• Tidak ada hasil yang ditemukan

Bakteri Aeromonas hydrophila

Dalam dokumen C08yab (Halaman 31-36)

Klasifikasi dan identifikasi A. hydrophila menurut Holt et al. (1994) sebagai berikut : Filum : Protophyta Kelas : Schizomycetes Ordo : Pseudomonadales Famili : Vibrionaceae Genus : Aeromonas

Spesies: Aeromonas hydrophila

Penyakit MAS (Motile Aeromonad Septicaemia) yang juga dikenal dengan nama penyakit bercak merah (red spot disease) adalah penyakit yang disebabkan oleh bakteri Aeromonas hydrophila (Angka et al., 2004b). Sedangkan beberapa peneliti lain menurut Angka (2001) menamakannya EUS (Epizootik Ulcerative Syndrome). Morfologi A. hydrophila dapat dilihat pada gambar 3 berikut ini.

Nama sinonim dari bakteri Aeromonas hydrophila adalah A. formicans dan A.

liquefaciens (Cipriano et al., 1984; Austin dan Austin, 1993). Bakteri A. hydrophila

termasuk golongan bakteri Gram negatif, berbentuk batang pendek dengan ukuran 1,0-1,5 x 0,7-0,8 µm, bergerak dengan sebuah polar flagel dan bersifat oksidatif fermentatif (Kabata, 1985). Aeromonas hydrophila juga bersifat fakultatif aerob, yaitu dapat memanfaatkan nutrisi yang terdapat di air dan dapat bertahan hidup dalam jangka waktu yang lama tanpa adanya inang (Kabata, 1985; Camus et al., 1998). Bakteri ini berkembang dengan baik pada perairan yang mengandung bahan organik tinggi dan tumbuh optimum pada suhu 20-30 oC (Kabata, 1985). Austin dan Austin (1993) menyatakan bahwa bakteri ini mampu tumbuh pada suhu 37 oC.

Kabata (1985) menyatakan bahwa A. hydrophila merupakan penyebab umum dari penyakit bacterial haemorrhagic septicaemia yaitu penyakit yang merusak jaringan dan organ pembuat sel darah. Serangan penyakit ini cenderung bersifat musiman dan meningkat selama musim panas. Penyakit ini mempunyai gejala-gejala sebagai berikut :

1. Busung perut, ditandai dengan membengkaknya rongga visceral oleh cairan. 2. Tukak atau borok, ditandai dengan luka pada kulit dan otot.

3. Haemorrhagic septicaemia yang disebut juga infectious abdominal dropsi atau

red mouth disease atau red pest dengan tanda-tanda kulit kering, kasar dan

melepuh.

Menurut Amlachler (1961) dalam Snieszko dan Axelrod (1971), serangan bakteri A. hydrophila menyebabkan haemorrhagic septicaemia yang terjadi dalam 4 tingkatan berbeda, sebagai berikut:

1. Akut, merupakan septicaemia yang fatal, infeksi cepat dengan sedikit tanda-tanda penyakit yang terlihat, ditandai dengan pembengkakan organ dalam.

2. Sub akut, terlihat gejala dropsi, lepuh, abses, dan pendarahan pada sisik.

3. Kronis, terlihat gejala tukak, bisul-bisul, dan abses yang perkembangannya berlangsung lama.

4. Laten, tidak memperlihatkan gejala penyakit, namun pada organ dalam terdapat bakteri penyebab penyakit.

A. hydrophila mulai dikenal di Indonesia sejak tahun 1980, karena bakteri ini

merupakan penyebab wabah penyakit bercak merah pada ikan air tawar yang pertama kali terjadi di Jawa Barat (Angka et al., 1981). Menurut Angka et al. (1981), penyakit bercak merah ini menyerang beberapa jenis ikan yaitu ikan mas, gurame, nila, tawes, tambakan, mola, mujair dan lele. Peradangan kulit yang disertai gejala perdarahan dan nekrose (haemorrhagic necrotic dermatitis) terjadi kebanyakan pada ikan mas berukuran kurang dari 500 g, peradangan kulit disertai perdarahan, nekrose dan borok (ulcerative necrotic haemorrhagic dermatitis) banyak ditemui pada ikan gurame dan mas berukuran lebih dari 500 g sedangkan pada ikan lele peradangan kulit dengan borok (ulcerative dermatitis) yang didahului lepuh yang menonjol.

