• Tidak ada hasil yang ditemukan

Sumber utama bahan organik adalah jaringan tanaman. Setiap tahun alam dapat menyediakan bahan organik yang berasal dari ranting, cabang, daun, batang, dan akar tanaman. Karbon atau unsur C merupakan penyusun utama bahan organik. Menurut Soepardi (1983) 25 % bagian dari tanaman terdiri atas 11 % C, 10 % O2, 2 % H, dan 2 % abu. Kadar C pada tanah bergantung dari kandungan N pada tanah atau yang dikenal dengan C/N ratio, di mana kedua unsur tersebut memiliki sifat persaingan di antaranya di dalam tanah. Pernyataan tersebut sesuai dengan apa yang diutarakan oleh Isnaini (1997) bahwa pemupukan nitrogen

dengan tingkat dosis yang semakin meningkat akan meningkatkan kadar C–

organik pada tanah, sedangkan tanpa pemupukan nitrogen akan menyebabkan kadar C–organik menjadi rendah.

2.8. Unsur Hara Makro 2.8.1. Unsur N

Bahan organik merupakan sumber utama dari nitrogen dalam tanah dan jumlah ketersediaannya dipengaruhi oleh ratio antara karbon (C) dengan nitrogen (N). Sebagian besar nitrogen pada tanah terikat dalam bentuk organik dan sebagian kecil lagi dalam bentuk anorganik. Unsur N organik tidak dapat diserap oleh tanaman. Tanaman hanya mampu menyerap nitrogen dalam bentuk ammonium (NH4) dan nitrat (NO3). Menurut Sarief (1984) nitrat yang terserap akan segera tereduksi menjadi ammonium dan diubah menjadi asam amino yang membuat daun pada tanaman menjadi lebih lebar.

Jika dilihat dari sifat unsur N yang mudah hilang dalam tanah, Sarief (1984) mengutarakan bahwa urea akan menjadi lebih efektif jika diberikan langsung pada daun tanaman dengan menyemprotkan larutan urea tersebut. Selain itu pengambilan unsur N melalui akar tanaman dinilai kurang efektif jika dibandingkan dengan pemberian melalui daun.

Dari tiga jenis unsur yang biasa diberikan sebagai pupuk, nitrogen memberikan reaksi dan pengaruh paling cepat. Pengaruh utama unsur N yaitu dalam merangsang pertumbuhan diatas tanah dan memberikan warna hijau pada daun. Apabila tanaman mengalami kekurangan unsur N akan berakibat pada terbatasnya sistem perakaran dan tanaman tumbuh kerdil (Soepardi, 1983).

2.8.2. Unsur P

Pada umumnya tanah–tanah di Indonesia khususnya pada lahan–lahan marjinal memiliki kandungan unsur P yang sangat rendah. Unsur P dalam bentuk P organik dapat dibebaskan menjadi bentuk anorganik melalui proses dekomposisi sehingga dapat diserap oleh tanaman. Ketersediaan unsur P yang dapat diserap oleh tanaman dipengaruhi oleh adanya mineral Fe, Al, dan Mn di dalam tanah yang dapat memfiksasi P, mikroorganisme, dan bahan organik. Sarief (1984) mengatakan bahwa unsur P di dalam tanah sangatlah stabil dan terpegang

kuat dalam tanah. Selain itu, unsur P dalam tanah sukar larut dan terikat oleh partikel tanah yang menyebabkan sebagian besar menjadi tidak tersedia bagi tanaman.

Unsur P merupakan komponen asam nukleat yang berfungsi untuk mengatur proses perkembangan. Menurut Rahardjo dan Rini (2010), kebutuhan tanaman akan unsur P relatif lebih sedikit dibandingkan dengan unsur N dan K, walau demikian fungsi unsur P sangat penting sebagai sumber energi pada setiap proses metabolisme tanaman. Gejala defisiensi yang ditimbulkan apabila kekurangan unsur ini adalah terhambatnya pertumbuhan dan mempengaruhi pertumbuhan akar.

Unsur P juga mempunyai peranan penting lainnya yang juga merupakan komponen berbagai sistem fisiologis yang ada hubungannya dengan nutrisi, respirasi, pemasakan buah, dan untuk meningkatkan efisiensi penggunaan nitrogen. Pernyataan ini juga sesuai dengan apa yang diutarakan oleh Soepardi (1983) bahwa unsur P merupakan unsur yang sangat penting keberadaannya pada tanaman. Apabila tanaman kekurangan unsur tersebut akan menyebabkan tanaman tidak dapat menyerap unsur lain.

