokasi penelitian dilaksanakan di Provinsi Jawa Barat, tepatnya di daerah pesisir dan perairan pantai bagian selatan Provinsi Jawa Barat.
No. Kegiatan
Waktu pelaksanaan penelitian bulan Juli 2005 sampai Juni 2006
Juli Agust Sept Okt Nop Des Jan Feb Mrt Aprl Mei Jun
1. Penyusunan rencana penelitian 2. Orientasi lapangan 3. Pengumpulan data 4. Pengolahan data dan analisa data 5. Penyusunan disertasi
Gambar 4 Waktu penelitian “Model pengembangan perikanan tangkap di pantai selatan Provinsi Jawa Barat”.
3.2 Metode Penelitian
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode survei dengan menggali data dan informasi langsung dari lokasi penelitian lapangan. Data yang dikumpulkan adalah data primer dan data sekunder. Dalam penelitian ini juga diterapkan beberapa asumsi yang digunakan untuk membantu mengestimasi nilai optimum dari komponen utama perikanan tangkap.
25
3.3 Metode Pengumpulan Data 3.3.1 Jenis data
Secara umum jenis data yang dikumpulkan terdiri dari :
(1) Data potensi sumber daya perikanan tangkap
Data potensi meliputi sumber daya ikan, kapal perikanan, alat tangkap dan produksinya yang mendukung pengelolaan sumber daya perikanan tangkap.
(2) Data sosial ekonomi dan budaya
Data sosial ekonomi meliputi jumlah nelayan, pendidikan, partisipasi masyarakat dalam pengelolaan sumber daya perikanan tangkap, kecenderungan masyarakat memanfaatkan sumber daya perikanan tangkap serta keinginan masyarakat.
(3) Data kelembagaan
Data kelembagaan meliputi lembaga- lembaga yang ada di tingkat desa baik formal maupun non formal, kapasitas lembaga (dilihat dari kemampuan menjabarkan program pengelolaan sumber daya perikanan tangkap), interaksi lembaga dengan pihak luar dan program yang dibuat oleh lembaga yang ada.
(4) Peraturan dan perundangan
Meliputi seluruh peraturan dan perundangan baik pada tingkat desa, kecamatan, kabupaten/kota dan provinsi baik secara langsung dan tidak langsung mendukung pengelolaan sumber daya perikanan tangkap.
3.3.2 Teknik pengambilan data
Sumber data pokok (primer dan sekunder) dalam penelitian ini dihimpun melalui beberapa teknik pengumpulan data (Singarimbun dan Effendi, 1989), sebagai berikut :
(1) Teknik wawancara
Wawancara adalah kegiatan mengajukan pertanyaan pada orang-orang dan merekam jawabannya untuk dianalisis. Kekuatan utama dari bertanya sebagai sebuah teknik pengumpulan data primer adalah kepandaiannya atau
versatility. Teknik wawancara yang digunakan dalam studi ini ialah
26 arah atas inisiatif pewawancara dengan memakai panduan wawancara
(interview guide) pada sekelompok responden yang telah ditentukan.
Keunggulan in-depth interview ini ialah adanya jaminan kedalaman dan
rincian (detail) informasi yang diperoleh.
(2) Teknik pengamatan (observasi)
Observasi meliputi segala hal yang menyangkut pengamatan aktivitas atau kondisi perilaku maupun non perilaku yang dikelompokkan dalam
observasi non perilaku (non behavioral observation) dan observasi perilaku
(behavioral observation). Oleh sebab itu mengacu pada pengertian tersebut,
dalam studi ini peneliti melakukan pengamatan denga n melihat kejadian secara terencana dan langsung pada tujuan (obyek yang diteliti) guna menghimpun data asli pada saat kejadiannya.
(3) Teknik dokumentasi
Teknik dokumentasi yang dimaksudkan dalam studi ini ialah proses pengumpulan dan pengkajian informasi (data sekunder) yang bersumber dari database, yaitu terbitan-terbitan berkala, buku/literatur, informasi internet, dokumen, surat kabar, dan referensi statistik. Sumber data sekunder digolongkan menjadi sumber informasi organisasional (internal), yaitu database dari instansi pernerintah, dan informasi eksternal berupa database dari lembaga non-pemerintah (swasta).
3.4 Metode Analisis Data
3.4.1 Analisis karakteristik perairan Provinsi Jawa Barat bagian selatan
Karakteristik perairan Provinsi Jawa Barat bagian selatan dianalisis dengan statistik deskriptif baik secara induktif maupun deduktif berbasis literatur (Subiyanto, 1995).
