• Tidak ada hasil yang ditemukan

Penelitian ini dilaksanakan di 1) Fasilitas Hewan Laboratorium PT. Indoanilab, Taman Kencana, Bogor untuk prosedur penelitian, perlakuan dan observasi hewan percobaan, 2) Laboratorium Patologi dan Laboratorium Mikrobiologi, Pusat Studi Satwa Primata, Institut Pertanian Bogor untuk nekropsi hewan dan analisis sampel, 3) Laboratorium Patologi, Departemen Klinik, Reproduksi, dan Patologi (KRP), Fakultas Kedokteran Hewan, Institut Pertanian Bogor (IPB) untuk prosedur pembuatan preparat dan pembacaan histopatologi, 4) Laboratorium Patologi, Fakultas Kedokteran Hewan, Universitas Gadjah Mada (UGM) untuk analisis histopatologi dan pengambilan gambar. Kegiatan penelitian ini dilakukan pada bulan April 2012 sampai dengan Juni 2013.

Bahan dan Alat

Bahan penelitian yang digunakan antara lain kit Testosteron DRG EIA 1559, kit β amyloid KHB344, antibodi primer monoklonal antibodi rabbit anti- Human Amyloid A4 (USBiological, Cat. No. A2275-58T, USA), Antibodi sekunder serta kromogen 3-3,diaminobenzidine (DAB) (Dako LSAB+System- HRP, USA), buffer neutral formalin 10%, ethanol absolut, xylol. Alat yang digunakan adalah seperangkat alat operasi dan nekropsi, timbangan digital, mesin proses jaringan, mikrotom, inkubator, mikropipet, sentrifuse, ELISA reader, mikroskop dan kamera olympus binokuler.

Metode Penelitian

Penelitian ini menggunakan marmut jantan (Cavia porcellus) dengan berat badan marmut berkisar antara 1000-1300 gram. Pengelompokan hewan berdasarkan umur hewan coba yaitu dewasa (16-32 bl) sebanyak 6 ekor pada kelompok 1(K1) dan umur tua (32-48 bl) sebanyak 6 ekor pada kelompok 2 (K2). Masing-masing kelompok hewan dilakukan kastrasi untuk menurunkan kadar hormon testosteron. Eutanasi hewan dilakukan pada 1, 3 dan 5 bulan setelah kastrasi dari masing-masing kelompok sebanyak 2 ekor. Hewan ditempatkan pada kandang individu berukuran 30 x 40 cm, air minum diberikan secara ad libitum dengan penambahan vitamin C. Pakan diberikan setiap pagi berupa pellet produksi PT. Indofeed, Jakarta, Indonesia. Lingkungan kandang diatur agar tidak lembab, suhu ruangan berkisar 260 C, ventilasi yang cukup dengan lama terang 12 jam dan lama gelap 12 jam. Kastrasi dilakukan dengan mengangkat bilateral testis (orkidektomi) yang didahului dengan melakukan anastesi umum. Teknik operasi kastrasi dilakukan menurut Anderson and Froimovitch (1974), yaitu

hewan dipuasakan 2-4 jam sebelum pembedahan, air minum tetap disediakan. Selama proses pembedahan, hewan dalam keadaan teranastesi. Anastesi menggunakan kombinasi ketamin (50 mg/kg BB IP) dan xylazine (5 mg/kg BB IP), serta lidocaine 0.05 ml subkutan pada setiap sisi sayatan. Analgetika yang digunakan adalah ketoprofen (4 mg/kg BB IM). Hewan diposisikan terlentang, daerah skrotum dibersihkan dan diberikan desinfektan dengan povidone iodine. Testis dikeluarkan dari ruang peritoneum melalui cincin inguinal dan dipegang erat dengan scrotumnya. Penyayatan dilakukan pada kulit scrotum sepanjang 2-3 cm tergantung pada ukuran testis dan sejajar dengan axis panjang tubuh. Testis dikeluarkan melalui daerah sayatan, kemudian selaput pembungkus testis disayat untuk mengeluarkan penggantungnya (cord). Penggantung (cord) dijepit dengan hemostat dan diligasi dengan cat gut 2/0 atau 3/0 dengan arah proksimal. Cord dipotong sebelah distal dari ligasi untuk menghindari bukaan ke ruang peritoneum. Daerah incisi pada ruang scrotum ditutup dengan jahitan horizontal dengan menggunakan catgut chromic 2/0 atau 3/0. Setelah proses pembedahan selesai, hewan diberikan cairan ringer laktat (10 ml/kg BB SC). Penelitian ini dilakukan atas persetujuan dan pengawasan komisi etik hewan Animal Care and Use Committee (ACUC) No. 12-IA-ACUC-001, PT. Indoanilab, Taman Kencana, Bogor.

