• Tidak ada hasil yang ditemukan

b. Strategi Pengembangan Usaha Baru

Dalam dokumen Kewirausahaan: Teori dan Praktek (Halaman 83-86)

1) Pengembangan skala ekonomis, yaitu dengan menambah skala produksi, tenaga kerja, teknologi, sistem distribusi, dan tempat usaha. 2) Perluasan cakupan usaha, yaitu dengan menambah jenis usaha baru,

produk dan jasa baru yang sedang diproduksi (diversifikasi), serta teknologi yang berbeda.

3) Strategi pemasaran (bagi usaha baru):

a) penetrasi pasar, memperbesar volume penjualan dan periklanan; b) pengembangan pasar, peningkatan penjualan dengan

pengenal-an produk pada pasar baru;

c) pengembangan produk, modifikasi produk yang sudah ada untuk meningkatkan penjualan;

d) segmentasi pasar, pemasaran produk berdasarkan segmennya.

4. Teknik Penentuan Harga

a. Produk baru, bertujuan:

1) menghasilkan produk yang dapat diterima oleh konsumen po-tensial, tanpa mempertimbangkan banyaknya;

2) memelihara pangsa pasar sebagai akibat tumbuhnya persaingan; 3) memperoleh laba.

b. Barang konsumsi:

1) harga di bawah pasar untuk produk yang sama; 2) harga di atas harga pasar;

3) harga sama dengan harga pasar. c. Barang industri:

1) strategi cost-plus pricing. Dengan menambahkan margin laba terhadap biaya-biaya langsung;

2) biaya langsung dan formulasi harga. Tidak termasuk biaya

overhead pabrik;

3) penentuan harga jual model pulang pokok. Dengan menghitung besar persentasi tertentu dari total penjualan yang digunakan untuk biaya variabel.

Pustaka Setia

d. Jasa: menentukan harga berdasarkan materiel yang digunakan untuk menyediakan jasa, tenaga kerja, dan untuk memperoleh laba.

e. Promosi, bertujuan:

1) menginformasikan barang/jasa yang dihasilkan pada konsumen; 2) membujuk konsumen agar membeli barang/jasa yang dihasilkan; 3) memengaruhi konsumen agar tertarik terhadap barang/jasa yang

dihasilkan.

Beberapa jenis promosi:

1) iklan (media cetak dan elektronik); 2) promosi penjualan (pameran);

3) wiraniaga (dengan produk sampel ke konsumen);

4) pemasaran langsung (langsung menghubungi konsumen);

5) humas (memublikasikan barang melalui pamflet dan sebagai-nya).

5. Kiat Pemasaran Usaha Baru

a. Peluang pasar.

b. Barang dan jasa yang paling dibutuhkan konsumen. c. Jumlah yang dibutuhkan.

d. Kualitas yang paling tepat. e. Banyaknya jumlah kualitas. f. Tempat yang tepat.

h. Jumlah barang yang dibutuhkan. i. Target yang hendak dicapai.

D. Etika Bisnis

1. Batasan Etika dan Akhlak

Kegagalan etika bisnis bukan terletak pada ketidaktahuan atau ke-engganan para pelaku bisnis untuk menyelenggarakan bisnis secara etis (faktor internal), melainkan terletak pada faktor eksternal. Hal ini disebabkan oleh dua hal berikut.

Pertama, konsep normatif yang kaku sarat dengan rambu-rambu

moralitas, yang menjadi kendala bagi praktik bisnis di lapangan.

Kedua, lingkungan bisnis yang tidak kondusif bagi berlakunya bisnis

secara etis. Hal ini mudah dipahami karena bisnis adalah kegiatan yang

terfokus pada uang, efisiensi, dan ekspansi. Oleh karena itu, demi eksistensi dan kemapanan, setiap pelaku bisnis akan menghalalkan segala cara.

Tipu-menipu dipandang sebagai nilai yang menyimpang. Akan tetapi, dalam konteks perdagangan tradisional, kegiatan tipu-menipu menjadi lain karena adanya kesepakatan tidak tertulis bahwa “Harga yang saya tawarkan” bukanlah harga yang sebenarnya. Oleh karena itu, pedagang pun rela jika harga barangnya ditawar. Biasanya, harga pasar yang paling menentukan. Keterbukaan inilah yang masih dapat ditoleransi oleh prinsip etika ekonomi terapan.

