• Tidak ada hasil yang ditemukan

pembelajaran berlangsung

Dalam dokumen Belajar Dan Pembelajaran (Halaman 135-138)

Ahli psikologi yang banyak mengemukakan pemikirannya yang berkaitan dengan proses belajar dan pembelajaran menurut teori Behaviorisme antara lain B.F. Skinner, John B. Watson, dan Edward Thorndike. Menurut pendapat para ahli psikologi behaviorisme, kegiatan belajar yang dilakukan peserta didik dapat diamati melalui tingkah laku belajar yang dilakukannya. Tingkah laku teramati dalam kegiatan belajar antara lain, membaca buku pelajaran, mengerjakan soal latihan atau ujian, mendengarkan penjelasan guru, atau aktivitas lain yang dapat dilihat langsung. Misalnya, seorang peserta didik di dalam kelas tidak membaca buku pelajaran melainkan hanya duduk diam menatap ke depan seringkali diidentifikasi guru sebagai peserta didik yang tidak melakukan kegiatan belajar. Identifikasi guru tersebut didasarkan pada konsep belajar menurut teori belajar Behaviorisme, karena didasarkan pada tingkah laku yang dapat diamati atau dilihat secara kasat mata.

Terhadap peserta didik yang menurut pengamatan tidak melakukan tingkah laku yang hanya duduk diam menatap ke depan, biasanya langsung ditegur guru agar melakukan kegiatan membaca buku. Teguran guru tersebut merupakan “hukuman” atau penguatan negatif (negative reinforcement) yang dimaksudkan untuk menghentikan tingkah laku yang sedang dilakukan peserta didiknya. Akan tetapi perlu Anda ketahui bahwa teori belajar Behaviorisme ini mengabaikan proses mental yang terjadi di dalam diri peserta didik.

Salah satu jenis proses mental yang tidak dibahas dalam konsep belajar oleh para ahli teori belajar Behaviorisme adalah motivasi. Pentingnya peran motivasi dalam kegiatan belajar dijelaskan Slavin (1994:347) sebagai berikut, “Motivation is one of

the most important components of learning…. as an internal process that activates, guides, and maintains behavior over time.” Sesuai penjelasan Slavin tersebut dapat

dikatakan bahwa di dalam melakukan kegiatan belajar individu tidak sekedar melakukan kegiatan seperti membaca buku, mendengarkan penjelasan, atau kegiatan fisik lainnya yang teramati. Di dalam melakukan kegiatan belajar, individu secara mental menjadi aktif terarah pada hal tertentu. Keaktifan mental individu yang belajar tersebut dapat bertahan lama dan terarah apabila individu yang bersangkutan memiliki motivasi belajar yang tinggi; sebaliknya, kegiatan belajar individu yang memiliki motivasi belajar yang rendah cenderung tidak berlangsung lama dan tidak terarah. Individu yang rendah motivasi belajarnya cenderung tidak mampu memusatkan perhatiannya dalam jangka waktu yang relatif lama dibandingkan dengan individu yang tinggi motivasi belajarnya. Itulah sebabnya Slavin berpendapat bahwa motivasi merupakan salah satu komponen yang sangat penting dalam kegiatan belajar seseorang.

Salah satu jenis motivasi yang berperan penting dalam kegiatan belajar adalah motivasi berprestasi (achievement motivation). Motivasi berprestasi dikatakan memiliki peran penting dalam kegiatan belajar karena sangat menentukan arah dan intensitas proses belajar, terutama dalam proses pemecahan masalah (problem

solving). Dalam berbagai buku psikologi banyak sekali diuraikan pengertian motivasi

berprestasi sesuai dengan sudut pandang dan kepentingan masing-masing pakar yang menguraikannya; akan tetapi apabila dikaji secara mendalam, pada prinsipnya motivasi berprestasi tersebut diartikan sebagai salah satu fenomena psikologis yang berkaitan dengan upaya pemenuhan kebutuhan tertentu dan turut mempengaruhi arah dan intensitas perilaku yang teramati dari individu.

Maehr (1974:887) menjelaskan hakikat motivasi sebagai berikut, “In general, the

motivation has referred, in the first instance, to inner states of processes of the organism—needs, drives, etc—which prompt and guide behavior. Concept of achievement motivation have likewise laid considerable stress on the working of inner dynamics.” Selanjutnya, Matsumoto (1996:43) menjelaskan hakikat motivasi

berprestasi sebagai berikut, “achievement motivation refers to a desire for

excellence”, sedangkan Murray (1938:164) seperti dikutip oleh Manstead &

Hewstone (1996:5) menjelaskan hakikat motivasi berprestasi sebagai berikut, “Achievement motivation as the need for achievement, or am, has been defined as

„the desire or tendency to do things as rapidly and/or as well as possible … to accomplish something difficult … and attain a high standard to excel”. Penjelasan

Murray tersebut relatif sama dengan hakikat motivasi berprestasi yang dikemukakan McClelland (1967:41), yakni sebagai n-Achievement (singkatan dari the needs for

achievement); disebut sebagai n-Achievement karena motivasi berprestasi merupakan

kebutuhan yang dimiliki individu untuk sukses mencapai prestasi sesuai dengan

standard of excellence (standar keunggulan) yang ditetapkannya sendiri.

Berdasarkan uraian di atas, dalam menerapkan rencana pembelajaran yang mendidik di samping memperhatikan tingkah laku teramati peserta didik, perlu pula dipertimbangkan tingkah laku mental mereka. Ada kemungkinan seorang peserta didik yang sedang duduk diam tidak berarti tidak melakukan kegiatan belajar.

2. Penerapan Rencana Pembelajaran Menurut Teori Belajar Kognitivisme

Ahli psikologi yang banyak membicarakan belajar dan pembelajaran adalah Jean Piaget, yang menekankan peran kognisi (pikiran). Semua informasi atau pengetahuan yang dimiliki peserta didik tersimpan dalam struktur mentalnya. Struktur mental ini berisi semua informasi atau pengetahuan yang diperoleh seseorang sejak lahir melalui berbagai pengalaman belajarnya. Hal ini terjadi karena menurut teori belajar Kognitivisme, pada hakikatnya kegiatan belajar yang dilakukan individu merupakan kegiatan memproses informasi atau pengetahuan yang diterimanya dari lingkungan. Ketika belajar di sekolah, informasi atau pengetahuan baru yang diterima peserta

didik akan diproses dalam bentuk kegiatan mengakomodasinya atau

mengasimilasinya secara kognitif. Keberhasilan belajar seseorang sangat ditentukan oleh keberhasilannya mengakomodasi atau mengasimilasi informasi atau pengetahuan baru yang diterimanya. Oleh sebab itu, proses pembelajaran yang mendidik hendaknya membantu peserta didik membiasakan diri dalam mengakomodasi atau mengasimilasi informasi atau pengetahuan baru ke dalam struktur mentalnya. Semakin terbiasa peserta didik melakukan kegiatan akomodasi atau asimilasi informasi atau pengetahuan secara sistematis akan semakin berhasil

kegiatan belajarnya. Semakin sistematis kegiatan mengakomodasi atau

IMPLIKASI PEDAGOGIK

Dalam dokumen Belajar Dan Pembelajaran (Halaman 135-138)