• Tidak ada hasil yang ditemukan

KONSENTRAT BERBEDA DENGAN PEMBERIAN EKSTRAK LERAK

BAHAN DAN METODE

Pembuatan Tepung buah dan biji Lerak

Lerak yang digunakan berasal dari daerah Purwodadi, Jawa Tengah. Buah lerak yang telah dibersihkan dan digiling, dikering-anginkan selama 30-36 jam pada suhu 45oC, kemudian digiling dan disaring sehingga menghasilkan serbuk yang berukuran 30 mesh.

Evaluasi Pengaruh Tepung Lerak dalam Ransum terhadap Performa dan Kecernaan Nutrien pada Sapi Potong PO

Penelitian in vivo dilaksanakan selama 64 hari menggunakan 12 ekor sapi potong PO milik peternak kecil di Cibinong. Percobaan menggunakan rancangan acak lengkap terarah dengan 3 perlakuan dan 4 ulangan. Sapi yang digunakan mempunyai bobot hidup awal 186.1 ± 9.9 kg yang didistribusikan merata pada setiap perlakuan. Lerak yang digunakan adalah dalam bentuk tepung, karena pengolahannya secara teknis lebih sederhana dibandingkan ekstraksi.

Ransum yang digunakan terdiri atas konsentrat dan hijauan. Hijauan yang digunakan adalah jerami padi yang telah difermentasi dengan “probion’. Probion merupakan produk suplemen komersial yang mengandung mikroba rumen. Rasio pemberian pakan konsentrat:jerami padi adalah 65%:35% (berdasarkan bahan kering).

58

Perlakuan yang digunakan dalah:

R1 = Konsentrat tanpa tepung lerak (Kontrol)

R2 = Konsentrat mengandung tepung lerak 500 mg/kg bobot badan (setara 2.5 % dari konsentrat atau 20 mg saponin)

R3 = Konsentrat mengandung tepung lerak 1000 mg/kg bobot badan (setara 5 % dari konsentrat atau 40 mg saponin)

Penggunaan tepung lerak pada percobaan ini masih jauh dengan level saponin ekstrak lerak terbaik pada uji in vitro yaitu setara dengan ¼ kalinya. Jika disetarakan dengan level terbaik pada uji in vitro, maka level tepung lerak yang digunakan seharusnya sebanyak 2000 mg/kg BB atau setara dengan 10% dari konsentrat. Pengurangan level tepung lerak dilakukan dengan mempertimbangkan adanya senyawa-senyawa lain pada tepung lerak yang dapat membahayakan ternak apabila diberikan dalam jumlah banyak. Selain itu, penelitian tahap kedua ini merupakan ujicoba awal untuk mengevaluasi respon sapi potong dengan pemberian lerak dalam bentuk tepung.

Formulasi dan Pembuatan Konsentrat Sapi Potong

Bahan konsentrat yang digunakan terdiri dari bungkil kedelai, bungkil kelapa, pollard, onggok, bungkil inti sawit fermentasi, dicalcium phospate (DCP), CaCO3

(kapur), garam dan tepung lerak. Analisa proksimat bahan baku lerak dan konsentrat perlakuan dilakukan di Laboratorium Ilmu dan Teknologi Pakan, Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan Fakultas Peternakan IPB. Hasil analisis proksimat disajikan pada Tabel 12.

Selama satu minggu pertama diberlakukan masa adaptasi terhadap pemberian konsentrat dan jerami fermentasi. Air minum diberikan ad libitum. Percobaan berlangsung selama 64 hari. Parameter yang diukur meliputi konsumsi ransum, pertambahan bobot badan, konversi ransum, hematologi darah serta kecernaan nutrien ransum.

Tabel 12. Hasil analisis proksimat lerak dan konsentrat perlakuan

Nutrien Tepung lerak R1 R2 R3

--- % BK --- Abu 3.22 9.37 9.64 10.00 Protein Kasar (PK) 8.17 18.81 18.77 19.01 Lemak Kasar (LK) 2.27 4.17 3.98 3.45 Serat Kasar (SK) 13.81 27.62 27.56 23.05 BETN 72.47 40.07 40.10 44.62 TDN 60.76 58.17 58.38 64.12

Hasil analisis proksimat di Laboratorium Ilmu dan Teknologi Pakan (2008). R1= 0 mg/kg BB tepung lerak, R2= 500 mg/kg BB tepung lerak, R3= 1000 mg/kg BB tepung lerak.

