• Tidak ada hasil yang ditemukan

Baik dan Buruk

Dalam dokumen Akidah Akhlak Dalam Perspektif Islam (Halaman 143-146)

IMAN KEPADA ALLAH

DINAMIKA RUHANI KETIKA MENETAPKAN BAIK DAN BURUK

A. Baik dan Buruk

Pengertian baik dan baruk. Dalam Bahasa Arab, kata baik dapat ditemukan enam istilah :

1. Al-Hasanah.

Al-hasanah, sebagaimana dikemukakan oleh Ar-Raghib Al-Asfahani (2008 : 133), adalah suatu istilah yang digunakan untuk menunjukan sesuatu yang disukai atau dipandang baik. Selanjutnya,

beliau membagi hasanah itu kepada tiga bagian, yaitu dari segi akal,

hawa nafsu dan pancaindera. Yang termasuk hasanah, misalnya keuntungan, kelapangan rezeki dan kemenangan.

2. At-Thoyyibah.

Ar-Roghib (2008: 349) menjelaskan bahwa ath-thoyyibah itu

khusus digunakan untuk menggambarkan sesuatu yang memberi kelezaran kepada panca indra dan jiwa, seperti makanan, pakaian, tempat tinggal dan sebagainya.

3. Khairan.

Ar-Roghib (2008: 181) juga menjelaskan bahwa khairan itu

digunakan untuk menunjukkan sesuatu yang baik oleh seluruh umat manusia, seperti berakal, adil, keutamaan dan segala sesuatu yang bermanfaat.

4. Karimah.

Ar-Roghib (2008: 79) menerangkan bahwa karimah digunakan

untuk menunjukkan pada perbuatan dan akhlak yang terpuji yang ditampakkan dalam kenyataan hidup sehari-hari.

5. Mahmudah.

Ar-Roghib (2008: 147) mengemukakan bahwa mahmudah

digunakan untuk menunjukkan suatu yang utama sebagai akibat dari melakukan sesuatu yang disukai Allah Swt.

Ar-Roghib (2008: 50) juga menjelaskan bahwa al-birr digunakan untuk menunjukkan pada upaya memperluas atau memperbanyak melakukan perbuatan yang baik. Kata tersebut terkadang digunakan sebagai sifat Allah, maka maksudnya adalah bahwa Allah memberikan balasan pahala yang besar, dan jika digunakan untuk manusia, maka yang dimaksud adalah ketaatannya.

Selanjutnya, dapat digambarkan bahwa yang disebut baik atau kebaikan adalah segala sesuatu yang berhubungan dengan yang luhur, bermartabat, menyenangkan, dan menyukai bagi manusia. Sedangkan buruk adalah sesuatu yang tidak baik, yang tidak seperti yang seharusnya, tidak sempurna dalam kualitas, di bawah standar, kurang dalam nilai, tidak mencukupi, keji, jahat, tidak bermoral, tidak menyenangkan, tidak dapat disetujui, tidak dapat diterima, sesuatu yang tercela, lawan dari baik, dan perbuatan yang bertentangan dengan norma-norma masyarakat yang berlaku. Dengan demikian, yang dikatakan buruk itu adalah sesuatu yang dinilai sebaliknya dari yang baik, dan tidak disukai kehadirannya oleh manusia.

Apabila dianalisa hakikat baik dan buruk dapat diadopsi pendapat para filosof dan teolog yang sering membahas tentang arti baik dan buruk, serta tentang pencipta kelakuan tersebut, yakni apakah kelakukan itu merupakan hasil pilihan atau perbuatan manusia sendiri, atau di luar kemampuannya? Hal ini tidak dapat dipungkiri bahwa manusia memiliki dua potensi kelakuan, yaitu kelakuan baik dan buruk, seperti dijelaskan

dalam Al-Qur’an antara lain :

ِنْيَد ْجهنلا اَنْيَدَهَ

(

99 )

Artinya: “Dan Kami telah menunjukkan kepadanya dua jalan

(kebajikan dan kejahatan” (QS : Al-Balad, ayat 10). Disebutkan juga dalam ayat yang lain :

اَهاهوَس اَمَ سْفَنَ

( 1 )

اَهاَوْقَتَ اَهَروجف اَ َ َ ْلَأَف

( 8 )

Arinya: “Jiwa serta penyempurnaan ciptaannya, maka Allah

mengilhami (jiwa manusia) kejahatan dan ketakwaan” (QS: As-Syams, ayat 7-8).

