• Tidak ada hasil yang ditemukan

The influence soil ameliorants and liquid fertilizer on the oil palm nurseries on ultisol jasinga.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "The influence soil ameliorants and liquid fertilizer on the oil palm nurseries on ultisol jasinga."

Copied!
179
0
0

Teks penuh

(1)

PENGARUH PEMBERIAN BAHAN PEMBENAH TANAH DAN

PUPUK CAIR TERHADAP PEMBIBITAN TANAMAN

KELAPA SAWIT PADA ULTISOL JASINGA

Bobby Marshall

A14053900

MAYOR MANAJEMEN SUMBERDAYA LAHAN

DEPARTEMEN ILMU TANAH DAN SUMBER DAYA LAHAN

FAKULTAS PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)

SUMMARY

BOBBY MARSHALL. The Influence Soil Ameliorants and Liquid Fertilizer on

the Oil Palm Nurseries on Ultisol Jasinga. Under the supervision of GUNAWAN DJAJAKIRANA.

The soil ameliorant of Baode root is an useful microbe for improving the growth of plant. These microbes are classified into types of microbes that can produce PGPR (Plant Growth Promoting Rhizobacteria) substances. The main microbe in Baode soil ameliorant is Bacillus laterosporus. In the soil, this bacteria is very useful to reduce the negative effects of pathogens. The Baode leaf is an organic compounds that contains the growth hormone, which are useful for increasing plant growth by regulating enzymes, improving photosynthesis, and reducing the negative impact of disease on plants. The liquid fertilizer of GD is an of organic compound which has 10% humic material. Humic material is a substance that can be extracted from various types of soil which contains C, N, and S elements higher than its origin material.

This research aims to look to the influence of Baode soil ameliorant and GD liquid fertilizer to the oil palm plant nurseries. In this research there were seven treatment groups namely KT, BTSM, BTR, BTSMS, BTRS, GR, GRS. The doses of Baode soil root material was 2 g/l to immerse the seeds and pour directly into the soil and 1 g/l of Baode leaf to spray the leaf. The doses of GD liquid fertilizer was 2 ml/l to immerse the seeds and 1 ml/l to spray the leaf. The basic fertilizers were Urea 0.81 g/polybag, SP18 1.8 g/polybag, and technical KCl 0,4 g/polybag. The media that were used to plant were 11,52 kg/polybag (BKU) of Ultisol Jasinga with 208, 46 g/polybags compost and 42,4 g/polybags lime.

(3)

length of roots. This condition changed when the plants were 6 MAP, GRS treatment has the best length of root among other treatments. The highest value of total dry weight of plants at 3 MAP was in BTRS treatment that was 2,25 g/polybag, whereas in 6 MAP was in the GR treatment that was 19,57 g/polybag. The highest value of plant nutrient uptake at 3 MAP was the element of N, P and K contained in the BTRS treatment, while at 6 MAP found in GR treatments. The high values of absorption on these two treatments were because their values on the dry weight were high. This was caused by the effect of the growth hormone on leaf Baode soil material and GD liquid fertilizer and the influence of B. laterosporus that exists on the root Baode soil material and growth hormones and

(4)

RINGKASAN

BOBBY MARSHALL. Pengaruh Pemberian Bahan Pembenah Tanah dan Pupuk

Cair terhadap Pembibitan Tanaman Kelapa Sawit pada Ultisol Jasinga. Di bawah bimbingan GUNAWAN DJAJAKIRANA.

Bahan pembenah tanah Baode akar merupakan mikrob yang berguna untuk meningkatkan pertumbuhan tanaman. Mikrob ini termasuk ke dalam mikrob yang dapat memproduksi sejenis PGPR (Plant Growth Promoting Rhizobacteria). Mikrob utama yang terkandung dalam bahan pembenah tanah Baode adalah Bacillus laterosporus. Bakteri B. laterosporus dalam tanah dapat berfungsi untuk

mengurangi pengaruh buruk dari mikrob–mikrob patogen. Bahan pembenah tanah Baode daun merupakan senyawa organik yang berisi hormon pertumbuhan yang berfungsi untuk meningkatkan pertumbuhan dengan mengatur enzim, meningkatkan fotosintesis, dan mengurangi dampak negatif dari penyakit pada tanaman. Pupuk cair GD merupakan senyawa organik yang mengandung 10% bahan humat. Bahan humat merupakan suatu senyawa yang dapat diekstrak dari berbagai jenis tanah di mana senyawa ini mengandung unsur C, N, dan S yang lebih tinggi dari bahan asalnya.

Penelitian ini bertujuan untuk melihat pengaruh bahan pembenah tanah Baode dan pupuk cair GD terhadap pembibitan tanaman kelapa sawit. Dalam penelitian ini terdapat tujuh kelompok perlakuan percobaan yakni KT, BTSM, BTR, BTSMS, BTRS, GR, GRS. Dosis bahan pembenah tanah Baode akar yang digunakan sebesar 2 g/l untuk merendam bibit dan disiram langsung ke tanah. Baode daun yang diberikan sebesar 1 g/l untuk disemprotkan ke daun. Dosis pupuk cair GD yang digunakan sebanyak 2 cc/l untuk merendam bibit dan 1 cc/l untuk disemprotkan ke daun. Pupuk dasar yang diberikan adalah urea 0.81 g/polibag, SP18 1.8 g/polibag, dan KCl teknis 0.4 g/polibag. Media tanam yang di gunakan adalah ultisol Jasinga seberat 11.52 kg/polibag (BKU) dengan 208, 46 g/polibag kompos dan 42.4 g/polibag kaptan.

(5)
(6)

PENGARUH PEMBERIAN BAHAN PEMBENAH TANAH DAN

PUPUK CAIR TERHADAP PEMBIBITAN TANAMAN

KELAPA SAWIT PADA ULTISOL JASINGA

Bobby Marshall

A14053900

Skripsi

Sebagai Salah Satu Syarat untuk

Memperoleh Gelar Sarjana Pertanian pada

Fakultas Pertanian

Institut Pertanian Bogor

DEPARTEMEN ILMU TANAH DAN SUMBERDAYA LAHAN

FAKULTAS PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(7)

LEMBAR PENGESAHAN

Judul Skripsi : Pengaruh Pemberian Bahan Pembenah Tanah dan Pupuk Cair terhadap Pembibitan Tanaman Kelapa Sawit pada Ultisol Jasinga

Nama Mahasiswa : Bobby Marshall

NRP : A14053900

Disetujui :

Dosen Pembimbing

Dr.Ir. Gunawan Djajakirana, M.Sc NIP. 19580824 198203 1 004

Mengetahui,

Ketua Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan

Dr. Ir. Syaiful Anwar, M.Sc NIP. 19621113 198703 1 003

(8)

RIWAYAT HIDUP

Penulis lahir di Jakarta pada tanggal 2 Juli 1987. Penulis merupakan anak kedua dari empat bersaudara dari pasangan Zulkifli Bermawi dan Devy Indasari. Penulis memulai pendidikannya di SD Pembangunan Jaya Bintaro Tangerang pada tahun 1994-1999, kemudian pada tahun 2002 menyelesaikan studi di SLTPI Al–Azhar 3 Bintaro Tangerang. Selanjutnya, penulis melanjutkan pendidikan di SMAN 101 Jakarta dan lulus pada tahun 2005. Pada tahun yang sama, penulis diterima di Institut Pertanian Bogor melalui jalur BUD (Beasiswa Utusan Daerah) dari Yayasan Kabogo Asri Pekanbaru Riau. Pada tahun 2006 penulis diterima di Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan, mayor Manajemen Sumberdaya Lahan.

(9)

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan atas berkat dan rahmat Allah SWT sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik. Skripsi yang berjudul

Pengaruh Pemberian Bahan Pembenah Tanah dan Pupuk Cair terhadap

Pembibitan Tanaman Kelapa Sawit pada Ultisol Jasinga, sebagai syarat untuk

memperoleh gelar Sarjana Pertanian di Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan, Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor.

Atas selesainya skripsi ini penulis mengucapkan terima kasih kepada : 1. Bapak Dr. Ir. Gunawan Djajakirana, M.Sc selaku pembimbing skripsi pertama

yang senantiasa memberikan bimbingan, saran dan motivasi selama menjalani penelitian, dan penulisan skripsi ini.

2. Bapak Dr. Ir. Darmawan, M.Sc selaku dosen penguji yang telah memberikan saran dan masukan dalam penyempurnaan skripsi.

3. Bapak Dr. Ir. Basuki Sumawinata, M.Agr selaku dosen penguji yang telah memberikan saran dan masukan dalam penyempurnaan skripsi.

4. Bapak Dr. Ir. Suwardi, M.Agr yang telah memberikan saran dan masukan dalam penulisan skripsi.

5. Bapak Bintoro dari PT. Biotech Indonesia yang telah menyediakan bahan pembenah tanah Baode akar dan daun serta biaya penelitian ini.

6. Staf Laboratorium dan staf Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya lahan, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor atas bantuan dan motivasi selama penelitian.

7. Semua pihak yang turut membantu penulis dalam perkuliahan, penelitian, dan penulisan skripsi ini, yang tidak dapat penulis sebutkan satu-persatu.

Penulis menyadari bahwa studi ini masih banyak terdapat kekurangan, tetapi penulis berharap semoga tulisan ini dapat memberikan kontribusi yang positif bagi semua pihak yang membacanya.

