• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB III Gambaran Umum Lokasi Penelitian dan Program Sentra Ternak Domba BAZNAS Domba BAZNAS

TINJAUAN PUSTAKA

A. Kerangka Teori 1. Teori Efektivitas

3. Baligh dan berakal

Anak kecil dan orang gila tidak dikenai zakat pada hartanya, karena keduanya tidak dikenai khitab perintah.

4. Harta tersebut merupakan harta yang memang wajib dizakati, seperti; naqdaini (emas dan perak) termasuk juga al-auraq al-naqdiyah (surat-surat berharga), barang tambang dan barang temuan (rikaz), barang dagangan, tanam-tanaman dan buah-buahan, serta hewan ternak.

5. Harta tersebut telah mencapai nishab (ukuran jumlah). 6. Harta tersebut adalah milik penuh (al-milk al-tam).

Harta tersebut berada di bawah kontrol dan di dalam kekuasaan pemiliknya, atau seperti menurut sebagian ulama bahwa harta itu berada di tangan pemiliknya, di dalamnya tidak tersangkut dengan hak orang lain dan ia dapat menikmatinya. Atau bisa juga dikatakan sebagai kemampuan pemilik harta mentransaksikan miliknya tanpa campur tangan orang lain. Hal ini disyaratkan karena pada dasarnya zakat berarti pemilikan dan pemberian untuk orang yang berhak. Ini tidak akan terealisasi kecuali bila

pemilik harta betul-betul memiliki harta tersebut secara sempurna. Dari sinilah, maka harta yang telah berada di luar kekuasaan pemilik atau cicilan maskawin yang belum dibayar tidak wajib zakat.

Menurut Hanafiyah, al-milk al-tam adalah harta yang berada dalam tangan atau kekuasaannya. Oleh karena itu jika seseorang memiliki sesuatu (harta), namun dia tidak menggenggamnya, maka ia tidak wajib dizakati, seperti maskawin bagi seorang perempuan sebelum ia menerimanya. Sedangkan menurut Malikiyah, al-milk al-tam adalah kepemilikan seseorang sehingga ia berkesempatan untuk menggunakan harta yang dimilikinya. Oleh karena itu, tidak wajib zakat bagi seorang budak atas segala sesuatu yang dimilikinya karena kepemilikannya tidak sempurna.

7. Telah berlalu satu tahun atau cukup haul (ukuran waktu, masa). Haul adalah perputaran harta satu nishab dalam 12 bulan Qamariyah. Apabila terdapat kesulitan akuntansi karena biasanya anggaran dibuat berdasarkan tahun Syamsiyah, dengan penambahan volume (rate) zakat yang wajib dibayar, dari 2,5% menjadi 2,575% sebagai akibat kelebihan hari bulan Syamsiyah dari hari bulan Qamariyah.

8. Tidak adanya hutang.

Abdurahman al-Jaziri dalam Fakhruddin (2008) merinci pendapat para imam mazhab sebagai berikut. Berkaitan dengan hal ini, Hanafiyah

membagi hutang menjadi tiga macam, yaitu pertama, hutang yang murni berkaitan dengan seseorang, kedua, hutang yang berkaitan dengan Allah swt namun dia dituntut dari aspek manusia, dan ketiga, hutang yang murni berkaitan dengan Allah swt dan tidak ada tuntutan dari aspek manusia, seperti hutang nadzar dan kafarat, zakat fitrah dan nafkah haji. Hutang yang bisa mencegah seseorang untuk membayar zakat adalah hutang dalam kelompok pertama dan kedua. Oleh karena itu, ketika seseorang telah mencapai nishab dan haul, namun dia msih mempunyai hutang, maka dia tidak wajib berzakat kecuali zakat tanam-tanaman dan buah-buahan.

Imam Maliki mengatakan bahwa jika seseorang mempunyai hutang yang mengurangi nishab dan dia tidak mempunyai harta yang bisa menyempurnakan nishabnya, maka dai tidak wajib berzakat. Ini adalah syarat khusus untuk zakat emas dan perak jika keduanya bukan barang tambang dan barang temuan.

