• Tidak ada hasil yang ditemukan

UKL/UPL LAHAN PENGELOLA 164 Pembangunan Fisik Kws Karang Asam KOTA

B. Profil Rinci Pengelolaan Air Limbah

1. Aspek Teknis

dengan jamban leher angsa. Sementara itu ada sebagian yang membuang limbah air mandi, cuci dan dapur langsung ke saluran drainase masih sering dijumpai. Akan tetapi, kebiasaan ini tidak sesuai dengan prinsip-prinsip sanitasi yang baik, dan oleh karena itu kebiasaan ini harus ditinggalkan.

Tanggung jawab terhadap pembangunan fasilitas sanitasi setempat berada pada tingkat keluarga. Sedangkan pemerintah Kota Samarinda melalui pengelola sektor air limbah bertugas melaksanakan perencanaan, pengawasan, pengendalian, dan pemanfaatan sarana dan prasarana di bidang teknik penyehatan yang meliputi urusan-urusan air bersih, air buangan, kebakaran, kebersihan, pertamanan, dan pemakaman.

b. Fasilitas Sanitasi Komunal (SANIMAS)

Di Kota Samarinda terdapat fasilitas sanitasi komunal untuk keperluan buang air besar untuk pemakaian bersama (umum) dalam lingkup Kelurahan dengan asumsi bahwa 1 unit digunakan oleh 10 KK. Fasilitas sanitasi komunal dilayani dengan menggunakan MCK Plus Biogester (Mandi, Cuci, Kakus).

 KSM SANIMAS - Kondisi umum

Untuk memenuhi kebutuhan buang air besar/BAB masyarakat biasanya menggunakan sarana Jamban dirumah masing-masing, tetapi sarana tersebut tidak dilengkapi dengan sistem pengelolahan sehingga kotoran mengalir begitu saja dan mencemari (air tanah/sungai/rawa). Akibatnya lingkungan menjadi kotor, dan tidak sehat. Kebiasaan BAB dan membuang sampah yang tidak memperhatikan kebersihan lingkungan tersebut menyebabkan berkembangnya lalat yang bisa membawa penyakit kepada manusia seperti DBD dan thypus.

- Ketersediaan Lahan

Lahan untuk tempat pengolahan limbah adalah syarat mutlak yang harus ada dalam SANIMAS. Jumlah lahan yang dibutuhkan minimal antara 100 - 200 meter persegi. Letak lahan tersebut juga harus memenuhi syarat teknis dan elevasinya, dan memenuhi syarat status legal formal dan sosial, yakni jelas status kepemilikannya, tidak dalam sengketa , serta tidak ada keberatan dari Rumah Tangga sekitarnya.

pendekatan partisipatif, dimana masyarakat sendiri yang harus menentukan siapa saja calon pengguna atau penerima manfaat proyek. Untuk menentukan hal tersebut harus berdasarkan criteria tertentu, dan kriteria itu harus disusun bersama oleh masyarakat sendiri. Apabila kriteria telah di tentukan dan diperkirakan jumlah calon penerima manfaat sudah diputuskan, kemudian harus diidentifikasi nama-nama dan jumlah anggota keluarga yang tinggal dalam satu Rumah untuk menentukan tingkat aksesibilitas kepada sarana sanitasi yang akan dibangun. Alat yang digunakan Welfare Classification dan Community Mapping.

Secara singkat penggunaan alat-alat tersebut adalah sebagai berikut: Welfare Classification digunakan untuk mengidetifikasi jumlah calon pengguna dan dari kelompok sosial masyarakat miskin, menengah atau kaya, sesuai criteri masyarakat sendiri. alat ini penting untuk menghidarkan proyek yang diperuntukkan bagi segelintir golongan tertentu saja yang dekat dengan elit desa demi kepentingan politiknya. Caranya adalah pertama-tama masyarakat diajak untuk masyarakat berdasarkan klasifikasi kaya-menegah-miskin. Kemudian mereka diminta untuk menentukan ciri-ciri (indikator) dari setiap klasifikasi sosial tersebut. Selanjutnya mereka diminta untuk menentukan jumlah/persentase dari masing-msing klasifikasi sosial tersebut berdasarkan keadaan yang riil. Terakhir, mereka diminta untuk menentukan kelompok sosial masyarakat yang mana yang akan menjadi prioritas calon penerima manfaat proyek.