Apa yang terjadi dengan sistem ekonomi sekarang? Semua transaksi berujung pada pernyataan-pernyataan di atas kertas perjalanan panjang sebuah produk dari produsen ke konsumen harus melalui beberapa “terminal” yang memerlukan ongkos. Ketika barang sampai di tangan konsumen, harga menjadi dua kali lipat. Konsumen menjadi korban sistem. Uang bukan lagi sebagai alat tukar-menukar, melainkan sebagai senjata ampuh untuk mengalahkan lawan dan tujuan hidup.

2. Mitos Bisnis Amoral

“Bisnis adalah bisnis, jangan dicampuradukkan dengan etika.” Ungkapan ini disebut mitos bisnis amoral. Ungkapan ini menggambar-kan dengan jelas paham atau kepercayaan orang bisnis sejauh mereka menerima mitos seperti itu tentang dirinya, kegiatannya, dan orang lain yang menjalin hubungan bisnis dengannya.

Kegiatan mereka adalah melakukan bisnis maka perhatiannya hanya memproduksi, mengedarkan, menjual, serta membeli barang dan jasa dengan memperoleh keuntungan. Singkatnya, pusat perhatian adalah berusaha sekuat tenaga untuk mendatangkan keuntungan yang sebesar-besarnya.

Dalam kerangka bisnis amoral, bisnis diibaratkan sebagai permainan judi, yang dapat menghalalkan segala cara untuk menang, untuk mem-peroleh keuntungan. Dasar pemikirannya adalah sebagai berikut. Pertama, bisnis adalah bentuk persaingan. Sebagai suatu bentuk persaingan, semua orang yang terlibat di dalamnya selalu berusaha dengan segala cara dan upaya, yaitu keluar sebagai pemenang. Kedua, dalam persaingan, aturan yang digunakan berbeda dari aturan yang ada dalam kehidupan sosial pada umumnya. Aturan bisnis berbeda dengan aturan sosial moral umumnya.

Ketiga, orang yang mematuhi aturan moral akan berada dalam posisi yang

tidak menguntungkan di tengah persaingan ketat yang menghalalkan

KEWIRAUSAHAAN Teori dan Praktik

168

Pustaka Setia

segala acara. Dengan kata lain, di tengah persaingan bisnis yang ketat, orang yang memerhatikan norma-norma moral akan merugi dan tersingkir. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa berdasarkan mitos bisnis amoral, bisnis dan etika merupakan dua hal yang berbeda dan terpisah satu sama lain. Bisnis tidak dapat dinilai berdasarkan tolok ukur etika moralitas karena pertimbangan moral dan etika tidak tepat untuk bisnis. Konsekuensinya, bisnis tidak memedulikan pertimbangan dan prinsip-prinsip etika. Singkat-nya, bisnis tidak mengenal etika.

Akan tetapi, pada sisi lain timbul banyak pertanyaan, apakah benar bahwa bisnis tidak mengenal etika dan tidak perlu memerhatikan etika? Apakah prinsip-prinsip dan aturan-aturan bisnis sedemikian berbeda dari prinsip-prinsip dan aturan moral?

Ada beberapa argumen yang dapat dikemukakan untuk menjawab pertanyaan tersebut.

Pertama, bisnis diibaratkan dengan judi dalam arti tertentu karena

dalam bisnis orang dituntut untuk berani mengambil risiko. Dalam bisnis, ada nilai manusiawi yang dipertaruhkan, dan mau tidak mau, cara untuk memperoleh keuntungan atau menang juga harus manusiawi. Bisnis perlu dilandasi oleh pertimbangan-pertimbangan etis. Dengan menggunakan pandangan ideal, bisnis tidak hanya bertujuan mencari keuntungan, tetapi juga untuk memperjuangkan nilai-nilai yang manusiawi.