Bogor, September 2011

(10)
(11)
(12)

V. KESIMPULAN DAN SARAN ... 43 5.1. Kesimpulan ... 43 5.2. Saran ... 43

DAFTAR PUSTAKA ... 44

(13)

DAFTAR TABEL

No. Halaman

Teks

1. Hasil Analisis Awal Ultisol Jasinga ... 20

2. Pengaruh Bahan Pembenah Tanah Baode dan Pupuk Cair GD

terhadap Kandungan Hara N, P, K pada Tanah ... 22

3. Pengaruh Bahan Pembenah Tanah Baode dan Pupuk Cair GD

terhadap Kandungan Hara Fe, Cu, Zn, dan Mn pada Tanah ... 24

4. Pengaruh Bahan Pembenah Tanah Baode dan Pupuk Cair GD terhadap Kandungan Hara Na, Ca, Mg, dan C–organik pada

Tanah ... 25

5. pH dan EC pada Tanah 3 BST dan 6 BST ... 27

6. Bobot Kering Bagian Atas dan Akar pada Tanaman 3 BST dan

6 BST ... 32

7. Pengaruh Bahan Pembenah Tanah Baode dan Pupuk Cair GD

terhadap Kandungan Hara N, P, K pada Tanaman 3 BST ... 35

8. Pengaruh Bahan Pembenah Tanah Baode dan Pupuk Cair GD

terhadap Kandungan Hara N, P, K pada Tanaman 6 BST ... 36

9. Pengaruh Bahan Pembenah Tanah Baode dan Pupuk Cair GD terhadap Serapan Hara N, P, K pada Bagian Atas dan Akar

Tanaman Umur 3 BST ... 38

10. Pengaruh Bahan Pembenah Tanah Baode dan Pupuk Cair GD terhadap Serapan Hara N, P, K pada Bagian Atas dan Akar

Tanaman umur 6 BST ... 40

11. Pengaruh Jenis Aplikasi Pemberian Perlakuan terhadap Bobot

(14)

Lampiran

1. Analisis ragam N pada tanah 3 BST ... 48

2. Analisis ragam N pada tanah 6 BST ... 48

3. Analisis ragam P pada tanah 3 BST ... 49

4. Analisis ragam P pada tanah 6 BST ... 49

5. Analisis ragam K pada tanah 3 BST ... 50

6. Analisis ragam K pada tanah 6 BST ... 50

7. Analisis ragam N pada bagian atas 3 BST ... 51

8. Analisis ragam N pada bagian atas 6 BST ... 51

9. Analisis ragam P pada bagian atas 3 BST ... 52

10. Analisis ragam P pada bagian atas 6 BST ... 52

11. Analisis ragam K pada bagian atas 3 BST ... 53

12. Analisis ragam K pada bagian atas 6 BST ... 53

13. Analisis ragam N pada akar 3 BST ... 54

14. Analisis ragam N pada akar 6 BST ... 54

15. Analisis ragam P pada akar 3 BST ... 55

16. Analisis ragam P pada akar 6 BST ... 55

17. Analisis ragam K pada akar 3 BST ... 56

18. Analisis ragam K pada akar 6 BST ... 56

19. Analisis ragam Ec pada tanah 3 BST ... 57

20. Analisis ragam Ec pada tanah 6 BST ... 57

21. Analisis ragam bobot basah pada bagian atas 3 BST ... 58

22. Analisis ragam bobot basah pada bagian atas 6 BST ... 58

23. Analisis ragam bobot basah pada akar 3 BST ... 59

24. Analisis ragam bobot basah pada akar 6 BST ... 59

25. Analisis ragam bobot basah total 3 BST ... 60

26. Analisis ragam bobot basah total 6 BST ... 60

27. Analisis ragam bobot kering pada bagian atas 3 BST ... 61

28. Analisis ragam bobot kering pada bagian atas 6 BST ... 61

29. Analisis ragam bobot kering pada akar 3 BST ... 62

(15)
(16)

63. Analisis ragam serapan hara N total 3 BST ... 79

64. Analisis ragam serapan hara N total 6 BST ... 79

65. Analisis ragam serapan hara P total 3 BST ... 80

66. Analisis ragam serapan hara P total 6 BST ... 80

(17)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Halaman

Teks

1. ... P

engaruh Bahan Pembenah Tanah Baode dan Pupuk Cair GD

terhadap Pertumbuhan Tanaman Umur 3 Bulan ... 28

2. ... P engaruh Bahan Pembenah Tanah Baode dan Pupuk Cair GD

terhadap Pertumbuhan Tanaman Umur 6 Bulan ... 28

3. ... T inggi Tanaman Umur 1 – 6 BST ... 29

4. ... P anjang Akar Panen 3 BST ... 30

5. ... P

anjang Akar Panen 6 BST ... 31

6. ... U

lat Dasychira inclusa Walker dan Tanaman yang Terserang Hama

(18)

PENDAHULUAN

I.1. Latar Belakang

Tanaman kelapa sawit merupakan tanaman penghasil minyak nabati yang dapat digunakan untuk minyak makanan, minyak industri, maupun minyak bahan bakar nabati (biodiesel). Tanaman kelapa sawit merupakan salah satu komoditas penting sebagai penghasil devisa utama minyak nabati baik untuk keperluan dalam negeri maupun luar negeri, hal inilah yang menyebabkan kelapa sawit menjadi tanaman perkebunan paling diunggulkan saat ini.

Melihat pentingnya tanaman kelapa sawit dewasa ini dan masa yang akan datang, seiring dengan meningkatnya kebutuhan penduduk dunia akan minyak sawit, maka perlu dipikirkan usaha peningkatan kualitas dan kuantitas produksi kelapa sawit secara tepat agar sasaran yang diinginkan dapat tercapai. Salah satu di antaranya adalah bahan perbanyakan tanaman berupa bibit, untuk itu perlu tindakan kultur teknis atau perawatan bibit yang baik antara lain dengan jalan pemupukan pada waktu di pembibitan awal dan di pembibitan utama (Balai Informasi Pertanian, 1992).

Kualitas dari bibit yang baik tidak hanya ditentukan oleh sifat genetik bibit itu sendiri, tetapi juga berasal dari pengelolaan bibit tersebut hingga siap tanam di lahan. Salah satu tindakan untuk meningkatkan kualitas bibit tersebut adalah dengan melakukan pemupukan. Salah satu contoh dari bahan yang dapat digunakan dalam pemupukan adalah pemberian bahan pembenah tanah Baode akar dan daun serta pupuk cair GD. Bahan pembenah tanah adalah bahan–bahan sintetis atau bahan alami, organik ataupun mineral berbentuk padat dan cair yang mampu memperbaiki sifat fisik, kimia, dan biologi tanah.

Bahan pembenah tanah Baode merupakan sejenis PGPR (Plant Growth Promoting Rhizobacteria) yang berfungsi sebagai bahan perangsang pertumbuhan

(19)

tanaman. Dampak yang diberikan secara langsung oleh PGPR adalah dapat meningkatkan serapan hara dan pertumbuhan tanaman.

Mikroba yang menjadi bahan dasar dari bahan pembenah tanah Baode adalah Bacillus laterosporus. Menurut World Intellectual Property Organization (1996), B. laterosporus dapat berfungsi untuk menjaga alkalinitas pada tanah, meningkatkan fiksasi hara pada tanaman, mengurangi jumlah bakteri coliform, dan menghambat pertumbuhan bakteri dan jamur patogen pada tanaman.

Pupuk cair GD merupakan pupuk yang diformulasikan oleh staf DITSL yang berisi suatu senyawa organik yang berfungsi untuk meningkatkan pertumbuhan. Pupuk cair GD terbuat dari 10 % bahan humat. Bahan humat adalah suatu senyawa berwarna gelap yang dapat diekstrak dari berbagai jenis tanah dengan berbagai pereaksi serta tidak larut dalam asam (Andalasari, 1997). Bahan humat mempunyai kandungan unsur C, N dan S yang lebih tinggi dari bahan asalnya. Kadar N bahan humat berkisar 2-5 %, sedangkan kadar S sekitar 0.1-1.9 %. Bahan humat tidak hanya mengandung hara makro C, H, N dan S tetapi juga mengandung unit aromatik dan alifatik, dengan total kemasaman yang dipengaruhi oleh kandungan gugus fenol karboksil (Tan, 2000).

1.2. Tujuan

Penelitian ini bertujuan untuk menguji dan membandingkan bahan pembenah tanah Baode dan pupuk GD terhadap pertumbuhan pada pembibitan tanaman kelapa sawit dan menentukan cara pemberian yang tepat pada pembibitan tanaman kelapa sawit.

1.3. Manfaat Penelitian

Penelitian ini dapat memberikan manfaat yakni :

1. Mampu meningkatkan pertumbuhan bibit tanaman kelapa sawit. 2. Mampu menghindarkan bibit tanaman kelapa sawit dari penyakit.

3. Memberikan nutrisi tambahan yang tidak terdapat pada pupuk konvensional.

(20)

1.4. Hipotesis

1. Pemberian bahan pembenah tanah Baode dan pupuk cair GD dapat memberikan respon positif terhadap pertumbuhan bibit tanaman kelapa sawit (tinggi tanaman, panjang akar, dan bobot kering), serta meningkatkan kadar N, P, dan K pada tanaman.

2. Pemberian bahan pembenah tanah Baode dan pupuk cair GD dapat meningkatkan kadar hara makro dan mikro tambahan pada tanah.

(21)

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Kelapa sawit

Kelapa sawit bukanlah tanaman asli di Indonesia dan baru ditanam secara komersil pada tahun 1911. Nama latin dari kelapa sawit adalah Elaeis guineensis Jacq, berasal dari kata Elation yang berarti minyak dalam bahasa Yunani, sedangkan Guineensis berasal dari Guinea (pantai Barat Afrika), dan Jacq berasal dari nama seorang Botanist Amerika Jacquin.

Berikut adalah klasifikasi Elaeis guineensis (Pahan, 2006): Divisi : Embryophyta Siphonagama

Kelas : Angiospermae Ordo : Monocotyledonae

Famili : Arecaceae (dahulu disebut Palmae ) Subfamili :Cocoideae

Genus : Elaeis

Spesies : 1. E. guineensis Jacq

2. E. oleifera (H.B.K) Cortes 3. E. odora

2.1.1. Akar

Tanaman kelapa sawit mempunyai akar serabut. Akar tersebut akan tumbuh ke bawah dan ke samping membentuk akar primer, sekunder, tertier, dan kuartener. Fungsi utama dari akar adalah menyangga bagian atas tanaman dan menyerap zat hara (Tim Penulis PS, 1999).

2.1.2. Batang

(22)

m. Tinggi tanaman di perkebunan dibatasi dikarenakan untuk memudahkan pekerja kebun untuk memetik buahnya (Tim Penulis PS, 1999).