Community Mapping atau lebih tepatnya Potential Users Mapping digunakan untuk menentukan tingkat aksesibilitas calon pengguna tersebut terhadap sarana yang akan dibangun, sekaligus menghitung jumlah jiwa calon pengguna. Caranya, pertama masyarakat diajak untuk menggambarkan Rumah calon pengguna yang telah disepakati kedalam peta. Kemudian mereka dimintan untuk menganalisis tingkat aksesibilitas masing-masing kesana sanitasi yang akan dibangun; apabila terlalu jauh mungkin tidak layak. Kemudian masyarakat diberi waktu satu minggu

setiap KK calon pengguna, sekaligus membuat daftar dan tandantangan pernyatan persetujuan dari masing-masing KK tersebut. Jumlah total pengguna SANIMAS adalah 231 jiwa termasuk orang dewasa dan anak-anak atau 56 KK.

- Detail Enginering Design/ DED

Detail Enginering Desing/DED dibuat setelah dilakukan seleksi atau pemilihan jenis teknologi yang akan digunakan oleh masyarakat. Pilihan teknologi tersebut berdasarkan pada Inform Choice Catalogue/ LCC yang telah disiapkan oleh Tim SANIMAS.

Pertama dijelaskan berbagai altertnatif pilihan teknologi sanitasi, kelebihan dan kekurangan dari masing-masing jenis teknologi, kebutuhan biaya masing-masing jenis teknologi, survey teknis yang dilakukan secara bersama-sama antara konsultan teknis dengan masyarakat.

Setelah melalui proses diskusi yang cukup panjang sekaligus mempertimbangan sarana dan masukkan dari konsultan SANIMAS, masyarakat kemudian memutuskan untuk menggunakan sistem MCK Plus, dengan pertimbangan:

1. Hampir 90 % masyarakat memakai jamban yang kurang memadai, menggunakan WC umum dan mempunyai jamban dirumah tetapi tidak melalui pengelolahan yang baik dan langsung dibuang di rawa-rawa. 2. Pembuangan effluent air limbah dari pengolahan sangat mudah karena

lokasi pengolahan dekat sungai.

3. Lokasi yang memungkinkan untuk dibangun MCK Umum. Komponen-komponen sistem MCK Plus ini terdiri atas:

a. Komponen Toilet, merupakan sumber limbah dari masyarakat yang berasal dari MCK Umum yang limbanya langsung diolah ke IPAL SANIMAS.

b. Pengolahan limbah, pengolahan limbah memerlukan luas 54, 5621 m2.

Lokasi pengolahan limbah langsung berada dibawah bangunan MCK. Sistem yang digunakan mengunakan pengolahan Anaerobic system yang terdiri dari :

meningkatkan ketersediaan hara (pupuk) dari bahan organik tersebut, sekaligus menghasilkan gas-bio (methane) sebagai sumber energi alternatif untuk keperluan rumah tangga, seperti untuk bahan bakar kompor mau pun untuk penerangan lampu. Sedimentasi, stabilitasi lumpur, penurunan COD 20 – 50%.

 Bak Sedimentasi, menggunakan 1 bak sedimen untuk menghomogenkan tingkat kekentalan limbah maupun sebagai bak pengendap.

 Baffle Reaktor/Septiktank Bersusun, menggunakan 8 bak, Proses yang terjadi dalam Baffle Reactor adalah berbagai ragam kombonasi proses anaerobik hingga hasil akhirnya lebih baik, proses tersebut yaitu :

- Sedimentasi padatan.

- Perencanaan anaerobik larutan dan padatan melalui kontak dengan lumpur/ sludge.

- Perencanaan anaerobik (fermentasi) lumpur/sludge - Sedimentasi bahan mineral (stabilitasi).

