• Tidak ada hasil yang ditemukan

AYAM DI DESA BIRINGERE, KECAMATAN BUNGORO,

Dalam dokumen Majalah Sinergi | Semen Indonesia (Halaman 76-79)

PANGKEP, YANG TERLETAK

DI DEPAN KANTOR PUSAT

PT SEMEN TONASA INI

MENJADI PELENGKAP

ACARA SYUKURAN ADAT

ATAS RAMPUNGNYA

PEMBANGUNAN SANGGAR

SENI BUDAYA TURIOLO

YANG DIDANAI CSR

PERUSAHAAN. MEREKA

YANG BERADU AYAM

BERPAKAIAN ADAT

LENGKAP DAN TAK ADA

JUDI DI DALAMNYA.

RANAH

karena dapat membawa sial.

Bila ayam memakai jambul (simpo- long), maka itu pertanda ayam yang tidak baik dipelihara karena membawa sial. Bila ayam berbulu kelabu (kawu) maka ayam itu juga tidak baik dipeliha- ra karena dianggap sorokau (pembawa sial). Dan bila ayam jantan berkokok seperti menyuarakan kalimat ‘pelihara aku’ (makkau) maka ayam tersebut baik untuk dipelihara karena dianggap pembawa rezeki.

AS Simpuang Ago, tokoh adat masyarakat Biringere, menambahkan bahwa adu ayam adalah tradisi yang sudah sangat lama. Bahkan ketertarik- an masyarakat Bugis Makassar ini tertuang dalam kitab La Galigo, kitab generasi pertama Bugis Makassar. Diceritakan dalam kitab kuno tersebut bahwa tokoh utamanya bernama Sawe- rigading, kesukaannya menyabung ayam.

”Dahulu, orang tidak disebut pem- berani (to-barani) jika tidak memiliki kebiasaan minum arak (angnginung ballo), dan Massaung Manu’ (adu ayam). Untuk menyatakan keberanian orang itu, biasanya dibandingkan atau diasosiasikan dengan ayam jantan paling berani di kampungnya (di negerinya), seperti: Buleng-bulengna Mangasa, Korona Mannongkoki, Barumbunna Pa’la’lakkang, Buluarana Teko, Campagana Ilagaruda (Gale- song), Bakka Lolona Sawitto, dan sebagainya,” kata Ago.

Farid W Makkulau, budayawan yang menulis buku ’Sejarah dan Kebu- dayaan Pangkep’, menguraikan bahwa sebenarnya awal konlik dan perang antara dua negara adikuasa, penguasa semenanjung barat dan timur jazirah Sulawesi Selatan, Kerajaan Gowa

dan Bone, diawali dengan “Mas- saung Manu” (Manu Bakkana Bone Vs Jangang Ejana Gowa). Pada Tahun 1562, Raja Gowa X, I Mariogau Daeng Bonto Karaeng Lakiung Tunipalangga Ulaweng (1548-1565) mengadakan kunjungan resmi ke Kerajaan Bone dan disambut sebagai tamu negara. Keda- tangan tamu negara tersebut dimeriah- kan dengan acara massaung manu.

Raja Gowa Daeng Bonto mengajak Raja Bone La Tenrirawe Bongkange bertaruh dalam sabung ayam tersebut. Taruhan Raja Gowa 100 kati emas, sedang Raja Bone sendiri memper- taruhkan segenap orang Panyula (satu kampong). Sabung ayam antara dua raja penguasa semenanjung timur dan barat ini bukanlah sabung ayam biasa, melainkan pertandingan kesaktian dan kharisma dua raja besar. Akhirnya, ayam sabungan Gowa yang berwarna merah (Jangang Ejana Gowa) mati terbunuh oleh ayam sabungan Bone (Manu Bakkana Bone).

Kematian ayam sabungan itu merupakan kekalahan kesaktian dan kharisma Raja Gowa oleh Raja Bone, sehingga Raja Gowa Daeng Bonto merasa terpukul dan malu.

Tragedi ini dipandang sebagai peris- tiwa siri’ (jatuhnya harga diri) Kerajaan Gowa. Sebaliknya, kemenangan Manu Bakkana Bone menempatkan Kerajaan Bone dalam posisi psikologis kuat terhadap kerajaan kecil di sekitarnya. Dampak positifnya, tidak lama sesudah peristiwa sabung ayam tersebut serta merta kerajaan kecil di sekitar Kerajaan Bone menyatakan diri bergabung tan- pa tekanan militer, seperti Ajang Ale, Awo, Teko, serta negeri Tellu Limpoe.

Kepala Desa Biringere, Andi Alam AS Ago menyatakan bahwa ayam ada-

lah simbol kejantanan. Ayam merupa- kan hewan simbolis sekaligus per- taruhan gengsi laki-laki. Mungkin jika diambilkan perumpamaan, sekarang ini tidak disebut seseorang itu laki-laki jika tidak menggemari sepakbola. Kalau dahulu, tidak disebut seseorang itu laki-laki jika tidak menggemari sabung ayam.