2.1.3. Daun

Daun kelapa sawit mempunyai susunan daun majemuk. Daun–daun tersebut akan membentuk suatu pelepah daun yang panjangnya dapat mencapai kurang lebih 7,5 – 9 m. Tanaman kelapa sawit yang tumbuh dengan normal mempunyai daun berjumlah 40 – 60 buah (Tim Penulis PS, 1999).

2.2. Persyaratan Tumbuh

2.2.1. Iklim

Kelapa sawit dapat tumbuh dengan baik pada daerah tropika basah di sekitar 12° LU - 12° LS. Tanaman kelapa sawit membutuhkan intensitas cahaya matahari yang cukup tinggi untuk melakukan fotosintesis, kecuali pada kondisi juvenile di pre-nursery. Kelapa sawit pada umumnya tumbuh pada ketinggian 0 – 500 m di atas permukaan laut, dengan ketinggian optimal pada 0 – 400 m dpl. Kecepatan angin 5 – 6 km/jam sangat baik dalam proses penyerbukan, apabila angin bertiup terlalu kencang akan menyebabkan tanaman baru doyong atau miring.

(23)

Menurut Pahan (2006), ada tiga faktor yang berpengaruh terhadap perkembangan tanaman dalam hidupnya, yaitu (1) innate, (2) induce, dan (3) enforce. Faktor innate merupakan faktor yang berhubungan dengan sifat genetik dari tanaman, di mana faktor ini bersifat mutlak dan sudah ada semenjak terbentuknya embrio dalam biji. Faktor induce adalah faktor yang mempengaruhi ekspresi dari sifat genetik yang terkait dengan keadaan buatan manusia, seperti pemberian pupuk tepat dosis. Faktor enforce adalah faktor lingkungan atau alam yang dapat merangsang ataupun menghambat pertumbuhan dan produksi tanaman.

2.2.2. Tanah

Menurut Setyamidjaja (1991), kelapa sawit dapat tumbuh pada bebagai jenis tanah, akan tetapi agar pertumbuhannya lebih optimal harus memerlukan tanah sesuai. Jenis tanah yang baik untuk pertumbuhan kelapa sawit adalah jenis Latosol, Podsolik Merah Kuning, dan Aluvial yang kadang–kadang meliputi tanah gambut dan muara sungai. Meskipun demikian, kemampuan produksi kelapa sawit pada tiap jenis tanah tidaklah sama.

Sifat–sifat fisika dan kimia yang harus dipenuhi agar kelapa sawit dapat tumbuh dengan optimal adalah :

1. Drainase yang baik dan permukaan air tanah yang cukup dalam. 2. Solum yang cukup dalam.

3. Reaksi tanahnya masam dan pH berkisar antara 4 – 6.

2.2.3. Pembibitan

Pertumbuhan bibit adalah suatu periode yang paling menentukan keberhasilan tanaman dalam mencapai pertumbuhan yang paling baik pada pembibitan. Pembibitan tanaman kelapa sawit adalah suatu kegiatan budidaya pada benih (kecambah) atau hasil kultur jaringan kelapa sawit untuk menyiapkannya agar dapat hidup dan tumbuh berkembang normal disertai dengan karakteristik yang dikehendaki (seleksi) saat ditanam di areal penaman (Ratnawati et al., 2006).

(24)

(polibag). Sistem pembibitan di polibag terdiri dari dua macam, yaitu sistem pembibitan polibag satu tahap dan sistem pembibitan dua tahap. Pada sistem pembibitan dua tahap terdapat adanya pembibitan pendahuluan dan pembibitan utama. Sistem pembibitan satu tahap umumnya direkomendasikan untuk jumlah bibit yang tidak terlalu banyak, terutama untuk keperluan replanting (Pahan, 2006).

2.3. Ultisol

Ultisol merupakan salah satu jenis tanah di Indonesia yang mempunyai sebaran cukup luas. Ultisol dapat berkembang dari bebagai bahan induk yang bersifat masam hingga basa. Ultisol dicirikan oleh adanya akumulasi liat pada horizon bawah permukaan sehingga mengurangi daya resap air dan meningkatkan aliran permukaan dan erosi tanah. Sarief (1984) berpendapat bahwa ultisol memiliki banyak faktor penghambat bagi pertumbuhan tanaman. Faktor penghambat tersebut adalah kemasaman tanah yang tinggi, keracunan akan unsur aluminium (Al), rendahnya kandungan unsur P, Mg, dan bahan organik. Ginting dan Rahutomo (2007) berpendapat bahwa tanah marjinal memiliki masalah terhadap ketersediaan unsur hara P, ini dikarenakan adanya fiksasi unsur P oleh ion–ion logam seperti Al, Fe, dan Mn sehingga unsur P menjadi tidak tersedia bagi tanaman. Salah satu cara untuk mengatasi faktor penghambat ini di antaranya dengan pemberian kapur.

Kandungan hara pada Ultisol umumnya rendah karena pencucian basa berlangsung intensif, sedangkan kandungan bahan organik rendah karena proses dekomposisi berjalan cepat dan sebagian terbawa erosi. Di Indonesia, Ultisol umumnya dimanfaatkan untuk perkebunan kelapa sawit, karet, dan hutan tanaman industri.

2.4. Bahan Pembenah Tanah Baode

(25)

fotosintesis, memberikan berbagai nutrisi untuk mendorong pertumbuhan, meningkatkan ketahanan terhadap hama dan penyakit.

Bahan pembenah tanah Baode akar adalah suatu senyawa organik yang berbahan dasar mikrob. Bahan pembenah tanah Baode akar adalah sejenis Plant Growth Promoting Rhizobacteria (PGPR). Plant Growth Promoting Rhizobacteria adalah sejenis bakteri yang hidup di daerah perakaran yang

memberi keuntungan dalam proses fisiologi dan pertumbuhan tanaman. Selain itu, PGPR juga mampu memacu pertumbuhan dan fisiologi akar dengan meningkatkan ketersediaan nutrisi lain seperti phospat, belerang, besi, dan tembaga, serta mampu mengurangi penyakit dan kerusakan oleh serangga.

Bahan pembenah tanah Baode akar merupakan bakteri aktif yang diproduksi dalam keadaan dorman yang berasal dari strain utama hasil dari teknologi terkonsentrasi dan fermentasi. Bakteri yang terdapat dalam bahan pembenah tanah Baode tersebut terdapat dalam jumlah banyak, cepat bereproduksi, dan mempunyai ketahanan hidup yang cukup tinggi. Bakteri tersebut berguna dalam memilih dan mengatur fungsi akar dalam penyerapan dan pengeluaran nutrisi. Dalam prosesnya, bakteri tersebut menyerap nutrisi dan oksigen, menahan sekresi zat aktif, dan membentuk lapisan pelindung di sekitar akar, mencegah berkembangnya bakteri dan mikroba yang merugikan dalam daerah perakaran. Hasilnya adalah penyakit yang ditularkan lewat tanah akan berkurang dan ketahanan akan penyakit pada tanaman akan lebih meningkat. Jenis bakteri yang terdapat pada bahan pembenah tanah Baode adalah Bacillus laterosporus.

2.4.1. Bacillus

(26)

berbentuk batang yang dapat dijumpai di tanah dan air laut. Populasi Bacillus dalam tanah terbilang cukup sedikit (Subba Rao, 1977).

2.5. Pupuk Cair GD

Pupuk cair GD merupakan bahan pupuk yang diformulasikan oleh staf DITSL yang mengandung organik berfungsi untuk memperbaiki sifat fisik, kimia, dan biologi tanah. Bahan dasar dari pupuk cair GD adalah bahan humat. Kandungan bahan humat yang terdapat pada pupuk cair GD sebesar 10 %. Pupuk ini diformulasikan dengan komposisi hara yang dapat merangsang pertumbuhan akar dan bagian atas tanaman.

Menurut Andalasari (1997) bahan humat adalah suatu senyawa berwarna gelap yang dapat diekstrak dari berbagai jenis tanah dengan berbagai pereaksi serta tidak larut dalam asam. Bahan humik atau asam humat secara tidak langsung dapat memperbaiki dan menunjang pertumbuhan tanaman, karena bahan humat dapat memperbaiki sifat fisik, kimia, dan biologi pada tanah sehingga dapat menunjang pertumbuhan tanaman. Bahan humat juga dapat memberikan dampak secara langsung terhadap tanaman dengan berdampaknya terhadap sejumlah proses fisiologi dan metabolisme pada tanaman. Tambas dan Gofar (1998) berpendapat bahwa fraksi humat dapat menjerap logam Al dan Fe. Fraksi humat tanah digolongkan menjadi (1) asam humat, yakni fraksi yang larut dalam basa, (2) asam krenik dan aprokrenik, yakni yang larut dalam air, dan (3) humin, yakni yang tidak larut dan lembam (inert). Senyawa humat ini bersifat amorf, berwarna kuning sampai coklat hitam dan memiliki bobot molekul tinggi (Tan, 1992).

2.6. Pemupukan

Kemampuan suatu lahan untuk menyediakan berbagai unsur hara secara terus–menerus bagi proses pertumbuhan tanaman sangatlah terbatas. Keterbatasan dari daya dukung lahan ini dapat diatasi dengan melakukan proses pemupukan. Pemupukan bertujuan untuk memperoleh produksi yang tinggi dan bernilai dengan memperbaiki penyediaan hara sambil memperhatikan atau memperbaiki tanah tanpa merusak lingkungan (Leiwakabessy dan Sutandi, 2004).

(27)

berat kering tanaman, sedangkan unsur hara mikro dibutuhkan dalam jumlah relatif lebih kecil kandungan nilai kritisnya berkisar antara 0.3 – 50 mg/kg. Soepardi (1983) berpendapat bahwa dari ketiga unsur hara yang biasanya diberikan sebagai pupuk (unsur N, P, dan K), unsur nitrogen memberikan pengaruh paling mencolok dan cepat, terutama untuk merangsang pertumbuhan di atas tanah dan memberikan warna hijau pada daun. Menurut Tim Penulis PS (1999), unsur boron (B) merupakan salah satu unsur yang cukup penting pada tanaman muda, sebab tanaman muda yang mengalami kekurangan unsur B dapat mengalami kematian. Pemupukan yang baik dan efisien pada tanaman kelapa sawit dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu: penempatan pupuk, waktu aplikasi, keseimbangan hara, kondisi gulma, jumlah pelepah, keadaan bangunan konservasi, dan keseragaman tanaman (Witjaksana et al., 2005b).

