persoalan. Sampah makin menggu- nung. Belum lagi, warga mulai tak disi- plin membuang sampah. Sampah asal dilempar begitu saja. Tidak dibuang tepat di areal yang disediakan. Walhasil sampah berserakan. Bau tak sedap pun muncul. Padahal tak jauh dari tempat pembuangan sampah itu ada fasilitas ibadah, berupa masjid. Bisa dibayang- kan bagaimana kondisinya.
Para pengurus RW dan RT memang pernah berinisiatif bekerja sama dengan Dinas Kebersihan setempat. Mereka meminta Dinas Kebersihan meng- angkut sampah tersebut. Kompensa- sinya, warga membayar Rp. 150 ribu untuk sekali angkut. Sayangnya keda- tangan truk pengangkut itu tidak perio- dik seperti yang diharapkan. Akhirnya sampah tetap menjadi masalah.
Kerja Sama dengan LSM
Kenyataan itu mau tidak mau meng- haruskan para pengurus RW setempat mencari jalan keluar. Imam Sutopo, salah satu ketua RW yang mengkoordi- nasikan RW-RW lain saat itu, menje- laskan pihaknya mencoba menghu- bungi Bina Ekonomi Sumberdaya Ter- padu (BEST) Tangerang yang kantornya tidak terlalu jauh dari perumahan itu. Dia berharap LSM itu bisa membantu memecahkan problem sampahnya. Ga- yung pun bersambut karena LSM ini memang memiliki pengalaman dan fokus di bidang persampahan dan sani- tasi.
BEST kemudian mengadakan survei kondisi kawasan. Setelah itu LSM ini mengadakan presentasi mengenai pe- ngelolaan sampah yang memungkinkan di perumahan itu di hadapan para ketua RW dan RT serta tokoh-tokoh masya- rakat. ''Ini adalah upaya penjajakan se- kaligus untuk melihat respon masya- rakat terhadap proposal yang kami tawarkan,'' kata Lubis, aktivis BEST.
BEST menawarkan fasilitas dan sis- tem pengelolaan sampah. BEST siap
mengelola sampah setiap keluarga de- ngan cara mengambilnya ke rumah seti- ap hari. Sebagai kompensasi setiap KK dikenai biaya pengelolaan sebesar Rp 10 ribu/KK/bulan. Dari sisi model penge- lolaan, masyarakat memberikan respon positif. Tapi masyarakat masih ke- beratan dengan angka nominal yang di- tawarkan BEST. ''Angka itu terlalu ting- gi, karena masyarakat memiliki beban iuran yang lain,'' kata Imam yang kini tak lagi menjadi RW.
Pembicaraan tak berhenti. Negosiasi berlanjut. Selama proses berlangsung, ada yang sempat menawar setengah dari angka tersebut dengan kompensasi pengambilan sampah dua minggu sekali. Ada yang menawar dengan angka lainnya dengan kompensasi yang lain pula. Akhirnya, BEST mengajukan penawaran Rp 4 ribu per KK dengan kompensasi penyediaan lokasi, sanksi, jatah waktu angkut, dan peraturan lain- nya. Setelah digodok, disepakati iuran warga sebesar Rp 3.700 per KK.
Semua RT sepakat dengan kerja sama itu kecuali satu RT yang menolak yakni RT 3/RW 7. Alasannya, mereka akan membangun sistem pengelolaan sampah sendiri yakni dengan insinera- tor. Kendati dalam pelaksanaannya asap dari insineratornya mencemari RT 1 dan 2 dari RW itu, pengurus RT tak peduli. Kerja sama itu masih berlang- sung hingga kini.
Sistem Pengelolaan
Pengelolaan ini menggunakan sis- tem jemput langsung ke rumah. BEST menggunakan armada berupa motor roda tiga-motor yang belakangnya dilengkapi bak. Motor ini berkeliling ke rumah-rumah warga seminggu dua kali untuk mengambil sampah. Warga ting- gal meletakkan sampahnya di depan
Pengomposan Komunal
Alternatif Penanganan Sampah Perumahan
Awalnya pengembang menyediakan
tempat pembuangan sampah
sementara di salah satu
sudut perumahan. Sedikit demi
sedikit sampah menumpuk.
Sekali waktu dibakar.
Tak ada persoalan yang berarti.
