• Tidak ada hasil yang ditemukan

B. Konsep dan Teori

2. Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan

a. Pengertian Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan

Undang-undang nomor 24 tahun 2011 tentang BPJS, yaitu pelaksanaan Undang-undang nomor 40 tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional. Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) kesehatan merupakan badan hukum yang dibentuk agar melaksanakan penyelenggaraan program jaminan sosial. Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) merupakan program yang dikelola oleh BPJS kesehatan yang telah diluncurkan pada 1 Januari 2014.

b. Fungsi, Tugas, dan Wewenang BPJS Kesehatan

Fungsi dari Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan, sesuai peraturan yang diatur dalam pasal 9 ayat(1) Undang-undang Nomor 24 Tahun 2011 tentang BPJS kesehatan adalah bertujuan untuk menyelenggarakan Program jaminan kesehatan. Jaminan kesehatan berdasarkan UU Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) diselenggarakan secara nasional berdasarkan prinsip ekuitas, dan prinsip asuransi social, yang bertujuan menjamin agar peserta mendapatkan manfaat pemeliharaan kesehatan serta perlindungan dalam hal memenuhi kebutuhan dasar kesehatan. Sejalan dengan hal tersebut BPJS kesehatan juga memiliki tugas dan wewenang yang diatur dalam pasal 10 Undang-undang Nomor 24 Tahun 2011 tentang fungsi sebagai mana dimaksud pasal 9, melaksanakan dan/atau menerima pendaftaran peserta, memberikan informasi tentang penyelenggaraan program jaminan sosial kepada peserta dan masyarakat, membayar manfaat atau membayarkan pelayanan kesehatan sesuai dengan ketentuan program jaminan sosial,

19

memungut serta mengumpulkan iuran dari peserta maupun pemberi kerja, mengumpulkan serta mengelola data peserta program jaminan sosial, mengelola dana jaminan sosial bagi kepentingan peserta, serta menerima bantuan iuran dari pemerintah.

Berdasarkan tugas yang telah dijelaskan tersebut, Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan memiliki kewenangan sebagai berikut:

1). Melakukan kerjasama terhadap pihak lain dalam penyelenggaraan program jaminan sosial.

2). Melaporkan pemberian kerja terhadap instansi yang berwenang terkait tentang ketidak patuhannya dalam membayar iuran maupun dalam melaksanakan kewajiban lain sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. 3). Mengenakan sanksi administrasi terhadap peserta maupun pemberi kerja yang

tidak memenuhi kewajibannya.

4). Membuat maupun memutuskan kontrak kerja dengan fasilitas kesehatan. 5). Membuat kerjasama dengan fasilitas kesehatan terkait dana pembayaran

fasilitas kesehatan yang mengacu pada ketetapan biaya tarif yang sudah ditetapkan pemerintah.

6). Melakukan pengawasan dan pemeriksaan terhadap kepatuhan peserta maupun pemberi kerja di dalam memenuhi kewajibannya yang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan jaminan sosial nasional.

7). Menempatkan biaya jaminan sosial untuk tabungan jangka pendek maupun jangka panjang dengan melihat aspek hasil yang memadai, keamanan dana, kehati-hatian, serta likuiditas

20

8). Menagih pembayaran iuran. 3. Sistem Rujukan

a. Pengertian Rujukan

Berdasarkan Pasal 14 Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 4 Tahun 2018 tentang rujukan maka sarana serta prasarana yang digunakan untuk alat dalam memberikan informasi yang menyokong serta memperkuat pernyataan dengan tugas. Rujukan bisa berwujud alat bukti, kredibilitas serta nilai-nilai. Sumber asal rujukan adalah tempat rujukan tersebut ditemukan. Sistem rujukan yaitu suatu sistem penyelenggaraan pelayanan yang dapat melaksanakan pelimpahan wewenang serta tanggung jawab secara timbal balik, terhadap kasus penyakit maupun masalah kesehatan. Sistem rujukan bisa berjalan vertikal maupun horizontal. Secara vertical rujukan dari unit yang terkecil dan memiliki kemampuan kurang dibandingkan dengan unit yang lebih mampu. Secara horizontal berarti rujukan antar unit yang setingkat kemampuannya.

b. Jenis Rujukan

Sistem rujukan menurut tata hubungan nya dibagi menjadi:

1) Rujukan internal yaitu rujukan horizontal yang terjadi antara unit pelayanan di dalam institusi tersebut, misalnya dari ruang penyakit dalam ke ruang perawatan intensif.

