• Tidak ada hasil yang ditemukan

Peningkatan umur atau penuaan pada laki-laki yang normal menyebabkan penurunan kadar testosteron pada sirkulasi darah. Kondisi ini akan mempengaruhi fungsi organ-organ tubuh yang responsif terhadap kadar testosteron, antara lain otak. Berdasarkan hasil penelitian tahap pertama dapat diketahui bahwa kondisi deplesi hormon testosteron yang dilakukan dengan cara kastrasi dapat menyebabkan penurunan kadar testosteron pada plasma darah secara signifikan. Kondisi tersebut berpengaruh terhadap perubahan patologi pada otak. Perubahan pada otak ditandai dengan adanya kematian sel neuron, peningkatan aktivitas sel- sel glia pada beberapa bagian otak, yaitu korteks, lobus temporalis, lobus parietalis dan hipokampus dengan menggunakan pewarnaan HE. Sedangkan pada pewarnaan secara immunohistokimia terhadap antibodi β amyloid A4 dapat diamati adanya akumulasi plak β amyloid pada parenkim otak dan pembuluh darah otak pada kelompok perlakuan kastrasi selama tiga bulan dan lima bulan. Perubahan tersebut sangat berhubungan dengan patogenesis penyakit Alzheimer. Androgen mempunyai efek neuroprotektif dalam penurunan resiko penyakit Alzheimer. Hasil tersebut didukung dengan pemeriksaan kadar β amyloid pada cairan serebrospinal dan plasma darah. Hasil penelitian tahap pertama ini digunakan untuk tahap penelitian kedua bahwa hewan model marmut tua dapat digunakan sebagai model penyakit Alzheimer dengan kastrasi minimal tiga bulan. Penurunan androgen dengan gonadektomi meningkatkan kematian neuron secara signifikan pada daerah yang rentan terhadap neurodegenerasi yang berkaitan dengan penyakit Alzheimer. Neuroproteksi testosteron melawan apoptosis yang diinduksi kehilangan serum memerlukan aktivasi AR dengan mekanisme independen (Brooks et al. 1998). Konsisten dengan mekanisme androgen menunjukkan bahwa neuroproteksi testosteron melawan toksisitas β amyloid akibat dari DHT bukan estradiol (Pike 2001). Penelitian lebih lanjut dari mekanisme ini menunjukkan bahwa testosteron dan DHT menggunakan jalur dependen yang mengaktifkan signal MEK/ERK1/2, yang memediasi jalur berbeda berhubungan dengan learning dan memori. Selanjutnya signal dependen AR mendorong phosporilasi dan aktivasi Rsk kinase dan mengaktivasi proapoptosis protein Bad (Nguyen et al. 2010).

Hasil penelitian tahap kedua adalah pemberian injeksi hormon testosteron intramuskular dapat memperbaiki kerusakan pada otak. Pemberian injeksi hormon testosteron dosis rendah dan tinggi dapat meningkatkan kadar testosteron dalam plasma darah secara signifikan. Kondisi ini mempengaruhi perubahan patologi otak. Hal tersebut dapat diamati dari perhitungan jumlah kematian sel neuron dan akumulasi plak β amyloid yang lebih rendah dibandingkan kelompok yang tidak diberi injeksi testosteron. Penelitian pada hewan model lain yaitu tikus jantan menunjukkan bahwa androgen menurunkan level β amyloid pada otak secara spesifik, deplesi androgen endogenous dengan gonadektomi pada tikus jantan berhubungan dengan peningkatan yang signifikan dari β amyloid. Selanjutnya pengobatan dengan DHT pada tikus gonadektomi menyebabkan penurunan signifikan level β amyloid otak, tetapi pengobatan dengan menggunakan estrogen tidak mempunyai efek (Ramsden et al. 2003). Untuk menurunkan akumulasi β amyloid, androgen mengaktifkan jalur genomik klasik,

jalur dependen AR yang meningkatkan ekspresi neural dari nephrylisin endopeptidase (NEP) (Yao et al. 2008). NEP merupakan enzim yang mendegradasi β amyloid dan mengatur level β amyloid utama pada otak (Iwata et al. (2000).