 Anaerobic Filter, menggunakan 1 bak, sistem anaerob ini menggunakan batu filter didalamnya untuk tempat tinggal bakteri, bahan filter yang dimaksud adalah media dimana bakteri dapat menempel dan air limbah dapat mengalir /melalui diantaranya. Selama aliran ini kandungan organik akan diuraikan oleh berbagai bakteri dan hasilnya adalah pengurangan kandungan organik pada effluent. Degradasi anaerobik bahan padatan terlarut dan tersuspensi, penurunan COD 65 - 85%.

Spesipikasi MCK Plus dan IPAL ini adalah sebagai berikut: 1. Pasir urug, tebal 10 cm

2. Pancang kayu ulin 10 x 10 x 400 cm 3. Lantai kerja 1 pc: 3ps: 5kr, tebal 10 cm

4. Beton bertulang 1 pc: 2ps:3kr (K 225)untuk Plat Lantai 15 cm, Plat Penutup 15 cm, Kolom 24/24 & Kolom 15/15, Balok 24/30 & Balok 15/30 5. Pipa PVC DØ 4”

8. Plesteran 1pc:3ps untuk plesteran bagian dalam. 9. Plesteran 1pc:4ps untuk plesteran bagian luar. 10. Plat beton bertulang 60x60 cm untuk tutup manhol. c. Fasilitas Sanitasi Terpusat (IPAL)

Fasilitas pengolahan air limbah terpusat di Kota Samarinda belum tersedia. Sehingga rencana jangka panjangnya perlu penyediaan sanitasi secara terpusat di Kota samarinda. Sejalan dengan rencana program ke depan ini, dalam upaya peningkatan akses pelayanan air limbah tersebut, maka Departemen Pekerjaan Umum Direktorat Cipta Karya melalui Satuan Kerja Peningkatan Kinerja Pengelolaan Lingkungan Pemukiman Kalimantan Timur akan melakukan pembangunan prasarana pengelolaan limbah di Kota Samarinda.

1. Kondisi Umum Lokasi Perencanaan IPAL Jelawat

Sarana sanitasi dan air limbah yang aman dan sehat belum tersedia di kawasan wisata Samarinda Kuala. Limbah domestik dari air bekas cucian, mandi dan masak tiap-tiap rumah tangga, langsung dibuang ke sungai. Begitu pula dengan kakus/ toilet pun dibuang langsung tanpa adanya fasilitas pengolahan baik on-site seperti tangki septik atau off-site berupa instalasi pengolahan air limbah (IPAL). Hal ini mungkin terjadi karena kondisi kawasan yang berada di atas air. Sedangkan pengelolaan limbah non domestik seperti air buangan dari rumah makan/ cafe/ warung, masjid maupun jasa cuci motor juga tidak jauh berbeda dengan limbah domestik. Berdasarkan lokasi sarana pengolahan terhadap sumber air limbahnya, sistem pengolahan dibedakan menjadi 2 (dua) jenis yaitu :

a. Sistem pengolahan air limbah setempat(on-site)

Sistem pengolahan air limbah setempat (on-site) adalah sistem pengolahan air limbah yang memiliki sarana pengolahan air limbah yang letaknya tidak jauh dari sumber limbahnya, hanya di khususkan untuk mengolah air limbah dari satu sumber limbah saja. Contohnya : Tangki sptik dan resapan.

b. Sistem pengolahan air limbah terpusat(off-site)

Sistem pengolahan air limbah terpusat (off-site) adalah sistem pengolahan air limbah yang memiliki sarana pengolahan air limbah

sistem on-site tidak bisa diterapkan karena terbatasnya lahan dan tidak memadainya kondisi lahan (tanah) sebagai akibat tingginya tingkat kepadatan penduduk.

Sistem penyaluran air limbah merupakan sistem pengaliran air limbah yang menjadi bagian dari sistem pengolahan terpusat. Berdasarkan penanganannya, sistem penyaluran air limbah ini dibedakan menjadi 3 (tiga) jenis, yaitu:

a. Sistem Terpisah

Suatu sistem dimana air limbah disalurkan terpisah dari air hujan. b. Sistem Tercampur

Suatu sistem penyaluran air limbah yang disalurkan dalam satu sistem dengan penyaluran air hujan.

c. Sistem Interseptor

Air limbah dialirkan dalam satu sistem dengan air hujan hanya pada saat musim hujan saja dimana air hujan difungsikan sebagai penggelontor air limbah.

