• Tidak ada hasil yang ditemukan

rkata, "Saya datang menemui Rasulullah eperluan. Ketika melihat saya, beliau , apakah dia mempunyai suami?"Saya u bertanya lagi, "Bagaimana perlakuanmu enjawab, "Saya tidak melampaui batas, tidak mampu melakukannya." Rasulullah bagaimana sikap kamu terhadapnya, adalah surga dan neraka bagimu.183

asulullah SAW bersabda,

menunaikan shalat lima waktu, memelihara h kepada suaminya, maka ia akan masuk

yang ia kehendaki. "184

Abi Syaibah (7/47/1) Oleh Ibnu Sa'ad (8/459) An-Nasa'i Ahmad bin Hanbal (4/341) Ath-Thabrani dalamAlAusath tkan pula oleh Imam Al Hakim (2/189) Baihaqi (7/291) Al (1/161/2) Ibnu Asakir (16/31/1) dengan sanadnya yang atakan oleh Al Hakim, dan Adz-Dzahabi menyetujui mengatakan, "Hadits ini diriwayatkan oleh Imam Ahmad

jayyid."

shahih dengan beberapa jalur periwayatan. Diiriwayatkan ab "AlAusath" (169/2) Begitupula oleh Ibnu Hibban dalam ayatkan oleh Abu Hurairah, sebagaimana yang diterangkan mam Ahmad bin Hanbal (No. 1661) dari Abdurrahman bin

Nai'm (6/308) Al Jurjani (291) dari Anas bin Malik.

http://kampungsunnah.wordpress.com

KEWAJIBAN WANITA UNTUK MENGABDI

KEPADA SUAMI

Saya (Syaikh Nashiruddin Al Albani) katakan, "Bahwasanya hadits-hadits yang baru saja saya paparkan ke hadapan para pembaca menunjukkan 'dilalah yang jelas tentang kewajiban wanita untuk taat kepada suami mereka, membantu suami, dan mengabdi kepadanya dalam batas batas yang sesuai dengan kadar kemampuannya.

Tidak diragukan lagi, bahwa diantara kewajiban-kewajiban yang dibebankan kepada wanita dalam hal ini adalah mengurus urusan rumah tangganya dan hal-hal yang berhubungan dengan pengurusan keluarga, seperti mendidik anak dengan pendidikan yang baik, dan yang sejenisnya.

Syaikhul Islam ibnu Taimiyah berkata dalam kitabnya yang berjudul AI Fatawa (2/234-235), "Para ulama berbeda pendapat tentang kewajiban para istri dalam membantu mencuci baju, memasak makanan, menyiapkan minuman, membuat adonan, memberi makanan untuk hewan ternaknya, dan yang sejenisnya. Sebagian dari ulama ada yang berpendapat bahwa istri dalam hal ini tidak wajib melakukan hal-hal tersebut." Pendapat seperti ini dhaif (lemah), sebagaimana lemahnya pendapat yang mengatakan bahwa tidak wajib bagi laki-laki berhubungan seks dengan istri, sebab hal ini bukan termasuk ke dalam perilaku yang muasyarah bil makruf

Sebagian lagi mengatakan -dan inilah pendapat yang benar- bahwa istri wajib berbuat hal yang demikian, sebab seorang laki-laki adalah tuan bagi kaum wanita, sebagaimana yang diungkap dalam Al Qur'an. Wanita adalah penolong laki-laki. Sunnah Rasulullah SAW -sebagian telah

http://kampungsunnah.wordpress.com

mengatakan bahwa kewajiban bagi pembantu dan budak adalah mengabdi kepada tuannya.

Kemudian di antara mereka juga ada yang berpendapat bahwa istri wajib membantu suami dalam hal-hal yang ringan. Sebagian lagi mengatakan bahwa istri wajib membantu suami dengan baik. Inilah pendapat yang benar. Istri wajib membantu suaminya, sebagaimana wanita-wanita lain juga membantu suaminya. Hal tersebut berbeda sesuai dengan perbedaan kondisi. orang-orang yang hidup di pedesaaan tentu berbeda caranya dalam membantu suami, bila dibandingkan dengan yang hidup di perkotaan. Wanita yang lemah juga berbeda kadar membantunya bila di dibandingkan dengan wanita yang kuat.

Saya (Syaikh Nashiruddin Albani) katakan, "Inilah pendapat yang tepat dan lebih dapat diterima, insya Allah. Sesungguhnya wajib bagi istri untuk mengabdikan dirinya kepada keluarga. Ini juga merupakan pendapat dari Imam Malik RA, sebagaimana yang diungkap dalam kitab AlFathu, (9/428). Abu Bakar Asy-Syaibah. Begitu pula Al Jurjani dari kalangan ulama Hanabilah, sebagaimana diungkap dalam kitab Al Ikhtiyarat (hal: 145), dan juga merupakan pendapat sebagian ulama salaf, sebagaimana yang diterangkan dalam kitab Az-Zaad (4/46). Kami tidak melihat mereka (yang mengatakan tidak wajib) memaparkan dalil-dalil yang dapat diterima.

Sebagian kalangan ada yang mengatakan bahwa konsekuensi dari sebuah akad pernikahan hanya bersifat "Mendapatkan kesenangan biologis" bukan akad yang di dalamnya terkandung konsekuensi keharusan untuk mengabdi atau membantu. Namun pendapat seperti ini jelas tertolak, karena kesenangan juga akan didapat oleh seorang wanita dengan akad nikah sebagaimana hal tersebut didapat oleh kalangan suami. Mereka (suami-istri) mempunyai posisi yang sama dalam hal kesenangan jasmani.

