• Tidak ada hasil yang ditemukan

Bagaimana Cara Mengajarkan Matematika Menurut Teori Belajar Konstruktivisme?

Dalam dokumen Belajar Dan Pembelajaran (Halaman 108-117)

Contoh Perencanaan Pembelajaran

2. Bagaimana Cara Mengajarkan Matematika Menurut Teori Belajar Konstruktivisme?

Secara umum, pembelajaran berdasarkan teori belajar konstruktivisme meliputi empat tahap: (1) tahap persepsi (mengungkap konsepsi awal dan membangkitkan motivasi belajar peserta didik), (2) tahap eksplorasi, (3) tahap diskusi dan penjelasan konsep, dan (4) tahap pengembangan dan aplikasi konsep (Horsley, 1990: 59).

Sejalan dengan pandangan di atas, Tobin dan Timon (dalam Lalik, 1997:19) mengatakan bahwa pembelajaran dengan teori belajar konstruktivisme meliputi empat kegiatan, antara lain (1) berkaitan dengan prior knowledge peserta didik, (2) mengandung kegiatan pengalaman nyata (experiences), (3) terjadi interaksi sosial

(social interaction) dan (4) terbentuknya kepekaan terhadap lingkungan (sense making).

Petunjuk tentang proses pembelajaran dengan teori belajar konstruktivisme juga dikemukakan oleh Dahar (1989: 160), sebagai berikut: (1) siapkan benda-benda nyata untuk digunakan para peserta didik, (2) pilihlah pendekatan yang sesuai dengan tingkat perkembangan anak, (3) perkenalkan kegiatan yang layak dan menarik serta beri kebebasan anak untuk menolak saran guru, (4) tekankan penciptaan pertanyaan dan masalah serta pemecahannya, (5) anjurkan para peserta didik untuk saling berinteraksi, (6) hindari istilah teknis dan tekankan berpikir, (7) anjurkan mereka berpikir dengan cara sendiri, dan (8) perkenalkan kembali materi dan kegiatan yang sama setelah beberapa tahun lamanya.

Beberapa uraian di atas dapat memberi pandangan kepada guru agar dalam menerapkan prinsip belajar konstruktivisme, benar-benar harus memperhatikan kondisi lingkungan bagi anak. Di samping itu, pengertian tentang kesiapan anak untuk belajar, juga tidak boleh diabaikan. Dengan kata lain, bahwa faktor lingkungan sebagai suatu sarana interaksi bagi anak, bukanlah satu-satunya yang perlu mendapat perhatian yang sungguh-sungguh bagi guru.

Yager (1991:55) mengajukan pentahapan yang lebih lengkap dalam pembelajaran dengan teori belajar konstruktivisme. Hal ini dapat menjadi pedoman dalam pembelajaran secara umum, pembelajaran dalam Ilmu Pengetahuan Alam dan pembelajaran Matematika. Cakupan tersebut didasarkan pada tugas guru yang tidak mengajarkan mata pelajaran pendidikan agama dan olah raga merupakan guru kelas.

Tahap pertama, peserta didik didorong agar mengemukakan pengetahuan

awalnya tentang konsep yang akan dibahas. Bila perlu, guru memancing dengan pertanyaan problematis tentang fenomena yang sering dijumpai sehari-hari oleh peserta didik dan mengaitkannya dengan konsep yang akan dibahas. Selanjutnya, peserta didik diberi kesempatan untuk mengkomunikasikan dan mengillustrasikan pemahamannya tentang konsep tersebut. Tahap kedua, peserta didik diberi kesempatan untuk menyelidiki dan menemukan konsep melalui pengumpulan, pengorganisasian, dan penginterpretasian data dalam suatu kegiatan yang telah dirancang oleh guru. Secara keseluruhan pada tahap ini akan terpenuhi rasa keingintahuan peserta didik tentang fenomena dalam lingkungannya. Tahap ketiga, peserta didik memikirkan penjelasan dan solusi yang didasarkan pada hasil observasi peserta didik, ditambah dengan penguatan guru. Selanjutnya, peserta didik membangun pemahaman baru tentang konsep yang sedang dipelajari. Tahap

keempat, guru berusaha menciptakan iklim pembelajaran yang memungkinkan

kegiatan maupun melalui pemunculan masalah-masalah yang berkaitan dengan isu-isu dalam lingkungan peserta didik tersebut.

Perhatikan contoh rancangan pembelajaran Matematika SD/MI dengan pendekatan Teori Belajar Konstruktivisme berikut ini.

Contoh 1.

Mata Pelajaran : Matematika SD/MI

Kelas : V

Standar Kompetensi : 1. Memahami konsep bilangan bulat dan pecahan, operasi hitung dan sifat-sifatnya, serta menggunakannya dalam pemecahan masalah kehidupan sehari-hari.