Namun seiring pertumbuhan rumah
baru dan pertambahan warga,
tumpukan sampah itu
mulai menjadi persoalan.
pintu gerbang rumahnya. Sampah ini kemudian dikumpulkan di satu lokasi yang telah disepakati.
Sesuai kesepakatan, petugas BEST hanya akan mengambil sampah dapur. Mereka tidak berkewajiban meng- angkut sampah berupa puing atau dahan sisa tebangan pohon. Namun mereka bisa diminta untuk mengurusi sampah itu dengan negosiasi harga ter- lebih dahulu di lapangan.
Awalnya sampah warga yang ter- kumpul kemudian diangkut truk ke TPS. Namun sistem ini menghadapi kendala alam. Seringkali truk sampah kejeblos karena kondisi tanah di wila- yah itu yang belum stabil. Akhirnya sis- tem tersebut dikembangkan menjadi pengelolaan sampah di tempat dengan menggunakan fasilitas yang diberi nama Material Row Fasilities(MRF). Tentang MRF
MRF berbentuk bangunan dengan luas 18 x 27 meter persegi. Bangunan itu menggunakan kerangka baja dan atap seng. Sekelilingnya dibangun tembok
setinggi dua meter dan dilengkapi de- ngan pintu gerbang. Bangunan yang didanai oleh BORDA itu berfungsi seba- gai tempat pengumpulan sampah war- ga, pemilahan sampah antara yang or- ganik dan non organik, pengolahan sampah organik menjadi kompos, pe- nyimpanan kompos,dan penyimpanan bahan non organik yang akan dijual. Fasilitas ini dilengkapi dengan rumah jaga bagi karyawan. Operasionalisasi fasilitas tersebut berasal dari iuran bu- lanan warga.
MRF dioperasikan oleh lima orang pekerja yang bekerja antara pukul 8.00- 16.00 tiap hari. Mereka terdiri atas koordinator dan empat karyawan. Mereka digaji oleh BEST. Karyawan ini bertugas sebagian berkeliling mengam- bil sampah, sisanya mengolah sampah yang sudah terkumpul.
Sampah yang baru datang dima- sukkan ke dalam keranjang-keranjang bambu. Sampah kemudian dipilah. Sampah plastik dan non organik lainnya seperti botol, kaleng, dan sebagainya dipisahkan. Sampah ini nantinya diber-
sihkan dan dikumpulkan. Setiap bulan ada pembeli yang datang untuk membe- linya. Hasilnya untuk tambahan gaji karyawan. Sedangkan sampah organik dibuat kompos.
Pengomposan dilakukan dengan ca- ra memasukkan sampah ke dalam ce- takan berupa wadah yang terbuat dari kayu dengan ukuran 1 x 1 x 1 m3. Tidak ada perlakukan khusus terhadap tim- bunan sampah ini kecuali dibolak-balik saja. Kompos ini siap 'dipanen' dalam waktu 40 hari. Sebelum dijual kompos ini diayak dan dikemas.
Semua sampah yang masuk ke MRF bernilai ekonomis dan tidak ada yang terbuang. Selain itu dengan fasilitas ini, sampah tidak terlihat sebagai benda yang jorok dan bau, tapi terkelola de- ngan baik untuk menghasilkan sesuatu yang baru yang bisa dimanfaatkan. Tanggapan Warga
Secara umum warga menyatakan sangat terbantu dengan sistem pengelo- laan sampah yang baru tersebut. ''Ini sangat meringankan. Kita nggak usah lagi repot-repot buang sampah ke lapangan (fasum),'' kata Nuryati, salah satu warga. Mereka juga mengaku de- ngan sistem ini kebersihan lebih ter- jamin karena tidak ada lagi tumpukan sampah yang menggunung yang me- nimbulkan bau tak sedap dan banyak lalat. ''Kebersihan jadi bagus,'' kata Ibu Eni warga lainnya.
Kedua warga ini mengaku besarnya kontribusi yang diberikan tidak terlalu mahal. ''Ya, itu termasuk sedang,'' kata Ibu Eni. Kontribusi ini lebih besar di- bandingkan iuran RT yang besarnya Rp. 3 ribu, dan lebih kecil dibandingkan iuran mushala yang Rp. 10 ribu.
