• Tidak ada hasil yang ditemukan

Usulan kebutuhan Program A Air Limbah

UKL/UPL LAHAN PENGELOLA 164 Pembangunan Fisik Kws Karang Asam KOTA

C. Sasaran Drainase

7.4.3 Usulan kebutuhan Program A Air Limbah

Secara sistematis sistem prasarana dan sarana air limbah yang ingin dicapai berdasarkan hasil rekomendasi pada bab sebelumnya. Usulan yang dikemukakan perlu dipertimbangkan kebutuhan jangka panjang, dengan tidak hanya sebatas kurun waktu 5 tahun. Uraian ini juga menunjukan tahapan pelaksana dari sistem yang diusulkan. Termasuk hal ini identifikasi kemungkinan pengelolaannya dilakukan oleh swasta.

Dari hasil analisis masalah keciptakaryaan yang dilakukan, usulan dan prioritas program dipakai dalam pencapaian RPIJM Bidang PU/Cipta Karya khususnya air limbah adalah :

1. Program Peningkatan Pelayanan Air Limbah

2. Program Peningkatan Pembiayaan Penyediaan Prasarana dan Sarana Air Limbah 3. Program Peningkatan Peran Serta Masyarakat Dalam Pengelolaan Air Limbah 4. Program Peningkatan Kapasitas Kelambagaan dan Perundang-Undangan

D. Persampahan

Analisis kebutuhan pengelolaan sampah ideal disajikan dalam tabel berikut ini. Dalam analisis tersebut proyeksi kebutuhan sampah sejalan dengan pertumbuhan jumlah penduduk Kabupaten/Kotadengan laju pertumbuhan penduduk. Pengelolaan sampah hasil reduce, reuse, recycle, dan composting dari tahun 2008 diasumsikan 10% meningkat tiap tahun sebesar 2,5% hingga tahun 2013 mencapai 20%. Namun demikian

Untuk mengatasi permasalahan volume sampah, maka pengelola Kebersihan Kota Samarinda ( Kantor Kebersihan, Pertamanan, dan Pemadam Kebakaran Kota Samarinda) mempunyai rencana untuk menambah jumlah armada alat angkut, menambah peralatan wadah sampah (bin sampah), dan pembangunan TPA sampah baru yang terletak di dalam wilayah administrasi Kota Samarinda.

Lokasi TPA sampah yang baru direncanakan akan terletak di Kota Kecamatan Samarinda Ulu dan Kecamatan Palaran. TPA sampah Kota Samarinda yang baru ini akan menggunakan metode sanitary landfill untuk menggantikan TPA sampah lama yang berada diwilayahadministrasi Kabupaten Kutai Timur dan masih menggunakan metode open dumping. Untuk jangka pendek yaitu dengan mengoptimalkan sistem yang ada untuk menanggulangi tumpukan sampah dan mempertahankan pola penanganan sampah dengan pola indivisual langsung dan pola komunal langsung.

Untuk jangka panjang yaitu dengan mengidentifikasi kawasan untuk penerapan pola komunal langsung dan pola individual tidak langsung, merumuskan dan melaksanakan pola komunal langsung dan pola individual tidak langsung, melimpahkan pengelolaan sampah ditingkat keluarana dengan pemberdayaan masyarakat, dan melakuka sosialisasi ke masyarakat tentang penerapan pola penanganan sampah di Kota Samarinda.

Perlakuan pengelolaan sampah di TPA dapat dilakukan dengan sistem pengolahan sampah terpadu dengan konsep (KIS) dengan sasaran:

5. Meningkatkan nilai ekonomis (nilai guna) sampah sehingga bisa dipergunakan lagi ntuk keperluan lain (kompos).

6. Meningkatkan taraf hidup masyarakat pemulung sampahdan/atau instansi pengelola sampah.

Konsep pengelolaan ke depan adalah sebagai berikut: a. TPA, pengelolaan dengan system sanitary landfill.

b. Lingkungan : pengelolaan sampah dengan sistem 3 R (mengurangi, memanfaatkan kembali dan mendaur ulang), Reduce – Reuse- Recyle, melalui sosialisasi secara terus menerus.

