• Tidak ada hasil yang ditemukan

KONSENTRAT BERBEDA DENGAN PEMBERIAN EKSTRAK LERAK

HASIL DAN PEMBAHASAN

SO H xBk g x xN ml mM NNH3( ) 2 4 2 4 1000 Analisis statitistik

Data yang diperoleh dianalisis dengan menggunakan ANOVA (analysis of variance). Apabila dari hasil pengamatan parameter yang di ukur terjadi perbedaan rataan antar perlakuan, maka dilanjutkan dengan uji Duncan (Mattjik & Sumertajaya, 2002).

HASIL DAN PEMBAHASAN

Populasi Bakteri Spesifik dan Protozoa Rumen pada Rasio Hijauan Berbeda Populasi Protozoa

Pemberian ekstrak lerak sampai level 0.8 mg/ml menurunkan jumlah protozoa (P<0.05) pada semua rasio hijauan dan konsentrat yang diuji (Gambar 8). Tidak terdapat interaksi antara jenis rasio hijauan dengan level ekstrak lerak yang digunakan terhadap populasi protozaa dan bakteri.

Gambar 8. Populasi protozoa selama 4 dan 24 jam inkubasi pada rasio hijauan dan konsentrat berbeda sebagai pengaruh pemberian berbagai level ekstrak lerak

48

Pada rasio hijauan paling tinggi (90%), penambahan ekstrak lerak sebesar 0.6 dan 0.8 mg/ml dapat menurunkan populasi protozoa dalam waktu inkubasi 4 dan 24 jam. Sedangkan pada rasio hijauan yang lebih rendah (80%), penambahan ekstrak lerak 0.6 mg/ml belum dapat menurunkan populasi protozoa dalam waktu 4 jam namun masih efektif sebagai agen defaunasi dalam waktu inkubasi 24 jam. Pada rasio hijauan 70%, penambahan ekstrak lerak baik pada level 0.6 mg/ml maupun 0.8 mg/ml tidak efektif menurunkan populasi protozoa dalam waktu 4 jam, namun masih efektif dalam waktu 24 jam. Hal ini menunjukkan bahwa pada rasio konsentrat yang lebih banyak dalam ransum, penggunaan ekstrak lerak sebagai agen defaunasi kurang efektif dalam waktu inkubasi yang pendek (4 jam), namun masih efektif dalam waktu inkubasi yang lebih panjang (24 jam).

Penurunan populasi protozoa dengan suplementasi ekstrak yang tinggi saponin atau tanaman tinggi saponin sudah banyak dilaporkan (Hristov et al. 1999; Kamra et al. 2000; Hess et al. 2003). Hasil penelitian in menunjukkan bahwa pengaruh tersebut tergantung pada rasio hijauan dan konsentrat serta lama fermentasi.

Populasi Beberapa Spesies Bakteri Rumen

Pemberian ekstrak lerak dapat mengubah jumlah beberapa spesies bakteri rumen. Tidak ada interaksi antara rasio hijauan:konsentrat dengan level ekstrak lerak yang digunakan. Persentase bakteri P. ruminicola dari total bakteri meningkat (P<0.05) dengan pemberian ekstrak lerak, R. albus juga mempunyai kecenderungan meningkat (P<0.1), sementara itu bakteri F. succinogenes tidak berbeda antar perlakuan (Tabel 9).

Jumlah bakteri F. succinogenes menurun (P<0.05) seiring dengan penurunan rasio hijauan. Hal ini diduga berhubungan dengan menurunnya sumber serat dalam substrat. Telah diketahui bahwa F. succinogenes termasuk bakteri fibrolitik utama di dalam sistem rumen. Namun sebaliknya, jumlah bakteri R. albus (juga merupakan bakteri fibrolitik utama) tidak berbeda pada semua jenis pakan dan cenderung meningkat (P<0.1) dengan pemberian ekstrak lerak. Pemberian ekstrak lerak dapat meningkatkan jumlah P. ruminicola. seiring dengan peningkatan ekstrak lerak yang

diberikan. Hal ini mengindikasikan bahwa ekstrak lerak dapat menstimulasi bakteri