TDN (Hartadi et al.1980) = 92.64-3.338( SK)-6.945(LK)-0.762(BETN)+1.115(PK)+0.031(SK)2 -0.133(LK)2+0.036(SK)(BETN)+0.207(LK)(BETN)+0.100(LK)(PK)-0.022(LK)2(PK)

Pengambilan Sampel dan Teknik Analisis

Profil hematologi darah seperti butir darah merah (BDM), haemoglobin (Hb), dan Packet cell volume (PCV) dilakukan dengan mengambil darah dari vena jugularis

dengan menggunakan vacutainer berheparin sebelum sapi diberi pakan. Sebelumnya daerah jugularis tepatnya 1/3 atas leher didesinfeksi dengan alkohol dan dilanjutkan dengan pengambilan darah. Darah diambil sebanyak 10 ml dengan syringe berukuran 10 ml dan langsung dimasukkan ke dalam botol yang telah diberi antikoagulan EDTA. Kemudian botol tersebut dimasukkan ke dalam termos yang berisi es untuk selanjutnya dibawa ke laboratorium untuk dianalisa.

Kecernaan pakan diukur dengan menggunakan metode Acid Insoluble Ash

(AIA) menurut (Van Keulen & Young 1977). Sampel feses dikoleksi selama 8 hari pada akhir penelitian. Pengambilan sampel feses dimulai pagi, siang, sore dan malam secara kualitatif dan pada 2 hari terakhir dilakukan koleksi feses setiap 2 jam sekali selama 24 jam. Sampel feses dan ransum yang telah dianalisis proksimat digunakan untuk menghitung kecernaan bahan kering dan nutrien lain (protein, serat, dan energi total). Sedangkan untuk analisis abu dilakukan dengan menggunakan tanur (suhu 600oC) yang diikuti dengan pencucian dengan asam hidroklorat dan kemudian diabukan kembali. Selisih kadar abu sebelum dan sesudah pencucian adalah indikator abu yang tak terlarut dalam asam yang dapat digunakan sebagai bagian yang tak tercerna.

60

Analisis Data

Data yang diperoleh diolah dengan menggunakan analisis keragaman atau ANOVA (Steel & Torrie 1993). Apabila terdapat perbedaan nilai tengah yang signifikan maka dilanjutkan dengan uji lanjut Duncan.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Konsumsi dan Nilai Kecernaan Ransum yang Mengandung Tepung Lerak

Pemberian tepung lerak tidak menurunkan konsumsi konsentrat dan jerami padi (Tabel 13). Namun demikian, konsumsi konsentrat yang mengandung tepung lerak lebih rendah dibandingkan kontrol. Penurunan konsumsi pada sapi yang diberi ransum yang mengandung tepung lerak diduga disebabkan oleh kandungan saponin pada tepung lerak. Saponin mempunyai rasa pahit yang dapat menurunkan konsumsi ransum dan kurang disukai ternak (Santoso & Sartini 2001). Pada percobaan ini, tepung buah (termasuk biji) lerak rata-rata dikonsumsi sebanyak 105 dan 214 g/ekor/hari untuk pemberian tepung lerak masing-masing 500 mg dan 1000 mg/kg bobot badan. Pada taraf tersebut, tepung lerak cenderung menurunkan konsumsi bahan kering konsentrat. Oleh sebab itu perlu dicari upaya untuk menghilangkan efek negatif saponin terhadap konsumsi.

Tabel 13. Konsumsi bahan kering (BK), serat kasar (SK) dan protein (PK) pakan oleh sapi yang diberi berbagai level tepung lerak

Parameter Level tepung lerak (mg/kg BB)

0 500 1000 SEM Konsumsi BK (kg/h/ekor) : - Konsentrat 4.12 3.68 3.74 0.128 - Jerami 1.95 1.96 1.93 0.007 - Total 6.07 5.64 5.67 0.129 Konsumsi SK (kg/h/ekor) 1.96a 1.84ab 1.68b 0.046 Konsumsi PK (kg/h/ekor) 0.86 0.78 0.80 0.024

Superskrip berbeda pada baris yang sama menunjukkan perbedaan (P<0.05).

Sementara itu, pada pemberian ekstrak metanol tepung lerak 12 g/hari pada domba tidak terjadi penurunan konsumsi (Wina et al. 2006). Pemberian Yucca

schidigera yang mengandung saponin sebanyak 20 dan 60 g/ekor/hari pada sapi juga tidak mempengaruhi konsumsi bahan kering (Hristov et al. 1999).