Sebagaimana yang telah maklum dalam ajaran Islam, bahwa Allah SWT

telah menjanjikan kepada suami hal lain untuk dilakukan kepada istri-istri mereka. Suami berkewajiban memberikan nafkah jasmani, rumah, serta pakaian. Oleh karena itu, selaras dengan kewajiban ini bagi laki laki, maka ada juga kewajiban lain bagi istri terhadap suami. Hal tersebut tak lain adalah kewajiban istri untuk membantu suami. Selain itu, jika dilihat dari pernyataan Al Qur'an tentang masalah kepemimpinan, maka suami adalah pemimpin dalam sebuah perkawinan. Jika wanita tidak melaksanakan fungsinya untuk melayani dan membantu suami, maka suami yang akan memegang peran seperti ini, yaitu membantu serta melayani istri. Hal ini akan membuat posisi menjadi

http://kampungsunnah.wordpress.com

terbalik, yaitu istri menjadi pimpinan dalarn sebuah keluarga, dan suami menjadi yang dipimpin. Kondisi seperti ini merupakan sebuah kondisi yang terbalik, jika kita melihat apa yang diungkap oleh Al Quran. Oleh karena itu, dalam hal ini suami adalah pemimpin istri, dan istri berkewajiban membantu dan melayani suami.

Selain itu, jika laki-laki menjadi pembantu istri, maka akan mengakibatkan dua hal yaitu;

Pertama; perilaku suami yang menjadi pembantu serta pelayan istri akan mengakibatkan suami tersebut tidak dapat melaksanakan fungsinya untuk mencari nafkah.

Kedua; kondisi seperti ini membuat para istri tidak melakukan pekerjaan yang seharusnya ia kerjakan di rumah.

Kondisi seperti ini, jelas sekali akan membuat rusaknya tatanan kehidupan yang telah diatur dalam syariah Islam, dimana laki-laki mempunyai kelebihan serta keutaman dalam masalah kepemimpinan.

Hal yang baru saja kami terangkan mendapat dukungan dari kisah asulullah SAW dan keluhan dari putrinya yang bernama Farimah Az-Zahra yang menjadi istri dari Imam Ali RA)

Suatu hari Fatimah datang menemui Rasulullah SA W, dan (Fatimah) mengadukan perihal dirinya yang lelah (dengan memerlihatkan jemarinya). kemudian Rasulullah SAW bersabda kepada Fatimah dan Ali, "Maukah kalian saya tunjukkan sesuatu yang lebih baik dari apa yang kalian berdua minta? Jika kalian akan tidur, bertasbihlah sebanyak 33 kali, dan bertahmidlah (membaca Al Hamdulillah) sebanyak 33 kali, dan bertakbirlah (membaca Allahu akbar) sebanyak 33 kali. Hal tersebut lebih bagus dibandingkan dengan seorang pembantu. Ali berkata, "Setelah Rasulullah SAW memberitahukan hal tersebut, saya tidak pemah meninggalkan apa yang disarankannya tersebut." Dikatakan, "Bahkan di hari Shiffin?" Jawab Ali RA, "Ya, bahkan di hari shiffin." (Diriwayatakan oleh Imam Bukhari dalam kitabnya (9/417-418).

Dalam kisah di atas, anda dapat melihat serta mengambil sebuah pemahaman bahwa Rasulullah SAW tidak berkata kepada Ali RA. "Kamu tidak harus membantunya." Akan tetapi "Ia lah yang membantumu." Hal tersebut sebagaimana yang dikatakan oleh Imam ibnu Qayyim Al Jauziyah rahimahulaah.

Bagi mereka yang ingin lebih banyak mengetahui tentang hal ini, dapat

http://kampungsunnah.wordpress.com

membaca kitab Imam ibnu Qayyim Al Jauziyah yang berjudul ZadulMa'ad

(4/45-46)

Hal yang kami katakan tentang kewajiban kaum istri untuk membantu serta melayani suaminya di rumah, bukan berarti bahwa suami tidak dianjurkan untuk membantunya (jika ia memang mempuyai waktu luang) Bahkan diantara salah satu perilaku baik seorang suami dalam bergaul dengan istri adalah membantu meringankan beban kerja istri. Oleh karena itu Aisyah RA berkata -ketika memberitahu tentang akhlak Rasulullah SAW di rumah- "Rasulullah

SAW selalu membantu pekerjaan di rumah, dan jika telah tiba waktu shalat maka beliau keluar untuk melaksanakan shalat."

Hadits ini diriwayatkan oleh Imam Bukhari dalam kitabnya (2/129/9/ 418), oleh Imam Tirmidzi (3/314), beliau menshahihkannya, Al Mukhalish dari jilid tiga sampai enam dari kitab Al Mukhalishshat (66/1) dan Ibnu Sa'ad (1/366). Hadits ini juga diriwayatkan dalam kitab Asy-Syamail (2/185) dengan jalur periwayatan yang lain, dan para perawinya dapat dipercaya. Sebagian perawi tersebut derajatnya lemah, akan tetapi Imam Ahmad bin Hanbal dan Abu Bakar Asy-Syafi'i meriwayatkannya dengan sanad yang kuat, sebagaimana telah saya teliti dalam kitab Silsilah AlAhadits Ash-Shahihah (No: 670) Hanya Allah SWTyang memberikan taufik.

Para pembaca, inilah akhir dari hal yang dapat saya kemukakan -dengan taufik dari Allah SWT- dalam mengungkap adab perkawinan.

Subhanakallahumma wabihamdika Asyhadu allaa ilaha illalah illa anta, astaghjiruka wa atubu ilaika.

http://kampungsunnah.wordpress.com