Penelitian menggunakan mencit jantan 3xTg-AD yang dideplesi androgen dengan gonadektomi meningkatkan akumulasi β amyloid pada hipokampus dan amigdala . Eefek preventif dapat diamati terhadap pemberian terapi testosteron dan DHT (Rosario et al. 2006). Perubahan level β amyloid pada otak, plasma darah dan cairan serebrospinal juga menunjukkan peningkatan pada marmut gonadektomi yang diberi injeksi testosteron (Wahjoepramono et al. 2008).

Peningkatan aktivitas pada AR dan NEP dapat menurunkan level β amyloid. Hal ini membuktikan bahwa aksi penurunan androgen dimediasi oleh pengaturan dependen AR dari ekspresi NEP. Pengamatan pada hewan model rodensia menunjukkan bahwa penurunan androgen dengan gonadektomi pada tikus jantan menghasilkan penurunan level NEP dan peningkatan β amyloid. Pemberian terapi DHT pada tikus gonadektomi dapat memperbaiki aktivitas NEP dan level β amyloid (Yao et al. 2008). NEP diatur oleh androgen pada model mencit transgenik model AD dengan penghilangan aromatase (APP23/Ar+/-). Pada level endogenous androgen pada mencit meningkatkan ekspresi NEP dan penurunan akumulasi β amyloid. Penelitian ini membuktikan bahwa penurunan level BACE dan androgen berperan dalam proses APP (McAllister et al. 2010). Penurunan kadar androgen dan peningkatan level β amyloid pada laki-laki dapat diobati dengan pemberian androgen (Almeida and Flicker 2003) dan pada laki- laki tua yang kehilangan memori dan dementia (Gillet et al. 2003).

Injeksi testosteron mempunyai beaya yang murah dan mempunyai efek panjang sebagai androgen replacement therapy. Pemberian suntikan diberikan 2- 4 minggu secara intramuskular (Bhasin et al. 1997). Testosteron cypionate dan enanthate sering digunakan untuk injeksi intramuskular yang mempunyai daya kerja yang pendek. Testosterone ester menghasilkan puncak supraphysiologi dan hypogonadal pada level testosteron. Fluktuasi level testosteron menimbulkan variasi dalam libido, fungsi seksual, energi dan mood. Terapi menggunakan testosterone enanthate atau cypionate memerlukan interval injeksi antara 2 sampai 3 minggu, dan menghasilkan level testosteron supraphysiologis pada serum, sedangkan injeksi dengan testosteron undecanoate (TU) dengan interval 3 bulan merupakan alternatif terbaik untuk terapi pengganti pada laki-laki (Zitzmann et al.2007).

Pemberian testosteron pada tikus jantan, tua dan dikasrasi dapat melindungi hewan dari osteoporosis dan menurunkan pembentukan tulang periosteum. Hasil penelitian menunjukkan bahwa suplementasi testosteron pada laki-laki yang tua memperbaiki fungsi verbal dan spasial memori serta peningkatan reseptor p75NGF dan level NGF pada sistem limbus terutama hipokampus. Testosteron berpengaruh pada proses APP melalui penurunan peptida 4-kDa Ab1–40y42 dan 3-kDa Abx-40y42 dari sel N2a dan kultur neuron primer (Gouras et al. 200). Pengaruh proses APP dari estrogen dimediasi oleh jalur transduksi signal pada phosporilasi ERK sebagai inhibitor ERK yang

menghambat efek estrogen pada sAPPα (Manthey et al., 2001). Pada suatu studi

yang mengamati proses APP pada mencit yang diovariektomi dan diberi terapi estrogen menunjukkan adanya peningkatan level sAPPα yang tinggi dan

penurunan rasio antara βA/sAPPα dengan kelompok ovariektomi. Hal ini menunjukkan bahwa pemberian estrogen eksogenous dan endogenous efektif dalam menurunkan proses amyloidogenik dari APP (Levin-Allerhand et al. 2002). Pada laki-laki yang sudah tua, penurunan testosteron dalam sirkulasi berkorelasi dengan perubahan pada testis, terutama penurunan jumlah sel leydig (Neaves et al. 1984), perkembangan vakuolisasi dan lipofuscin pada sel leydig dan penurunan sekresi sel leydig merupakan respon stimuli dengan human khorionik gonadotropin. Penurunan testosteron bioavailabel bertanggung jawab terhadap penurunan massa otot, osteoporosis, gangguan mood, depresi pada laki-laki yang tua (Shores et al.2005).