Pemberian tepung lerak sampai taraf 500 mg/kg BB juga tidak menurunkan kecernaan bahan kering, serat kasar dan protein kasar ransum (Tabel 14). Namun, terjadi penurunan kecernaan nutrien (P<0.05) pada pemberian lerak dengan taraf 1000 mg/kg BB. Hal ini menunjukkan bahwa senyawa sekunder tanaman seperti saponin dalam bentuk tepung tidak menimbulkan gangguan kecernaan ransum pada taraf rendah, namun pada taraf yang lebih tinggi dapat menurunkan kecernaan nutrien. Hasil yang sama juga terjadi pada saponin dari Y. schidigera yang tidak mempengaruhi total kecernaan bahan kering ketika diberikan pada sapi (Hristov et al. 1999).

Tabel 14. Nilai kecernaan bahan kering, serat kasar dan protein kasar pakan oleh sapi potong yang diberi berbagai level tepung lerak

Parameter Level tepung lerak (mg/kg BB)

0 500 1000 SEM

Kecernaan BK (%) 67.76a 68.59a 57.66b 1.68

Kecernaan SK (%) 36.44a 31.03a 18.39b 2.55

Kecernaan PK (%) 84.28a 84.26a 71.98b 1.78

Keterangan : superskrip yang berbeda pada baris yang sama menunjukkan perbedaan (P<0.05)

Penurunan aktivitas fermentasi dan menurunkan laju degradasi selulosa di rumen pada domba ketika diberi saponin alfafa (Lu & Jorgensen 1987). Namun, koefisien cerna bahan organik dan selulosa pada keseluruhan saluran pencernaan meningkat. Sebaliknya, pemberian sarsaponin (sejenis saponin) pada ransum rendah konsentrat dapat meningkatkan degradasi bahan organik dalam rumen namun tidak mempengaruhi degradasi ADF (Goetsch & Owens 1985). Diaz et al. (1993) juga menyatakan bahwa tepung buah Sapindus saponaria dapat meningkatkan kecernaan bahan kering.

Telah dilaporkan sebelumnya bahwa kecernaan di dalam rumen secara in vitro

maupun in vivo pada domba menurun bila diberi ekstrak metanol buah lerak (Wina et al. 2006). Abreu et al. (2004) juga melaporkan bahwa pemberian buah Sapindus saponaria yang mengandung saponin menurunkan kecernaan NDF pada domba yang diberi pakan tunggal rumput, tetapi tidak berpengaruh pada ransum yang disuplementasi legum. Nampaknya pengaruh pemberian saponin sangat tergantung pada jenis ransum

62

yang diberikan. Selanjutnya dilaporkan bahwa suplementasi buah S. saponaria tidak menurunkan populasi protozoa, namun secara keseluruhan dapat memperbaiki profil VFA, dan efisiensi fermentasi oleh mikroba rumen.

Hematologi Darah

Pemberian tepung lerak sampai dengan level 1000 mg/kg BB lama 64 hari pemeliharaan tidak mempengaruhi kadar hemoglobin, PCV dan butir darah merah. Namun, pemberian tepung lerak pada level 1000 mg/kg BB menurunkan (P<0.01) butir darah putih sapi perlakuan (Tabel 15). Hal ini menunjukkan bahwa pemberian tepung lerak dalam jangka waktu panjang dapat mengganggu kekebalan tubuh. Menurut Cheeke (2000), saponin yang dalam jumlah tertentu dapat berperan sebagai stimunomodulator namun dalam jumlah berlebih dapat menjadi imunodepresan.

Tabel 15. Gambaran hematologi darah sapi potong yang mendapat berbagai level tepung lerak dalam ransum

Parameter Level tepung lerak (mg/kg BB)

0 500 1000 SEM

Hemoglobin (g%) 9.65 9.65 9.25 0.28

PCV (%) 30.50 29.06 27 0.96

BDM (juta/mm3) 8.91 7.56 6.94 0.44

BDP (ribu/mm3) 12.67a 9.61ab 7.03b 0.80

Superskrip yang berbeda pada baris yang sama menunjukkan perbedaan (P<0.01). PCV = Packed Cell Volume, BDM = Butir darah merah, BDP = Butir darah putih

Performa Sapi PO yang Diberi Ransum Mengandung Tepung Lerak

Penambahan tepung lerak ke dalam ransum sapi potong baik dengan konsentrasi 500 mg dan 1000 mg/kg BB tidak mempengaruhi pertambahan bobot hidup harian sapi (Tabel 16). Namun demikian, penambahan tepung lerak 500 mg/kg BB cenderung dapat memperbaiki pertumbuhan bobot badan sebesar 20% dibanding kontrol. Sedangkan pemakaian tepung lerak 1000 mg/kg BB hanya dapat meningkatkan pertumbuhan bobot hidup sebesar 10% dibanding kontrol.