(kutipan dari Lampiran Permendiknas Nomor 23 Tahun

2006)

Kompetensi Dasar : (3) Memahami penerapan konsep, sifat, dan operasi hitung bilangan bulat dan pecahan dalam kehidupan sehari-hari. Materi Pokok : (1) Nilai tempat dan sistem desimal.

(2) Menghitung nilai rata-rata. Contoh Rancangan Pembelajaran Yang Mendidik: (1) Nilai Tempat dan Sistem Desimal.

Untuk merancang pembelajaran yang mendidik dari materi pokok nilai tempat

dan sistem desimal, perhatikan dialog antara guru dan peserta didik dalam

penelitian yang telah dilakukan oleh Fitz Simons (1992:79). (Apakah dialog guru dan siswa tidak sebaiknya langsung dalam terjemahan bahasa Indonesia agar lebih efisien?)

Guru : What is 10 to the power of 3? (berapa hasil dari 10 berpangkat

3)

Peserta didik : 1000

Guru : And 10 to the power of 2? (dan berapa hasil dari 10 berpangkat

2)

Peserta didik : 100.

Guru : So 10 to the power of 1 must be?(jadi hasil 10 berpangkat 1

Peserta didik : 10

Peserta didik : What is 10 to the power of 0? (berapa hasil dari 10 berpangkat 0) Guru : Let's find what is 10 to the power of 0? What's happen?

You know that the power of 10 decreases one by one do you? What's happen in case of 100…?

(Mari kita kerjakan hasil 10 berpangkat 0? Apa yang terjadi? Anda tahu bahwa pangkat dari 10 bertambah satu demi satu kan? Apa yang akan terjadi jika 10 berpangkat 0?)

Peserta didik : Most of the children did not give responds.(kebanyakan peserta

didik tidak merespon)

Guru : The noughts keep getting crossed off. What does that mean? When the noughts keep getting crossed off?

What are we really doing?

(Kesia-siaan telah terjadi. Apa artinya itu? Kapankah kesia-siaan

terjadi? Apa yang sesungguhnya terjadi?)

Peserta didik : We are taking a short cut. (kami telah mengambil jalan pintas) Guru : We are taking a short cut. (kita yang telah mengambil jalan

pintas)

Peserta didik : We are dividing by ten (kita sedang melakukan pembagian

dengan 10)

Guru : So what is 10 to the power by 0? (jadi, apa artinya 10 berpangkat

0)

Peserta didik : One.(satu)

Guru : OK. What is 10 to the power of 1? (Ok, kalau 10 berpangkat

-1?)

Peserta didik : Is it -1? No…, it can't because the left-hand side is 01. It must be point one. Every one seems to be happy when someone say 0.1 or 1/10".

(Apakah ada -1? Tidak…, ini tidak mungkin karena bagian kiri adalah 01. Ini tentu bernilai satu. Tiap orang tampaknya senang apabila seseorang mengatakan nolkoma satu atau satu dibagi 10)

Kegiatan pembelajaran dengan materi pokok di atas (nilai tempat sistem desimal) merupakan proses pembelajaran yang mendidik, karena guru memberi kesempatan kepada peserta didik untuk mengemukakan pendapatnya dalam pemecahan masalah bilangan berpangkat, dan memberi kesempatan untuk mengambil keputusan tentang sesuatu hal yang terjadi.

(2) Menghitung Nilai Rata-Rata.

Contoh lain yang dapat dikembangkan oleh guru adalah menentukan rata-rata hitung. Perhatikan langkah-langkah pembelajarannya.

(a) Siapkan beberapa menara blok yang tingginya berbeda-beda sebagai benda kongkrit bagi peserta didik. Misalnya pada gambar berikut ini.

(b) Minta peserta didik untuk memotong beberapa menara blok yang lebih tinggi sesuai dengan keinginannya.

(c) Tempelkan potongan menara blok yang tertinggi kepada menara blok yang terpendek. Selanjutnya, potong sebagian menara blok yang lebih tinggi dan letakkan atau tempelkan pada menara blok yang kurang tinggi. Lakukan hal ini seterusnya hingga semua menara blok adalah sama tingginya. Tinggi menara blok tersebut yang sudah rata disebut rata-rata tingggi. Hasilnya seperti berikut.

(4) Ulangi kegiatan di atas, dengan cara yang sedikit berbeda, yaitu setiap menara blok dipotong atau dipisahkan secara vertikal. Hal ini dilakukan secara berturut-turut. Selanjutnya, susun hasil potongan dengan cara melintang

(horizontal), yaitu melengketkan pada kertas atau buku matematika peserta didik, sehingga hasilnya seperti berikut ini.

