• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II KEDUDUKAN NADZIR SEBAGAI PENGELOLA

B. Badan Wakaf Indonesia (BWI) sebagai Pembina

dibentuknya Badan Wakaf Indonesia yang penetapan kebijakan tentang benda wakaf dan pengelolaannya memberikan advokasi kepada para pengelola wakaf, dan bertindak selaku nadzir (pengelola) wakaf bersifat nasional. Dalam hal memberi advokasi kepada pengelola wakaf, BWI ikut turut mengawasi pengelolaan tanah wakaf.

Dalam UU Nomor 41 Tahun 2004 juga dibentuk Badan Wakaf Indonesia (BWI) sebagai salah satu lembaga independen yang bertugas untuk sebagai suatu lembaga independen yang bertugas untuk memajukan dan mengembangkan perwakafan nasional di Indonesia. BWI ini berkedudukan di ibukota negara dan dapat membentuk perwakilan di provinsi dan/atau kabupaten/kota sesuai dengan kebutuhan dan sebelumnya BWI telah berkonsultasi dengan pemerintah daerah setempat.

Karena ada dibawah kementerian, tugas BWI cukup berat, yakni menangani wakaf secara keseluruhan, baik dibidang administrasi, investasi, pengembangan dan pendayagunaannya.107 Bebas dari pengaruh kekuasaan manapun, serta bertanggung jawab kepada masyarakat. Kelahiran Badan Wakaf Indonesia (BWI) merupakan

107Rachmadi Usman, Op.cit., hal.133

perwujudan amanat yang digariskan dalam Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 tentang wakaf. Kehadiran BWI, sebagaimana dijelaskan dalam pasal 47, adalah untuk memajukan dan mengembangkan perwakafan di Indonesia.

Dalam kepengurusan, BWI terdiri atas Badan Pelaksana dan Dewan Pertimbangan, masing-masing dipimpin oleh satu orang Ketua dan dua orang Wakil Ketua yang dipilih dari dan oleh para anggota. Badan pelaksana merupakan unsur pelaksana tugas, sedangkan Dewan Pertimbangan adalah unsur pengawas pelaksanaan tugas Badan Wakaf Indonesia.

Sesuai dengan aturan Undang-Undang tentang batasan minimum dan batasan maksimum keanggotaan Badan Wakaf Indonesia menyatakan bahwasannya jumlah minimum anggota untuk Badan Wakaf Indonesia yakni 20 (dua puluh) orang, sedangkan batasan maksimumnya adalah 30 (tiga puluh) orang yang berasal dari unsur masyarakat.

Badan Wakaf Indonesia memiliki kewenangan untuk menentukan persyaratan-persyaratan yang dianggap perlu selain dari persyaratan pokok. Adapun syarat-syarat pokok bagi calon anggota Badan Wakaf Indonesia sesuai dengan undang-undang yakni:

a. Warga Negara Indonesia b. Beragama Islam

c. Dewasa d. Amanah

e. Mampu secara jasmani dan rohani

f. Tidak terhalang melakukan perbuatan hukum

g. Memiliki pengetahuan, kemampuan, dan/atau pengalaman di bidang perwakafan dan/atau ekonomi, khususnya di bidang ekonomi syariah

h. Mempunyai komitmen yang tinggi untuk mengembangkan perwakafan nasional Adapun Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pengangkatan dan pemberhentian anggota sebagaimana yang telah di maksud, semuanya telah diatur oleh peraturan Badan Wakaf Indonesia. Keanggotaan Badan Wakaf Indonesia diangkat untuk masa jabatan selama 3 (tiga) tahun dan dapat diangkat kembali untuk 1 (satu) kali masa jabatan. Untuk pertama kali, pengangkatan keanggotaan Badan Wakaf Indonesia diusulkan kepada Presiden oleh Menteri Agama. Namun setelah itu Pengusulan pengangkatan keanggotaan Badan Wakaf Indonesia kepada Presiden untuk selanjutnya dilaksanakan oleh Badan Wakaf Indonesia. Ketentuan mengenai tata cara pemilihan calon keanggotaan Badan Wakaf Indonesia sebagaimana yang dimaksud, seluruhnya diatur oleh Badan Wakaf Indonesia yang penting pelaksanaannya terbuka untuk umum. Adapun keanggotaan perwakilan BWI di daerah diangkat dan diberhentikan oleh BWI. BWI tersebut beranggotakan paling sedikit 20 (dua puluh) orang dan paling banyak 30 (tigapuluh) orang yang berasal dari unsur masyarakat.