Peningkatan pertumbuhan bobot badan pada sapi yang diberi ransum yang mengandung tepung lerak diduga karena adanya agen defaunasi (saponin) sehingga

dapat menekan pertumbuhan protozoa rumen. Seperti diketahui bahwa protozoa rumen pada konsisi normal sering memangsa bakteri sehingga populasi bakteri berkurang.

Tabel 16. Performa sapi potong yang mendapat berbagai level tepung lerak dalam ransum selama 64 hari

Parameter Level tepung lerak (mg/kg BB)

0 500 1000 SEM

PBB (kg) 50 60 54 4.31

PBBH (kg/hari) 0.78 0.93 0.85 0.67

Efisiensi ransum 0.13 0.17 0.15 0.01

Keterangan : Efisiensi ransum=PBB/konsumsi BK pakan, Konversi ransum= Konsumsi BK pakan/PBB

Rataan pertumbuhan bobot hidup harian (PBBH) pada penelitian ini sebesar 0.93 kg untuk ransum dengan penambahan tepung lerak 500 mg/kg atau lebih tinggi 20% dibanding kontrol, sedangkan penambahan tepung lerak 1000 mg/kg menghasilkan PBBH 0.85 kg. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pemakaian tepung lerak 500 mg/kg BB dapat memperbaiki pertumbuhan bobot hidup harian (PBBH) dan efisiensi pakan secara lebih baik dibanding pemakaian tepung Lerak 1000 mg/kg BB dan ransum kontrol.

Penelitian dengan menggunakan saponin asal bahan tanaman pada pakan ternak ruminansia sudah banyak dilakukan. Hu et al. (2006) telah melakukan penelitian tentang pengaruh saponin dari teh terhadap fermentasi rumen secara in vitro dan performa pertumbuhan kambing Boer. Sementara itu, hasil percobaan in vivo

menunjukkan bahwa pemberian saponin teh 3 g/hari pada kambing boer menghasilkan PBBH, konsumsi dan efisiensi pakan yang lebih tinggi dibandingkan dengan kontrol dan perlakuan saponin teh 6 g/hari. Sehingga dapat disimpulkan bahwa saponin dari teh dapat memodifikasi fermentasi rumen dan dosis pemberian saponin yang tepat berpotensi memperbaiki pertumbuhan ternak. Namun, apabila dosis saponin yang diberikan terlalu tinggi dapat menurunkan produksi ternak. Penelitian sebelumnya juga menunjukkan bahwa suplementasi ransum silase dengan sarsaponin dapat memperbaiki kecernaan bahan kering di rumen dan kecernaan bahan organik di seluruh saluran pencernaan dan tidak menurunkan konsentrasi NH3 (Goetsch & Owens 1985). Sementara, pemberian sarsaponin pada sapi yang dikombinasikan dengan urea menghasilkan pertambahan bobot badan sebesar 0,74 kg/hari (Mader & Brumm 1987).

64

SIMPULAN

Pemberian tepung Lerak sebesar 500 mg/kg BB dalam pakan konsentrat sapi PO tidak menurunkan kecernaan bahan kering, protein kasar dan serat kasar namun pada taraf yang lebih tinggi (1000 mg/kg BB) kecernaan semua nutrien tersebut menurun. Penambahan tepung lerak 500 mg/kg BB dapat menghasilkan PBBH sebesar 0.9 kg/ekor/hari, atau terjadi perbaikan PBBH 20% dibandingkan dengan ransum kontrol. Namun demikian, terjadi pengaruh yang negatif pada butir darah putih dengan pemberian tepung lerak 1000 mg/kg BB dalam pakan konsentrat sehingga pemberian tepung lerak pada level tersebut tidak disarankan pada pemeliharaan jangka panjang.

DAFTAR PUSTAKA

Abreu A, Carulla JE, Lascano CE, Dıaz TE, Kreuzer M, Hess HD. 2004. Effects of

Sapindus saponaria fruits on ruminal fermentation and duodenal nitrogen flow of sheep fed a tropical grass diet with and without legume. J. Anim. Sci.