c. Merehabilitasi perwadahan sampah dari tong-tong sampah yang menjadi bak sampah permanen menjadi TPS yang representatif dan mempunyai nilai estetika.

e. Menggalakkan pemanfaatan sampah organik menjadi kompos/pupuk organik, mulai skala rumah tangga, kelompok dan kawasan dengan menberikan bantuan secara komposter aerob.

f. Meningkatkan pengadaaan sarana angkutan sampah lingkungan permukiman – beberapa gerobak motor dan gerobak dorong.

g. Membangun transdepo/ TPST di 15 Kelurahan minimal 1 unit tiap Kelurahan.

Sistem Pengelolaan Persampahan yang Diusulkan Kebutuhan Pengembangan

Secara sistematis sistem prasarana dan sarana persampahan yang ingin dicapai berdasarkan hasil rekomendasi pada usulan yang dikemukakanperlu mempertimbangkan kebutuhan jangka panjang, dengan tidak hanya sebatas kurun waktu 5 tahun. Tahapan pelaksanaan dari sistem yang diusulkan.

Usulan yang dikembangkan berdasarkan pertimbangan antara lain:  Kebutuhan tingkat pelayanan

 Skala pelayanan

 Kemampuan penyediaan prasarana dan sarana

 Peluang investasi dan pembiayaan operasi pemeliharaan prasarana dan sarana

 Penerapan pengelolaan yang didukung oleh berbagai peraturan serta perkembangan kelembagaan dan SDM

 Dukungan masyarakat dan swasta dalam pengelolaan Usulan Dan Prioritas Program Pengelolaan Persampahan Secara garis besar dapat diusulkan kegiatan yang menyangkut :

1. Pengembangan TPA baru Kota Samarinda yang berwawasan lingkungan ± 25 Ha di lokasi Kecamatan Palaran.

2. Sistem penanganan TPA sanitarium landfill 3. Pengadaan komposter aerob skala rumah tangga 4. Pembuatan lokasi perkomposan di TPA

8. Partisipasi masyarakat 9. Peningkatan pelayanan

10. Program 3R (Sampah menjadi uang) 11. Program Pengolahan IPAL TPA

Kesebelas usulan tersebut dapat dirinci menjadi aktifitas yang mendukung tercapainya orientasi bersih lingkungan serta fokus dalam pemanfaatan sampah sehingga memiliki nilai ekonomis dalam satu program . Usulan dan prioritas proyek pengelolaan persampahan Kota Samarinda berikut rencana pembiayaannya lima tahun ke depan (2008-2013) disajikan dalam lampiran.

E. Drainase

Ada beberapa alternatif penyelsaian masalah dan konsekuensinya terhadap aspek teknis, keuangan, kelembagaan, dan lingkungan. Sebagai acuan dalam penyampaian alternatif tersebut dipergunakan struktur pengembangan perkotaan dan struktur pengembangan prasarana kota samarinda yang telah disepakati. Sedapat mungkin alternatif yang diajukan untuk menyelsaikan setiap persoalan.

Rekomendasi didasarkan pada komponen – komponen yang menjadi variabel dalam konsep penataan sistem drainase. Komponen-komponen yang perlu diperhatikan di dalam penataan sistem drainase antara lain pola aliran, normalisasi sungai-sungai dan saluran-saluran drainase, mengembalikan fungsi bantaran sungai, menerapkan garis sempadan sungai dan saluran, meningkatkan kapasitas dan pemanfaatan situ, pemeliharaan sarana drainase, penanggulangan erosi lahan, dan penanggulangan banjir.

