• Tidak ada hasil yang ditemukan

tp://kampungsunnah.wordpress.com iperbolehkannya suami untuk melakukan hu

19. Lebih baik tidak melakukan 'azl

Menurut pandangan Islam meninggalkan 'azl itu lebih baik, berdasarkan beberapa pertimbangan. Banyak hadits yang menerangkan hal ini:

a. Dapat mendatangkan bahaya bagi istri, karena akan mengurangi rasa nikmat.62) Jika kedua suami istri itu setuju melakukan 'azl,

maka mengakibatkan, yaitu....

57

Hamba sahaya perempuan.

58)

HR. Nasa'i dalam kitab Allsyrah (81/1-2) Abu Daud (1/238), Ath-Thahawi dalam kitab Al Musykil (2/371) At-Tirmidzi (2/193) dan Ahmad (3/33 dan 51 dan 53 ) dengan sanad shahih. Hadits ini mempunyai syahid dari hadits Abu Hurairah, yang riwayatkan oleh Abu Ya'la (282/1) dan Al Baihaqi (7/230) dengan sanad hasan.

59

Orang yang menyiram pohon kurma kami.

Ia menyirami pohon kurma dengan imbalan unta. (An-Nihayah).

60)

Saya menjima'nya tapi saya tidak ingin ia hamil dariku.

61)

HR. Muslim (4/160), Abu Daud (1/339), Al Baihaqi (7/229) dan Ahmad (3/312,386).

62)

Al Hafizh Ibnu Hajar telah menyebutkannya dalam kitab Al Fath.

http://kampungsunnah.wordpress.com

b. Hilangnya tujuan pernikahan, yaitu memperbanyak umat Muhammad SAW yang berkualitas. Dalam hal ini Rasulullah bersabda, "Kawinilah wanita yang lemah lembut dan subur, karena aku akan mengungguli63) umat lain dengan banyaknya kalian."64) Sehingga Nabi telah mengatakan bahwa 'azl

merupakan pembunuhan yang samar (Al Wa'dulKhafi).65 Ketika beliau ditanya tentang 'azl, maka beliau menjawab, "Itulah Al Wa 'dulKhafi."

c. Rasulullah SAW menganjurkan agar perbuatan 'azl dihindari. Hal tersebut berdasarkan hadits Abu Said Al Khudri, berkata, "Para Sahabat membicarakan masalah 'azl di hadapan Rasulullah

SAW, lalu beliau bersabda, 'Apakah tidak ada yang melakukannya di antara kalian?' Baginda tidak mengatakan,' Jangan ada di antara kalian yang melakukannya'. Sebenarnya sabda beliau lagi, "Tidak

63)

Saya akan menjadikan umat ini lebih banyak jumlahnya dari umat sebelumnya. Itulah alasan perintah mengawini wanita yang banyak anaknya dan lemah lembut. Perintah kawin ini datang dengan dua ikatan karena wanita lemah lembut. Jika tidak banyak anak, laki-laki tidak menyukainya, dan wanita yang banyak anak tapi tidak lemah lembut, maka tidak akan menghasilkan yang dimaksud. Begitu pula dalam kitab Faidh Al Qadir.

64)

Hadits hasan, diriwayatkan oleh Abu Daud (1/320), An-Nasa' i (2/71), Al Muhamili dalam kitab Al Amali (21- pada buku saya) dari Yasar bin Ma'qil, dishahihkan oleh Al Hakim (2/162), disetujui oleh Adz-Dzahabi, dan diriwayatkan oleh Ahmad (3/158), Said bin Manshur, At- Thabrani dalam kitab AI Ausath sebagaimana dalam kitab Zawaidnya (162/1), Al Baihaqi {II 81) dari hadits Anas bin Malik, dan dishahihkan oleh Ibnu Hibban (1228), dan Al Haitsami berkata (4/258),"Isnadnya hasan", dalamnya perlu ditinjau kembali, sebagaimana telah saya terangkan dalam kitab Irwa Al Ghalil (1811), dan lafazhnya telah disebutkan sebelumnya (hal: 16). Diriwayatkan oleh Muhammad bin Ma'ruf dalam kitab A1 Juz 'u (131/2) Al Khatib dalam kitab Tarikh miliknya (12/377) dari hadits Ibnu Umar, dan sanadnya baik, sebagaimana dikatakan oleh oleh As-Suyuthi dalam kitab AlJami 'A lKabir (3/351/1) dan Ahmad(no: 6598) serupa dengannya dari hadits Ibnu Umar, dan haditsnya hasan pada syahidnya.

65)

HR.Muslim (4/161), At-Thahawi dalam kitab Al-Musykil (2/370-371), Ahmad (6/361,434) Al Baihaqi (7/231), dari Said bin Abi Ayyub, Abu Al Aswad menceritakan kepada saya dari Urwah, dari Aisyah, dan dari Judzamah binti Wahab.