Testosteron memodulasi kognisi melalui interaksi dengan transmiter (Rehman and Masson 2001). Testosteron juga mencegah hiperphosphorilasi tau protein (Papazomomenos 1997). Penelitian pada hewan menunjukkan bahwa androgen dapat memodulasi fungsi kognisi melalui peningkatan pelepasan acetylkholine dan reseptor nikotonik (Lu et al. 1999). Terapi testosteron memperbaiki depresi, fungsi verbal dan memori pada laki-laki yang tua (Sternbach 1998). Pada tingkat molekuler, testosteron meningkatkan NGF dan reseptor faktor pertumbuhan syaraf p75 dan menurunkan peptida beta amyloid pada kultur neuron primer tikus (Tirassa et al. 1997; Gouras et al. 2000). Androgen merupakan testosterone propionate yang mencegah kerusakan neuron pada nukleus medial preoptikus tikus (Dodson and Gorski 1993). Androgen dapat meningkatkan volume, jumlah neuron dan perkembangan sinaps dari ganglion cervical superior (Wright et al. 1997). Level fisiologis testosteron dapat mencegah apoptosis neuron melalui interaksi dengan reseptor androgen. Androgen merupakan reseptor inti yang dapat mengaktifkan transkripsi gen atau bekerja melalui transduksi signal. Efek neuroproteksi estrogen melalui reseptor estrogen dan mengaktifkan jalur genomik dan nongenomik dari proteksi neuron (Woolley 1999). Melalui jalur genomik, estrogen meningkatkan level Bcl-2 (Dubal et al. 1999; Pike 2001).

Ramsden et al. (2003) juga menemukan bahwa tikus yang diobati dengan estrogen tidak menurunkan kematian sel. Hal ini mendukung pernyataan bahwa pengaturan androgen dari neuroproteksi pada hipokampus adalah hasil dari jalur androgen. Model kultur sel dari kematian neuron menunjukkan bahwa proteksi testosteron terhadap kehilangan serum (Brook et al. 1998), toksisitas β amyloid (Pike 2001; Nguyen et al. 2005) dan kerusakan oksidatif (Ahlbom et al. 2001).

Namun demikian pemberian testosteron mempunyai efek negatif. Resiko terapi testosteron pada laki-laki antara lain retensi cairan, gynecomastia, sulit tidur, polisitemia dan pertumbuhan benigna dan maligna dari prostat (Matsumoto 2002). Gynecomastia merupakan komplikasi benigna dari terapi testosteron. Hal ini berhubungan dengan aromatisasi testosteron menjadi estradiol pada lemak perifer dan jaringan otot. Injeksi testosteron intramuskular dapat menyebabkan sakit pada bekas injeksi, luka memar, erithrema, bengkak, nodul atau furunkel (von Eckardstein and Nieschlag 2002). Dosis supraphysiologis dari androgen menyebabkan jerawat (Wilson 1988). Testosteron adalah anabolik dan akan menyebabkan retensi nitrogen, sodium dan air. Edema akan terjadi pada pasien dengan riwayat penyakit jantung, ginjal, dan hati serta hipertensi (Tangredi and Buxton 2001).

Dari uraian tersebut atas dapat diketahui bahwa pemberian terapi hormon testosteron secara umum dapat menurunkan tingkat kerusakan sel neuron pada otak yang diakibatkan oleh penurunan kadar hormon testosteron dalam tubuh, meskipun pemberian hormon ini masih ada efek negatif. Pemberian terapi hormon testasteron dapat meningkatkan kadar testosteron dalam plasma darah, kadar β amyloid pada plasma darah dan cairan serebrospinal. Pemeriksaan histopatologi otak menunjukkan adanya penurunan kematian sel neuron pada otak dan plak β amyloid pada parenkim dan pembuluh darah otak. Penurunan kadar testosteron dalam tubuh berhubungan dengan pembentukan plak β amyloid. Kondisi ini merupakan salah satu faktor yang berhubungan dengan mekanisme patogenesis dengan penyakit Alzheimer. Penggunaan marmut tua sebagai hewan model penyakit Alzheimer dapat memberikan gambaran tentang pembentukan plak β amyloid yang berhubungan dengan kadar testosteron, kadar β amyloid pada plasma darah dan cairan serebrospinal. Sehingga hewan marmut ini cocok dan berpotensi sebagai model untuk penelitian penyakit Alzheimer yang lain.

6 SIMPULAN DAN SARAN

Dokumen terkait