P. ruminicola dan R. albus yang berhubungan dengan penurunan jumlah protozoa dalam rumen.

Tabel 9. Populasi beberapa spesies bakteri rumen pada rasio hijauan dan konsentrat berbeda sebagai pengaruh pemberian berbagai level ekstrak lerak

Parameter

Rasio substrat H:K Ekstrak lerak (mg/ml)

SEM 90:10 80:20 70:30 0 0.6 0.8 Total bacteria/TB (log10/ng DNA) 8.74 8.74 8.63 8.66 8.77 8.67 0.03 F. succinogenes (% TB), x 10-2 11.24a 8.07ab 3.46b 7.5 8.25 6.51 1.53 R. albus (%TB), x 10-2 4.63 4.47 4.43 1.99 6.05 5.58 0.79 P.ruminicola (%TB), x 10-2 3.4 5.3 3.8 2.32b 3.25ab 7.25a 0.93

H=hijauan, K=konsentrat. Superskrip berbeda pada baris yang sama menunjukkan perbedaan (P<0.05). SEM=standard eror of mean

Bakteri P.ruminicola merupakan produsen propionat dan suksinat dalam sistem rumen dan hal ini nampaknya dapat menjelaskan terjadinya peningkatan produksi propionat pada perlakuan ekstrak lerak. Hasil analisis elektroforesis dengan DGGE (Denaturing Gradient Gel Electrophoresis) sebelumnya juga mengkonfirmasi adanya beberapa bakteri yang berkembang dengan perlakuan ekstrak lerak. Karnati

et al. (2009) melaporkan adanya penurunan ruminococci dan clostridia serta peningkatan beberapa bakteri Butyrifibrio karena defaunasi. Lebih lanjut, keberadaan protozoa dapat mempengaruhi baik populasi bakteri maupun archaea, melalui pemangsaan yang selektif, kompetisi substrat atau interaksi simbiosis.

Wallace et al. (1994) juga telah menggunakan kultur murni bakteri rumen dan menunjukkan bahwa ekstrak Yucca yang mengandung saponin dapat menstimulasi pertumbuhan bakteri P. ruminicola dan menurunkan bakteri

Streptococcus bovis. Sementara itu, Thalib (2004) menyatakan bahwa penambahan ekstrak metanol kulit buah lerak (saponin 15%) ke dalam pakan (rumput raja) sebanyak (80 mg/100ml) pada inkubasi 48 jam dapat menurunkan populasi protozoa sampai 79% dan meningkatkan populasi bakteri sekitar 39% dari kontrol. Diaz et al.

50

signifikan meningkatkan bakteri total dan bakteri selulolitik pada rumen domba. Goel et al. (2008) juga melaporkan populasi bakteri pendegradasi serat (F. succinogenes dan R. flavofaciens) meningkat dengan pemberian saponin dari

Sesbania, Knautia dan Carduus. Peningkatan populasi bakteri total menunjukkan bahwa saponin tidak mempengaruhi permeabilitas dinding sel bakteri, namun tidak semua jenis bakteri tahan terhadap saponin. Wang et al. (2000) menyatakan bahwa pemberian saponin yang berasal dari ekstrak Y. schidigera pada pakan tinggi biji-bijian dapat menekan S. bovis dalam mencerna pati. Hal tersebut juga telah dibuktikan dalam penelitian Wallace et al. (1994), saponin dari ekstrak Y. schidigera

dapat menstimulasi pertumbuhan populasi P. ruminicola dan menekan pertumbuhan populasi S. bovis. Menurut Cheeke (2000) saponin dapat menekan perkembangan populasi protozoa dan bakteri gram positif.

