• Tidak ada hasil yang ditemukan

Bahasa Inggris sebagai mata pelajaran wajib di SD/MI

Pengertian belajar

J. Bahasa Inggris sebagai mata pelajaran wajib di SD/MI

Dalam kurikulum SD/MI yang ditata ulang ini, diusulkan agar bahasa Inggris dijadikan mata pelajaran wajib sejak kelas IV SD/MI. Alasan-alasan yang melatarbelakangi usul ini dikemukakan berikut ini.

1. Selama ini banyak SD/MI telah memilih bahasa Inggris sebagai mata pelajaran muatan lokal dan di sekolah dasar rintisan sekolah berstandar internasional (RSBI) dan SBI bahasa Inggris diajarkan sejak kelas IV. Yang menjadi guru mata pelajaran ini adalah guru di sekolah yang bersangkutan yang telah mengikuti kursus bahasa Inggris atau yang sedang mengikuti kuliah pada program studi bahasa Inggris. Ada pula sekolah yang merekrut mahasiswa atau sarjana program studi bahasa Inggris. Selain itu, ada pula sekolah yang merekrut guru bahasa Inggris dari SMP/MTs atau SMA/MA terdekat sebagai guru bahasa Inggris honorer. Di wilayah perkotaan tampak kecenderungan orang tua mendorong anaknya mengikuti kursus bahasa Inggris karena di sekolah pelajaran ini tidak disediakan. 2. Berbagai hasil studi menunjukkan bahwa pelajaran bahasa asing, terutama bahasa

Inggris, di SD/MI ternyata tidak mengganggu dan malah mendukung penguasaan anak terhadap bahasa nasional. Selain itu, jika anak belajar bahasa Inggris sejak SD/MI akan mempermudahnya mempelajari bahasa Inggris di sekolah menengah pertama. Penelitian di negeri-negeri Arab, khususnya di Arab Saudi, menunjukkan bahwa pelajaran bahasa

58 Inggris tidak mengganggu keyakinan agama Islam anak-anak. Bahkan, ketika anak-anak ini menjadi orang dewasa, mereka lebih menghayati agamanya dan dapat membantu syiar agamanya karena menguasai bahasa Inggris. Selain itu, para siswa SD/MI yang kembali ke Arab Saudi dari negara-negara berbahasa Inggris ternyata menunjukkan prestasi belajar yang lebih tinggi dibandingkan dengan teman sebayanya yang tetap menetap di negara ini. Ketika anak-anak ini menjadi dewasa dan melamar pekerjaan, mereka cenderung lebih mudah mendapatkan pekerjaan dan masuk ke berbagai profesi yang menuntut penguasaan bahasa Inggris. Berdasarkan pertimbangan ini, baru-baru ini Dewan Menteri Pemerintah Arab Saudi mengambil kebijakan, bahasa Inggris dimasukkan ke sekolah

dasar dimulai pada tahun ajaran baru 2011 ini.

(http://www.arabnews.com/saudiarabia/article400547.ece). Di negara Timur Tengah lain seperti Suriah, bahasa Inggris diajarkan sejak kelas I SD sedangkan di Turki sejak kelas IV SD/MI. Kutipan berikut ini mengungkapkan manfaat belajar bahasa Inggris di SD/MI:

“Studies have also proved that learning English at an early age helps students grasp their mother tongue better, simultaneously enabling them to acquire remarkable proficiency in their second language. .... The implementation of English teaching in primary school may also become a useful means for the younger generation to promulgate a deeper knowledge of the Islamic religion and culture in the world.(http://news.maars.net/

blog/2011/05/20/teaching-english-at-primary-level-no-threat-to-local-culture/)

3. Guna meningkatkan keunggulan persaingan ekonomi global, Korea Selatan mewajibkan bahasa Inggris diajarkan sebagai mata pelajaran wajib sejak kelas III SD/MI sejak tahun 1997. Mengikuti jejak Korea Selatan, pada tahun 2004 RRC menjadikan bahasa Inggris sebagai mata pelajaran wajib sejak kelas III SD/MI. Jepang yang khawatir terhadap perkembangan pesat ekonomi China dan melihat kekalahan siswa Jepang dalam penguasaan bahasa Inggris dari siswa-siswa negara-negara di Asia, akhirnya pada bulan April 2011 mencanangkan bahasa Inggris sebagai mata pelajaran wajib sejak kelas V SD/MI. Penempatan bahasa Inggris sejak kelas V dan bukan kelas III tampaknya merupakan kompromi antara kalangan bisnis dengan kalangan nasionalis yang mempertahankan posisi agar hanya bahasa Jepang yang diajarkan di SD/MI. Selain tiga negara ini, Hongkong sebagai wilayah administratif RRC, Malaysia, dan Taiwan juga memasukkan bahasa Inggris sebagai mata pelajaran wajib di sekolah dasar. Negara-negara di Asia-Pasifik ini mengambil kebijakan ini walaupun menghadapi masalah ketidakmerataan akses untuk mendapatkan pengajaran bahasa yang efektif, tak memadainya jumlah guru yang terlatih dan terampil, dan kesenjangan antara retorika

59 kurikulum dan realitas pedagogis di sekolah. Kesulitan ini antara lain dikemukakan David Hunan. (Nunan David (2003). “The Impact of English as a Global Language on Educational

Policies and Practices in the Asia-Pacific Region”, TESOL Quaterly, Vol. 37 No. 4, Winter

2003). Di Brasil bahasa Inggris menjadi mata pelajaran wajib pada kelas VI.