2.6.1. Pemupukan Daun

Penyerapan unsur hara melalui daun terjadi karena adanya difusi dan osmosis melalui lubang stomata. Proses mekanis pada stomata diatur oleh tekanan sel turgor dari sel–sel penutup. Pada siang hari yang terik dan kondisi angin yang terlalu cepat akan menyebabkan stomata menjadi menutup karena terjadi penguapan yang terlalu besar. Jika pada saat itu disemprotkan air akan, maka stomata akan kembali terbuka karena meningkatnya tekanan turgor. Jika air yang disemprotkan mengandung unsur hara yang tinggi, menyebabkan unsur–unsur hara tersebut terserap dan berdifusi kedalam stomata bersama dengan air (Sarief, 1984).

2.7. Bahan Organik

(28)

dengan tingkat dosis yang semakin meningkat akan meningkatkan kadar C– organik pada tanah, sedangkan tanpa pemupukan nitrogen akan menyebabkan kadar C–organik menjadi rendah.

2.8. Unsur Hara Makro

2.8.1. Unsur N

Bahan organik merupakan sumber utama dari nitrogen dalam tanah dan jumlah ketersediaannya dipengaruhi oleh ratio antara karbon (C) dengan nitrogen (N). Sebagian besar nitrogen pada tanah terikat dalam bentuk organik dan sebagian kecil lagi dalam bentuk anorganik. Unsur N organik tidak dapat diserap oleh tanaman. Tanaman hanya mampu menyerap nitrogen dalam bentuk ammonium (NH4) dan nitrat (NO3). Menurut Sarief (1984) nitrat yang terserap akan segera tereduksi menjadi ammonium dan diubah menjadi asam amino yang membuat daun pada tanaman menjadi lebih lebar.

Jika dilihat dari sifat unsur N yang mudah hilang dalam tanah, Sarief (1984) mengutarakan bahwa urea akan menjadi lebih efektif jika diberikan langsung pada daun tanaman dengan menyemprotkan larutan urea tersebut. Selain itu pengambilan unsur N melalui akar tanaman dinilai kurang efektif jika dibandingkan dengan pemberian melalui daun.

Dari tiga jenis unsur yang biasa diberikan sebagai pupuk, nitrogen memberikan reaksi dan pengaruh paling cepat. Pengaruh utama unsur N yaitu dalam merangsang pertumbuhan diatas tanah dan memberikan warna hijau pada daun. Apabila tanaman mengalami kekurangan unsur N akan berakibat pada terbatasnya sistem perakaran dan tanaman tumbuh kerdil (Soepardi, 1983).

2.8.2. Unsur P

(29)

kuat dalam tanah. Selain itu, unsur P dalam tanah sukar larut dan terikat oleh partikel tanah yang menyebabkan sebagian besar menjadi tidak tersedia bagi tanaman.

Unsur P merupakan komponen asam nukleat yang berfungsi untuk mengatur proses perkembangan. Menurut Rahardjo dan Rini (2010), kebutuhan tanaman akan unsur P relatif lebih sedikit dibandingkan dengan unsur N dan K, walau demikian fungsi unsur P sangat penting sebagai sumber energi pada setiap proses metabolisme tanaman. Gejala defisiensi yang ditimbulkan apabila kekurangan unsur ini adalah terhambatnya pertumbuhan dan mempengaruhi pertumbuhan akar.

Unsur P juga mempunyai peranan penting lainnya yang juga merupakan komponen berbagai sistem fisiologis yang ada hubungannya dengan nutrisi, respirasi, pemasakan buah, dan untuk meningkatkan efisiensi penggunaan nitrogen. Pernyataan ini juga sesuai dengan apa yang diutarakan oleh Soepardi (1983) bahwa unsur P merupakan unsur yang sangat penting keberadaannya pada tanaman. Apabila tanaman kekurangan unsur tersebut akan menyebabkan tanaman tidak dapat menyerap unsur lain.

2.8.3. Unsur K

Kalium (K) adalah unsur hara makro yang dibutuhkan dalam jumlah besar oleh tanaman. Unsur K diserap tanaman dalam bentuk ion K+. Sumber utama K di dalam tanah berasal dari pelapukan mineral seperti feldspar, mika, biotit, dan lain–lain. Pada umumnya unsur K mempunyai reaksi antagonisme terhadap unsur Ca, Na, Mg. Sehingga apabila ketersedian unsur K cukup tinggi, maka unsur Ca, Na, Mg akan mempunyai jumlah ketersediaan yang rendah. Sarief (1984) berpendapat bahwa jumlah unsur K yang cukup akan menyebabkan meningkatnya efisiensi unsur N dan P. Jumlah ketersediaan unsur K juga dipengaruhi oleh kapasitas tukar kation (KTK) pada tanah dan mineral liat tipe 2:1. Pada perubahan kondisi tanah basah menjadi kering, akan menyebabkan unsur K pada tanah menyebabkan menjadi terfiksasi oleh mineral liat 2:1.

(30)

hidrat arang, selain itu unsur K juga dapat memacu hasil fotosintesis dari daun ke bagian tanaman lain (Rahardjo dan Rini, 2010). Menurut Sarief (1984) apabila tanaman mengalami kekurangan unsur K, maka akan berakibat batang tanaman menjadi kerdil dan akar tanaman menjadi kurang berkembang.

2.8.4. Unsur Na

Natrium banyak dijumpai di dalam mineral feldspar (albit plagiokas) dan sedikit di dalam mineral mika, piroksen, dan amfibol (Tisdale et al., 1990). Ion Na+ yang telah dibebaskan ke dalam larutan tanah tidak segera difiksasi, dan terikat dalam kompleks jerapan dengan energi ikatan yang lebih lemah dibanding ion-ion K+,Ca2+, ataupun Mg2+. Kandungan Na yang tinggi mampu merusak sifat-sifat tanah. Kadar Na rata-rata dalam tanah adalah sebesar 0.6 %.

Natrium dalam tanaman berperan sebagai regulator nitrat reduktase, pembukaan stomata, akumulasi asam oksalat, dan menggantikan fungsi K. Hara Na diketahui mampu meningkatkan lebar daun tebu, tetapi bila Na berlebihan akan berakibat menekan kandungan klorofil dan menurunkan sintesa netto per unit luas daun. Menurut penelitian Ismail (1998), bahwa pemberian NaCl dapat meningkatkan ukuran diameter batang dan bobot tebu akibat penambahan NaCl yang disebabkan oleh pembesaran ukuran sel.

2.8.5. Unsur Ca

Unsur kalsium (Ca) merupakan unsur mineral esensial sekunder seperti halnya Mg dan S. Unsur Ca berasal dari mineral–mineral yang mengandung kalsium dan endapan–endapan kalsium. Bentuk kalsium yang dapat diserap oleh tanaman adalah Ca2+ terutama melalui mass flow dan intersepsi. Kalsium yang paling banyak terbentuk adalah kalsium yang dapat dipertukarkan.

(31)

2.8.6. Unsur Mg

Magnesium merupakan unsur yang mobile dalam tanaman. Ketersediaan magnesium dalam tanah berasal dari mineral primer seperti biotit, hornblende, dan lain sebagainya dan juga berasal dari mineral–mineral sekunder seperti illit, monmorilonit, dan mineral sekunder lainnya.

Unsur magnesium (Mg) diserap tanaman dalam bentuk ion (Mg2+) dan merupakan satu–satunya mineral penyusun klorofil. Unsur Mg juga berfungsi sebagai penyerap unsur lain seperti P dan K, merangsang pembentukan senyawa lemak dan minyak, membantu translokasi pati dan distribusi P di dalam tanaman, dan sebagai aktivator berbagai jenis enzim tanaman. Menurut Sarief (1984) ketersediaan unsur Mg dalam tanah di antaranya bergantung dari temperatur, kelembaban, dan pH pada tanah.

2.9. Unsur Hara Mikro

2.9.1. Unsur Fe

Unsur besi (Fe) hanya dibutuhkan sedikit pada tanaman. Unsur Fe diserap oleh akar dalam bentuk Fe3+ dan direduksi menjadi Fe2+ sebelum penyerapan. Unsur Fe sangat dibutuhkan pada tanaman dalam proses pembentukan khlorofil, oksidasi reduksi dalam pernafasan, dan penyusun enzim dan protein (Hardjowigeno, 2003).

2.9.2. Unsur Cu

Unsur tembaga (Cu) diserap tanaman dalam bentuk ion (Cu2+) atau (Cu3+). Unsur ini mempunyai peran pada tanaman sebagai katalis pernafasan, penyusun enzim, pembentukan khlorofil, dan metabolisme karbohidrat dan protein (Hardjowigeno, 2003).

2.9.3. Unsur Zn

(32)

tanaman, selain itu unsur Zn biasanya terakumulasi di permukaan tanah (Jones, 1979).

Unsur Zn berperan penting sebagai katalisator dalam pembentukan protein, mengatur pembentukan zat pengatur pertumbuhan, dan pematangan biji (Hardjowigeno, 2003). Jumlah ketersediaan Zn dalam tanah adalah 1 – 20 ppm, sedangkan kebutuhan normal pada tanaman akan unsur Zn adalah 25 – 125 ppm.

2.9.4. Unsur Mn

Unsur mangan (Mn) diserap oleh tanaman dalam bentuk Mn2+. Unsur Mn diperlukan oleh tanaman untuk metabolisme nitrogen dan asam anorganik, fotosintesis (asimilasi CO2), perombakan karbohidrat, riboflavin, serta asam askorbat (Hardjowigeno, 2003).