Sedangkan berdasarkan tipe pengalirannya, sistem penyaluran air limbah digolongkan dalam 2 (dua) jenis yaitu:

a. Sistem Pemompaan

Air limbah dialirkan dari sumber menuju lokasi IPAL dengan pemompaan, apabila kondisi topografi tidak memungkinkan dialirkan secara gravitasi.

b. Sistem Gravitasi

Air limbah dialirkan dari sumber menuju IPAL secara gravitasi dengan mengikuti kontur/kemiringan lahan dan atau jika memungkinkan dengan menempatkan peletakan pipa saluran dengan kedalaman dan kemiringan tertentu yang memungkinkan air limbah dapat mengalir secara gravitasi.

c. Sistem Gabungan

Air limbah dialirkan dari sumber menuju IPAL secara gravitasi pada daerah layanan yang masih memungkinkan mengalirkan air limbah secara gravitasi dan sebagian sistem menggunakan pemompaan pada

dan standar aliran.

- Standar efluen: yaitu standar kualitas yang menerapkan kualitas efluen dari seluruh jenis buangan baik dari industri maupun instalasi pengolahan air limbah harus berada di bawahnya. Standar efluen ini menentukan kadar maksimum dari sejumlah parameter yang boleh ada dalam efluen air limbah.

- Standar aliran: yaitu standar kualitas badan air yang menentukan kadar maksimum dari sejumlah parameter yang boleh ada di dalam badan air tersebut. Seperti juga standar efluen, maka standar aliran pun berbeda- beda tergantung dari peruntukkan badan air/tata guna badan air.

Kriteria yang harus dipenuhi untuk menentukan sistem pengelolaan air limbah adalah :

a. Aspek Teknis

- Segi konstruksi, yang berhubungan dengan teknis pelaksanaan, adanya tenaga ahli, pengadaan bahan dalam kontruksi dan penggunaan sumberdaya setempat serta hal-hal lain yang berkaitan. - Segi operasional dan pemeliharaan, yang menyangkut tersedianya tenaga ahli, peralatan dan bahan untuk menunjang pengoperasian dan pemeliharaan instalasi agar efektif.

b. Aspek Ekonomi

Berhubungan dengan masalah biaya untuk konstruksi, operasional dan pemeliharaan instalasi bangunan air limbah yang disesuaikan dengan kemampuan keuangan masyarakat dan pemerintah daerah setempat. c. Aspek Lingkungan

Berhubungan dengan kemungkinan adanya gangguan pada masyarakat sekitar atau gangguan pada keadaan alamiah pada tempat perlimpahan air limbah dan berhubungan dengan nilai produktivitas tanah tempat lokasi instalasi.

d. Efesiensi Pengolahan

Agar pengolahan air limbah menghasilkan efluen yang dapat memenuhi standar yang ditentukan, dan air limbah itu dapat dibuang ke badan air penerima atau dimanfaatkan kembali. Jenis pengolahan air limbah

- Pengolahan tingkat dua(secondary treatment) 2. Dasar-Dasar Perencanaan DED IPAL Jelawat

Berdasarkan lokasi sarana pengolahan terhadap sumber air limbahnya, sistem pengolahan dibedakan menjadi 2 (dua) jenis yaitu:

a. Sistem pengolahan air limbah setempat (on-site)

Sistem pengolahan air limbah setempat (on-site) adalah sistem pengolahan air limbah yang memiliki sarana pengolahan air limbah yang letaknya tidak jauh dari sumber limbahnya, hanya di khususkan untuk mengolah air limbah dari satu sumber limbah saja. Contohnya: Tangki sptik dan resapan.

b. Sistem pengolahan air limbah terpusat (off-site)

Sistem pengolahan air limbah terpusat (off-site) adalah sistem pengolahan air limbah yang memiliki sarana pengolahan air limbah terpusat, semua air limbah yang dihasilkan disalurkan ke suatu tempat untuk diolah secara kolektif. Sistem ini merupakan alternatif lain bila sistem on-sitetidak bisa diterapkan karena terbatasnya lahan dan tidak memadainya kondisi lahan (tanah) sebagai akibat tingginya tingkat kepadatan penduduk.