Kedua, tidak benar bahwa sebagai dunia bisnis mempunyai

aturan-aturan sendiri yang berbeda dari aturan-aturan yang berlaku dalam kehidupan sosial pada umumnya. Alasannya, bisnis merupakan bagian dari aktivitas yang penting dari masyarakat, yaitu hubungan antara manusia dengan manusia lainnya. Sebagai kegiatan antarmanusia, bisnis juga mengutuh-kan etika sebagai pemberi pedoman dan orientasi bagi keputusan, kegiatan, dan tindak-tanduk manusia dalam berhubungan (bisnis) satu sama dengan yang lainnya.

Ketiga, dalam bisnis ada persaingan yang sangat hebat. Tidak ada

orang yang menyangkal hal ini. Sekalipun demikian, tetapi tidak benar bahwa orang yang mematuhi aturan modal akan berada dalam posisi yang tidak menguntungkan, yaitu akan merugi, tersingkir dari persaingan. Jadi, apabila ingin berhasil dalam bisnis, kegiatan bisnisnya harus tetap memerhatikan prinsip-prinsip etika. Orang pebisnis yang bersaing dengan tetap memerhatikan norma-norma etis pada iklim bisnis yang semakin profesional justru akan menang karena tetap dipercaya masyarakat.

Keempat, adanya situasi khusus atau pengecualian yang menyimpang

dalam kegiatan bisnis dan dari segi etika dibenarkan, tidak dengan sendiri-nya membenarkan bahwa bisnis tidak mengenal etika. Dalam kesendiri-nyataan, kita sering menemukan praktik dalam situasi khusus yang jelas menyim-pang dari prinsip norma etika. Akan tetapi, ini jangan diterima sebagai hal yang pantas diberlakukan secara universal. Praktik dalam situasi khusus dibenarkan karena alasan atau pertimbangan rasional maka dari penge-cualian yang dibenarkan tidak boleh dijadikan alasan untuk menilai bahwa bisnis tidak mengenal etika.

Kelima, pemberian dan berbagai aksi protes yang terjadi untuk

me-ngecam berbagai pelanggaran dalam kegiatan bisnis yang tidak baik. Hal ini menunjukkan bahwa masih banyak orang dan kelompok masyarakat menghendaki agar bisnis dijalankan secara baik dan tetap mengindahkan norma-norma etika. Pada dasarnya, bisnis tetap mengenal etika atau bisnis mempunyai etika.

3. Sumbangan Etika Bisnis

Setelah melihat perlunya etika bisnis, kita perlu meninjau lebih jauh mengenai etika bisnis serta sumbangan yang diberikan. Etika bisnis merupakan bidang etika khusus (terapan) yang baru berkembang pada awal tahun 1980-an. Sampai sekarang, banyak telaah tentang etika bisnis berasal dari Amerika.

Dalam semua bidang, etika bisnis membantu para pelaku bisnis untuk mendekati masalah-masalah bisnis dengan sentuhan moral. Etika bisnis membantu para manajer dan pelaku bisnis lainnya untuk menangkap hal yang tidak dapat ditangkap oleh mata ekonomi manajemen murni. Etika bisnis juga bertujuan memecahkan banyak persoalan dengan meng-gunakan pendekatan yang lebih dari sekadar pendekatan ekonomi manajemen.

Etika bisnis mengingatkan kita bahwa dalam melakukan bisnis, kita tetap bertindak dan berperilaku sebagai manusia yang mempunyai matra etis. Dalam konteks bisnis sebagai suatu profesi yang luhur, etika bisnis mengajak kita untuk berusaha mewujudkan citra bisnis dan manajemen yang baik (etis).

4. Prinsip-prinsip Etika Bisnis

Secara umum, prinsip-prinsip yang berlaku dalam kegiatan bisnis yang baik tidak dapat dilepaskan dari kehidupan kita sebagai manusia pada

Pustaka Setia

umumnya. Demikian pula, prinsip-prinsip itu sangat erat berkaitan dengan sistem nilai yang dianut oleh masyarakat. Akan tetapi, sebagai etika khusus atau etika terapan, prinsip-prinsip dalam etika bisnis adalah penerapan dari prinsip etika pada umumnya.

Dalam dokumen Kewirausahaan: Teori dan Praktek (Halaman 83-86)