2.10. pH Tanah

Reaksi tanah (pH) sangatlah penting untuk dipertimbangkan dalam tanah. Pengetahuan akan pH tanah menjadi begitu penting dikarenakan memberikan dampak terhadap perbaikan sifat fisik, sifat kimia, dan biologi tanah yang sudah tentu akan berakibat secara langsung terhadap pertumbuhan tanaman. Menurut Hardjowigeno (2003), pH pada tanah menjadi begitu penting karena: (1) dapat menentukan mudah tidaknya unsur–unsur hara diserap tanaman, (2) menunjukan kemungkinan adanya unsur–unsur hara beracun, dan (3) mempengaruhi perkembangan mikroorganisme dalam tanah.

(33)

2.11. Salinitas Tanah

Menurut Tan (1992) tanah disebut bergaram jika ECs lebih dari 4 mmho.cm-1. Secara alternatif, jika tanah dinyatakan dalam konteks konsentrasi garam, tanah bergaram adalah tanah yang mengandung garam lebih dari 0.1 % (1000 ppm). Penentuan salinitas tanah (ECe) berdasarkan hasil pengukuran konduktifitas hidraulik (ECa) adalah sebagai berikut: bila ECa dari pengukuran EM38 tercatat < 2 dS/m, maka salinitas tanah (ECe) dikategorikan rendah, 2 – 4 dS/m (sedang), 4 – 8 dS/m (tinggi), dan > 8 dS/m (sangat tinggi) (Marwanto et al., 2009).

2.12. Pemberian Kapur

Menurut Soepardi (1983) Kemasaman tanah dan ketersediaan unsur hara merupakan akibat dari kekurangan kation basa yang dapat dipertukarkan. Kation– kation yang paling bagus untuk mengurangi kemasaman tanah ialah kalsium dan magnesium. Pemberian kapur dapat memberikan pengaruh pada sifat fisik, kimia, dan biologi tanah.

Pengaruh pemberian kapur pada sifat kimia menurut Soepardi (1983) di antaranya, yaitu :

1. Kepekatan ion hidrogen akan menurun 2. Kepekatan ion hidroksil akan naik 3. Daya larut Fe, Al, dan Mn akan menurun 4. Ketersediaan P dan Mo akan diperbaiki 5. Ca dan Mg dapat dipertukarkan akan naik

(34)

III. BAHAN DAN METODE

3.1. Waktu dan Lokasi

Penelitian dilaksanakan dari bulan September 2009 sampai September 2010. Penelitian ini dilakukan dalam beberapa tahap yakni: pengambilan contoh tanah, penanaman, pengamatan, dan analisis sifat kimia terhadap tanah dan jaringan tanaman. Pengambilan contoh tanah dilakukan di komplek percobaan BPN Jasinga. Penanaman dan pengamatan dilakukan di Laboratorium Pengembangan dan Sumberdaya Fisik Lahan (Wing 17 Level 5), Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Analisis sifat kimia dilakukan di Laboratorium Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

3.2. Bahan dan Alat

Bahan utama yang digunakan dalam penelitian ini adalah bahan pembenah tanah Baode untuk akar dan daun, pupuk GD, kecambah tanaman kelapa sawit, pupuk kandang, pupuk NPK, kaptan (kapur tanah), polibag 40cm x 40cm dan tanah yang digunakan untuk media tanam adalah ultisol Jasinga.

Alat yang digunakan selama penelitian adalah alat–alat pertanian, alat–alat ukur, alat–alat laboratorium untuk melakukan analisis tanah dan jaringan tanaman, dan komputer untuk melakukan analisis data.

3.3. Metode Penelitian

3.3.1. Kegiatan Penelitian di Lapang

3.3.1.1. Persiapan Tanah

(35)

3.3.1.2. Penanaman

Kecambah kelapa sawit yang digunakan dalam penelitian ini ditanam dengan kedalaman 5 cm dari atas permukaan tanah. Penggunaan kedalaman 5 cm ini bertujuan untuk mempermudah calon akar dan calon tunas dalam memperoleh oksigen. Dalam proses penaman tersebut perlu diperhatikan letak posisi calon akar dan calon tunas jangan sampai terbalik.

3.3.1.3. Pemupukan

Pupuk yang digunakan adalah kompos, urea, SP 18, KCl, dolomit, bahan pembenah tanah Baode akar, bahan pembenah tanah Baode daun, dan pupuk cair GD. Pemberian kompos sebanyak 208,46 g/polibag kompos dan 42,4 g/polibag dolomit diberikan pada saat persiapan media tanam. Pupuk dasar yang diberikan berupa urea 0.81 g/polibag, SP 18 1.8 g/polibag, dan KCl teknis 0.4 g/polibag. Dosis Pupuk pada perlakuan:

KT = pupuk dasar.

BTSM = pupuk dasar + Baode akar 2 g/l dan disiramkan 100 ml perpolybag. BTR = pupuk dasar + Baode akar 2 g/l untuk merendam bibit selama 15

menit.

BTSMS = pupuk dasar + Baode akar 2 g/l dan disiramkan 100 ml + disemprotkan Baode daun 1 gr/ l.

BTRS = pupuk dasar + Baode akar 2 g/l untuk merendam bibit 15 menit + disemprotkan Baode daun 1 gr / l.

GR = pupuk dasar + Pupuk Cair GD 2 cc / l untuk merendam bibit 15 menit.

GRS = pupuk dasar + Pupuk Cair GD 2 cc / l untuk merendam bibit 15 menit + Pupuk Cair GD 1 cc / l disemprotkan.

(36)

3.3.1.4. Pemeliharaan dan Pengamatan

Pemeliharaan tanaman selama penelitian meliputi pemberantasan terhadap hama dan gulma yang menyerang tanaman. Pengamatan yang dilakukan selama penelitian meliputi tinggi tanaman, panjang akar, dan bobot kering tanaman. Pengamatan dan pengukuran tinggi tanaman dilakukan satu bulan sekali. Kegiatan pengukuran panjang akar dan bobot kering dilakukan pada saat panen 3 BST dan 6 BST.

3.3.1.5. Panen

Kegiatan panen pada penelitian ini dilakukan dalam dua tahap. Tahap pertama dilakukan saat tanaman sudah memasuki 3 BST. Tahap panen berikutnya dilakukan setelah tanaman memasuki masa tanam 6 BST.

3.3.1.6. Analisis Tanah dan Jaringan Tanaman

Kegiatan analisis tanah yang dilakukan selama penelitian berlangsung meliputi analisis pH, EC, C–organik, N, P, K, Na, Ca, Mg, Fe, Cu, Zn, Mn, dan KTK. Sedangkan analisis yang dilakukan pada jaringan tanaman meliputi unsur N, P, dan K.

3.3.4. Rancangan Penelitian

Rancangan yang digunakan dalam penelitian ini adalah rancangan acak lengkap. Penelitian ini terdiri dari 7 perlakuan individual masing–masing diulang sebanyak 21 kali sehingga terdapat 147 satuan percobaan.

Model pendekatan statistika yang digunakan:

Yij = µ + αi + εij

Ket : Yij = pengaruh perlakuan ke-i dan ulangan ke-j µ = rataan

αi = pengaruh perlakuan ke-i

(37)

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Sifat Kimia Ultisol

Ultisol merupakan salah satu jenis tanah di Indonesia yang mempunyai sebaran cukup luas. Kandungan hara pada Ultisol umumnya rendah dikarenakan pencucian basa berlangsung intensif, sedangkan kandungan bahan organik rendah karena proses dekomposisi berjalan cepat dan sebagian terbawa erosi.

Berdasarkan hasil analisis awal Ultisol yang ditunjukkan pada Tabel 1 terlihat bahwa Ultisol yang digunakan sebagai bahan penelitian termasuk tanah marjinal dan rendah akan kandungan unsur hara. Prasetyo dan Suriadikarta (2006) berpendapat bahwa Ultisol memiliki kemasam tinggi, pH rata–rata < 4.5, kejenuhan Al tinggi, miskin kandungan hara makro terutama unsur P, K, Ca, dan Mg, dan rendahnya kandungan bahan organik.

Tabel 1. Hasil Analisis Awal Ultisol Jasinga

Jenis Analisis Hasil Pengukuran Jenis Analisis Hasil Pengukuran

pH 4.1 - 4.13 Ca (me/100g) 1.13

Ec (µs/cm) 172.1 Mg (me/100g) 0.21

C (%) 2.41 KTK (me/100g) 28.57

N (%) 0.25 Fe (ppm) 5.3

P (ppm) 13.8 Cu (ppm) 2.2

K (me/100g) 0.53 Zn (ppm) 7.3

Na (me/100g) 0.42 Mn (ppm) 69.1

Tan (2000) berpendapat bahwa di Amerika Ultisol dapat menjadi cukup produktif dengan cara pemberian kapur yang cukup, penambahan bahan organik, pemberian pupuk, dan manajemen yang tepat.

4.2. Pengaruh Pemberian Bahan Pembenah Tanah Baode dan Pupuk Cair GD terhadap Kandungan Hara N, P, dan K pada Tanah

(38)

pada tanaman umur 3 bulan. Berdasarkan hasil analisis terhadap unsur N pada tanah 3 bulan didapatkan kandungan unsur terendah terdapat pada perlakuan GR sebesar 0.227 %, sedangkan kandungan unsur N tertinggi terdapat pada perlakuan BTSM dan BTRS sebesar 0.253 %. Pada kandungan unsur N, hanya perlakuan GR yang mempunyai nilai berbeda nyata terhadap perlakuan kontrol.

Pada analisis unsur P pada tanah 3 bulan didapatkan kandungan unsur terendah terdapat pada perlakuan KT sebesar 16.8 ppm, sedangkan kandungan unsur tertinggi terdapat pada perlakuan BTSM sebesar 20.5 ppm. Pada kandungan unsur P, hanya perlakuan BTSM, BTRS, dan GRS yang mempunyai nilai berbeda nyata terhadap perlakuan kontrol.

Pemberian bahan pembenah tanah Baode dan pupuk cair GD tidak memberikan pengaruh nyata terhadap kandungan unsur K tanah 3 bulan. Walaupun demikian, hasil analisis yang diperoleh tetap memberikan adanya kecenderungan. Hal ini dapat ditunjukan sesuai data pada statistik, namun kecenderungan bahwa perlakuan BTSM mempunyai nilai paling tinggi. Pada analisis unsur K pada tanah didapatkan kandungan unsur terendah terdapat pada perlakuan BTSMS sebesar 0.45 me/100g, sedangkan kandungan unsur tertinggi terdapat pada perlakuan BTSM sebesar 0.51 me/100g.