1. Pola Aliran

Pola aliran harus dibuat sedemikian rupa sehingga memenuhi Rencana Tata Ruang Wilayah, baik dalam aneka ragam fasilitas yang direncanakan oleh tata ruang tersebut, maupun pentahapan pelaksanaan tata ruang tersebut. Proporsi pembagian daerah alirannya lebih ditentukan oleh kondisi topografi daerahnya, sedangkan penentuan arah alirannya ditentukan oleh lereng lahan yang dibuat drainasenya. Pola aliran dan jenis pengalirnya didesain sedemikian rupa sehingga mendukung prinsip desain saluran yang memerlukan pemeliharaan seminimum mungkin. Hal-hal yang harus diperhatikan dalam penentuan pola aliran adalah:

akhir dari aliran air yang ada. b. Sistem drainase yang ada

Dalam perencanaan pola aliran, sedapat mungkin tidak merusak pola alami/buatan yang sudah ada sehingga pekerjaan yang dilaksanakan akan menjadi lebih ekonomis dan memungkinkan untuk menjangkau seluruh saluran di daerah tersebut.

c. Topografi daerah aliran

Pola aliran yang mengikuti kemiringan lahan akan mempermudah pengaliran air dan selain itu pekerjaan akan menjadi lebih ekonomis dan mudah dalam pengoperasiannya.

d. Jalur jalan yang ada

Jalur jalan yang ada sering dipergunakan dalam penentuan pola aliran sehingga pola aliran drainase akan dibuat mengikuti jalur jalan yang ada.

e. Batas administratif daerah aliran

Batas administratif diperlukan untuk menentukan kapasitas dari air yang melimpas kedalam saluran dan menjadi beban bagi Instansi yang berwenang pada daerah administratif tersebut.

Pembenahan pola aliran untuk suatu daerah yang sudah lama berkembang terutama untuk daerah yang terletak di zona aliran sungai adalah sebagai berikut :

a. Jika daerahnya cukup tinggi di atas elevasi air pasang, maka penataan drainasenya bisa menggunakan kanal-kanal yang bisa dialirkan ke sungai terdekat.

b. Untuk daerah elevasinya lebih rendah dari air pasang maka harus dibuat polder yang dilengkapi dengan danau penampungan dan instalasi pompa. Untuk menekan besarnya kapasitas pompa yang dibutuhkan, sistem polder ini bisa dikombinasikan dengn pemakaian pintu-pintu klep.

2. Sudetan

Salah satu cara dalam hal pembenahan pola aliran adalah dibuatnya saluran sudetan dari satu sungai yang mempunyai kapasitas aliran terbatas menuju sungai lain yang masih mampu menampung debit banjir tambahan dari daerah aliran sungai (DAS) lain. Mengingat aspek teknis mengenai saluran sudetan ini sangat luas

a. Sungai asal benar-benar mempunyai kapasitas aliran yang sangat terbatas dan rawan terhadap luapan banjir.

b. Sungai asal melewati daerah pusat-pusat kegiatan yang padat sehingga untuk usaha pelebaran sungai harus menyelesaikan terlebih dahulu masalah pembebasan tanah.

c. Elevasi sungai tujuan harus lebih rendah dari elevasi sungai asal agar air dapat disalurkan secara gravitasi.

d. Sungai tujuan harus mempunyai kapasitas lebih dan tidak melalui daerah yang mengharuskan dilakukannya pengamanan tinggi.

3. Normalisasi Sungai - sungai dan Saluran Drainase

Kapasitas pengaliran sungai mengalami penurunan akibat sedimentasi, endapan sampah dan berbagai bangunan yang berada di bantaran sungai serta akibat kegiatan manusia lainnya. Begitu juga yang dialami oleh saluran-saluran yang ada, sehingga daerah yang seharusnya masih tergolong aman banjir menjadi daerah yang rawan banjir. Untuk mengatasi masalah tersebut perlu diadakan normalisasi sungaisungai dan saluran-saluran drainase. Normalisasi yang perlu dilakukan bergantung pada kondisi masing-masing sungai/jalur drainase.

4. Mengembalikan Fungsi Bantaran Sungai

Keberadaan bantaran bagi sungai adalah sangat penting dan merupakan bagian yang tak terpisahkan dari sungai itu sendiri, karena bantaran berfungsi sebagai lahan cadangan sungai untuk menampung debit banjir yang besar. Pada sebagian sungai kondisi dan batas bantaran ini tidak jelas, sebaliknya ada yang mempunyai bantaran yang jelas dengan batas berupa tanggul alam dan bertanda bebas aliran air yang jelas pula. Tentu saja tidak seluruh sungai mempunyai bantaran karena lahan bantaran tersebut terbentuk secara alamiah dari sungai yang bersangkutan.