2.8.3. Unsur K

Kalium (K) adalah unsur hara makro yang dibutuhkan dalam jumlah besar oleh tanaman. Unsur K diserap tanaman dalam bentuk ion K+. Sumber utama K di dalam tanah berasal dari pelapukan mineral seperti feldspar, mika, biotit, dan lain–lain. Pada umumnya unsur K mempunyai reaksi antagonisme terhadap unsur Ca, Na, Mg. Sehingga apabila ketersedian unsur K cukup tinggi, maka unsur Ca, Na, Mg akan mempunyai jumlah ketersediaan yang rendah. Sarief (1984) berpendapat bahwa jumlah unsur K yang cukup akan menyebabkan meningkatnya efisiensi unsur N dan P. Jumlah ketersediaan unsur K juga dipengaruhi oleh kapasitas tukar kation (KTK) pada tanah dan mineral liat tipe 2:1. Pada perubahan kondisi tanah basah menjadi kering, akan menyebabkan unsur K pada tanah menyebabkan menjadi terfiksasi oleh mineral liat 2:1.

Unsur K di dalam metabolisme tumbuhan adalah sebagai katalisator dan memegang peranan penting di dalam sintesa protein dari asam–asam amino dan

hidrat arang, selain itu unsur K juga dapat memacu hasil fotosintesis dari daun ke bagian tanaman lain (Rahardjo dan Rini, 2010). Menurut Sarief (1984) apabila tanaman mengalami kekurangan unsur K, maka akan berakibat batang tanaman menjadi kerdil dan akar tanaman menjadi kurang berkembang.

2.8.4. Unsur Na

Natrium banyak dijumpai di dalam mineral feldspar (albit plagiokas) dan sedikit di dalam mineral mika, piroksen, dan amfibol (Tisdale et al., 1990). Ion Na+ yang telah dibebaskan ke dalam larutan tanah tidak segera difiksasi, dan terikat dalam kompleks jerapan dengan energi ikatan yang lebih lemah dibanding ion-ion K+,Ca2+, ataupun Mg2+. Kandungan Na yang tinggi mampu merusak sifat-sifat tanah. Kadar Na rata-rata dalam tanah adalah sebesar 0.6 %.

Natrium dalam tanaman berperan sebagai regulator nitrat reduktase, pembukaan stomata, akumulasi asam oksalat, dan menggantikan fungsi K. Hara Na diketahui mampu meningkatkan lebar daun tebu, tetapi bila Na berlebihan akan berakibat menekan kandungan klorofil dan menurunkan sintesa netto per unit luas daun. Menurut penelitian Ismail (1998), bahwa pemberian NaCl dapat meningkatkan ukuran diameter batang dan bobot tebu akibat penambahan NaCl yang disebabkan oleh pembesaran ukuran sel.

2.8.5. Unsur Ca

Unsur kalsium (Ca) merupakan unsur mineral esensial sekunder seperti halnya Mg dan S. Unsur Ca berasal dari mineral–mineral yang mengandung kalsium dan endapan–endapan kalsium. Bentuk kalsium yang dapat diserap oleh tanaman adalah Ca2+ terutama melalui mass flow dan intersepsi. Kalsium yang paling banyak terbentuk adalah kalsium yang dapat dipertukarkan.

Unsur Ca merupakan salah satu unsur utama yang juga dibutuhkan dalam pertumbuhan meristem dan meningkatkan fungsi dari ujung–ujung akar tanaman (Sarief, 1984). Leiwakabessy dan Sutandi (2004) berpendapat bahwa kalsium pada tanaman berperan sebagai penguat dinding sel, mendorong perkembangan akar, memperbaiki vigor tanaman dan kekuatan daun, berperan dalam proses pemanjangan sel, sintesis protein, dan pembelahan sel.

2.8.6. Unsur Mg

Magnesium merupakan unsur yang mobile dalam tanaman. Ketersediaan magnesium dalam tanah berasal dari mineral primer seperti biotit, hornblende, dan lain sebagainya dan juga berasal dari mineral–mineral sekunder seperti illit, monmorilonit, dan mineral sekunder lainnya.