Setelah hal ini dilakukan oleh peserta didik, ajak mereka untuk berpikir bagaimana jika menara blok tersebut dibagi oleh lima orang anak sama banyak? Dari sini peserta didik diharapkan dapat mengkonstruksi sendiri tentang konsep pembagian, yaitu 25/5 = 5. Dengan demikian, rata-rata tinggi menara blok tersebut adalah 5.

Dengan pendekatan seperti di atas, pada akhirnya peserta didik dapat mengkonstruksi sendiri pengetahuannya melalui aktivitas yang dilakukan. Dengan kata lain, tanpa mereka diajar secara paksa, peserta didik akan memahami sendiri apa yang mereka lakukan dan pelajari melalui pengalamannya.

Contoh 2.

Mata Pelajaran : Matematika SD/MI

Kelas : IV

Standar Kompetensi : 1. Memahami konsep bilangan bulat dan pecahan, operasi hitung dan sifat-sifatnya, serta menggunakannya dalam pemecahan masalah kehidupan sehari-hari.

(kutipan dari Lampiran Permendiknas Nomor 23 Tahun

2006)

Kompetensi Dasar : (3) Memahami penerapan konsep, sifat, dan operasi hitung bilangan bulat dan pecahan dalam kehidupan sehari-hari. Materi Pokok : (1) Generalisasi bilangan dengan menggunakan gambar

kotak.

Contoh Rancangan Pembelajaran Yang Mendidik:

Kegiatan peserta didik: (a) Memperhatikan Gambar 1 kotak segi empat, menghitung jumlah kotaknya, dan menjelaskan bagaimana cara menghitung jumlah kotak tersebut.

(b) Menghitung jumlah kotak segi empat yang terdapat dalam Gambar 2 dan Gambar 3.

(c) Membuat gambar dengan jumlah kotak 5 x 5 dan 10 x 10.

(d) Memperhatikan apakah terdapat kesamaan pola untuk bilangan segi empat yang terkandung dalam Gambar 1, 2, dan 3.

(e) Menjelaskan apakah yang menjadi alasan masing-masing peserta didik menentukan kesamaan atau ketidak samaan pola untuk bilangan segi empat yang terkandung dalam Gambar 1, 2, dan 3.

(f) Mendiskusikan dengan teman sebangku bagaimana cara membuktikan kebenaran penjelasan alasan yang

dikemukakan masing-masing dalam menentukan kesamaan atau ketidak samaan pola untuk bilangan segi empat yang terkandung dalam Gambar 1, 2, dan 3.

Gambar 1

Gambar 2

Gambar 3 Panduan untuk guru : (1) Dalam pelaksanaan kegiatan nomor (a) sampai dengan

nomor (c), peserta didik diberi kesempatan untuk mengerjakan secara bersama-sama.

(2) Apabila peserta didik mengalami kesulitan

menyelesaikan kegiatan nomor (c) sampai dengan nomor (f), guru dapat membantu dengan cara memberi contoh penyelesaiannya.

(3) Pada akhir kegiatan pembelajaran, guru memberikan penguatan (reinforcement) misalnya berupa pujian bagi peserta didik yang cepat menyelesaiakn kegiatannya.

Setelah mempelajari bahan ajar pada Subunit 3.2 di atas, Anda diminta mengerjakan soal-soal latihan dengan membaca secara teliti terlebih dahulu kasus yang tertera dalam kotak berikut ini.

Pertanyaan

1. Apakah Ibu Sri mengelola pembelajaran mengikuti langkah-langkah tertentu? Jelaskan jawaban Anda!

2. Ditinjau dari prinsip penyusunan silabus mata pelajaran, apakah Ibu Sri mengikuti prinsip tersebut dalam pembelajaran yang dikelolanya pagi itu? Jelaskan jawaban Anda!

3. Ditinjau dari teori belajar Skinner, prinsip pembelajaran apakah yang diterapkan Ibu Sri terhadap peserta didik yang tidak mengerjakan PR Matematika? Jelaskan jawaban Anda!

Pagi itu, Ibu Sri guru kelas 4 SD Inpres 1 Kaliurang yang terletak di lereng gunung Merapi berangkat naik sepeda motor ke sekolah dengan membonceng anaknya yang duduk di kelas 3. Jam di arloji Ibu Sri sudah menunjukkan pukul 07.00 wib (Waktu Indonesia Bagian Barat), padahal jarak antara rumah Ibu Sri dengan sekolah +6 km.