Untuk mengembalikan fungsi bantaran ini perlu dirintis dengan mengadakan pendataan/inventarisasi bantaran dengan batas-batasnya, diberi tanda dan memberikan penjelasan kepada masyarakat akan batas dan manfaat bantaran sungai tersebut. Selain itu untuk mengantisipasi perkembangan pembangunan yang pesat di masa mendatang, pemerintah hendaknya konsisten terhadap pemanfaatan daerah bantaran sungai ini, sehingga bantaran tetap berfungsi seperti yang dikehendaki.

dibangun dengan bertahap ini, mengharuskan Pemerintah Daerah untuk mengadakan cadangan lahan dan melakukan pengaturan lahan sesuai dengan rencana pengelolaan kawasan lindung.

Hal ini akan mengarah diperkuatnya segi legalitas yang menyangkut pada pengadaan lahan, seperti misalnya perundangan garis sempadan sungai atau saluran, yang ditentukan menurut besarnya saluran atau sungai tersebut. Jika daerah aliran sungai tersebut memiliki kapasitas besar, maka lahan sempadan yang harus dicadangkan di tepi kanan dan kiri juga lebih besar daripada sungai kecil. Dengan demikian akan dapat dijamin adanya kemungkinan perluasan sistem saluran drainase di kemudian hari bilamana debit bertambah seiring dengan pertambahan kawasan terbangun perkotaan. Besarnya penetapan garis sempadan sungai dapat dilihat pada tabel berikut.

6. Pembuatan Tandon Air

Pembangunan tandon-tandon air buatan pada beberapa lokasi yang potensial untuk dikembangkan sebagai kawasan retensi air hujan. Dengan adanya tandon – tandon air, maka debit air yang mengalir ke badan penerima air akhir (sungai) dapat dikurangi sebesar kapasitas embung atau tandon air tersebut.

7. Pemeliharaan Sarana Drainase

Sarana drainase yang terbangun akan berfungsi sebagaimana yang diharapkan jika disertai dengan upaya pemeliharaan yang baik pula. Ada beberapa unsur yang diperlukan untuk menunjang suksesnya pemeliharaan ini, antara lain:

a. Tersedia badan/lembaga yang khusus menangani masalah tersebut b. Adanya peraturan yang mendukung

c. Penyediaan dana yang memadai d. Melibatkan peran serta masyarakat

Secara konsepsi kegiatan pemeliharaan ini dikelompokkan menjadi 3 (tiga) tipe, dimana pengelompokkan ini dilakukan menurut maksud dan sasaran kegiatan pemeliharaan. Tipe pemeliharaan tersebut adalah:

 Pemeliharaan rutin: pemeliharaan dilakukan secara rutin dari waktu ke waktu dengan tujuan untuk menjaga kondisi prasarana drainase agar tetap dapat berfungsi sebagaimana mestinya. Sasaran pemeliharaan rutin adalah kerusakan– kerusakan kecil, pembersihan sampah dan kegiatan pemeliharaan lain yang tidak

waktu (3 bulan, 6 bulan) tertentu dengan tujuan untuk mengembalikan kondisi prasarana drainase agar kembali berfungsi sebagaimana mestinya. Sasaran pemeliharaan berkala adalah kerusakan – kerusakan yang cukup berat, dimana bila kerusakan tersebut tidak segera ditangani akan berkembang menjadi semakin besar atau membahayakan dan dapat menimbulkan kerugian yang lebih besar. Kegiatan pemeliharaan berkala memerlukan penanganan teknis yang detail dan biaya yang lebih besar.

 Pemeliharaan Darurat: pemeliharaan darurat dilakukan untuk mengatasi kondisi– kondisi darurat yang terjadi, yang memerlukan penanganan dengan segera. Sebagai contoh adalah tanggul yang jebol pada saat musim hujan yang segera memerlukan penanganan yang bersifat darurat.