Ketahuilah, bahwa perkataan Syaukani (6/169), "Sesungguhnya hadits ini telah diriwayatkan hanya oleh Sai'id bin Abi Ayyub; adalah sangkaan yang sangat buruk, karena sebenarnya hadits ini telah diriwayatkan juga oleh Haiwah bin Syuraih dan Yahya bin Ayyub dalam kitab At-Thahawi, dan oleh Abu Lahi'ah dalam kitab Musnad Ahmad, yang ketiganya meriwayatkannya dari Abu Al Aswad. Oleh karena itu Al Hafizh Ibnu Hajar berkata dalam kitab Al Fath (9/254), "Hadits ini shahih, tanpa ada suatu keraguan." Sebagian ulama menyangka bahwa hadits ini bertentangan dengan hadits Abu Sa'id yang terdahulu (hal: 52), "Sesungguhnya orang-orang Yahudi menyangka bahwa 'azl adalah pembunuhan kecil (mau'udah shugra), maka Nabi bersabda, 'Orang-orang Yahudi berdusta, jikalau Allah ingin menciptakannya, maka kamu tidak akan dapat

http://kampungsunnah.wordpress.com

ada jiwa seseorang yang ditakdirkan Allah hidup melainkan dihidupkan'." Dalam riwayat lain dikatakan, "Kalian akan melakukannya, kalian akan melakukannya dan kalian akan melakukannya? " Tldak akan ada makhluk yang harus hidup sampai hari kiamat, melainkan ia akan dihidupkan.66'

mencegahnya'."

"Tidak ada pertentangan antara kedua hadits tersebut, sebagaimana telah diterangkan oleh para muhaqiq (peneliti hadits), dan di antara ungkapan yang terbaik dalam memadukan antara dua riwayat tersebut adalah ungkapan Al Hafidz Ibnu Hajar (9/254), "Para ulama berusaha memadukan antara pendustaan orang-orang Yahudi dalam perkataan mereka, 'AlMau 'udah Ash-Shughra' dan antara 'azl itu adalah Al Wa'd Al Khafi. Dalam hadits Judzamah, mengatakan bahwa orang Yahudi menganggap Al Mau 'udah Ash-Shughra merupakan pembunuhan secara zhahir, tapi pembunuhan itu dianggap kecil, jika dibandingkan dengan memendam hidup-hidup anak yang baru dilahirkan. Dengan demikian, tidak ada pertentangan dengan sabda Nabi, "Sesungguhnya 'azl itu "wa 'd khafi. " Hadits tersebut menunjukkan bahwa 'azl itu secara dasar tidak dihukumkan dengan hukum zhahir, dan 'azl dinamakan wa 'd karena mempunyai titik persamaan dalam pemutusan kelahiran. Sebagian ulama ada yang mengatakan,bahwa sabda Nabi, 'Al Wa’d Al Kahfi 'diungkapkan dalam bentuk permisalan, karena 'azl itu memutuskan jalan kelahiran sebelum datang masanya, maka diserupakan dengan pembunuhan anak setelah datang masanya."

Ibnu Qayyim berkata dalam kitab At-Tahdzib (3/85), "Orang-orang Yahudi menyangka bahwa 'azl menempati posisi Al Wa'd dalam menghilangkan yang telah (terjadi karena AllahSWT telah menciptakannya), maka Nabi mendustakan mereka tentang perkataan mereka, dan mengabarkan bahwa jika Allah ingin menciptakannya, maka tidak ada seorangpun yang dapat mencegahnya. Nabi menamakan 'azl dengan nama Wa 'd Khafi, karena seorang suami melakukan 'azl terhadap istrinya hanya karena ia menghindari terjadinya anak, dan kehati-hatiannya agar tidak jadi anak, maka maksud, niat dan kehati-hatiannya itu sama dengan orang yang membunuh anaknya dengan memendamnya, akan tetapi memendam itu adalah niat dan perbuatan yang zhahir dari seorang hamba, sedangkan 'azl adalah perbuatan yang terselubung, karena hal itu tidak nampak, dan yang hanya pada niat dan keinginan, maka dinamakanlah Khafi (tersembunyi)."

Tasybih (penyerupaan) tersebut dalam hadits, karena Nabi membenci 'azl. Sedangkan hadits tersebut dijadikan dalil untuk mengharamkan 'azl, sebagaimana yang dilakukan oleh Ibnu Hazm; para ulama telah mengomentarinya bahwa hadits tersebut tidak secara tegas mengungkapkan larangan, karena tidak mesti penamaannya dengan nama pembunuhan terselubung (Wa 'd Khafi) dengan ungkapan penyerupaan menunjukkan keharamannya, sebagaimana dikatakan dalam kitab Al Fath, dan Ibnu Khuzaimah telah meriwayatkannya pada Hadits Ali bin Hajar dari A'la, dari bapaknya, bahwa ia berkata, "Saya bertanya kepada Ibnu Abbas tentang 'azl, maka ia berpendapat tidak apa-apa. Sedangkan sanadnya adalah shahih.