Pada saat tanaman memasuki umur 6 bulan, pemberian bahan pembenah tanah Baode dan pupuk cair GD secara statistik berpengaruh nyata pada unsur P dan K tanah. Berdasarkan hasil analisis kandungan unsur P pada tanah, didapatkan kandungan unsur terendah terdapat pada perlakuan GR sebesar 17.4 ppm, sedangkan kandungan unsur tertinggi terdapat pada perlakuan BTSM sebesar 27.9 ppm. Pada kandungan unsur P, hanya perlakuan GR dan GRS yang mempunyai nilai berbeda nyata terhadap perlakuan kontrol.

(39)

Tabel 2. Pengaruh Bahan Pembenah Tanah Baode dan Pupuk Cair GD terhadap *Angka yang dikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata menurut uji lanjut Duncan taraf α = 0.05 %.

Pemberian bahan pembenah tanah Baode dan pupuk cair GD tidak memberikan pengaruh nyata terhadap kandungan unsur N tanah 6 bulan. Walaupun demikian hasil analisis yang diperoleh tetap memberikan adanya perbedaan. Hal ini dapat ditunjukan sesuai data pada statistik, namun kecenderungan bahwa perlakuan BTRS mempunyai nilai paling tinggi. Pada hasil analisis kandungan unsur N pada tanah didapatkan kandungan unsur terendah terdapat pada perlakuan BTR dan KT sebesar 0.24 %, sedangkan kandungan unsur tertinggi terdapat pada perlakuan BTRS sebesar 0.26 %.

4.3. Pengaruh Pemberian Bahan Pembenah Tanah Baode dan Pupuk Cair GD terhadap Kandungan Hara Fe, Cu, Zn, dan Mn pada Tanah

Berdasarkan Tabel 3, bahwa hasil perlakuan bahan pembenah tanah Baode dan pupuk cair GD secara statistik berpengaruh nyata pada unsur Cu, Zn, dan Mn tanah pada tanah umur 3 bulan. Berdasarkan hasil analisis terhadap unsur Cu pada tanah 3 bulan didapatkan kandungan unsur terendah terdapat pada perlakuan KT sebesar 1.4 ppm, sedangkan kandungan unsur Cu tertinggi terdapat pada perlakuan BTSM sebesar 1.8 ppm. Pada kandungan unsur Cu, hanya perlakuan BTSM yang mempunyai nilai berbeda nyata terhadap perlakuan kontrol.

(40)

Zn, hanya perlakuan GR yang mempunyai nilai berbeda nyata terhadap perlakuan kontrol. Pada analisis unsur Mn 3 bulan didapatkan kandungan terendah terdapat pada perlakuan GR sebesar 56.5 ppm, sedangkan kandungan unsur tertinggi terdapat pada perlakuan BTSM sebesar 70.1 ppm.

Pemberian bahan pembenah tanah Baode dan pupuk cair GD tidak memberikan pengaruh nyata terhadap kandungan unsur Fe tanah 3 bulan. Walaupun demikian, hasil analisis yang diperoleh tetap memberikan adanya kecenderungan. Hal ini dapat ditunjukan sesuai data pada statistik, namun kecenderungan bahwa perlakuan BTSM mempunyai nilai paling tinggi. Pada analisis unsur Fe pada tanah didapatkan kandungan unsur terendah terdapat pada perlakuan KT sebesar 4.1 ppm, sedangkan kandungan unsur tertinggi terdapat pada perlakuan BTSM sebesar 6.1 ppm.

Pada saat tanaman memasuki umur 6 bulan, pemberian bahan pembenah tanah Baode dan pupuk cair GD secara statistik berbpengaruh nyata pada unsur Fe, Cu, dan Mn tanah. Berdasarkan hasil analisis kandungan unsur Fe pada tanah, didapatkan kandungan unsur terendah terdapat pada perlakuan BTR sebesar 4.2 ppm, sedangkan kandungan unsur tertinggi terdapat pada perlakuan BTSMS sebesar 9.1 ppm.

Pada hasil analisis kandungan unsur Cu pada tanah, didapatkan kandungan unsur terendah terdapat pada perlakuan BTR sebesar 1.2 ppm, sedangkan kandungan unsur tertinggi terdapat pada perlakuan BTSM sebesar 1.8 ppm. Pada hasil analisis kandungan unsur Mn pada tanah, didapatkan kandungan unsur terendah terdapat pada perlakuan BTR sebesar 57.2 ppm, sedangkan kandungan unsur tertinggi terdapat pada perlakuan BTSMS sebesar 74.6 ppm.

(41)

Tabel 3. Pengaruh Bahan Pembenah Tanah Baode dan Pupuk Cair GD terhadap Kandungan Hara Fe, Cu, Zn, dan Mn pada Tanah

Perlakuan Fe (ppm) Cu (ppm) Zn (ppm) Mn (ppm) *Angka yang dikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata menurut uji lanjut Duncan taraf α = 0.05 %.

4.4. Pengaruh Pemberian Bahan Pembenah Tanah Baode dan Pupuk Cair

GD terhadap Kandungan Hara Na, Ca, Mg, dan C–Organik pada

Tanah

(42)

kandungan unsur Mg. Pada analisis unsur Na pada tanah didapatkan kandungan unsur terendah terdapat pada perlakuan KT, BTSMS, dan BTRS sebesar 0.32 me/100g, sedangkan kandungan unsur tertinggi terdapat pada perlakuan BTSM sebesar 0.35 me/100g. Pada analisis kandungan unsur Mg, didapatkan kandungan unsur terendah terdapat pada perlakuan BTR dan BTSMS sebesar 0.16 me/100g, sedangkan kandungan unsur tertinggi terdapat pada perlakuan GRS dan BTRS sebesar 0.19 me/100g.

Tabel 4. Pengaruh Bahan Pembenah Tanah Baode dan Pupuk Cair GD terhadap Kandungan Hara Na,Ca, Mg, dan C–organik pada Tanah

Perlakuan

*Angka yang dikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata menurut uji lanjut Duncan taraf α = 0.05 %.

Pada saat tanaman memasuki umur 6 bulan, pemberian bahan pembenah tanah Baode dan pupuk cair GD secara statistik berpengaruh nyata pada unsur Na, Mg, dan C–organik tanah. Berdasarkan hasil analisis kandungan unsur Na pada tanah, didapatkan kandungan unsur terendah terdapat pada perlakuan BTR sebesar 0.38 me/100g, sedangkan kandungan unsur tertinggi terdapat pada perlakuan BTSM sebesar 0.47 me/100g. Pada kandungan unsur Na, hanya perlakuan BTR, GR, dan GRS yang mempunyai nilai berbeda nyata terhadap perlakuan kontrol.

(43)

Pemberian bahan pembenah tanah Baode dan pupuk cair GD tidak memberikan pengaruh nyata terhadap kandungan unsur Ca tanah 6 bulan. Walaupun demikian, hasil analisis yang diperoleh tetap memberikan adanya kecenderungan. Hal ini dapat ditunjukan sesuai data pada statistik, namun kecenderungan bahwa perlakuan BTRS mempunyai nilai paling tinggi. Pada hasil analisis kandungan unsur Ca pada tanah didapatkan kandungan unsur terendah terdapat pada perlakuan BTR dan BTSMS sebesar 1.04 me/100g, sedangkan kandungan unsur tertinggi terdapat pada perlakuan BTRS sebesar 1.24 me/100g.

4.5. Pengaruh Pemberian Bahan Pembenah Tanah Baode dan Pupuk Cair GD terhadap pH dan EC pada Tanah

Salah satu sifat fisiologik dari larutan tanah yang menyolok ialah reaksinya. Jazad mikro dan tanaman memberikan respon nyata terhadap lingkungan kimia tanah, reaksi tanah, dan faktor–faktor yang berkaitan dengan reaksi tersebut. Ada dua faktor yang menyebabkan pH tanah dapat berubah, yaitu: (1) yang menghasilkan tambahan hidrogen yang terjerap dan (2) yang menaikkan jumlah basa terjerap (Soepardi, 1983).

Menurut data yang ditunjukkan pada Tabel 5 terlihat bahwa perlakuan pemberian bahan pembenah tanah Baode dan pupuk cair GD tidak memberikan pengaruh nyata terhadap pH tanah, hal ini terlihat pada saat masa tanam umur tanaman 3 bulan ataupun 6 bulan. Berdasarkan hasil analisis dengan pH H2O pada saat tanaman berumur 3 bulan didapatkan hasil berkisar pH 4.2 – 4.5 dan pada saat tanaman memasuki umur 6 bulan didapatkan hasil berkisar pH 4.24 – 4.9. Berdasarkan data tersebut terlihat bahwa adanya peningkatan pH pada saat tanaman berumur 3 bulan hingga mencapai umur 6 bulan walaupun nilainya sangatlah rendah.

(44)

GR sebesar 195.853 µs/cm. Pada kandungan nilai EC perlakuan BTSM, BTR, BTRS, GR, dan GRS yang mempunyai nilai berbeda nyata terhadap perlakuan kontrol.

Tabel 5. pH dan EC pada Tanah 3 BST dan 6 BST

Perlakuan pH EC (µs/cm)

3 BST 6 BST 3 BST 6 BST

KT 4.20 - 4.50 4.24 - 4.94 107.700 c* 66.223 ab

BTSM 4.34 - 4.45 4.28 - 4.52 128.967 b 64.260 ab

BTR 4.37 - 4.45 4.40 - 4.60 83.600 d 57.197 b

GR 4.21 - 4.23 4.29 - 4.54 195.853 a 66.034 ab

BTSMS 4.33 - 4.39 4.45 - 4.54 106.400 c 74.546 a

BTRS 4.44 - 4.46 4.33 - 4.59 77.833 d 69.591 ab

GRS 4.26 - 4.27 4.29 - 4.56 192.533 a 66.840 ab

*Angka yang dikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata menurut uji lanjut Duncan taraf α = 0.05 %.