2) Rujukan eksternal yaitu rujukan yang terjadi antara unsur-unsur dalam jenjang pelayanan kesehatan baik horizontal (puskesmas rawat jalan ke puskesmas rawat inap) maupun vertikal (puskesmas ke rumah sakit umum daerah). Setiap pemberi pelayanan kesehatan berkewajiban untuk merujuk pasien bila dalam

21

keadaan penyakit maupun permasalahan kesehatan, kecuali dengan alasan yang sah serta mendapat persetujuan pasien maupun keluarganya. Alasan yang sah diaman pasien tidak dapat ditransportasikan atas alasan medis, sumber daya dan geografis. Rujukan harus mendapat persetujuan dari pasien maupun keluarga pasien persetujuan diberikan setelah pasien maupun keluarga pasien mendapat penjelasan oleh tenaga kesehatan yang berwenang. Adapun penjelasan tersebut sekurang-kurangnya sebagai berikut:

a) Diagnosis serta terapi dan tindakan medis yang diperlukan b) Alasan serta tujuan dilakukan rujukan

c) Resiko yang timbul apabila rujukan tidak dilakukan d) Transportasi rujukan

c. Sistem Rujukan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan

Sistem rujukan BPJS kesehatan berbeda dengan tuntunan asuransi kesehatan swasta. Seperti yang diketahui, Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan adalah asuransi resmi dari pemerintah Indonesia. Setiap anggota Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan memiliki faskes maupun fasilitas kesehatan yang menjadi tempat pemeriksaan pertama jika peserta mengalami sakit. Apabila tuntunan perusahaan asuransi swasta memberikan pilihan cashless atau reimbursement yang berbeda dengan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan yang memiliki sistem rujukan.

Hal yang paling penting dan perlu di ketahui bahwa ada 3 tingkat fasilitas kesehatan yang menjadi sistem rujukan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan antara lain :

22

Bagan 2.1 Sistem Rujukan 1. Faskes Tingkat Pertama

Ketika pasien peserta Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan sakit dapat langsung memeriksakan dirinya ke faskes tingkat kedua tanpa harus memliki rujukan dari faskes tingkat pertama. Faskes tingkat pertama biasanya puskesmas, klinik maupun dokter praktek yang menerima pasien Badan

23

Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan. Setiap peserta dapat memilih dimana puskesmas maupun klinik yang akan dijadikan fokus ke satu.

2. Faskes Tingkat Kedua

Apabila faskes tingkat pertama sudah tidak mampu menangani maka pasien akan dirujuk ke faskes tingkat kedua oleh dokter spesialis yang menangani penyakit. Biasanya terdapat beberapa kondisi yang memungkinkan pasien untuk segera dirujuk ke faskes tingkat pertama yang sudah tidak dapat melakukan perawatan kepada pasien, serta karena perawatan yang minim. Namun yang perlu diperhatikan yaitu sistem rujukan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan berjenjang maka pasien perlu mendatangi fasilitas kesehatan tingkat pertama terlebih dahulu serta telah bekerjasama dengan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan kemudian peserta dapat memilih fasilitas kesehatan mana yang akan ditempati berobat selanjutnya. Jika peserta tidak memeliki penyakit parah dapat berobat ke fasilitas kesehatan tingkat pertama tanpa rujukan. Sedangkan yang gawat darurat dapat langsung ke rumah sakit maupun fasilitas kesehatan tingkat kedua.

3. Faskes Tingkat Ketiga atau Lanjutan

Faskes tingkat ketiga merupakan rujukan lanjutan dari fasilitas kesehatan tingkat kedua, yang apabila faslitas kesehatan tingkat kedua sudah tidak dapat menangani pasien serta terkendala peralatan maupun sebagainya. Jika pada faskes tingkat kedua pasien diperiksa dokter spesialis maka pada faskes tingkat lanjutan pasien akan diperiksa lebih mendalam serta lebih teliti lagi oleh dokter subspesialis.

24

Apabila ingin menggunakan jaminan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan untuk berobat, maka peserta harus mengikuti alur serta sistem rujukan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan. Sistem rujukan berjenjang akan membuat pengobatan yang dilakukan lebih mendalam.

4. Gawat Darurat

Ketika pasien dalam kondisi gawat darurat sesuai dengan kriterai BPJS kesehatan, maka pasien maupun peserta Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan tidak memerlukan rujukan dari fasilitas kesehatan tingkat pertama melainkan dapat langsung datang ke fasilitas kesehatan tingkat kedua untuk mendapatkan perawatan di IGD.

Syarat Mengajukan Rujukan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan, surat rujukan dari fasilitas kesehatan tingkat pertama dapat digunakan sebagai pengantar dalam pengobatan rawat jalan atau rawat inap di faskes tingkat kedua atau faskes lanjutan. Selain itu dapat juga digunakan dalam pengobatan di luar kota. Dalam membuat surat rujukan, tenaga kesehatan memerluhkan beberapa dokumen yang harus dimiliki oleh pasien antar lain:

1) Fotokopi Kartu Keluarga 2) Fotokopi KTP

3) Kartu BPJS Kesehatan asli dan fotokopi

4) Surat rujukan yang telah dibuat oleh dokter faskestingkat 1 5) Surat etigibilitas Peserta (SEP) Kartu berobat

25