8. Penanggulangan Erosi Lahan

Banyak upaya yang harus dilakukan untuk menanggulangi masalah erosi lahan ini di antaranya dapat dikelompokkan kedalam dua jenis, yaitu upaya penanggulangan secara fisik dan upaya penanggulangan secara non-fisik.

a. Upaya Penanggulangan Secara Fisik

Kegiatan ini dapat dimulai dengan mengadakan inventarisasi jenis kerusakan lahan yang terjadi, dan mengadakan data tentang jenis tanah yang ada pada kawasan perbukitan serta menetapkan standar “Watershed management” yang akan ditetapkan sesuai dengan keadaan setiap lahan menurut kategori yang homogen.

Metodologi yang dapat diterapkan misalnya pembuatan “terassering” atau pengendalian dengan check dam, pada kawasan yang berlereng cukup terjal. Metoda penanaman rumput, perlu sampai ke penanaman pohon biasanya sering digunakan untuk mengatasi erosi lahan, namun waktu yang diperlukan akan cukup lama, sehingga diperlukan bangunan penangkap erosi untuk daerah-daerah kritis sebelum program jangka panjang/penanaman pohon mulai berfungsi. b. Upaya Penanggulangan Secara Non Fisik

Upaya ini memerlukan waktu yang relatif lama, karena melibatkan penduduk yang berdiam di sekitar lahan erosif. Upaya ini meliputi penyebarluasan informasi pembangunan yang berwawasan lingkungan, antara lain menyangkut persyaratan-persyaratan yang harus dipenuhi dalam pemberian izin bagi

1. Strategi Pengelolaan Kawasan Lindung

Dalam rangka pengelolaan kawasan lindung agar dapat dipertahankan baik dari segi keberadaan maupun fungsinya, perlu diterapkan strategi berikut:

a. Identifikasi dan pengukuhan status lindung seluruh kawasan lindung berdasarkan Keppres No. 32 Tahun 1990 dan penetapan batas kawasan untuk mempermudah pengendalian dan pengawasan.

b. Pencegahan kegiatan budidaya di atas kawasan lindung, kecuali kegiatan yang tidak mengganggu fungsi lindung.

c. Pemantauan dan pengendalian kegiatan budidaya yang telah berlangsung di atas kawasan lindung agar tidak menimbulkan gangguan terhadap fungsi lindung. d. Penertiban terhadap kegiatan budidaya yang telah berlangsung di atas kawasan

lindung dan terbukti telah menimbulkan gangguan fungsi lindung.

e. Melakukan rehabiitasi terhadap kawasan lindung yang telah mengalami kerusakan untuk mengembalikan fungsinya.

2. Penataan Limbah Rumah Tangga

Pada prinsipnya, sistem pembuangan air limbah rumah tangga harus dipisahkan dengan sistem pembuangan air hujan. Namun dalam kenyataannya, limbah rumah tangga selalu dibuang kedalam sistem pembuangan air hujan, sehingga terjadi polusi/pencemaran pada air sungai. Untuk mengatasi masalah tersebut diatas, maka idealnya pada setiap rumah tangga atau kawasan pemukiman harus memiliki sistem penanganan air limbah sebelum air tersebut masuk kedalam saluran drainase. Dengan demikian, air limbah yang masuk kedalam saluran drainase sudah relatif bersih.

Dari segi debit, volume air limbah tersebut relatif sangat kecil bila dibandingkan dengan volume limpasan air hujan. Namun mengingat pengaruh pencemaran air limbah terhadap kualitas air sungai sangat besar, maka perlu dilakukan upaya pengolahan terhadap air limbah sebelum air tersebut masuk kedalam saluran drainase. Kondisi tersebut diatas dapat berjalan apabila:

a. Peraturan yang mengharuskan adanya sistem pengolahan air limbah rumah tangga

b. Adanya fasilitasi/penyuluhan pemerintah mengenai sistem pengolahan air limbah

a. Umum

Penyaluran system air hujan merupakan faktor dominan bagi penataan system drainase di Wilayah Studi. Faktor – faktor yang perlu diperhatikan dalam penataan system drainase Wilayah Studi adalah mengenai sistem penyaluran air hujan yang ada, daerah pelayanan, topografi, geologi, dasar perencanaan dan Rencana Tata Guna Lahan di masa yang akan datang.