Pembiayaan Badan Wakaf Indonesia di bebankan kepada Anggaran dan Pendapatan Belanja Negara (APBN) selama 10 Tahun pertama melalui departemen agama, dan dapat diperpanjang.Walaupun pembiayaan operasional Badan Wakaf Indonesia dibebankan kepada pemerintah yakni dari Anggaran dan Pendapatan

Belanja Negara (APBN) namun Badan Wakaf Indonesia berkewajiban pula mempertanggungjawaban pelaksanaan tugas Badan Wakaf Indonesia yang dilakukan melalui laporan tahunan yang diaudit oleh lembaga audit independen dan disampaikan kepada Menteri. diumumkan kepada masyarakat. Adapun ketentuan lebih lanjut mengenai susunan organisasi, tugas, fungsi, persyaratan, dan tata cara pemilihan anggota serta susunan keanggotaan dan tata kerja Badan Wakaf Indonesia diatur seluruhnya oleh Badan Wakaf Indonesia.

1. Tugas dan Fungsi Badan Wakaf Indonesia

Tugas Badan Wakaf Indonesia ditetapkan dalam Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 tentang Wakaf yang dapat dibedakan menjadi tiga yakni yang pertama bahwasannya tugas Badan Wakaf Indonesia yang berkaitan dengan Nadzir yaitu pangangkatan, pemberhentian, dan pembinaan Nadzir. Kedua, tugas Badan Wakaf Indonesia yang berkaitan dengan Objek Wakaf yang berskala Nasional atau Internasional, serta pemberian persetujuan atas penukaran harta benda wakaf. Ketiga, tugas Badan Wakaf Indonesia yang berkaitan dengan pemerintah, yaitu memberi saran dan pertimbangan kepada pemerintah dalam penyusunan kebijakan dibidang perwakafan.

Tugas-tugas dan wewenang Badan wakaf Indonesia adalah:

1. Melakukan pembinaan terhadap Nadzir dalam mengelola dan mengembangkan harta benda wakaf.

2. Mengelola dan mengembangkan harta benda wakaf berskala nasional dan internasional.

3. Memberikan persetujuan dan atau ijin atas perubahan peruntukkan dan status harta benda wakaf.

4. Meberhentikan dan mengganti Nazhir.

5. Memberikan persetujuan atas penukaran harta benda wakaf.

6. Memberikan saran dan pertimbangan kepada pemerintah dalam penyusunan kebijakan dibibang perwakafan.108

Dalam melaksanakan tugas dan kewenangannnya tersebut BWI dapat bekerjasama dengan instansi pemerintah baik pusat maupun daerah, organisasi masyarakat, para ahli, badan internasional, dan pihak lain yang dipandang perlu.

Badan Wakaf Indonesia merupakan lembaga wakaf yang bersifat nasional, selain bertugas mengkoordinasikan para nadzir Badan Wakaf Indonesia pun memprakarsai kerja sama antar nadzir, dengan demikian mereka dapat saling tolong menolong dalam pengelolaan wakaf.