Pada analisis nilai EC tanah 6 bulan, didapatkan kandungan nilai EC terendah terdapat pada perlakuan BTR sebesar 57.197 µs/cm, sedangkan kandungan nilai EC tertinggi terdapat pada perlakuan BTSMS sebesar 74.546 µs/cm.

4.6. Pengaruh Perlakuan terhadap Pertumbuhan Tanaman

(45)

Gambar 1. Pengaruh Bahan Pembenah Tanah Baode dan Pupuk Cair GD terhadap Pertumbuhan Tanaman Umur 3 Bulan

Gambar 2. Pengaruh Bahan Pembenah Tanah Baode dan Pupuk Cair GD terhadap Pertumbuhan Tanaman Umur 6 Bulan

(46)

baik menurut Lubis (1992) dapat diukur dari pengukuran tinggi, lilit atau diameter batang, banyak anak daun, dan pengukuran bobot basah atau kering pada organ tanaman.

4.7. Pengaruh Pemberian Bahan Pembenah Tanah Baode dan Pupuk Cair GD terhadap Tinggi Tanaman

Menurut Pahan (2006), pada umumnya tanaman kelapa sawit mengalami pertambahan tinggi pada batang bisa mencapai 35 – 75 cm per tahun. Pertambahan tinggi tersebut tentunya bergantung pada kondisi lingkungan tumbuh dan keragaman genetik pada tanaman kelapa sawit.

Berdasarkan Gambar 3, didapatkan grafik tinggi tanaman dari 1 BST hingga 6 BST. Hasil yang didapat adalah perlakuan GR memiliki pertumbuhan paling tinggi dari awal masa tanam hingga 6 BST, dan perlakuan yang lain menunjukan hasil pertambahan tinggi yang tidak konsisten antar perlakuan pada tiap bulannya. Kondisi pertambahan tinggi pada perlakuan GR memiliki pertumbuhan paling cepat di antara perlakuan lain, akan tetapi tidak diikuti oleh tingginya serapan kadar hara N, P, dan K pada akar dan daun.

(47)

4.8. Pengaruh Pemberian Bahan Pembenah Tanah Baode dan Pupuk Cair GD terhadap Panjang Akar Tanaman

Sistem perakaran tanaman kelapa sawit secara umum lebih banyak berada dekat dengan permukaan tanah, tetapi pada keadaan tertentu perakaran tersebut dapat tumbuh dan menjelajah lebih dalam lagi. Kondisi perakaran tanaman kelapa sawit sangat berhubungan erat dengan kegiatan pemupukan, pemeliharaan piringan, panen, pemberantasan gulma, dan hama (Lubis, 1992). Menurut Widiastuti et al. (2003a) bahwa panjang akar merupakan peubah yang menggambarkan lebih luasnya jangkauan tanaman dalam menyerap hara dalam tanah.

Berdasarkan data pada Gambar 4 dapat dilihat bahwa perlakuan KT mempunyai akar yang paling panjang jika dibandingkan perlakuan lainnya, yaitu 40.63 cm dan yang memiliki panjang akar terendah terdapat pada perlakuan BTSMS senilai 29.39 cm.

Gambar 4. Panjang Akar Panen 3 BST

(48)

oleh Sarief (1984) bahwa apabila tanaman mengalami kekurangan unsur P dapat menyebabkan berkurangnya pertumbuhan akar, dimana akar akan kelihatan menjadi lebih kecil. Namun, pernyataan Sarief (1984) tersebut berlaku pada data yang ditunjukkan pada Tabel 7.

Berdasarkan data pada Gambar 5 dapat dilihat bahwa perlakuan GRS mempunyai akar yang paling panjang jika dibandingkan perlakuan lainnya, yaitu 57.19 cm dan yang memiliki panjang akar terendah terdapat pada perlakuan BTR senilai 48.16 cm.

Perlakuan GRS dan GR mempunyai panjang akar paling panjang disebabkan oleh efek dari asam humat yang terkandung pada pupuk cair GD yang sesuai dengan pernyataan Brady dan Weil (2002) bahwa bahan humat akan memberikan pengaruh langsung pada pertumbuhan tanaman, diantaranya adalah mempercepat perkecambahan benih, merangsang pertumbuhan akar, mempercepat pertumbuhan tunas dan akar tanaman jika diberi dalam jumlah yang tepat.

Gambar 5. Panjang Akar Panen 6 BST

4.9. Pengaruh Pemberian Bahan Pembenah Tanah Baode dan Pupuk Cair GD terhadap Bobot Kering Tanaman

(49)

Menurut Widiastuti et al. (2003b) tingginya bobot kering pada akar mencerminkan adanya aliran fotosintat ke bagian akar yang lebih besar pada tanaman. Suseno (1974) berpendapat bahwa apabila tanaman kekurangan unsur hara N, P, K, dan Mg dapat menyebabkan pertumbuhan akar menjadi lemah dan jumlah akar menjadi berkurang, dengan demikian akan mempengaruhi bobot kering tanaman.

Berdasarkan Tabel 6, bahwa hasil perlakuan bahan pembenah tanah Baode dan pupuk cair GD secara statistik berpengaruh nyata pada nilai bobot kering bagian atas tanaman pada umur 3 bulan. Berdasarkan hasil pengukuran terhadap bobot kering pada bagian atas tanaman 3 bulan didapatkan kandungan bobot kering terendah terdapat pada perlakuan BTSM sebesar 0.996 g, sedangkan nilai bobot kering tertinggi terdapat pada perlakuan BTRS sebesar 1.734 g.

Pemberian bahan pembenah tanah Baode dan pupuk cair GD tidak memberikan pengaruh nyata pada nilai bobot kering tanaman bagian akar dan bobot kering total 3 bulan. Walaupun demikian, hasil pengukuran yang diperoleh tetap memberikan adanya kecenderungan. Hal ini dapat ditunjukan sesuai data pada statistik, namun kecenderungan bahwa perlakuan BTRS mempunyai nilai paling tinggi pada nilai bobot kering bagian akar dan nilai bobot kering total. Tabel 6. Bobot Kering Bagian Atas dan Akar pada Tanaman 3 BST dan 6 BST

Perlakuan

*Angka yang dikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata menurut uji lanjut Duncan taraf α = 0.05 %.

(50)

bobot kering bagian total tanaman 3 bulan didapatkan nilai terendah terdapat pada perlakuan BTSM sebesar 1.344 g, sedangkan nilai tertinggi terdapat pada perlakuan BTRS sebesar BTRS 2.248 g.

Pada saat tanaman memasuki usia 6 bulan, didapatkan bahwa pemberian bahan pembenah tanah Baode dan pupuk cair GD tidak memberikan pengaruh nyata pada nilai bobot kering tanaman bagian atas, bagian akar, dan bobot kering total 6 bulan. Walaupun demikian, hasil pengukuran yang diperoleh tetap memberikan adanya kecenderungan. Hal ini dapat ditunjukan sesuai data pada statistik, namun kecenderungan bahwa perlakuan GR mempunyai nilai paling tinggi pada nilai bobot kering bagian atas, akar dan nilai bobot kering total.

Pada pengukuran nilai bobot kering bagian atas tanaman 6 bulan didapatkan nilai terendah terdapat pada perlakuan KT sebesar 10.516 g, sedangkan nilai tertinggi terdapat pada perlakuan GR sebesar 15.230 g. Pada pengukuran nilai bobot kering bagian akar tanaman 6 bulan didapatkan nilai terendah terdapat pada perlakuan BTRS sebesar 3.366 g, sedangkan nilai tertinggi terdapat pada perlakuan GR sebesar 4.340 g. Pada pengukuran nilai bobot kering bagian total tanaman 6 bulan didapatkan nilai terendah terdapat pada perlakuan KT sebesar 13.907 g, sedangkan nilai tertinggi terdapat pada perlakuan GR sebesar 19.570 g.

Nilai bobot kering yang terdapat pada tanaman 6 BST dapat dijelaskan oleh pernyataan Khaswarina (2001) bahwa semua perlakuan dari hasil percobaan tidak berbeda nyata, hal ini disebabkan karena unsur–unsur yang terkandung di dalam berbagai kombinasi pupuk yang digunakan dapat meningkatkan metabolisme tanaman, sehingga cenderung terjadi penumpukan bahan organik dalam tanaman dengan demikian dapat menambah berat kering tanaman. Data yang di dapat sesuai dengan pernyataan Widiastuti et al. (2003a) bahwa peningkatan pertumbuhan yang terjadi pada bagian atas dapat meningkat dikarenakan pertumbuhan akar juga baik.

4.10. Pengaruh Pemberian Bahan Pembenah Tanah Baode dan Pupuk Cair GD terhadap Kadar Hara N, P, K pada Tanaman

(51)

bagian atas umur 3 bulan. Walaupun demikian, hasil analisis yang diperoleh tetap memberikan adanya kecenderungan. Hal ini dapat ditunjukan sesuai data pada statistik, namun kecenderungan bahwa perlakuan GRS mempunyai nilai paling tinggi pada kandungan unsur N dan P, serta perlakuan BTSMS mempunyai nilai paling tinggi pada kandungan unsur K. Pada analisis unsur N bagian atas tanaman 3 BST yang ditunjukkan pada Tabel 7 didapatkan kandungan unsur terendah terdapat pada perlakuan BTRS sebesar 1.56 %, sedangkan kandungan unsur tertinggi terdapat pada perlakuan GRS sebesar 1.78 %.

Menurut Widiastuti et al. (2003a) meningkatnya serapan unsur hara P kemungkinan dapat menyebabkan keseimbangan hara baru dalam tanaman, sehingga menginduksi serapan hara lain seperti N dan K. Pada analisis unsur P bagian atas tanaman 3 BST didapatkan kandungan unsur terendah terdapat pada perlakuan BTRS sebesar 0.15 %, sedangkan kandungan unsur tertinggi terdapat pada perlakuan GRS sebesar 0.17 %. Pada analisis unsur K bagian atas tanaman 3 BST didapatkan kandungan unsur terendah terdapat pada perlakuan GR sebesar 2.07 %, sedangkan kandungan unsur tertinggi terdapat pada perlakuan BTSMS sebesar 2.16 %.