Adanya kepadatan parasit dan densitas ikan yang tinggi, beban bahan organik di air tinggi, aktifitas pemijahan, penanganan dan transportasi yang kasar juga dapat memicu timbulnya penyakit (Camus et al., 1998). Bakteri Aeromonas hydrophila dapat menimbulkan penyakit pada populasi ikan yang lemah atau sebagai infeksi sekunder saat ikan terinfeksi penyakit lain. Stressor lingkungan seperti memburuknya kualitas air dapat mempercepat perkembangan penyakit ini. Faktor-faktor tersebut diantaranya fluktuasi suhu air tinggi, kadar amonia dan nitrit tinggi, gangguan pH dari kondisi normal, dan kelarutan oksigen rendah. Menurut Kabata (1985), penyakit ini bersifat musiman dan meningkat selama musim panas serta berhubungan dengan populasi ikan yang mengalami stres. Motil aeromonads merupakan bakteri yang sangat melimpah yang terdapat di lingkungan air tawar. Dapat juga hidup di perairan payau, tapi jumlahnya semakin berkurang saat salinitas di atas 15 ppt.

Ikan yang telah terinfeksi A. hydrophila memperlihatkan tingkah laku yang abnormal seperti respon renang lambat, megap-megap di permukaan air, dan nafsu makan menurun. Gejala lainnya sirip rusak, kulit kering dan kasar, lesi pada kulit yang berkembang menjadi tukak dan mata menonjol (exophthalmus), serta terkadang perut menggembung berisi cairan kemerahan (Kabata, 1985)

Bakteri A. hydrophila menghasilkan zat beracun yang dikenal sebagai toksin. Kemampuan A. hydrophila untuk menghasilkan suatu toksin yang mempunyai efek buruk terhadap inang dan sifat racun toksin tersebut merupakan faktor penting untuk

menyebabkan penyakit (Angka, 2001). Menurut Thune et al. (1982) dalam Angka (2000) dan Angka (2001) menyatakan bahwa A. hydrophila menghasilkan eksotoksin (ECP) dan endotoksin. Produk toksin yang dihasilkan akan diekskresikan ke medium sekitarnya (eksotoksin) atau disimpan di dalam selnya (endotoksin) sebagai bagian dari sel tersebut (Pelczar dan Chan, 1988). Karakteristik bakteri A. hydrophila di perairan sangat beragam yang disebabkan oleh perbedaan produksi endotoksin dan eksotoksin yang tidak sama untuk setiap galurnya (Angka, 2004a).

Menurut Angka (2001) penelitian tentang bakteri A. hydrophila telah banyak dilakukan dan diketahui bahwa bakteri ini mampu menghasilkan produk eksotoksin. Eksotoksin adalah protein yang dapat berdifusi dan diekskresikan dari sel bakteri ke dalam sistem peredaran darah dan jaringan inang. Selanjutnya menurut Angka (2001)