66)

HR.Muslim (4/158 dan 159) dengan dua riwayat, An-Nasa'I dalam kitab Al-Usyrah (82/1), Ibnu Manduh dalam kitab Tauhid (60/2) dengan riwayat yang pertama, Al Bukhari (9/251-152) dengan riwayat yang lain. Al Hafidz Ibnu Hajar dalam kitab Al Fath berkata dalam menerangkan riwayat yang pertama, "Hadits ini mengisyaratkan bahwa Nabi SWT tidak menjelaskan larangan itu dengan ungkapan yang jelas. Hadits ini tidak lain hanya mengisyaratkan bahwa yang lebih utama meninggalkannya, karena 'azl hanya diniatkan karena takut terjadinya anak. Dalam hadits itu tidak ada penerangan seperti itu, karena Allah SWT mampu menciptakan anak dan 'azl tidak dapat mencegah kehendak Allah. Terkadang air mani keluar lebih dahulu tanpa dirasakan oleh orang yang melakukan 'azl, sehingga akan

http://kampungsunnah.wordpress.com

20. Hal yang diniatkan Keduanya dalam pernikahan

Hendaknya kedua mempelai yang telah berikrar untuk mengikat tali perkawinan yang suci dan luhur, berniat untuk memelihara kehormatan diri dari perbuatan yang terlarang, karena hubungan keduanya merupakan shadaqah bagi keduanya. Hal tersebut berdasarkan hadits yang diriwayatkan dari Abu Dzar, berkata, "Beberapa orang sahabat berkata kepada Rasulullah, "Ya Rasulullah, orang-orang kaya telah memborong semua pahala yang disediakan Allah. Mereka shalat seperti kami, puasa seperti kami, dan mereka juga mampu memberi shadaqah dengan harta yang banyak. Rasulullah SAW menjawab, "Bukanlah Allah pun telah memberikan kesempatan kepada kalian untuk bershadaqah? Tiap ucapan tasbih adalah shadaqah, tiap ucapan takbir adalah shadaqah, tiap ucapan tahlil adalah shadaqah, begitu pula ucapan tahmid. Tidak hanya itu, segala usaha yang menyeru umat kejalan kebaikan termasuk shadaqah, melarang orang melakukan kemunkaran adalah shadaqah, bahkan jika kalian bercampur dengan istri-istri kalian. " Mendengar sabda Rasulullah para sahabat keheranan dan bertanya, "Wahai Rasulullah, bagaimana seorang suami yang memuaskan nafsunya terhadap istrinya akan mendapat pahala?" Rasulullah SAW menjawab, "Bagaimana menurut kalian jika mereka mengumbar nafsu dengan orang yang bukan menjadi haknya, bukankah mereka berdosa? " Jawab para sahabat, "Ya, benar." Beliau bersabda lagi,

terbentuk gumpalan darah yang kemudian akan menjadi anak, dan jika Allah SWT telah menentukan, maka tidak ada seorangpun yang dapat menolaknya." Saya katakan, isyarat ini, ditinjau dari 'azl yang berlaku pada saat itu. Sedangkan pada zaman sekarang telah terdapat sarana-sarana yang dapat digunakan oleh seorang suami untuk mencegah secara sempurna air mani masuk ke rahim istri, yang disebut dengan "mengikat saluran"dan meletakkan kondom pada dzakar ketika berjima', dan lain-lainnya. Dengan demikian hadits ini dan yang sebangsanya tidak dapat menolaknya, tapi hadits ini hanya menolak dua perkara yang pertama (yang telah disebutkan), lebih-lebih perkara yang kedua, perhatikanlah!

Ala kulli hal, menurut saya, 'azl adalah perbuatan makruh, apabila dua perkara itu atau salah satunya tidak disertai dengan sesuatu lainnya yang termasuk tujuan orang-orang kafir dalam pelaksanaan 'azl, seperti takut fakir karena banyak anak, takut terbebani dengan nafkah dan pendidikan mereka. Pada kondisi seperti ini, hukum makruh tersebut berubah menjadi hukum haram, karena niat orang yang melakukan 'azl sama dengan niat orang-orang kafir yang membunuh anak-anak mereka kerana takut kelaparan dan kefakiran. Berbeda lagi hukumnya, apabila wanita (istri) sakit, dimana dokter khawatir akan menambah penyakitnya bila ia hamil, maka ia boleh mengambil tindakan pencegahan kehamilan sementara. Jika penyakitnya berbahaya, yang dikhawatirkan tertimpa kematian, maka dalam kondisi seperti ini dibolehkan, bahkan diwajibkan mengikat saluran rahimnya (karena untuk menjaga keselamatan jiwanya). Wallahu A 'lam.