Setibanya di sekolah, peserta didik sudah berada di ruang kelas karena jam sekolah dimulai tepat pukul 07.00 wib. Setelah mengantar anaknya ke ruang kelas 3, Ibu Sri segera memasuki ruang kelas 4 dengan disambut ucapan ”Selamat pagi Bu!” oleh semua peserta didik secara serempak dalam keadaan berdiri dipimpin ketua kelasnya. Dengan suara datar Ibu Sri berkata, ”Ok, duduk dan keluarkan buku PR

Matematika.”

Semua peserta didik serempak duduk sambil mengambil buku tulis PR Matematika dan membukanya di atas meja. Ibu Sri bertanya, ”Siapa yang tidak

mengerjakan PR silahkan berdiri di depan kelas.” Peserta didik saling berbisik satu

sama lain sambil mendudukkan kepala. Ibu Sri berkata lagi dengan suara yang agak keras, ”Baik, kalau semua mengerjakan PR saya akan periksa, tetapi kalau ternyata

ada yang tidak mengerjakan, awas ya, saya akan suruh keluar dan tidak boleh ikut pelajaran hari ini.”

Peserta didik diam semuanya, dan tidak seorang pun yang berani bergerak atau saling berbisik. Ibu Sri berjalan berkeliling sambil memeriksa buku peserta didik satu per satu. Pada meja peserta didik yang kelima, Ibu Sri menemuka PR yang dikerjakannya hanya 2 nomor dari 5 nomor PR. Ibu Sri langsung membentak, ”Mengapa kamu hanya mengerjakan 2 nomor PR, dasar anak malas ... bodoh ...

dan nakal. Kamu berdiri dan kerjakan PR nomor 3 sampai dengan nomor 5 di papan tulis.” Peserta didik bersangkutan langsung berdiri dan menuju ke papan tulis

akan tetapi tidak dapat mengerjakan PR tersebut. Ibu Sri dengan segera menyuruh peserta didik tersebut berdiri dengan satu kaki sambil memegang kedua belah telinganya.

Ibu Sri langsung menghentikan kegiatan pembelajaran membahas pengerjaan PR Matematika, dan selanjutnya menjelaskan materi pembelajaran berikutnya.

Rambu-Rambu Jawaban Soal Latihan

1. Ibu Sri mengelola pembelajaran mengikuti prinsip-prinsip tertentu, yaitu (a) menyuruh peserta didik menyiapkan di atas meja buku pekerjaan PR Matematika, (b) menanyakan siapa peserta didik yang tidak mengerjakan PR Matematika, (c) memeriksa buku pekerjaan PR Matematika satu per satu, dan (d) menghukum seorang peserta didik yang hanya mengerjakan dua nomor PR Matematika, serta (e) melanjutkan pembelajaran dengan materi baru. Prinsip-prinsip yang ditempuh Ibu Sri ini bukanlah prinsip pembelajaran yang telah dirancang sebelumnya, karena saat itu Ibu Sri sudah terlambat masuk kelas dan tanpa membicarakan pekerjaan PR Matematika langsung melanjutkan pembelajaran dengan materi yang baru.

2. Ditinjau dari prinsip penyusunan silabus mata pelajaran, Ibu Sri tidak mengikuti prinsip tersebut dalam pembelajaran yang dikelolanya pagi itu. Pengelolaan proses pembelajaran yang dilakukan Ibu Sri antara lain (a) tidak memiliki dasar keilmuan dalam pendidikan dan pembelajaran karena di dalam diri Ibu Sri terkandung muatan emosi sehingga pembelajaran berlangsung tanpa terencana dengan baik, (b) tidak relevan, karena Ibu Sri hanya menyuruh peserta didik menyiapkan buku PR Matematika di atas meja dan tidak membahasnya bersama peserta didik bagaimana hasil pekerjaan peserta didik, (c) tidak sistematis, karena Ibu Sri hanya memeriksa buku peserta didik sampai pada orang yang kelima, kemudian langsung menghentikan pembelajaran yang berkaitan dengan PR Matematika dan langsung melanjutkan pembelajaran dengan materi yang baru, (d) tidak konsisten, karena peserta didik yang dihukum mengerjakan soal PR Matematika di papan tulis langsung dihukum berdiri terus di depan kelas dengan satu kaki sambil memegang ke dua belah daun telinganya.

3. Ditinjau dari teori belajar Skinner, prinsip pembelajaran yang diterapkan Ibu Sri terhadap peserta didik yang tidak mengerjakan PR Matematika ada

kemungkinan menggunakan prinsip penguatan negatif (negative

einforcement), akan tetapi penerapannya tidak mendidik. Peserta didik tanpa

diberi penjelasan mengapa ia dihukum dengan mengerjakan PR Matematika di papan tulis dan berdiri satu kaki di depan kelas sambil memegang kedua belah daun telinganya.

Dalam dokumen Belajar Dan Pembelajaran (Halaman 108-117)