Imam Hanbali berpendapat bahwa tidak wajib zakat bagi seseorang yang mempunyai hutang yang menghabiskan nishab hartanya atau menguranginya, meskipun hutang tersebut bukan sejenis dengan harta yang akan dizakati atau bukan hutang pajak. Hutang tersebut mencegah wajibnya zakat pada al-amwal al-bathinah seperti uang dan nilai barang dagangan, barang tambang, al-amwal al-dzahirah seperti hewan ternak,

biji-bijian dan buah-buahan. Jika seseorang mempunyai harta tapi berhutang, maka hendaklah dia melunasi hutangnya dulu kemudian dibayar zakatnya jika memenuhi nishab.

9. Melebihi kebutuhan dasar atau pokok

Barang-barang yang dimiliki untuk kebutuhan pokok, seperti rumah pemukiman, alat-alat kerajinan, alat-alat industri, sarana transportasi dan angkutan, seperti mobil dan perabot rumah tangga, tidak dikenakan zakat. Demikian juga dengan uang simpanan yang dicadangkan untuk melunasi hutang, tidak diwajibkan zakat, karena seorang kreditor sangat memerlukan uang yang ada di tangannya untuk melepaskan dirinya dari cengkraman hutang.

10. Harta tersebut harus didapatkan dengan cara yang baik dan halal.

Maksdunya bahwa harta yang haram, baik substansi bendanya maupun cara mendapatkannya jelas tidak dikenakan kewajiban zakat, karena Allah tidak menerima kecuali yang baik dan halal.

11. Berkembang

Qardhawi dalam Fakhruddin (2008) membagi pengertian berkembang tersebut menjadi dua, yaitu pertama, bertambah secara konkrit (haqiqi) dan kedua, bertambah secara tidak konkrit (taqdiri). Berkembang secara

konkret adalah bertambah akibat pembiakan dan perdagangan dan sejenisnya, sedangkan berkembang tidak secara konkret adalah kekayaan itu berpotensi berkembang baik berada di tangannya maupun di tangan orang lain atas namanya.

Adapun syarat sahnya zakat adalah sebagai berikut:

1. Adanya niat muzakki (orang yang mengeluarkan zakat)

2. Pengalihan kepemilikan dari muzakki ke mustahiq (orang yang berhak menerima zakat).

d. Macam-macam Zakat

Secara umum, zakat terbagi ke dalam dua kategori yaitu zakat maal (harta) dan zakat nafs atau juga dikenal dengan zakat fitrah (Shiddieq, 2007). Zakat maal (harta) adalah bagian dari harta kekayaan seseorang (juga badan hukum) yang wajib dikeluarkan untuk golongan orang-orang tertentu setelah dipunyai selama jangka waktu tertentu dalam jumlah minimal tertentu (Fakhruddin, 2008). Zakat profesi, zakat perusahaan, zakat surat-surat berharga dan sebagainya merupakan zakat maal. Sedangkan zakat fitrah adalah pengeluaran wajib dilakukan oleh setiap muslim yang mempunyai kelebihan dari keperluan keluarga yang wajar pada malam dan hari raya Idul Fitri.

e. Hikmah dan Manfaat Zakat

Hafidhuddin (2002) mengemukakan tujuh hikmah dan manfaat zakat, yaitu: 1. Sebagai perwujudan keimanan kepada Allah swt, mensyukuri

nikmat-Nya, menumbuhkan akhlak mulia dengan rasa kemanusiaan yang tinggi, menghilangkan sifat kikir, rakus dan materialistis, menumbuhkan ketengan hidup sekaligus membersihkan dan mengembangkan harta yang dimiliki.