A. hydrophila menghasilkan berbagai toksin ekstraseluler atau enzim ekstraseluler

yang merupakan faktor virulen. Produk ekstraseluler dari A. hydrophila terdiri atas hemolisin α danβ , protease, elastase, lipase, cytotoksin, enterotoksin, gelatinase, caseinase, lecithinase dan leucocidin. Pertumbuhan bakteri A. hydrophila yang cepat dan produksi ekstraseluler yang dihasilkannya adalah penyebab terjadinya gangguan fisiologis dan kematian ikan yang terinfeksi (Brenden dan Huizinga, 1986). Menurut Angka (2001), karena bakteri ini dapat memanfaatkan albumin, casein, fibrinogen dan gelatin sebagai substrat protein sehingga dapat diketahui galur A. hydrophila bersifat proteolitik sehingga patogen pada ikan. Aktifitas hemolitik dan proteolitik adalah faktor paling penting dalam patogenesis dan virulensi dari bakteri (Austin dan Austin, 1993). Protease berfungsi untuk berkembangnya penyakit dengan melawan pertahanan tubuh inang dan mengambil penyediaan nutrien sehingga bakteri berkembang biak (Angka, 2001). Hemolisin merupakan enzim yang mampu melisis sel-sel darah merah dan membebaskan hemoglobinnya. Menurut Pelczar dan Chan (1988) hemolisinα danβ menghasilkan zona hemolisis yang bening di sekeliling koloni A. hydrophila yang tumbuh pada agar darah. Lecithinase adalah enzim yang menghancurkan berbagai sel jaringan dan terutama aktif melisis sel-sel darah merah sedangkan leucocidin adalah enzim yang dapat membunuh sel-sel darah putih (Pelczar dan Chan, 1988).

Bakteri Aeromonas hydrophila adalah bakteri gram negatif dengan struktur dinding sel yang terdiri atas fosfolipid dan karbohidrat (lipopolysaccharide), dikenal sebagai endotoksin. Endotoksin ini dapat menyebabkan radang, demam dan renjatan (shock) pada hewan inang (Pelczar dan Chan, 1988; Angka, 2001). Endotoksin dilepaskan hanya bila sel dari bakteri tersebut hancur sehingga adanya substansi toksin di dalam populasi bakteri Aeromonas hydrophila disebabkan karena terlisisnya beberapa dari sel tersebut. Endotoksin pada umumnya memegang peranan pembantu dalam menimbulkan penyakit (Pelczar dan Chan, 1988).

Bakteri ini dapat ditemukan pada air dengan bahan organik yang melimpah, seperti pada kolam dan sistem akuakultur yang lain, dapat diisolasi dari perairan payau, muara sungai, air PAM, tanah kulit, saluran pencernaan dari ikan sehat, dari lumpur kolam, tanaman air dan parasit protozoa tertentu (Camus et al., 1998; Angka, 2001). Faktor-faktor tersebut membuat pemusnahan A. hydrophila pada sistem pemeliharaan ikan menjadi hal yang tidak mungkin (Camus et al., 1998).

A. hydrophila merupakan patogen oportunis dan hanya dapat menimbulkan

penyakit pada populasi ikan yang lemah atau sebagai infeksi sekunder saat ikan terinfeksi penyakit lain. Faktor stres lingkungan, khususnya yang berkaitan dengan kualitas air yang buruk, mempertinggi perkembangan penyakit. Faktor-faktor tersebut diantaranya suhu air tinggi, kadar amonia dan nitrit tinggi, gangguan pH, dan oksigen terlarut rendah. Kepadatan parasit dan ikan yang tinggi, beban bahan organik di air yang tinggi, aktifitas pemijahan, penanganan dan transportasi yang kasar juga dapat memicu timbulnya penyakit yang disebabkan oleh bakteri A. hydrophila (Camus et

al., 1998).

Aeromonas sp. selain menjadi penyebab penyakit pada ikan-ikan air tawar

(Angka et al., 2004a) juga patogen dan dapat menular pada amphibi, reptil, burung, mamalia, serta manusia (Popoff 1984 dalam Angka et al. 2004a) melalui luka terbuka atau tertelan bersama air atau makanan. Orang yang tertular A. hydrophila dengan daya tahan tubuh yang menurun akan mengalami diare atau septicaemia (Angka, 2001).

Dalam dokumen C08yab (Halaman 31-36)

Dokumen terkait