3.4.2 Standardisasi upaya tangkap
Fungsi standarisasi adalah untuk menyeragamkan satuan upaya tangkap terhadap upaya alat tangkap tertentu (standar). Berdasarkan rumus Gulland (1983), proses standarisasi adalah sebagai berikut :
27
HTSUi = HTi/FEi
FPIi = HTSUi/HTSUs
Upaya penangkapan standar (f) = FPIi x jumlah upaya
Keterangan :
HTSUs = hasil tangkap alat tangkap baku per satuan upayanya
HTSUi = hasil tangkap alat tangkap i per satuan upayanya
HTs = hasil tangkap alat tangkap baku
HTi = hasil tangkap alat tangkap i
FEs = jumlah upaya alat tangkap baku
FEi = jumlah upaya alat tangkap i
FPIs = faktor daya tangkap jenis alat tangkap baku
FPIi = faktor daya tangkap jenis alat tangkap i
3.4.3 Analisis sumber daya ikan
Analisis tingkat pemanfaatan sumber daya ikan dilakukan dengan
menduga terlebih dahulu nilai produksi maksimal lestari atau Maximum
Sustainable Yield (MSY) dengan menggunakan model Schaefer (Pauly, 1983),
yaitu dengan memplotkan hasil tangkapan persatuan upaya yang telah distandarisasi (c/f) dalam satuan kg/trip dan upaya penangkapan yang telah distandarisasi (f) dalam satuan trip kemudian dihitung dengan model regresi linier, sehingga diperoleh nilai konstanta regresi (b) dan intersep (a).
Nilai intersep (a) dan konstanta regresi (b) kemudian digunakan untuk menentukan beberapa persamaan yang diperlukan, yaitu:
(1) Hubungan antara HTSU dan upaya penangkapan standar (f):
HTSU = a – bf atau HTSU = c/f
(2) Hubungan antara hasil tangkapan (c) dan upaya penangkapan:
c = af – bf2
(3) Upaya penangkapan optimum (fopt) diperoleh dengan cara menyatakan turunan
pertama hasil tangkapan upaya penangkapan sama denga nol: c = af – bf2, c’ = a – 2bf = 0
28
(4) Produksi maksimum lestari (MSY) diperoleh dengan mensubstitusi nilai
upaya penangkapan optimum ke dalam persamaan (2) di atas:
cmax = a(a/2b) – b(a2/4b2)
MSY = a2/ 4b
Selanjutnya untuk mengetahui tingkat pemanfaatan sumber daya ikan diperoleh dengan mempersenkan jumlah hasil tangkapan pada tahun tertentu dengan nilai produksi maksimum lestari (MSY):
Tingkat pemanfaatan = x100%
MSY Ci
Keterangan : Ci = jumlah hasil tangkapan ikan pada tahun ke-1
MSY = maximum sustainable yield
Dalam penggunaan metode ini, sebagaimana metode- metode yang lain memiliki kelemahan, karena sangat dipengaruhi keberadaan dan keakuratan data dan informasi stok biomasa. Oleh karena itu data yang dikumpulkan berorientasi pada data dependen yang meliputi total tangkapan, jumlah upaya tangkapan dan kombinasi keduanya berupa CPUE. Selanjutnya spesies yang dideteksi adalah spesies unggulan yang secara tepat dapat dikenali.
Oleh karena itu didalam penggunaan metode ini, beberapa asumsi dasar yang harus diperhatikan adalah :
(1) Stok ikan dianggap sebagai unit tunggal dan sama sekali tidak berpedoman
pada struktur populasinya.
(2) Stok ikan selalu dalam keadaan yang cenderung menuju situasi steady state
sesuai model pertumbuhan biomas seperti kurva logistik.
(3) Hasil tangkapan dan upaya penangkapan merupakan data yang bersifat
random.
(4) Hasil tangkapan yang di daratkan berasal dari perairan di kawasan pantai
selatan Provinsi Jawa Barat dan tidak ada hasil tangkapan yang di daratkan di luar kawasan.