Berdasarkan Tabel 7, bahwa hasil perlakuan bahan pembenah tanah Baode dan pupuk cair GD secara statistik berpengaruh nyata pada unsur N, P, dan K bagian akar tanaman terhadap tanaman umur 3 bulan. Berdasarkan hasil analisis unsur N pada bagian akar tanaman 3 bulan didapatkan kandungan unsur terendah terdapat pada perlakuan KT sebesar 0.41 %, sedangkan kandungan unsur N tertinggi terdapat pada perlakuan GRS sebesar 0.95 %. Pada kandungan unsur N, semua perlakuan mempunyai nilai berbeda nyata terhadap perlakuan kontrol.

(52)

Tabel 7. Pengaruh Bahan Pembenah Tanah Baode dan Pupuk Cair GD terhadap

*Angka yang dikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata menurut uji lanjut Duncan taraf α = 0.05 %.

Berdasarkan Tabel 8, bahwa hasil perlakuan bahan pembenah tanah Baode dan pupuk cair GD secara statistik berpengaruh nyata pada unsur N, P, dan K bagian atas tanaman terhadap tanaman umur 6 bulan. Berdasarkan hasil analisis unsur N pada bagian atas tanaman 6 bulan didapatkan kandungan unsur terendah terdapat pada perlakuan GR sebesar 1.89 %, sedangkan kandungan unsur N tertinggi terdapat pada perlakuan BTR sebesar 2.25 %.

Pada analisis unsur P pada bagian atas tanaman 6 bulan didapatkan kandungan unsur terendah terdapat pada perlakuan GR dan BTRS sebesar 0.25 %, sedangkan kandungan unsur tertinggi terdapat pada perlakuan BTR 0.29 %.

(53)

ditunjukkan pada Tabel 8 didapatkan kandungan unsur terendah terdapat pada perlakuan KT sebesar 0.92 %, sedangkan kandungan unsur tertinggi terdapat pada perlakuan BTR sebesar 1.06 %. Pada analisis unsur P bagian akar tanaman 6 BST, didapatkan kandungan unsur terendah terdapat pada perlakuan KT dan GR sebesar 0.15 %, sedangkan kandungan unsur tertinggi terdapat pada perlakuan BTR dan GRS sebesar 0.18 %.

Tabel 8. Pengaruh Bahan Pembenah Tanah Baode dan Pupuk Cair GD terhadap Kadar Hara N, P, K pada Tanaman 6 BST

*Angka yang dikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata menurut uji lanjut Duncan taraf α = 0.05 %.

Perlakuan bahan pembenah tanah Baode dan pupuk cair GD secara statistik berbeda nyata pada unsur K bagian akar tanaman terhadap perlakuan umur 6 bulan. Berdasarkan hasil analisis unsur K pada bagian akar tanaman 6 bulan didapatkan kandungan unsur terendah terdapat pada perlakuan KT sebesar 0.89 %, sedangkan kandungan unsur K tertinggi terdapat pada perlakuan BTR sebesar 1.09 %. Pada kandungan unsur K, hanya perlakuan BTR yang mempunyai nilai berbeda nyata terhadap perlakuan kontrol.

4.11. Pengaruh Pemberian Bahan Pembenah Tanah Baode dan Pupuk Cair GD terhadap Serapan Hara N, P, K pada Tanaman

Serapan unsur hara pada tanaman adalah jumlah total kadar hara yang dapat diserap oleh tanaman. Besarnya nilai serapan hara pada tanaman bergantung dari junlah kadar hara pada tanaman dengan nilai dari bobot kering pada tanaman.

(54)

serapan hara total 3 bulan. Berdasarkan hasil pengukuran terhadap kandungan serapan hara unsur N pada bagian atas tanaman 3 bulan didapatkan kandungan serapan hara terendah terdapat pada perlakuan BTSM sebesar 16.333 mg, sedangkan nilai serapan hara tertinggi terdapat pada perlakuan BTRS sebesar 30.806 mg. Pada nilai serapan hara unsur N bagian atas hanya perlakuan BTRS yang mempunyai nilai berbeda nyata terhadap perlakuan kontrol.

Pada hasil pengukuran terhadap kandungan serapan hara unsur N pada bagian akar tanaman 3 bulan didapatkan kandungan serapan hara terendah terdapat pada perlakuan KT sebesar 1.591 mg, sedangkan nilai serapan hara tertinggi terdapat pada perlakuan BTRS sebesar 4.901 mg. Pada nilai serapan hara unsur N bagian atas hanya perlakuan BTRS yang mempunyai nilai berbeda nyata terhadap perlakuan kontrol.

Pada hasil pengukuran terhadap kandungan serapan hara total unsur N tanaman 3 bulan didapatkan kandungan serapan hara terendah terdapat pada perlakuan BTSMS sebesar 19.161 mg, sedangkan nilai serapan hara tertinggi terdapat pada perlakuan BTRS sebesar 35.709 mg. Pada nilai serapan hara unsur N bagian atas hanya perlakuan BTRS yang mempunyai nilai berbeda nyata terhadap perlakuan kontrol.

Berdasarkan hasil pengukuran terhadap kandungan serapan hara unsur P pada bagian atas tanaman 3 bulan didapatkan kandungan serapan hara terendah terdapat pada perlakuan BTSM sebesar 1.544 mg, sedangkan nilai serapan hara tertinggi terdapat pada perlakuan BTRS sebesar 2.957 mg.

Pada hasil pengukuran terhadap kandungan serapan hara unsur P pada bagian akar tanaman 3 bulan didapatkan kandungan serapan hara terendah terdapat pada perlakuan KT sebesar 0.181 mg, sedangkan nilai serapan hara tertinggi terdapat pada perlakuan BTRS sebesar 1.040 mg. Pada nilai serapan hara unsur N bagian atas hanya perlakuan BTRS yang mempunyai nilai berbeda nyata terhadap perlakuan kontrol.

(55)

bagian atas hanya perlakuan BTRS yang mempunyai nilai berbeda nyata terhadap perlakuan kontrol.

Berdasarkan hasil pengukuran terhadap kandungan serapan hara unsur K pada bagian atas tanaman 3 bulan didapatkan kandungan serapan hara terendah terdapat pada perlakuan BTSM sebesar 20.333 mg, sedangkan nilai serapan hara tertinggi terdapat pada perlakuan BTRS sebesar 37.430 mg. Pada nilai serapan hara unsur K bagian atas hanya perlakuan BTR dan BTRS yang mempunyai nilai berbeda nyata terhadap perlakuan kontrol.

Tabel 9. Pengaruh Bahan Pembenah Tanah Baode dan Pupuk Cair GD terhadap Serapan Hara N, P, K pada Bagian Atas dan Akar Tanaman Umur 3

BTR 22.041ab 3.597ab 25.636ab 2.206ab 0.601ab 2.804ab 29.407ab 8.314a 37.720ab GR 17.957b 2.717 ab 20.677b 1.763 ab 0.350 ab 2.109b 23.724 ab 5.600 ab 29.324ab

BTSMS 16.601b 2.560ab 19.161b 1.739ab 0.692ab 2.431ab 22.316b 5.340ab 27.656ab BTRS 30.806 a 4.901 a 35.709 a 2.957 a 1.040 a 3.999 a 37.430 a 9.639 a 47.069 a

GRS 22.457ab 3.873 ab 26.327ab 2.134ab 0.767ab 2.901ab 26.834ab 6.620ab 33.453ab

*Angka yang dikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata menurut uji lanjut Duncan taraf α = 0.05 %.

Pada hasil pengukuran terhadap kandungan serapan hara unsur K pada bagian akar tanaman 3 bulan didapatkan kandungan serapan hara terendah terdapat pada perlakuan KT sebesar 2.713 mg, sedangkan nilai serapan hara tertinggi terdapat pada perlakuan BTRS sebesar 9.639 mg. Pada nilai serapan hara unsur N bagian atas hanya perlakuan BTRS yang mempunyai nilai berbeda nyata terhadap perlakuan kontrol.

Pada hasil pengukuran terhadap kandungan serapan hara total unsur K tanaman 3 bulan didapatkan kandungan serapan hara terendah terdapat pada perlakuan BTSM sebesar 26.787 mg, sedangkan nilai serapan hara tertinggi terdapat pada perlakuan BTRS sebesar 47.069 mg.

Gambar

Tabel 5.  pH dan EC pada Tanah 3 BST dan 6 BST
Gambar 1.  Pengaruh Bahan Pembenah Tanah Baode dan Pupuk Cair GD
Tabel Lampiran 7. Analisis ragam N pada bagian atas 3 BST
Tabel Lampiran 9. Analisis ragam P pada bagian atas 3 BST
+7

Referensi

Dokumen terkait

Respons perilaku orientasi diamati dengan menggunakan metode, seperti pada penelitian pengaruh insektisida deltametrin konsentrasi subletal terhadap perilaku orientasi parasitoid,

46 Apakah tampilan dari iklan yang disajikan secara keseluruhan sudah menarik. 47 Apakah pilihan pada iklan keseluruhan sudah jelas di

besar pangsa pasar pangsa pasar dari produk yg anda ingin dari produk yg anda ingin kembangkan dalam berbisnis.. kembangkan

t hitung sebesar -1.693 dan t tabel ±1,650 t hitung &lt; t tabel, maka dapat disimpulkan bahwa ukuran perusahaan tidak memoderasi pengaruh antara tekanan keuangan

Dalam penelitian ini didapat pengetahuan ibu kurang tentang imunisasi TT pada saat hamil maka akan membawa dirinya untuk tidak menerima pemberian imunisasi TT

&#34;Apabila salah seorang di antara kalian melihat suatu mimpi yang disenanginya, sesungguhnya mimpi tersebut dari Allah, maka handaklah dia menyebut nama Allah atasnya

Alternatif strategi pemasaran 7P yang dapat diterapkan oleh pihak Restoran dbc &amp; spageti adalah meningkatkan variasi produk minuman, atribut penerangan, menyediakan fasilitas

atribut (kaos, syal dan celana). Jadi, fanatisme adalah suatu faham yang dianut oleh seseorang dari daerah tertentu yang telah memberi andil terhadap kehidupannya dan membuat