Aktivitas Enzim Rumen pada Rasio Hijauan dan Konsentrat Berbeda

Pada fermentasi in vitro 4 jam, penggunaan ekstrak lerak pada taraf 0.6 dan 0.8 mg/ml menurunkan (P<0.05) aktivitas enzim amilase, namun dapat meningkatkan (P<0.05) aktivitas enzim xylanase serta cenderung meningkatkan (P<0.1) aktivitas enzim carboxymethylcellulase dengan substrat rasio hijauan berbeda. Sebaliknya, pada inkubasi 24 jam aktivitas semua enzim tersebut sama antar perlakuan (Tabel 10). Tidak terdapat interaksi antara jenis rasio hijauan dengan level ekstrak lerak yang digunakan terhadap aktivitas enzim rumen.

Penurunan aktivitas enzim amilase akibat penambahan ekstrak lerak pada semua rasio hijauan yang diuji diduga berkaitan dengan penurunan populasi protozoa akibat saponin ekstrak lerak. Sudah diketahui bahwa, protozoa juga menghasilkan enzim amilase sehingga ketika populasi protozoa rendah, maka aktivitas enzim amilase juga turun. Peningkatan aktivitas enzim xylanase pada fermentasi 4 jam dengan pemberian ekstrak lerak diduga berhubungan dengan beberapa bakteri pendegrasi xylan yang meningkat populasinya seperti P. ruminicola dan T. bryantii.

Adanya kecenderungan peningkatan aktivitas enzim carboxymethylcellulase diduga berhubungan dengan peningkatan bakteri R. albus akibat pemberian ekstrak lerak (Tabel 9).

Tabel 10. Aktivitas enzim dalam rumen pada rasio hijauan dan konsentrat berbeda selama 4 dan 24 jam fermentasi akibat pengaruh pemberian berbagai level ekstrak lerak

Parameter

Rasio substrat H:K Ekstrak lerak (mg/ml)

SEM 90:10 80:20 70:30 0 0.6 0.8 Amilase (µmol/ml/j)  4 j 10.34 9.49 9.70 10.86a 9.37b 9.30b 0.28  24 j 11.61 11.38 10.75 11.77 11.27 10.70 0.44 CMCase(µmol/ml/j)  4 j 5.21 5.09 4.96 4.73 5.12 5.41 0.19  24 j 5.63 5.87 5.30 5.56 5.50 5.74 0.18 Xylanase (µmol/ml/j)  4 j 12.48 13.32 12.23 11.65b 12.65a 12.15a 0.48  24 j 12.30 12.52 12.75 12.59 13.09 11.90 0.55 CMCase=Carboxymethylcellulase. Superskrip berbeda pada baris yang sama menunjukkan perbedaan (P<0.05).

Karakteristik Fermentasi Rumen pada Rasio Hijauan dan Konsentrat Berbeda

Pemberian ekstrak lerak sampai dengan level 0.8 mg/ml tidak menurunkan KCBK dan KCBO pada semua rasio hijauan dan konsentrat yang diuji, namun KCBK meningkat (P<0.05) pada rasio konsentrat tertinggi (Tabel 11). Tidak terdapat interaksi antara ketiga rasio hijauan yang di uji dengan level ekstrak lerak yang digunakan pada semua parameter karakteristik fermentasi yang menunjukkan bahwa pengaruh level ekstrak lerak yang digunakan sama untuk semua rasio hijauan yang diuji.

Tabel 11. Peubah karakteristik fermentasi pakan dengan rasio hijauan dan konsentrat berbeda sebagai pengaruh pemberian berbagai level ekstrak lerak

Parameter

Rasio substrat H:K Ekstrak lerak (mg/ml)

SEM 90:10 80:20 70:30 0 0.6 0.8

KCBK (%) 50.9b 52.4b 57.6a 54.2 54.1 52.6 1.14 KCBO (%) 44.7 46.9 51.2 48.7 48.1 46.0 1.34 Total VFA ( mM) 34.94b 55.4a 54.8a 43.9a 46.6 52.1 3.15 VFA parsial (% VFA total)