Pengambilan darah dilakukan dua kali yaitu sebelum dilakukan kastrasi dan saat eutanasi pada bulan ke-1, ke-3 dan ke-5 setelah perlakuan dari masing- masing kelompok sebanyak dua ekor. Sampel darah diambil dari sudut mata bagian belakang sebanyak 1-2 ml menggunakan mikrohematokrit dan ditampung pada tabung yang mengandung EDTA. Selanjutnya darah disentrifugasi dengan kecepatan 2000 rpm selama 15 menit sehingga diperoleh plasma darah. Plasma darah digunakan untuk analisis kadar hormon testosteron dan kadar β amyloid.

Pengambilan sampel cairan serebrospinal (CSF) dilakukan pada saat yang sama dengan waktu eutanasi masing-masing kelompok. Lokasi pengambilan CSF pada area sisterna magna dengan menggunakan spine needle 25G. Marmut diposisikan duduk dengan kepala ditarik ke bawah agar ruang sisterna magna terbuka. CSF ditampung di dalam tabung eppendorf dan digunakan untuk analisis kadar β amyloid.

Setelah marmut dieutanasi, kemudian dilakukan nekropsi untuk mengambil sampel otak dan organ paru, hati, jantung, limpa, ginjal, pankreas, kelenjar adrenal. Semua organ ditimbang berat basahnya dan dimasukkan dalam larutan buffer netral formalin (BNF) 10% selama 24 jam. Organ otak dipotong melintang pada 1/3 bagian belakang setebal 3-5 mm sehingga diperoleh bagian korteks, lobus parietalis, lobus temporalis dan hipokampus untuk analisis histopatologi dengan pewarnaan Hematoxilin & Eosin (HE), Congo red dan immunohistokimia dengan antibodi β amyloid.

Analisis sampel

Sampel plasma darah digunakan untuk analisa level testosteron dengan menggunakan teknik enzyme-linked immunosorbent assay (ELISA) (DRG EIA 1559). Prosedur kerja sebagai berikut: Diambil sebanyak 25 µl untuk masing- masing standar, kontrol, dan sampel sesuai dengan sumuran yang tepat dengan

menggunakan tips yang berbeda-beda. Sebanyak 200 µl konjugat enzim dimasukkan kedalam setiap sumuran, dilakukan dengan benar pada tahap pencampuran ini selama 10 detik untuk mendapatkan campuran yang tepat. Selanjutnya diinkubasi selama 60 menit pada suhu ruang tanpa diberi penutup. Inkubasi tersebut bertujuan agar sampel dan konjugat saling berikatan. Sumuran dibilas sebanyak 3 kali dengan larutan pencuci (400 µl/sumuran) dan langsung dikeringkan dengan cara membalikkan sumuran. Selanjutnya ditambahkan 200 µl larutan substrat atau kromogen pada setiap sumuran. Substrat rentan terhadap cahaya, maka larutan di dalam ruangan bebas cahaya. Inkubasi dilakukan selama 15 menit pad suhu ruang. Reaksi enzimatik dihentikan dengan menambahkan 100 µl dengan menggunakan stop solution. Selanjutnya, microtitterplate dimasukkan ke dalam ELISA reader dengan pembacaan panjang gelombang 450+10 nm. Pembacaan dilakukan dalam waktu 10 menit setelah penambahan stop solution.