29
3.4.4 Analisis komoditi dan unit penangkapan ikan unggulan dengan metode skoring
Untuk menentukan jenis teknologi penangkapan ikan yang unggul dilakukan dengan metode skoring. Disamping itu dilakukan standarisasi nilai dengan menggunakan fungsi nilai (Kuntoro dan Listiarini, 1983; Haluan dan Nurani, 1998). Fungsi nilai dilakukan dengan rumus:
V(x) = X – Xo Xi – Xo V(A) = S Vi (Xi) Untuk i = 1,2,3, …, n
V(x) = Fungsi nilai dari variabel x;
X = Variabel x;
Xo = Nilai terburuk kriteria x;
V(A) = Fungsi nilai dari alternatif A;
Vi(Xi) = Fungsi nilai dari alternatif pada kriteria ke- i
Xi = Kriteria ke- i
3.4.5 Model linear programming
Teknik ini digunakan untuk menganalisis kebutuhan optimum dari suatu
kegiatan dengan tujuan tunggal. Model linear programming pada penelitian ini
digunakan untuk mengestimasi nilai optimum dari komponen sarana penunjang
produksi. Bentuk umum dari persamaan matematis model linear programming
adalah sebagai berikut (Haluan et al., 2004) :
(1) Fungsi tujuan, Minimumkan/Maksimumkan Z = Σ ci Xi (2) Fungsi kendala, Σaij Xi = / = / = bj (i=1,2,3,...,n) (j=1,2,3,...,m) Xi, bj = 0 dimana,
Z = Nilai fungsi tujuan
30
ci = Nilai manfaat atau resiko dari setiap variabel keputusan
aij = Nilai koefisien dari setiap variabel keputusan untuk setiap jenis
sumber daya atau batasan
bj = Nilai sumber daya atau batasan
3.4.6 Model linear goal programming
Teknik ini digunakan untuk menganalisis kebutuhan optimum dari suatu
kegiatan dengan tujuan ganda. Model linear goal programming merupakan
perluasan dari model linear programing yang ditambah dengan sepasang variabel
deviasional yang akan muncul difungsi tujuan dan difungsi kendala tujuan (goal
constraint). Variabel deviasional berfungsi untuk menampung penyimpangan atau
deviasi yang akan terjadi pada nilai ruas kiri suatu persamaan kendala terhadap
nilai ruas kanannya. Dalam penelitian ini, model linear goal programming
digunakan untuk menentukan alokasi unit penangkapan untuk jenis-jenis ikan unggulan yang merupakan salah satu komponen dari perikanan tangkap, yaitu komponen kapal dan alat penangkap ikan.
Bentuk umum persamaan matematis dari model ini adalah sebagai berikut (Lee et
al., 1985; Muslich, 1993): (1) Fungsi tujuan, Minimumkan Z= ΣWikPk (d-i – d+i) (2) Fungsi kendala, Σaij Xj + d-i – d+i = bi (i=1,2,3,...,m) Xj, d-i , d+i = 0 Dimana, Pk = urutan prioritas (Pk >>> Pk + 1)
Wik- dan Wik+ = bobot untuk variabel simpangan 1 di dalam suatu tingkat
prioritas k
d-i dan d+i = deviasi negatif dan positif
aij = koefisien teknologi
31
Setiap model goal programming paling sedikit terdiri atas tiga bagian,
yaitu sebuah fungsi tujuan, kendala-kendala tujuan dan kendala non negatif. Selanjutnya, dalam model ini dikenal 3 macam fungsi tujuan, yaitu:
(1) Minimumkan Z= Σ d-i – d+i
Fungsi tujuan ini digunakan jika variabel simpangan dalam suatu masalah tidak dibedakan menurut prioritas bobot.
(2) Minimumkan Z= ΣPk (d-i – d+i) (k= 1,2,..., k)
Fungsi tujuan ini digunakan dalam suatu masalah di mana urutan tujuan
diperlukan tetapi variabel simpangan didalam setiap prioritas memiliki
kepentingan yang sama.
(3) Minimumkan Z= ΣWik Pk (d-i – d+i) (k= 1,2,..., k)
Dalam fungsi ini, tujuan-tujuan diurutkan dan variabel simpangan pada setiap tingkat prioritas dibedakan dengan menggunakan bobot yang berlainan Wik.
3.4.7 Analisis finansial
Suatu usaha atau kegiatan ekonomi dianggap dapat dilaksanakan, bila dapat diharapkan: (1) memberikan keuntungan untuk memenuhi setiap kewajiban jangka pendek (2) likuiditasnya terpelihara meskipun pada saat-saat tertentu perusahaan dalam kesulitan (3) berkembang kemampuannya membiayai operasinya terutama dari modal sendiri dan bukan kredit pada suatu saat dan (4) dapat membayar semua beban pembiayaan. Dengan demikian, kelayakan finansial harus mengungkapkan secara terperinci apakah usaha atau kegiatan akan menguntungkan dalam suasana persaingan, resiko bisnis, kondisi perekonomian tidak stabil dan lain- lain. Menurut Kadariah (1986), untuk mengevaluasi kelayakan finansial dapat digunakan 3 (tiga) kriteria investasi yang penting, yaitu Net Present Value (NPV), Net Benefit - Cost Ratio dan Internal Rate of Return (IRR).