Walaupun kedua potensi ini terdapat dalam diri manusia, tetapi

ditemukan isyarat-isyarat dalam Al-Qur’an bahwa kebajikan lebih dahulu

menghiasi diri manusia dari kejahatan, dan bahwa manusia pada dasarnya cenderung kepada kebajikan.

Secara alamiah manusia itu positis (fitrah), baik secara jasadi, nafsani (kognitif dan afektif) maupun ruhani (spiritual). Komponen terpenting manusia adalah qalbu. Prilaku manusia tergantung pada qalbunya. Dengannya manusia dapat mengetahui sesuatu (di luar nalarnya), cenderung kapada yang benar (termasuk memiliki kebijaksanaan, kesabaran), dan memiliki kekuatan yang mempengaruhi benda dan peristiwa.

Secara implisit Al-Qur’an menginformasikan bahwa manusia memiliki

tiga aspek pembentuk totalitas yang secara tegas dapat dibedakan, tapi secara pasti tidak dapat dipisahkan. Ketiga aspek tersebut adalah jismiyah (fisik, biologis), ruhaniyah (spiritual, transcendental) dan nafsiah (psikis, psikologis). Jismiyah, merupakan aspek material yang subtansinya sebenarnya punah (mati). Kehidupannya adalah karena dimotori subtansi lain, yaitu nafs dan ruh. Dengan kata lain aspek jismiyah ini bersifat deterministik-mekanistik. Struktur ruh memberikan ciri khas dan keunikan tersendiri bagi psikologi Islam. Ruh merupakan subtansi psikologis manusia menjadi esensi keberadaannya. Demiakian ruh membutuhkan jasad untuk aktualisasi diri. Sampai saat ini belum ada yang dapat memahami hakikat ruh secara pasti,

karena ruh merupakan sebuah misteri ilahi. Dalam Al-Qur’an dijelaskan

bahwa ruh merupakan urusan atau hanya dipahami oleh Allah. Manusia sama sekali tidak memahaminya kecuali sedikit (QS. Al-Isra : 85). Bersifat spiritual karena ia merupakan potensi luhur batin manusia. Fungsi ini muncul dari dimensi al-ruh atau spiritual (sisi jiwa yang memiliki sifat-sifat ilahiyah dan memiliki daya utnuk menarik dan mendorong dimensi-demensi lainnya untuk mewujudkan sifat-sifat Tuhan dalam dirinya).

Aspek nafsiah adalah keseluruhan kualitas khas kemanusiaan berupa pikiran, perasaan, kemauan, dan kebebasan. Nafs memiliki esensi gabungan anatara jasad dan ruh. Apabila ia berorentasi pada jasad maka tingkah lakunya menjadi buruk dan celaka, tetapi apabila mengacu kepada ruh maka kehidupannya menjadi baik dan selamat. Dengan kata lain, nafs dipersiapkan untuk dapat menampung dan mendorong manusia untuk melakukan perbuatan baik dan buruk.

Indikator-indikator terhadap prilaku baik dan buruk, dituturkan

misalnya, seperti dinyatakan oleh Al-Hasan: “Akhlak yang baik adalah

menghadapi manusia dengan wajah cerah, memberi bantuan setiap kali

diperlukan, serta menjaga diri sendiri dari pada menggangu orang lain”.

Menurut Al-Washithiy : “Akhlak yang baik adalah keadaan seseorang yang

tidak mau berkata ataupun diajak bertengkar oleh siapapun, disebabkan

ma’rifat-nya yang mendalam dengan Allah Swt”. Syah Al-Karmaniy berkata:

“Akhlak yang baik adalah mencegah diri sendiri daripada mengganggu orang

lain, serta bersabar dalam melaksanakan kewajiban, betapapun beratnya”.

Al-Washithy juga pernah berkata: “berakhlak baik adalah dengan membuat

orang lain merasa puas, baik di kala sedang kesusahan maupun kesenangan”. Sahl At-Tustariy pernah ditanya tentang akhlak yang baik, lalu ia menjawab:

“Sedikitnya, seorang yang berakhlak baik akan selalu tabah menghadapi

kesulitan, tidak mengharapkan balasan atas apa yang dilakukannya, mengasihani orang yang melakukan kezaliman terhadapnya, dan

memohonkan ampunan baginya serta mengasihinya”.

Dalam dokumen Akidah Akhlak Dalam Perspektif Islam (Halaman 143-146)