82:1392–1400

Cheeke PR. 2000. Actual and potential applications of Yucca schidigera and Quillaja saponaria saponins in human and animal nutrition. Proc. Am. Soc. Anim. Sci.

10 hlm.

Diaz A, Avendano M, Escobar A. 1993. Evaluation of sapindus saponaria as a defaunating agent and its effect on different rumen digestion parameters. J. Livest. Res. Rural Dev. 5:1-6.

Eugene M, Archimede H, Michalet-Doreau B, Fonty G. 2004. Effects of defaunation on microbial activities in the rumen of rams consuming a mixed diet (fresh Digitaria decumbens grass and concentrate). Anim. Res. 53:187-200.

Francis G, Kerem Z, Makkar HPS, Becker K. 2002. The biological action of saponins in animal systems: a review. Br. J. Nutr. 88 : 587-605.

Goel G, Makkar HPS, Becker K. 2008. Changes in microbial community structure, methanogenesis and rumen fermentation in response to saponin-rich fractions from different plant materials. J. Appl. Microbiol. 105:770-777.

Goetsch AL, Owens FN. 1985. Effects of sarsaponin on digestion and passage rates in cattle fed medium to low concentrate. J. Dairy Sci. 68:2377–2384.

Hartadi H, Reksohadiprodjo S, Lebdosukojo S, Tillman A, Kearl LC, Harris LE. 1980.

Tabel-tabel dari Komposisi Bahan Makanan Ternak untuk Indonesia. International Feedstuffs Institute Utah Agricultural Experiment Station, Utah. HobsonPN, Stewart CS. 1997. The Rumen Microbial Ecosystem. Second Ed. Blackie

Academic & Professional, London.

Hristov AN, McAllister A, Van Herk FH, Cheng KJ, Newbold CJ, Cheeke PR. 1999. Effect of Yucca schidigera on ruminal fermentation and nutrient digestion in heifers. J. Anim. Sci. 77:2554-2563.

Hu W, Liu J, Wu Y, Guo Y, Ye J. 2006. Effect of tea saponins on in vitro ruminal fermentation and growth performance of growing Boer goat. Arch. Anim Nutr.

Lu CD, Jorgensen NA. 1987. Alfalfa saponins affect site and extent of nutrient digestion in ruminants. J. Nutr. 117:919–927.

Newbold CJ, El Hassan SM, Wang J, Ortega ME, Wallace RJ. 1997. Influence of foliage from African multipurpose trees on activity of rumen protozoa and bacteria. Br. J. Nutr. 78:237–249.

Mader TL, Brumm MC. 1987. Effect of feeding sarsaponin in cattle and swine diets.

J. Anim. Sci. 65:9-15

Santoso U, Sartini. 2001. Reduction of fat accumulation in broiler chicken by

Sauropus androgymus (katuk) leaf meal supplementation. Asian-Aust. J. Anim.Sci. 14:297-446

Stell RG, Torrie JH. 1993. Principles and Procedure of Statistics. Mc Graw Hill Book Co. Inc., New York.

Thalib A, Winugroho M, Sabrani M, Widiawati Y, Suherman D.1994. The use of methanol extracted Sapindus rarak fruit as a defaunating agent of rumen protozoa. Ilmu danPeternakan 7:17-21.

Thalib A, Widiawati Y, Hamid H, Suherman D, Sabrani M. 1996. The effects of saponin from Sapindus rarak fruit on rumen microbes and performance of sheep. Jurnal Ilmu Ternak dan Veteriner 2:17-20.

Van Keulen J, Young BA. 1977. Evaluation of acid-insoluble ash as a natural marker in ruminant digestibility studies. J. Anim. Sci. 44(2): 282-287.

Wina E, Muetzel S, Hoffmann EM, Makkar HPS, Becker K. 2005. Saponins containing methanol extract of Sapindus rarak affect microbial fermentation, microbial activity and microbial community structure in vitro.

Anim. Feed. Sci. Technol.121: 59-174.

Wina E, Muetzel S, Becker K. 2006. Effect of daily and interval feeding of sapindus rarak saponins on protozoa, rumen fermentation parameters and digestibility in sheep. Asian-Aust. J. Anim. Sci. 19(11):1580-1587

KECERNAAN,FERMENTASI, PROFIL DARAH DAN

Dokumen terkait