4. Terdorong oleh kenyataan bahasa Inggris telah menjadi “lingua franca” di European Union dan persaingan ekonomi global, akhirnya dua negara di Eropa yang selama ini “fanatik” mempertahankan bahasa nasionalnya, yaitu Prancis dan Jerman “menyerah” kepada kenyataan perlunya pelajaran bahasa Inggris sejak SD. Kedua negara ini mewajibkan pelajaran bahasa Inggris pada kelas akhir SD. Walaupun Pemerintah Prancis mendorong SD agar memilih bahasa asing lain, asal bukan bahasa Inggris, karena persaingan menginternasionalkan bahasa antara Inggris dan Prancis, ternyata 80% SD di Prancis memilih bahasa Inggris. Negara-negara Eropa lainnya yang mewajibkan bahasa Inggris sebagai mata pelajaran adalah Austria (sejak tahun 1989), Norwegia (sejak kelas I SD), Italia (sejak kelas II SD), Spanyol (bahasa Inggris dan bahasa Prancis sebagai pilihan wajib), Belanda (bahasa Inggris amat ditekankan, bahkan banyak sekolah menggunakannya sebagai bahasa pengantar), Swiss (sejak kelas III SD), Finlandia (sejak kelas III SD), dan Siprus (sejak kelas I SD). Sehubungan dengan manfaat pengajaran bahasa asing, terutama bahasa Inggris di sejumlah negara Eropa, Andrew Finch, dalam “European Models of Language Learning: Implications for Asia and Korea”, menyimpulkan empat manfaat utama, yaitu: (a) siswa dapat berkomunikasi, berinterakasi, belajar dan kemudian bekerja dengan menggunakan lebih dari satu bahasa; (b) siswa meraih skor tinggi dalam PISA (tes internasional keterampilan dasar dalam membaca, matematika, dan IPA atau Reading, Mathematical and Scientific literacy pada siswa SD di berbagai negara); (c) siswa menghargai perbedaan atau keanekaragaman; dan (d) siswa memiliki kesadaran kultural.

5. Di berbagai daerah di Indonesia bahasa ibu adalah bahasa pertama anak sedangkan bahasa Indonesia yang dipelajari siswa di SD adalah “bahasa asing” pertama. Jika siswa belajar bahasa Inggris di SD, bahasa ini menjadi bahasa asing kedua bagi siswa. Apakah belajar dua bahasa asing di SD menghambat pekrembanan kompetensi berbahasa siswa? Hoti Haenni dkk. (2011) dalam artikel mereka “Introducing a Second Foreign Language in Swiss Primary Schools: The Effect of L2 Listening and Reading Skills on L3 Acquisition” mengemukakan hasil studi perbandingan kompetensi bahasa Prancis siswa SD di Swiss tempat bahasa Jerman sebagai bahasa ibu anak-anak yang belajar bahasa Inggris sejak kelas III dan bahasa Prancis sejak kelas V. Dalam studi longitudinal 3 tahun dengan sampel

60 928 orang ini, keterampilan mendengarkan dan membaca dalam bahasa Inggris dan Prancis dan keterampilan membaca dalam bahasa Jerman dinilai. Setelah satu tahun mengikuti pengajaran bahasa Prancis, para siswa yang belajar bahasa Inggis sejak kelas III menunjukkan keterampilan mendengarkan dan membaca bahasa Prancis lebih tinggi daripada para siswa yang tidak belajar bahasa Inggris sebelumnya. Baik keterampilan bahasa Inggris siswa maupun keterampilan membaca dalam bahasa ibunya (bahasa Jerman) berpengaruh positif dalam pencapaiannya pada bahasa ketiga, yaitu bahasa Prancis. Studi ini menunjukkan bahwa kekhawatiran pengaruh buruk kompetensi berbahasa Indonesia siswa jika siswa belajar bahasa Inggris di SD tidak beralasan.

6. Masih banyak tenaga kerja Indonesia, terutama tenaga kerja wanita, yang mencari pekerjaan di luar negeri akan terbantu jika sejak SD mereka mendapatkan akses belajar bahasa Inggris. Selain itu, petunjuk pemakaian semakin banyak kemasan obat, produk elektronik, produk makanan impor, dan aneka-produk lain ditulis dalam bahasa Inggris. Juga, 98 persen konten internet kini berisi bahasa Inggris sedangkan bahasa-bahasa lain hanya mengisi 2% konten internet. Bahasa Inggris juga digunakan dalam terbanyak studi, laporan penelitian, rincian berbagai penemuan dan inovasi, serta digunakan sebagai bahasa resmi pada mayoritas institut, universitas, dan pusat penelitian. “Currently, 98

percent of Internet content is in English while other languages are relegated to a mere two percent. Besides, English is the language employed in most of the studies, research papers, details of inventions and innovations and represents the official language for the majority of institutes, universities and research centers.“ (http://news.maars.net/blog/

2011/05/20/teaching-english-at-primary-level-no-threat-to-local-culture/). “Our new digital generation is already dealing with this language through the Internet. English is the first language for communication in the world in terms of reading, publishing and innovation.” http://www.arabnews.com/saudiarabia/ article400547.ece

61

PENGEMBANGAN PENDIDIKAN KARAKTER,

Dokumen terkait