Kriteria investasi yang digunakan untuk pengujian/evaluasi kelayakan
usaha secara finansial didasarkan pada discounted criterion. Pengujian ini
dilakukan untuk mengetahui seberapa besar manfaat (benefit) serta biaya-biaya
32
to)diukur dengan nilai uang sekarang (present value), yaitu dengan menggunakan
discounting factor. Kriteria tersebut adalah:
(1) Perhitungan Net Present Value (NPV)
n Bt - Ct NPV = ∑ ---, t=1 (1 + i)t
dimana : Bt = Benefit pada tahun ke- t
Ct = Biaya pada tahun ke-t i = tingkat bunga (%)
n = umur ekonomis
t = 1,2,3...,n
Kriteria : NPV > 0, usaha layak / menguntungkan
NPV = 0, usaha mengembalikan sebesar biaya yang dikeluarkan NPV < 0, usaha tidak layak / rugi
(2) Perhitungan Internal Rate of Return (IRR)
NPV 1
IRR = i1 + --- (i2 - i1)
NPV1 - NPV2
dimana : i1 = Tingkat bunga yang menghasilkan NPV positif
i2 = Tingkat bunga yang menghasilkan NPV negatif
NPV1 = NPV pada tingkat bunga i1 NPV2 = NPV pada tingkat bunga i2
Kriteria : Apabila IRR lebih besar dari tingkat diskontoyang berlaku, maka usaha layak untuk dilaksanakan.
(3) Perhitungan Net Benefit Cost Ratio (Net B/C)
n Bt - Ct ∑ ---, (untuk Bt- Ct > 0) t=1 (1 + i)t Net B/C = --- n Ct - Bt ∑ ---, (untuk Bt – Ct < 0) t=1 ( 1 + i)t
Kriteria : B/C > 1 = usaha layak untuk dilaksanakan (feasible)
B/C = 1 = usaha layak dalam kondisi break event point
33
3.4.8 Analisis sosial ekonomi perikanan
Analisis sosial ekonomi yang akan dilakukan mencakup analisis kuantitatif dan kualitatif. Analisis kuantitatif akan dilakukan untuk beberapa parameter penting pengelolaan ekonomi perikanan seperti alokasi optimal sumber daya
perikanan (discrete maximum principle), analisis pasar (permintaan dan
penawaran), analisis pendapatan nelayan (profit function approach), dan analisis
kesejahteraan rumah tangga nelayan (household production model). Sementara itu
analisis kua litatif akan dilaksanakan untuk beberapa parameter kunci komunitas perikanan seperti tingkat pendidikan, kepastian usaha, dan penge lolaan perikanan tradisional apabila ada.
3.4.9 Analisis teknologi berwawasan lingkungan
Analisis Teknologi Berwawasan lingkungan dalam pengembangan armada ini dilakukan secara deskritif. Pengembangan perikanaan tangkap yang baik adalah perikanan tangkap yang menggunakan aturan atau kaidah-kaidah yang telah ditetapkan melalui suatu ketentuan tingkat internasional yang dapat diaplikasikan pada setiap Negara dan diteruskan ke setiap daerah yang memiliki industri perikanan tangkap.
Operasi penangkapan ikan dapat berjalan dengan baik apabila suatu usaha perikanan mamilki beberapa kriteria teknologi penangkapan ikan yang ramah lingkungan. Menurut Monintja (2001), kriteria teknologi penangkapan ikan memiliki sembilan (9) poin, yakni :
(1) Selektivitas tinggi.
(2) Tidak destruktif terhadap habitat.
(3) Tidak membahayakan nelayan.
(4) Produksinya berkualitas.
(5) Produknya tidak membahayakan konsumen.
(6) By-catch dan discard minimum.
(7) Tidak menangkap spesies yang dilindungi atau terancam punah.
(8) Dampak minimum terhadap keanekaragaman ha yati.
34 Kriteria kegiatan penangkapan ikan yang berkelanjutan terdiri dari :
(1) Menerapkan teknologi penangkapan yang ramah lingkungan.
(2) Jumlah hasil tangkapan tidak melebihi jumlah hasil tangkapan yang
diperbolehkan (TAC).
(3) Menguntungkan.
(4) Investasi rendah.
(5) Penggunaan bahan bakar minyak rendah.
(6) Memenuhi ketentuan hukum dan perundang-undangan yang berlaku.
3.4.10 Metode indeksasi
Metode indeksasi adalah metode estimasi untuk menghitung kebutuhan optimum di waktu yang akan datang dengan pendekatan terhadap indeks ratio yang ideal (Handoko, 2001). Indeks ratio yang ideal dapat ditentukan berdasarkan
pedoman peraturan, referensi maupun asumsi berdasarkan scientific/expert
judgement. Contoh metode indeksasi adalah ratio ideal antara tenaga kerja dengan
jumlah produksi pengolahan ikan, seperti: untuk setiap satu orang tenaga kerja idealnya per hari dapat memproses lima puluh kilogram ikan.
Pada penelitian ini, metode indeksasi digunakan untuk mengestimasi nilai optimum dari beberapa komponen utama perikanan tangkap, yaitu komponen sumber daya ikan, prasarana pelabuhan, masyarakat (nelayan), unit pemasaran dan unit pengolahan hasil tangkapan.