Hanya saja, kini terjadi pergeseran cara pandang sehingga apa-apa dijudi- kan. Sabung ayam dijudikan, sepak- bola pun dijadikan bahan taruhan. Maka wajar saja jika sabung ayam dan sepakbola kini menjadi perhatian serius aparat kepolisian. Padahal dulunya, sabung ayam malah menjadi tontonan yang sangat menarik, khususnya para bangsawan dan raja.

Ustadz Hattab, mantan pega- wai Kementerian Agama Pangkep, mengungkapkan bahwa sabung ayam sebenarnya sarana bersosialisasi untuk mengenal banyak orang dan banyak kampung. Mantan penyabung ayam ini mengakui bahwa dirinya mengenal banyak orang dan sering diundang keluar masuk kampung karena ayam sabungannya yang terkenal sanggup membunuh lawan hanya dengan sekali lompatan.

Demikianlah sabung ayam menjadi tradisi yang terus berlanjut. Tradisi bagi setiap laki-laki yang menguji keberaniannya lewat sabung ayam, dan lewat sabung ayam itu pula harga diri dan kehormatannya dipertaruh- kan. Suatu pertaruhan yang tidak main-main karena ayam aduan sejak awal dipelihara untuk diadu, seba- gaimana seorang laki-laki dilahirkan untuk mengadu kehidupannya agar terhormat dan memberi kehormatan.

S

enin (16/11/2015) malam, ribuan warga Kabupaten Tuban tumplek blek di alun-alun kota. Malam itu, bertepa- tan dengan puncak peringatan Hadi Jadi Tuban ke-772, akan tampil grup band asal Jakarta, Wali. Sejak pukul 19.00 WIB, Para Wali--sebutan fans fanatik grup musik beranggotakan Faank, Apoy, Tomi, Ovie, dan Nunu itu—mulai berdatangan dari pen- juru Tuban dan sekitarnya.

Sebagai pembuka, dua band binaan SMI, The Kiln serta Techno, unjuk gigi bergan- tian. Mereka sukses mengajak penonton berjingkrak-krak, membuat suasana makin menghangat. “Itu pertama kali kami tampil di depan ribuan penonton. Yang kedua di rest area Tuban, mengisi acara penandata-

nganan piagam nota kesepahaman CSR SMI dengan Pemkab Tuban,” tutur Yeni Indah Lestari, Humas Klub Kesenian Semen Indo- nesia (KKSI).

KKSI adalah klub binaan perseroan yang menaungi sejumlah grup band bentukan karyawan Pabrik Tuban. Sejatinya klub ini su- dah lama ada, tapi sejak 2014 nyaris tanpa aktivitas alias mati suri. Sangat disayangkan, mengingat tak sedikit karyawan Pabrik Tuban yang hobi bermain musik dan butuh saluran.

Akhirnya, berawal dari diskusi di antara mereka, KKSI resmi dibangkitkan lagi pada akhir 2015. “Selain untuk meyalurkan hobi, melalui klub ini kita juga bisa mengembang- kan reputasi perusahaan. Karena kalau lewat budaya pop, masuknya akan lebih gam-

HOBI

MERASA

MEMILIKI HOBI

SAMA, SEJUMLAH

KARYAWAN SEMEN

INDONESIA PABRIK

TUBAN BERHIMPUN.

MEREKA

MEMBENTUK

BEBERAPA GRUP

BAND DAN RUTIN

BERLATIH TIAP

MINGGU. REPUTASI

PERUSAHAAN

IKUT TERANGKAT

MELALUI LAGU-

LAGU YANG

DISUGUHKAN,

PLUS KOMUNIKASI

LANGSUNG DENGAN

MASYARAKAT.

Ngeband

BERSERAGAM KERJA,

SIAPA TAKUT?

KLUB

KESENIAN

SEMEN

INDONESIA

(KKSI)

pang,” sambung Staf Biro Humas dan CSR Pabrik Tuban ini.

KKSI ‘era baru’ ini digawangi Suba- giyo (ketua), Albert Widiartoko (wakil ketua), Satria Nugraha (sekretaris), Ilham Tanjung (bendahara), dan Yeni Indah Lestari, menyusul berakhirnya masa bakti pengurus sebelumnya. Setidaknya ada enam band yang bernaung di KKSI, yaitu Yoyo & The Grooves, The Kiln, Y2, Techno, The Oldies, Wawam and Friends.