Sistem yang direncanakan adalah sistem yang terpisah dari saluran pengumpul air buangan kota. Dalam perencanaan sistem penyaluran air hujan digunakan beberapa parameter, dalam menentukan arah jalur saluran drainase terdapat batasan – batasan sebagai berikut:

 Arah pengaliran mengikuti garis ketinggian yang ada sehingga diharapkan terjadi aliran secara gravitasi.

 Pemanfaatan sungai atau anak sungai sebagai badan air penerima dari out fall yang direncanakan.

 Menghindari banyak perlintasan saluran pada jalan, sehingga mengurangi penggunaan gorong – gorong.

 Untuk saluran dengan dimensi lebar yang cukup besar seperti saluran induk, diusahakan tidak terletak di sisi jalan karena akan memperbanyak jembatan persil rumah.

b. Rencana Jaringan Sistem Penyaluran Air Hujan

Rencana sistem jaringan drainase yang dikembangkan harus didasarkan pada keadaan topografi, letak badan air penerima, serta RDTRK. Berdasarkan faktor tersebut di atas akan ditentukan sistem jaringan drainase mulai dari saluran induk, sekunder dan seterusnya. Dengan diketahui luas daerah pelayanan, terutama yang menjadi luas tangkapan suatu jalur sungai yang artinya luas daerah dimana aliran permukaan akan ditampung oleh jalur sungai, maka akan dapat ditentukan debit pengaliran air hujan. Sehingga dapat mentukan pembagian blok – blok pelayanan mana yang akan ditampung oleh suatu sungai. Dengan demikian dapat dicegah kemungkinan meluapnya badan air penerima yang disebabkan besar debit pengaliran air hujan yang diterima melebihi daya tampung.

daerah perencanaan maka dapat ditentukan besar debit pengaliran. Daerah pelayanan ini akan dibagi menjadi beberapa blok pelayanan, dimana setiap blok pelayanan akan dilayani oleh sebuah saluran. Dasar dari pembagian blok pelayanan ini terutama pada keadaan letak dari badan air penerimanya dan setiap blok ditentukan koefisen pengalirannya. Pembagian Blok daerah pengaliran ditentukan berdasarkan pertimbangan sebagai berikut:

 Luas daerah dari blok pengaliran akan dibatasi, dengan pertimbangan agar air hujan dapat tertampung pada saluran dengan dimensi tertentu yang tidak terlalu besar. Dimensi saluran drainase kota yang terlalu besar akan terlalu sulit untuk direalisir karena terkait dengan masalah lahan yang tersedia,  Topografi daerah untuk menentukan arah aliran, dimana secara prinsip arah

aliran harus mengikuti arah kemiringan lahan yang ada,

 Jarak pengaliran dibatasi tidak terlalu jauh karena semakin jauh jarak pengaliran akan memperlama waktu pengaliran, sehingga untuk kapasitas saluran yang sama akan memperbesar nilai to (waktu konsentrasi) dan td (waktu pengaliran), dan artinya menambah waktu pengeringan.

Sistem Prasarana yang Diusulkan

Sistem drainse yang diusulkan berdasarkan hasil analisis terhadap kondisi eksisting, indikasi-indikasi permasalahan, serta aspek – aspek lain yang terakit secara langsung maupun tidak langsung dengan pengelolaan system jaringan drainase adalah sebagai berikut:

1. Jaringan system drainase harus terintegrasi dalam suatu pola pelayanan yang dimulai dari saluran kuarter sebagai penerima dari suatu blok permukiman ke saluran tersier untuk kemudian diteruskan ke saluran sekunder , saluran primer dan terakhir diterima oleh badan penerima air utama yaitu sungai.