Kontribusi warga cukup besar, men- capai 90 persen. Kini warga yang ru- mahnya dekat dengan fasilitas MRF pun tak lagi menggantungkan sampahnya diambil petugas. Mereka datang sendiri membawa sampahnya. Walhasil sam- pah di perumahan itu tertangani sekali- gus jadi uang. MJ
R E P O R TA S E
Percik
Oktober 2006
34
S
udah menjadi kebiasaan kita, kalau buang air kecil alias ken- cing memerlukan air untuk me- nyiramnya. Jika tidak disiram, ruangan akan berbau tidak sedap. Di sini air ber- fungsi untuk menetralisasi bau amoni- ak yang dikeluarkan oleh air kencing. Jika ruangan masih tetap bau, untuk menghilangkannya kita biasanya mem- berikan pengharum ruangan.Bayangkan berapa air dan pengha- rum ruangan yang dibutuhkan per hari hanya untuk menyiram
dan menghilangkan bau tak sedap dari air ken- cing. Kenyataan ini me- macu sebuah perusaha- an Amerika Serikat, Falcon Water Technolo- gies mencari terobosan baru untuk mengatasi hal itu. Melalui serang- kaian percobaan, per- usahaan itu mengenal- kan sebuah teknologi yang disebut Waterless Urinal yakni tempat buang air kecil tanpa ha- rus menyiramnya de- ngan air.
Konsep tempat bu- ang air kecil tanpa air ini sangat sederhana. Me- nurut Klaus Reichardt, penemu teknologi ini,
alat ini berbentuk huruf S. Ketika orang kencing, urin akan masuk ke cartridge (penyaring urin). Cartridgeinilah yang berfungsi menggantikan air penyiram. Urin kemudian akan turun ke bagian cartridge, melalui tikungan, kemudian menumpahkan ke pusat cartridgehing- ga turun ke pipa akhir. Cartridge ter- buat dari bahan cairan semacam alko-
hol dan minyak sehingga harus diganti dalam beberapa pemakaian.
Teknologi ini menggunakan prinsip be- rat jenis. Ketika urin -- yang berat jenisnya lebih berat dari minyak -- masuk ke dalam cartridge, otomatis urin akan tenggelam di bawah minyak. Minyak inilah yang melin- dungi agar urin tidak mengambang dan langsung turun ke pipa tanpa mengeluar- kan bau. Sayangnya perusahaan tersebut tidak menjelaskan minyak jenis apa yang digunakan sebagai filter air kencing ini.
Menurut pihak perusahaan, water- less urinal bisa menggantikan tempat buang air kecil konvensional yang seka- rang ada. Negara yang sudah mencoba menggunakannya adalah India, yakni kamar mandi Taj Mahal. Hal yang sama dicoba di sebuah sekolah dasar di kota California.
Teknologi ini, oleh penemunya diya-
kini mampu menghemat energi dan air. Bahkan, kecanggihan waterless urinal telah memenangkan penghargaan ting- kat dunia the 2006 Award for Design Excellence Platinum Award. Alasannya, produk ini diklaim telah menghemat air sebanyak 40 ribu gallon per tahun! Ka- renanya, gedung hijau konsulat Ame- rika juga telah menggunakan konstruk- si baru dari produk ini.
Direktur Pemasaran Falcon Wa- terFree Technologies Randall Goble menyatakan cara kerja tek- nologi ini jelas mendukung perindustrian. Menurut- nya, jika kita mampu menghemat penggunaan air sebanyak sepuluh per- sen, pasti 200 milyar galon air akan kita hemat per tahunnya.
Namun bukan berarti temuan itu bisa mulus dipasarkan. Temuan itu mendapat tentangan. "Kami menentang penemuan tem- pat kencing tanpa air ini. Pa- salnya, ada kemunduran kesehatan jika mengguna- kannya," ujar Mike Arndt, direktur perkumpulan per- pipaan dan sanitasi di Amerika. Menurutnya, me- mang ada penghematan dengan konservasi air, tetapi ada efek negatifnya di balik itu.
Sebaliknya, Chuck Gerba, ilmuwan lingkungan Universitas Arizona di bi- dang ilmu mikrobiologi tidak menolak temuan itu. Menurutnya, waterless uri- nalsudah cukup teruji kesehatan sani- tasinya. Dengan demikian diharapkan bau kamar mandi di tempat umum bisa teratasi. Siapa mau mencoba? MJ