Ada yang seluruh anggotanya murni karyawan Pabrik Tuban, ada pula yang diperkuat pemusik dari luar. “Sengaja tidak kita batasi karena teman-teman kan sibuk semua. Nggak masalah, yang penting mereka bisa kompak dan sevisi dengan kita,” beber Yeni seraya me- nambahkan, latihan rutin berlangsung seminggu sekali di Studio M5, Perum- din Graya Sandiya, Tuban.

Latihan dan latihan terus tentu membosankan. Yeni dan kawan-kawan butuh panggung untuk mengaktual- isasikan ide-ide bermusik mereka, seka- ligus mendongkrak citra SMI. Mulanya mereka berusaha nyelip ke acara-acara perusahaan, mulai safari ramadan, pe- nandatanganan piagam nota kesepaha- man CSR SMI dengan Pemkab Tuban, sampai Pekan Raya Semen Indonesia (PRSI).

Namun disadari, kurang elok bila KKSI terus-terusan mendompleng ke- giatan perusahaan. Muncul pemikiran untuk membangun panggung sendiri, dengan biaya sendiri, atau kerja sama dengan pihak lain. “Biar lebih bebas berekspresi,” ucap vokalis Yoyo & The Grooves ini. Event pertama yang bersifat swadaya itu terwujud di V-Mart, Graha Sandiya, Tuban, beberapa bulan silam.

Menyusul kemudian, grup-grup band KKSI diberi kesempatan mengisi panggung Pekan Raya Semen Indo- nesia (PRSI) di Graha Sandiya, Tuban, 21-25 September 2016. “Empat hari kita tampil bergantian, ada bayarannya juga. Tapi bukan itu tujuan utama kita,” ujarnya.

Yeni menegaskan, di mana pun mereka tampil, identitas SMI mesti ditonjolkan. Bisa lewat dialog dengan penonton, “Bisa juga kami memakai seragam kerja saat pentas. Ini untuk menunjukkan bahwa kita benar-benar band karyawan SMI,” tutupnya. (lin/ bwo)

HOBI

Banyak kepala banyak selera, itu pula yang terjadi pada band-band Klub Kesenian Semen Indone- sia (KKSI). Mereka berusaha eksis dengan genre masing-masing. Ada yang mengusung musik rock, pop komtemporer, dandut modern, sampai tembang kenangan. “Kalau Yoyo & The Grooves mainkan apa saja. Apa yang disuka orang, ya itu kita mainkan,” aku Yeni Indah Lestari, humas KKSI sekaligus vokalis Yoyo & The Grooves.

KKSI membei kebebasan kepada band anggota untuk memilih aliran. Meski disadari, mustahil mereka bisa memuaskan dahaga semua orang. Pekan Raya Semen Indonesia (PRSI) di Graha Sandiya, Tuban, menjadi ajang paling berkesan. Sebab, ung- kap Yeni, selama empat hari KSSI diberi kesempatan tampil bergiliran.

“Semuanya kita arrange sendiri, mulai menyusun jadwal tampil sampai memilih lagu. Sudah begitu sound system-nya bagus banget, penonton- nya ribuan orang,” kenang wakil SMI di ajang pemilihan Duta BUMN 2015 ini. Hal sama diakui Ganiawan, key- boardis The Kiln, yang tampil selama satu jam bersama grupnya. Ganiawan dan kawan-kawan menyuguhkan se- jumlah lagu hits, antara lain Mistikus Cinta (Dewa 19), Nakal (Gigi), Yang

Kedua (Blakcout), Bento (Iwan Fals), dan Di Sayidan (Shaggy Dog).

“Kami sangat berterima kasih kepada panitia PRSI kali ini. Sung- guh luar biasa buat kami bisa tampil di depan ribuan pengunjung seperti malam ini,” ujar Ganiawan setelah turun panggung, diamini Jatmiko (vokalis), Auli (drummer), Ulum (gitar), serta Dirga (bass).

Menurut Yeni, para anggota KKSI berharap keberadaan klub ini semakin diakui, paling tidak di internal peru- sahaan. Dengan begitu mereka selalu disertakan dalam berbagai kegiatan, baik di Tuban atau Gresik. Siapa tahu, tutur Yeni, “Ketika kita mengisi acara pertemuan dengan pelanggan ada yang tertarik ngundang. Kita tidak mencari bayaran, tetapi menyalurkan hobi dan membangun image perusa- haan,” tegasnya.

Ke depan mereka juga ingin lebih serius bermusik, tanpa meninggal- kan jati diri perusahaan. Misalnya menggubah lagu sendiri atas nama KKSI dan masuk dapur rekaman. Atau, menggandeng anak-anak SMA untuk membuat jingle perusahaan. “Semoga nanti bisa. Sementara ini kita masih membawakan lagu-lagu milik orang lain,” harap karyawati yang mengidolakan Siti Nurhaliza dan Celine Dion ini. (lin/bwo)

Dalam dokumen Majalah Sinergi | Semen Indonesia (Halaman 76-79)

Dokumen terkait