 Asetat 68.5 86.8 68.2 68.2 69.5 67.5 0.62  Propionat 17.7 17.1 18.1 16.4b 17.6b 18.9a 0.33  Isobutirat 2.2 3.0 2.7 3.0 2.4 2.6 0.22  Butirat 10.3 8.9 9.0 9.5 9.2 9.5 0.37  Isovalerat 2.2 2.0 1.6 2.1 1.7 2.0 0.12  Rasio A:P 3.9 4.1 3.8 4.2a 4.0ab 3.6b 0.098 N-NH3 (mM) 12.3 12.3 11.3 11.3 11.9 12.8 0.55 Superskrip berbeda pada baris atau kolom yang sama menunjukkan perbedaan (P<0.05). A=asetat, P=propionat

52

Peningkatan nilai KCBK pada penggunaan konsentrat yang semakin tinggi menunjukkan bahwa pakan konsentrat mudah didegradasi oleh mikroba rumen dibanding hijauan. Hasil penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa domba yang diberi saponin alfafa mengakibatkan penurunan aktivitas fermentasi dan penurunan laju degradasi selulosa ruminal (Lu & Jorgensen 1987). Namun, koefisien cerna bahan organik dan selulosa pada keseluruhan total saluran pencernaan meningkat. Sebaliknya, pemberian sarsaponin (senyawa sejenis saponin) pada ransum rendah konsentrat dapat meningkatkan degradasi bahan organik dalam rumen dan tidak mempengaruhi degradasi ADF (Goetsch & Owens 1985)

Telah dilaporkan sebelumnya bahwa kecernaan di dalam rumen secara in vitro maupun in vivo pada domba menurun bila diberi ekstrak metanol buah lerak (Wina et al. 2005, 2006). Abreu et al. (2004) melaporkan bahwa pemberian buah S. saponaria yang mengandung saponin menurunkan kecernaan NDF pada ransum berbasis rumput tunggal, tetapi tidak berpengaruh pada ransum yang disuplementasi legum. Nampaknya pengaruh pemberian saponin sangat tergantung pada jenis ransum yang diberikan. Lila et al. (2003) juga mengamati bahwa sarsaponin (senyawa sejenis saponin) dapat menurunkan kecernaan bahan kering in vitro pada substrat hay dan konsentrat setelah 24 jam inkubasi.

Penggunaan ekstrak lerak tidak nyata mempengaruhi produksi amonia (Tabel 11). Hal tersebut menunjukkan bahwa suplementasi ekstrak lerak dengan taraf 0.6 dan 0.8 mg/ml tidak mempengaruhi aktivitas mikroba rumen dalam metabolisme protein. Protein di dalam rumen mengalami proses degradasi oleh enzim proteolitik menjadi asam-asam amino, kemudian sebagian besar asam-asam amino mengalami katabolisme menjadi asam-asam organik, amonia dan CO2. Amonia merupakan sumber nitrogen utama bagi mikroba rumen karena amonia yang dibebaskan dalam rumen sebagian dimanfaatkan oleh mikroba untuk sintesis protein mikroba (Arora 1989). Sekitar 3.5-14 mM amonia (NH3) digunakan oleh mikroba rumen sebagai sumber N untuk proses sintesis selnya. Konsentrasi NH3 yang dihasilkan dari semua perlakuan berkisar antara 9.86-14.11 mM dan nilai tersebut masih optimal untuk pertumbuhan mikroba rumen. McDonald et al. (2002) menyatakan bahwa konsentrasi NH3 yang optimum untuk menunjang sintesis protein mikroba dalam cairan rumen sangat bervariasi, berkisar antara 6-21 mM.

Penggunaan ekstrak lerak sampai level 0.8 mg/ml tidak mempengaruhi produksi total VFA pada semua rasio hijauan yang diuji. Namun, produksi VFA meningkat (P<0.05) pada substrat dengan rasio konsentrat lebih tinggi (70:30). Hal tersebut menandakan bahwa suplementasi ekstrak lerak sampai taraf 0.8 mg/ml sudah mempengaruhi aktivitas mikroba rumen dalam memfermentasi pakan sehingga terjadi peningkatan produksi VFA total.