Sampel CSF dianalisis kadar β amyloid dengan metode ELISA

(Invitrogen™ human beta amyloid peptide 42 (catalog number KHB3441,

Invitrogen™, Camarillo, CA, USA). Level βA42 minimum dapat dideteksi pada

10 pg/ml dan assay tidak mempunyai crossreaktif dengan βA spesies lain (βA12,

βA20, βA28, βA35, βA40) atau marker penyakit neurodegeneratif lain, seperti α-

synuclein dan amyloid precursor protein (APP). Seluruh sampel dianalisa secara duplo dan variasi koefisien intra-assay yaitu 8.6%. microtitterplate diukur dengan dalam ELISA reader dengan pembacaan panjang gelombang 450 nm dengan koreksi panjang gelombang 540 dan 570 nm.

Sampel otak yang telah dipotong melintang pada 1/3 bagian belakang otak besar setebal 3-5 mm, dilakukan dehidrasi jaringan dengan dimasukkan ke dalam larutan alkohol secara bertingkat (70%, 80%, 90%, 95% dan absolut) dan clearing atau penjernihan dalam larutan xylol dengan tiga kali ulangan. Infiltrasi di dalam parafin cair dengan tiga kali ulangan dan dilanjutkan dengan penanaman jaringan (embedding) dalam parafin. Sediaan yang telah dicetak dipotong setebal 4 µm dengan mikrotom, dan ditaruh pada gelas obyek dan dimasukkan dalam inkubator selama 24 jam untuk pewarnaan jaringan dengan Hematoksilin & Eosin (HE), Congo red dan immunohistokimia dengan antibodi β amyloid. Gelas obyek yang digunakan untuk pewarnaan immunohistokimia terlebih dahulu dicoating dengan silane agar jaringan tidak lepas pada saat proses pewarnaan.

Proses pewarnaan jaringan dengan metode HE dengan tahapan sebagai berikut : jaringan dalam gelas obyek dilakukan deparafinisasi dengan larutan xylene selama 5 menit dengan tiga kali ulangan, selanjutnya dilakukan proses rehidrasi pada larutan alkohol bertingkat (absolut selama 3 menit dengan dua kali ulangan, 95% selama 3 menit dengan dua kali ulangan, 70% selama 3 menit), dimasukkan larutan hematoksilin selama 2 menit, kemudian dibilas dengan air mengalir selama 2 menit, dicelupkan acid alkohol 3-10 kali, dibilas dengan air mengalir selama 5 menit. Preparat dimasukkan dalam larutan eosin 5 menit, dibilas dengan air mengalir selama 5 menit, dilanjutkan dengan proses dehidrasi pada alkohol bertingkat (70%, 80%, 95%, absolut masing-masing 3 kali celupan ), selanjutnya proses clearing dalam xylol dengan ulangan tiga masing-masing 3 menit kemudian ditutup dengan entellan dan diamati dengan mikroskop binokuler (Olympus DP12).

Prosedur kerja pewarnaan Congo red sebagai berikut: preparat jaringan pada gelas obyek dilakukan deparafinisasi dalam larutan xylol dengan ulangan

tiga kali masing-masing 3 menit, selanjutnya dilakukan proses rehidrasi pada larutan alkohol bertingkat (absolut selama 3 menit dengan dua kali ulangan, 95% selama 3 menit dengan dua kali ulangan, 70% selama 3 menit), dicuci dengan air mengalir selama 1 menit dan dimasukkan dalam larutan Congo red selama 15-20 menit, dicuci dengan air mengalir selama 1 menit, diferensiasi cepat 5 – 10 celup di dalam alkohol alkalin, dicuci dengan air mengalir selama 1 menit. Counterstain dengan larutan hematoksilin 10 celup dan dicuci dengan air mengalir selama 2 menit, dilanjutkan dengan proses dehidrasi pada alkohol bertingkat (70%, 80%, 95%, absolut masing-masing 3 kali celupan ), selanjutnya proses clearing dalam xylol dengan ulangan tiga masing-masing 3 menit kemudian ditutup dengan entellan dan diamati dengan mikroskop binokuler (Olympus DP12).