2. Rumusan kebutuhan kapasitas saluran drainase harus didasarkan pada perhitungan debit dari suatu sistem pembagian blok pelayanan dari suatu sistem yang menginduk ke suatu sungai tertentu.

3. Setiap sistem jaringan harus dibuatkan suatu skema jaringan, yang memuat Nama Sub DAS, Luas Sub DAS, Hujan Rencana di Sub DAS, Kemiringan Alur Sungai, Panjang

Usulan dan Prioritas Program

Berdasarkan tinjauan terhadap sistem drainase (makro dan mikro) yang ada di wilayah studi, indikasi permasalahan dalam semua aspek yang terkait dengan pengelolaan sistem, konsep penataan sistem drainase, dan rumusan kebutuhan prasarana drainase seperti yang telah diuraikan sebelumnya, maka rumusan Program Samarinda Tanpa Genangan untuk komponen drainase yang dapat dirumuskan adalah sebagai berikut:

1. Pembinaan Pengelolaan Sistem Drainase

Pembinaan pengelolaan sistem drainase dengan target peningkatan NSPM sistem drainase dan pengembangan perangkat pengaturan, serta peningkatan peran, fungsi dan kinerja lembaga/institusi dan SDM pengelola sistem drainase di kabupaten/kota. Pola pengelolaan dilaksanakan oleh Seksi yang mengelola bidang drainase pada Dinas terkait dan bekerjasama dengan perguruan tinggi, Diklat PU, para praktisi dan lembaga swasta. Penanganan program dilakukan melalui kegiatan – kegiatan : a. Lokakarya untuk menyiapkan materi peraturan di bidang KDB, Kawasan Lindung,

Garis Sempadan Sungai dan Peil Banjir Kawasan. b. Pelatihan Penyusunan Program Pengelolaan Drainase c. Pelatihan Perencanaan Sistem Drainase

2. Pengembangan Program dan Perencanaan Pembangunan Sistem Drainase

Pengembangan program dan perencanaan pembangunan sistem drainase dengan target tersusunnya dokumen Master Plan Sistem Drainase dan dokumen – dokumen derivatnya seperti : dokumen studi kelayakan, dan dokumen perencanaan yang dapat dipakai sebagai acuan dalam implementasi program di bidang drainase di setiap kabupaten/kota.

Pola pengelolaan dilaksanakan oleh Seksi yang mengelola bidang drainase pada Dinas terkait dan bekerjasama dengan perguruan tinggi, para praktisi dan lembaga swasta. Penanganan program dilakukan melalui kegiatan-kegiatan:

a. Penyusunan Master Plan Drainase Kota Samarinda secara keseluruhan b. Penyusunan Sofware Komputer untuk Mendukung Penyusunan Program Pengelolaan Drainase

b. Studi Kelayakan Pembangunan Drainase Kota Samarinda secara keseluruhan c. Studi Kelayakan Pembangunan Tandon Air/Embung

f. Perencanaan Sistem Drainase Kota Samarinda secara keseluruhan 3. Pemeliharaan dan Pembangunan Prasarana Drainase

Pemeliharaan dan pembangunan Prasarana sistem drainase dengan target antara lain:

a. Peningkatan cakupan pelayanan sistem drainase dalam rangka meningkatkan kesehatan lingkungan.

b. Pengembangan jaringan drainase, sistem polder/kolam penampung/retensi serta prasarana pendukung/pelengkapnya untuk meningkatkan pelayanan sarana drainase dan melindungi kawasan permukiman dan kawasan strategis dari resiko genangan.

c. Menjaga, mengembalikan dan meningkatkan fungsi prasarana dan drainase yang ada, serta untuk menciptakan sistem jaringan drainase wilayah yang terpadu dengan kapasitas yang cukup.

Pola pengelolaan dilaksanakan oleh Seksi yang mengelola bidang drainase pada Dinas terkait dan bekerjasama dengan lembaga swasta. Penanganan program dilakukan melalui kegiatan – kegiatan:

a. Pemeliharaan Rutin Saluran Drainase Tertutup b. Pemeliharaan Rutin Saluran Drainase Terbuka

Dokumen terkait