2. Karena zakat merupakan harta mustahiq, maka zakat berfungsi untuk menolong, membantu dan membina terutama fakir miskin ke arah kehidupan yang lebih baik dan lebih sejahtera, sehingga mereka dapat memenuhi kebutuhan hidupnya dengan layak, dapat beribadah kepada Allah swt, terhindar dari bahaya kekufuran, sekaligus menghilangkan sifat iri dengki dan hasad yang mungkin timbul dari kalangan mereka ketika mereka melihat orang kaya yang memiliki harta cukup banyak. 3. Sebagai pilar amal bersama (jama’i) antara orang-orang kaya yang

berkecukupan hidupnya dan para mujahid yang seluruh waktunya digunakan untuk berjihad di jalan Allah swt yang karena kesibukannya tersebut, ia tidak memiliki waktu dan kesempatan untuk berusaha dan berikhtiar bagi kepentingan nafkah diri dan keluarganya.

4. Sebagai salah satu sumber dana bagi pembangunan sarana maupun prasarana yang harus dimiliki umat Islam, seperti sarana ibadah,

pendidikan, kesehatan, sosial maupun ekonomi sekaligus sarana pengembangan kualitas sumber daya manusia muslim.

5. Untuk memasyarakatkan etika bisnis yang benar, sebab zakat itu bukanlah membersihkan harta yang kotor, akan tetapi mengeluarkan bagian dari hak orang lain dari harta kita yang kita usahakan dengan baik dan benar sesuai dengan ketentuan Allah swt.

6. Dari sisi pembangunan kesejahteraan umat, zakat merupakan salah satu instrument pemerataan pendapatan. Dengan zakat yang dikelola dengan baik, dimungkinkan membangun pertumbuhan ekonomi sekaligus pemerataan pendapatan, economic with equity11.

7. Dorongan ajaran Islam yang begitu kuat kepada orang-orang yang beriman untuk berzakat, berinfak dan bersedekah menunjukkan bahwa ajaran Islam mendorong umatnya untuk mampu bekerja dan berusaha sehingga memiliki harta kekayaan yang di samping dapat memenuhi kebutuhan hidup diri dan keluarganya, juga berlomba-lomba menjadi muzakki dan munfik12.

Selain itu, Fakhruddin (2008) mengutip Wahbah Zuhaili dalam al-Fiqh al-Islamiy wa Adillatuhu bahwa terdapat 4 hikmah zakat, yaitu:

11

Ahmad Muflih Saefuddin dalam Didin Hafidhuddin, Zakat Dalam Perekonomian Modern (Jakarta: Gema Insani Press, 2002), hal. 14.

12

M. Zainal Muttaqin dalam Didin Hafidhuddin, Zakat Dalam Perekonomian Modern (Jakarta: Gema Insani Press, 2002), hal.15.

1. Menjaga harta dari pandangan dan tangan-tangan orang yang jahat. 2. Membantu faqir miskin dan orang-orang yang membutuhkan.

3. Membersihkan jiwa dari penyakit kikir dan bakhil serta membiasakan orang mukmin dengan pengorbanan dan kedermawanan.

4. Mensyukuri nikmat Allah swt berupa harta benda.

Kemudian dalam penjelasan lain, Ali (1988) juga menyimpulkan beberapa hikmah zakat yaitu13:

1. Mensyukuri karunia Ilahi, menumbuhsuburkan harta dan pahala serta membersihkan diri dari sifat-sifat kikir dan loba, dengki, iri serta dosa.