Penambahan ekstrak lerak pada taraf 0.8 mg/ml meningkatkan (P<0.05) proporsi propionat, dan menurunkan rasio asetat:propionat (Tabel 11). Nampaknya suplementasi ekstrak lerak mampu mengalihkan jalur pembentukan asetat, butirat dan iso valerat untuk produksi propionat. Jalur pembentukan propionat merupakan jalur metabolisme rumen yang menggunakan H2, sedangkan jalur pembentukan asetat dan butirat merupakan jalur metabolisme yang menghasilkan H2. Peningkatan produksi propionat mengindikasikan bahwa lebih banyak H2 yang digunakan sehingga dapat menurunkan produksi metan oleh metanogen yang menggunakan H2

sebagai bahan pembentuk gas metan.

Peningkatan proporsi propionat dan penurunan asetat serta konsekuensinya penurunan rasio asetat:propionat akibat penggunaan ekstrak lerak diduga berkaitan dengan keberadaan saponin dalam ekstrak tersebut serta efek penghambatnnya terhadap pertumbuhan protozoa. Penurunan jumlah protozoa seringkali menyebabkan peningkatan propionat dan penurunan rasio asetat:propionat (Hess et al. 2003). Namun, perubahan profil VFA akibat penurunan jumlah protozoa tidak selalu konsisten karena juga tergantung jenis pakan yang digunakan (Jouany et al. 1988). Peningkatan propionat sangat penting untuk sapi pedaging karena merupakan sumber energi utama. Propionat merupakan substrat dalam pembentukan glukosa melalui proses glukoneogenesis. Propionat yang terserap dapat menyuplai 30% (atau lebih) glukosa untuk ruminansia (Parakkasi 1999).

Xu et al. (2010) menyatakan bahwa pada rasio hijauan sedang dan rendah (H:K=50:50 dan 10:90), pemberian saponin dari ekstrak Y. schidigera 110 mg/kg secara in vitro tidak mempengaruhi konsentrasi VFA total dan proporsi VFA kecuali butirat yang cenderung menurun. Hal ini menunjukkan bahwa saponin kurang efektif dalam memodifikasi fermentasi rumen pada pakan yang mengandung konsentrat sedang sampai tinggi (90%).

54

SIMPULAN

Penggunaan ekstrak lerak dibawah 1 mg/ml (0.6 dan 0.8 mg/ml) tidak mempengaruhi nilai KCBK dan KCBO pada semua rasio hijauan yang diuji. Ekstrak lerak 0.8 mg/ml dapat menekan pertumbuhan protozoa dan meningkatkan bakteri P. ruminicola serta cenderung meningkatkan R. albus tetapi tidak mempengaruhi F. succinogenes. Aktivitas enzim xylanase dan produksi VFA total dan proporsi propionat meningkat dengan pemberian ekstrak lerak. Aktivitas enxim

carboxymethylcellulase juga cenderung meningkat dengan penggunaan ekstrak lerak.

DAFTAR PUSTAKA

Abreu A, Carulla JE, Lascano CE, Diaz TE, Kreuzer M, Hess HD. 2004. Effects of Sapindus saponaria fruits on ruminal fermentation and duodenal nitrogen flow of sheep fed a tropical grass diet with and without legume. J. Anim. Sci.

82:1392-1400.

Cheeke PR. 2000. Actual and potential applications of Yucca schidigera and

Quillaja saponaria saponins in human and animal nutrition. Proc. Am. Soc. Anim. Sci. 10 hlm.

Diaz A, Avendano M, Escobar A. 1993. Evaluation of sapindus saponaria as a defaunating agent and its effect on different rumen digestion parameters. J. Livest. Res. Rural Dev. 5:1-6.

Goetsch AL, Owens FN. 1985. Effects of sarsaponin on digestion and passage rates in cattle fed medium to low concentrate. J. Dairy Sci. 68:2377–2384.

Goel G, Makkar HPS, Becker K. 2008. Changes in microbial community structure, methanogenesis and rumen fermentation in response to saponin-rich fractions from different plant materials. J. Appl. Microbiol. 105:770-777.