Institusi yang bertugas melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap penyelenggaran wakaf untuk mewujudkan tujuan dan fungsi wakaf adalah Menteri Agama. Menteri Agama mengikutsertakan Badan Wakaf Indonesia dalam melakukan pembinaan dan pengawasan penyelenggaraan wakaf. Selain institusi tersebut, organisasi masyarakat, para ahli, badan internasional dan pihak lain pun bisa berpartisipasi apabila dipandang perlu untuk pembinaan penyelenggaraan wakaf

108 Pasal 49 ayat (1), UU No. 41 Tahun 2004 Tentang Wakaf

namun dalam melakukan pembinaan dan pengawasan penyelenggaraan wakaf tetap memperhatikan saran dan pertimbangan Majelis Ulama Indonesia.

Dalam Peraturan Pemerintah ditetapkan bahwa kedudukan Kementerian Agama dan Dan Badan Wakaf Indonesia adalah regulator, motivator, fasilitator, pengawas, Pembina dan koordinator dalam pemberdayaaan dan perkembangan terhadap harta benda wakaf. Melihat kepada tugas-tugas yang dibebankan kepada BWI, badan ini mempunyai fungsi sangat strategis terutama dalam rangka pembinaan dan pengawasan terhadap nadzir untuk dapat melakukan pengelolan secara produktif , dan juga mengawasi prilaku nadzir. sehingga tidak ada tanah wakaf yang dikuasi nadzir. oleh karena itu, BWI harus profesional dalam melaksanakan tugasnya.

Sedangkan pemerintah dalam hal ini hendaknya hanya sebagai fasilitator, motivator, dan regulator.

Berdasar uraian diatas jelaslah bahwa tujuan utama lahirnya Badan Wakaf Indonesia adalah untuk melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap nadzir dalam mengelola dan mengembangkan harta wakaf. Begitu banyak benda yang dapat diwakafkan di Indonesia, maka akan menuntut nadzir bekerja secara profesional, dengan demikian perlu suatu badan khusus yang menangani langsung pembinaan terhadap para pengelola wakaf. Anggota BWI haruslah orang-orang yang profesional, punya komitmen, amanah dan ikhlas, sehingga segala persoalan yang dihadapi dapat dihadapi. Untuk mempelancar kegiatan BWI dalam pembinaan nadzir, BWI mempunyai wewenang untuk membuat program pengembangan wakaf, pendataan asset wakaf, serta memikirkan cara pengelolaannya, menentukan langkah-langkah

wakaf produktif serta mengumumkan hasil pengembangan wakaf kepada masyarakat.

Untuk meningkatkan kemampuan nazhir, BWI dengan difasilitasi Departemen Agama Republik sebaiknya menyelenggarakan pelatihan nadzir secara intensif, baik nazhir benda tidak bergerak maupun benda bergerak. Pembinaan nadzir nampaknya tidak bisa hanya bersifat teoritis, tetapi harus diiringi dengan pembinaan dan pendampingan. Sebagai contoh misalnya, seorang nadzir dapat konsultasi kepada BWI melalui internet atau surat apabila menemukan persoalan dalam mengembangkan tanah wakaf yang dikelolanya. Kemudian BWI membantu mengkajinya, sehingga pengembangannya sesuai dengan jenis tanah dan hasilnya dapat dipasarkan. Konsultasi dan pendampingan ini penting, karena masih ada sebagian nazhir yang belum paham benar mengenai tugas dan kewajibannya.

Sehubungan dengan beratnya tugas BWI tersebut diatas, sudah seharusnya BWI tidak hanya berada di ibukota Negara Republik Indonesia, agar lebih efektif bekerja, saat ini sebaiknya BWI segera membentuk perwakilan di provinsi dan/atau kabupaten/kota sesuai dengan kebutuhan. Selama belum ada perwakilan BWI di Provinsi dan/atau Kabupaten/Kota maka BWI harus lebih aktif membuka jaringan kerjasama dengan berbagai instansi, baik pemerintah daerah maupun swasta, organisasi masyarakat, para ahli, perguruan tinggi, badan internasional dan lain-lain.