Prosedur kerja immunohistokimia dengan monoklonal antibodi rabbit anti-Human Amyloid A4 (Amyloid beta) (USBiological, Cat. No. A2275-58T, USA), Antibodi sekunder serta kromogen 3-3,diaminobenzidine (DAB) (Dako LSAB+System-HRP, USA) sebagai berikut: slide jaringan pada gelas obyek dilakukan deparafinisasi dalam larutan xylol dengan ulangan tiga kali masing- masing 3 menit, selanjutnya dilakukan proses rehidrasi pada larutan alkohol bertingkat (absolut selama 3 menit dengan dua kali ulangan, 95% selama 3 menit dengan dua kali ulangan, 80% selama 3 menit, 70% selama 3 menit), dicuci dengan phosfat buffer saline (PBS) dengan tiga kali ulangan masing-masing 5 menit. Selanjutnya proses antigen retrieval methode dengan merendam slide jaringan ke dalam buffer sitrat suhu 90-950C selama 30 menit, dicuci dengan PBS dengan tiga kali ulangan masing-masing 5 menit. Blocking endogenous activity pada 0.3% H202 dalam metanol selama 20 menit, dan dicuci dengan PBS dengan

tiga kali ulangan masing-masing 5 menit. Setelah itu dilakukan inkubasi pada serum normal Fetal Bovine Serum (FBS) 1% selama 30 menit, dan diinkubasi dalam antibodi primer β amyloid (1:500) selama 24 jam atau overnight, dicuci dengan PBS dengan tiga kali ulangan masing-masing 5 menit. Selanjutnya diberi antibodi sekunder (Dako LSAB+System-HRP, USA) selama 30 menit, dan dicuci dengan PBS dengan tiga kali ulangan masing-masing 5 menit. Streptavidin Horse Radish Peroxidase (HRP) diberikan selama 30 menit, dan dicuci dengan PBS dengan tiga kali ulangan masing-masing 5 menit. Substrat atau kromogen 3- 3,diaminobenzidine (DAB) diberikan selama 2-5 menit kemudian dicuci pada aquades, dan counterstain dengan larutan hematoksilin 10-15 celup, dicuci dengan air mengalir selama 2 menit, dilanjutkan dengan proses dehidrasi pada alkohol bertingkat (70%, 80%, 95%, absolut masing-masing 3 kali celupan), selanjutnya proses clearing dalam xylol dengan ulangan tiga masing-masing 3 menit kemudian ditutup dengan entellan dan diamati dengan mikroskop binokuler (Olympus DP12).

Parameter yang Diamati

Parameter yang diamati pada penelitian ini adalah berat badan, berat otak, kadar hormon testosteron dalam plasma darah, kadar β amyloid dalam plasma darah dan cairan serebrospinal, histopatologi organ otak pada daerah kortek, lobus parietalis, lobus temporalis dan hipokampus dengan pewarnaan Hematoksilin &

Eosin (HE) untuk melihat, Congo red dan immunohistokimia. Pewarnaan HE dilakukan untuk melihat perubahan struktur sel neuron otak dan aktivitas sel-sel glia. Pewarnaan Congo red bertujuan untuk melihat akumulasi amyloid pada otak, sedangkan pewarnaan immunohistokimia untuk melihat aktivitas dan penegasan imunoreaktivitas ikatan antigen dan antibodi β amyloid pada parenkim otak, sel neuron dan pembuluh darah.

Analisis data

Hasil pemeriksaan kadar βAdari cairan serebrospinal, plasma darah dan

level testosteron dianalisa secara deskriptif dari masing-masing kelompok. Perbedaan rerata diantara kelompok perlakuan diuji dengan analysis of variance (ANOVA) dan uji non-parametrik Mann-Whitney U. Hasil pemeriksaan terhadap perubahan patologi otak baik secara makroskopis dan mikroskopis dengan menggunakan teknik pewarnaan HE, Congo red dan immunohistokimia dianalisa secara deskriptif semi kuantitatif dengan program Image J.

Dokumen terkait