Hartadi H, Reksohadiprodjo S, Lebdosukojo S, Tillman A, Kearl LC, Harris LE. 1980. Tabel-tabel dari Komposiis Bahan Makanan Ternak untuk Indonesia. International Feedstuffs Institute Utah Agricultural Experiment Station, Utah. Hess HD, Kreuzer M, Diaz TE, Lascano CE, Carulla JE, Soliva CL, Machmuller A.

2003. Saponon rich tropical fruits affect fermentation and methagonesis in faunated and defaunated rumen fluid. Anim. Feed Sci. Tech. 109:79-94

Hristov AN, McAllister TA, Van Herk FH, Cheng KJ, Newbold CJ, Cheeke PR. 1999. Effect of Yucca schidigera on ruminal fermentation and nutrient digestion in heifers. J. Anim. Sci. 77:2554–2563.

Jouany JP, Demeyer DI, Grain J. 1988. Effect of defaunating the rumen.

Anim.Feed Sci. Tech. 21:229-265.

Kamra DN. 2005. Rumen Microbial Ecosystem. Current Sci. 89(1):1-12.

Karnati SKR, Yu Z, Firkins JL. 2009. Investigating unsaturated fat, monensin, or bromoethanesulfonate in continuous cultures retaining ruminal protozoa. II. Interaction of treatment and presence of protozoa on prokaryotic communities. J. Dairy Sci. 92:3861–3873

Lowry OH, Rosenbrough NJ, Farr AL, Randall RJ. 1951. Protein measurement with the folin phenol reagent. J. Biol. Chem.193: 265-275

Lu CD, Jorgensen NA. 1987. Alfalfa saponins affect site and extent of nutrient digestion in ruminants. J. Nutr. 117:919–927.

Lila ZA, Mohammed N, Kanda S, Kamada T, Itabashi H. 2003. Effect of sarsaponin on ruminal fermentation with particular reference to methane production in vitro. J. Dairy Sci. 86:3330-3336.

Mattjik AA, Sumertajaya IM. 2002. Perancangan Percobaan dengan Aplikasi SAS dan Minitab. Jilid I. Edisi ke-2. Institut Pertanian Bogor (IPB)-Press, Bogor McDonald P, Edwards R, Greenhalgh J. 2002. Animal Nutrition. 6th Edition. New

York.

Miller GL. 1959. Use of dinitrosalicylic acid reagent for determination of reducing sugar. Anal. Chem. 31 (3): 426-428.

Obrink KJ. 1954. A modified conway unit for microdiffusion analysis.

Chem.Rev.34:367-369.

Ogimoto K, Imai S. 1981. Atlas of Rumen Microbiology. Japan Science. Societes Press, Tokyo.

Parakkasi A. 1999. Ilmu Nutrisi dan Makanan Ternak Ruminansia. Universitas Indonesia, Jakarta.

Patra AK, Kamra DN, Agarwal N. 2006. effect of plant extract on in vitro methanogenesis, enzyme activities and fermentation of feed in rumen liquor of buffalo. Anim. Feed Sci. Tech. 128:276-291.

Thalib A. 2004. Uji efektivitas saponin buah sapindus rarak sebagai inhibitor metanogenesis secara in vitro. J. Ilmu Ternak dan Veteriner 9:164-171.

Tilley JMA, Terry RA. 1963. A two stage technique for the in vitro digestion of forage. J. British Grassland Soc. 18:104–111.

Wallace RJ, Arthaud L, Newbold CJ. 1994. Influence of Yucca shidigera extract on ruminal ammonia concentrations and ruminal microorganisms. Appl. Environ. Microb. 60:1762-1767.

Wang Y, McAllister TA, Yanke LJ, Xu ZJ, Cheeke PR, Cheng KJ. 2000. In vitro

effects of steroidal saponins from Yucca schidigera extract on rumen microbial protein synthesis and ruminal fermentation. J. Sci. Food Agric. 80:2214-2122.

Xu M, Rinker M, McLeod KR, Harmon DL. 2010. Yucca schidigera extract decreases in vitro methane production in a variety of forages and diets. Anim. Feed Sci. Tech. 159:18-26.

KECERNAAN NUTRIEN DAN PERFORMA SAPI POTONG

Dokumen terkait