Sistem penyaluran air limbah merupakan sistem pengaliran air limbah yang menjadi bagian dari sistem pengolahan terpusat. Berdasarkan penanganannya, sistem penyaluran air limbah ini dibedakan menjadi 3 (tiga) jenis, yaitu:

a. Sistem Terpisah

Suatu sistem dimana air limbah disalurkan terpisah dari air hujan. b. Sistem Tercampur

Suatu sistem penyaluran air limbah yang disalurkan dalam satu system dengan penyaluran air hujan.

c. Sistem Interseptor

Air limbah dialirkan dalam satu sistem dengan air hujan hanya pada saat musim hujan saja dimana air hujan difungsikan sebagai penggelontor air limbah.

Air limbah dialirkan dari sumber menuju lokasi IPAL dengan pemompaan, apabila kondisi topografi tidak memungkinkan dialirkan secara gravitasi. b. Sistem Gravitasi

Air limbah dialirkan dari sumber menuju IPAL secara gravitasi dengan mengikuti kontur/kemiringan lahan dan atau jika memungkinkan dengan menempatkan peletakan pipa saluran dengan kedalaman dan kemiringan tertentu yang memungkinkan air limbah dapat mengalir secara gravitasi. c. Sistem Gabungan

Air limbah dialirkan dari sumber menuju IPAL secara gravitasi pada daerah layanan yang masih memungkinkan mengalirkan air limbah secara gravitasi dan sebagian sistem menggunakan pemompaan pada lokasi tertentu.

Dua macam standar kualitas yang digunakan yaitu standar efluen dan standar aliran.

a. Standar efluen : yaitu standar kualitas yang menerapkan kualitas efluen dari seluruh jenis buangan baik dari industri maupun instalasi pengolahan air limbah harus berada di bawahnya. Standar efluen ini menentukan kadar maksimum dari sejumlah parameter yang boleh ada dalam efluen air limbah.

b. Standar aliran : yaitu standar kualitas badan air yang menentukan kadar maksimum dari sejumlah parameter yang boleh ada di dalam badan air tersebut. Seperti juga standar efluen, maka standar aliran pun berbeda- beda tergantung dari peruntukkan badan air/tata guna badan air.

Semua air limbah rumah tangga disalurkan dan dihubungkan ke jaringan perpipaan (sewer) melalui bak kontrol (inseption chamber). Sambungan pelanggan ini meliputi:

a. Sambungan Rumah dari Kakus/ WC

Sambungan ini merupakan pipa yang mengalirkan air limbah dari WC ke bak kontrol.

b. Sambungan Rumah dari Non Kakus

Semua air limbah non kakus/ WC yaitu dari kamar mandi, dapur, tempat cuci dan lain-lain disalurkan ke bak kontrol.

rumah dengan jaringn perpipaan, maupun sebagai sarana untuk pemeliharaan sambungan rumah.

3. Pemilihan Lokasi IPAL

Pemilihan lokasi IPAL dilakukan dengan mempertimbangkan hal-hal sebagai berikut :

a. Luas lahan mencukupi untuk kebutuhan pembangunan IPAL dan rencana pengembangannya.

b. Lokasi mudah diakses dari jalan utama dan relatif dekat dengan daratan sehingga apabila ada pemeliharaan berupa pengurasan lumpur dapat di jangakau dengan mudah oleh truk penguras lumpur.

c. Lokasi tidak terlalu berdekatan dengan permukiman penduduk.

d. Lokasi lahan bukan bagian dari wilayah rencana pengmbangan permukiman kawasan.

Tabel 7.22

Kapasitas Pelayanan Tahun 2008 Kota Samarinda

Sumber: Hasil Kajian Dinas DKP Kota Samarinda Tahun 2009

Gambar 7.16 Lokasi IPAL Jelawat

Sumber: Hasil Kajian Dinas DKP Kota Samarinda Tahun 2009

Dokumen terkait