Unsur magnesium (Mg) diserap tanaman dalam bentuk ion (Mg2+) dan merupakan satu–satunya mineral penyusun klorofil. Unsur Mg juga berfungsi sebagai penyerap unsur lain seperti P dan K, merangsang pembentukan senyawa lemak dan minyak, membantu translokasi pati dan distribusi P di dalam tanaman, dan sebagai aktivator berbagai jenis enzim tanaman. Menurut Sarief (1984) ketersediaan unsur Mg dalam tanah di antaranya bergantung dari temperatur, kelembaban, dan pH pada tanah.

2.9. Unsur Hara Mikro 2.9.1. Unsur Fe

Unsur besi (Fe) hanya dibutuhkan sedikit pada tanaman. Unsur Fe diserap oleh akar dalam bentuk Fe3+ dan direduksi menjadi Fe2+ sebelum penyerapan. Unsur Fe sangat dibutuhkan pada tanaman dalam proses pembentukan khlorofil, oksidasi reduksi dalam pernafasan, dan penyusun enzim dan protein (Hardjowigeno, 2003).

2.9.2. Unsur Cu

Unsur tembaga (Cu) diserap tanaman dalam bentuk ion (Cu2+) atau (Cu3+). Unsur ini mempunyai peran pada tanaman sebagai katalis pernafasan, penyusun enzim, pembentukan khlorofil, dan metabolisme karbohidrat dan protein (Hardjowigeno, 2003).

2.9.3. Unsur Zn

Pada tanaman, kebutuhan akan unsur seng (Zn) sangatlah kecil. Apabila terjadi kelebihan jumlah Zn pada tanaman akan menyebabkan tanaman mengalami keracunan. Unsur Zn di dalam tanaman tidak dapat dipindahkan dari jaringan tua menuju jaringan muda, sehingga gejala–gejala defisiensi akan terlihat lebih awal pada daun muda. Pada tanah masam unsur Zn dapat larut dan merusak

tanaman, selain itu unsur Zn biasanya terakumulasi di permukaan tanah (Jones, 1979).

Unsur Zn berperan penting sebagai katalisator dalam pembentukan protein, mengatur pembentukan zat pengatur pertumbuhan, dan pematangan biji (Hardjowigeno, 2003). Jumlah ketersediaan Zn dalam tanah adalah 1 – 20 ppm, sedangkan kebutuhan normal pada tanaman akan unsur Zn adalah 25 – 125 ppm.

2.9.4. Unsur Mn

Unsur mangan (Mn) diserap oleh tanaman dalam bentuk Mn2+. Unsur Mn diperlukan oleh tanaman untuk metabolisme nitrogen dan asam anorganik, fotosintesis (asimilasi CO2), perombakan karbohidrat, riboflavin, serta asam askorbat (Hardjowigeno, 2003).

2.10. pH Tanah

Reaksi tanah (pH) sangatlah penting untuk dipertimbangkan dalam tanah. Pengetahuan akan pH tanah menjadi begitu penting dikarenakan memberikan dampak terhadap perbaikan sifat fisik, sifat kimia, dan biologi tanah yang sudah tentu akan berakibat secara langsung terhadap pertumbuhan tanaman. Menurut Hardjowigeno (2003), pH pada tanah menjadi begitu penting karena: (1) dapat menentukan mudah tidaknya unsur–unsur hara diserap tanaman, (2) menunjukan kemungkinan adanya unsur–unsur hara beracun, dan (3) mempengaruhi perkembangan mikroorganisme dalam tanah.

Kondisi pH tanah yang optimal dalam tanah adalah pada kondisi netral, yaitu pH (6,5 – 7,5). Kondisi pH tanah netral dikatakan optimal pada tanah karena mengakibatkan jumlah unsur hara yang tersedia dalam tanah menjadi lebih banyak tersedia. Pada kondisi pH kurang dari 6,0, menyebabkan ketersediaan akan unsur hara seperti P, K, S, Ca, Mg, dan Mo menjadi berkurang. Sedangkan pada kondisi pH tanah yang lebih tinggi dari 8,0 dapat menyebabkan ketersedian akan unsur–unsur seperti N, Fe, Mn, B, Cu, dan Zn menjadi relatif lebih sedikit (Sarief, 1984).