2. Melindungi masyarakat dari bahaya kemiskinan dan akibat kemelaratan.

3. Mewujudkan rasa solidaritas dan kasih sayang antara sesama manusia.

4. Manifestasi kegotongroyongan dan tolong-menolong dalam kebaikan dan taqwa.

5. Mengurangi kefakirmiskinan yang merupakan masalah sosial. 6. Membina dan mengembangkan stabilitas sosial.

7. Salah satu jalan mewujudkan keadilan sosial.

13

f. Definisi dan Jenis-Jenis Pendayagunaan ZIS

Pada pasal 16 ayat (1) dan (2) UU No. 38 Tahun 1999 tentang Pengelolaan Zakat, secara eksplisit dinyatakan bahwa pendayagunaan zakat adalah untuk memenuhi kebutuhan hidup para mustahiq sesuai dengan ketentuan agama (delapan ashnaf) dana dapat dimanfaatkan untuk usaha produktif. Secara lebih spesifik, dalam Keputusan Menteri Agama (KMA) Nomor 373 Tahun 2003 pasal 28 ayat (2) dijelaskan bahwa pendayagunaan zakat untuk usaha produktif dilakukan apabila zakat sudah dapat memenuhi kebutuhan hidup para mustahiq dan ternyata masih terdapat kelebihan. Dari sini dapat kita lihat bahwa ZIS terutama infaq dan shadaqah, dapat dimanfaatkan untuk usaha produktif apabila terdapat usaha-usaha nyata yang berpeluang menguntungkan.

Secara umum, dana ZIS dapat didistribusikan pada dua jenis kegiatan, yaitu kegiatan-kegiatan yang bersifat konsumtif dan produktif14. Kegiatan konsumtif adalah kegiatan yang berupa bantuan sesaat untuk menyelesaikan masalah yang sifatnya mendesak dan langsung habis setelah bantuan tersebut digunakan (jangka pendek). Sedangkan kegiatan produktif adalah kegiatan pemberian bantuan yang diperuntukkan bagi kegiatan usaha produktif sehingga dapat memberikan dampak jangka menengah-panjang bagi para mustahiq.

14

Wina Meylani, ”Analisis Pengaruh Pendayagunaan Zakat, Infaq dan Shadaqah Terhadap Indikator Kemiskinan dan Pendapatan Per Kapita Mustahiq (Studi Kasus: Program Ikhtiar di Desa Ciaruteun Ilir, Kecamatan Cibungbulang, Kabupaten Bogor),” (Skripsi S1 Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor, Jawa Barat, 2009), h. 15.

Gambar 2.1. Bagan Pendayagunaan ZIS

Pendayagunaan ZIS yang bersifat konsumtif dapat disalurkan dalam bentuk bantuan biaya kesehatan, pendidikan, serta kegiatan social lain yang bersifat incidental seperti bantuan penanganan bencana alam. Sedangkan pendayagunaan ZIS produktif dapat dilakukan melalui kegiatan pengembangan dan pemberdayaan UMKM serta pemberdayaan berbasis komunitas. Pendayagunaan ZIS secara produktif dapat dilakukan dengan memberikan pembiayaan produktif kepada para mustahiq. Definisi pembiayaan produktif15 adalah pembiayaan yang ditujukan untuk memenuhi kebutuhan produksi dalam arti luas, yaitu untuk peningkatan usaha, baik

15

Muhammad Syafi’I Antonio, Bank Syariah: Dari Teori ke Praktik (Jakarta: Gema Insani & Tazkia Cendekia,2001), h. 160.

Pendayagunaan ZIS

Konsumtif Produktif

Kesehatan Pendidikan Sosial (emergenc y fund, bencana alam, dll) Pengembangan dan Pemberdayaan UKM Pemberdayaan Komunitas

usaha produksi, perdagangan maupun investasi. Berdasarkan jenis keperluannya, pembiayaan produktif dibagi menjadi dua, yaitu16:

1. Pembiayaan modal kerja, yaitu pembiayaan untuk memenuhi kebutuhan: (a) peningkatan produksi, baik secara kuantitatif, yaitu jumlah hasil produksi, maupun secara kualitatif, yaitu peningkatan kualita atau mutu hasil produksi; dan (b) untuk keperluan perdagangan atau peningkatan utility of place dari suatu barang.

2. Pembiayaan investasi, yaitu untuk memenuhi kebutuhan barang-barang modal (capital goods) serta fasilitas-fasilitas yang erat kaitannya dengan itu.

3. Teori Kemiskinan

Dokumen terkait