• Tidak ada hasil yang ditemukan

pencemaran air.

mah tangga bisa menyebabkan penu- runan kualitas air sampai ke tingkat tertentu yang mengakibatkan air tidak berfungsi lagi sesuai dengan perun- tukannya. „

Peraturan Daerah Kota Malang No. 10 Tahun 2001 tentang

Instalasi Pengolahan

Lumpur Tinja (IPLT)

Keberadaan Perda ini menjadi

payung hukum bagi upaya

perlindungan sumber air dari

bahaya pencemaran, baik oleh

bahan kimia, biologis, radio

aktif, dan bahan pencemar

lainnya serta upaya-upaya agar

air tetap tersedia dalam yang

cukup secara

berkesinambungan. Perda ini

juga untuk mencegah

C

hoice modelling(model pilihan) adalah suatu metode yang se- ring digunakan dalam studi- studi marketinguntuk mengetahui pre- ferensi kemampuan membayar kon- sumen atas beberapa jenis produk yang ditawarkan. Dalam studi ini, metode ini dimodifikasi sedemikian hingga dapat digunakan untuk barang-barang dan jasa yang bersifat publik, seperti halnya fasilitas dan pelayanan sanitasi.

Pelaksanaan metode ini dilakukan dengan cara menambahkan Modul Model Pilihan pada perangkat survei (kuesioner). Pada modul tersebut, responden diberi penjelasan mengenai beberapa alternatif fasilitas pengelolaan air buangan untuk memperbaiki kondisi sanitasi mereka. Tawaran yang dibe- rikan meliputi 3 alternatif, yaitu sistem jaringan pipa air limbah perkotaan, sis- tem komunal dengan menggunakan "small-bore sewer", dan MCK plus. Ketiga alternatif diberikan dengan spe- sifikasi teknis yang memenuhi standar kesehatan dan lingkungan. Responden dapat membandingkan ketiga alternatif tersebut satu sama lainnya maupun ter- hadap jenis pelayanan sanitasi yang mereka miliki sekarang (status quo). Untuk ke 3 alternatif tersebut, respon- den juga diberikan alternatif-alternatif dalam kaitan dengan kontribusi modal bagi keperluan konstruksi, kontribusi tenaga untuk membantu selama kon- struksi, dan besarnya pembayaran per hari atau per bulan yang harus mereka lakukan untuk menjamin keberlang- sungan operasi dan pemeliharaan fasili- tas-fasilitas tersebut. Dengan mem- berikan beberapa contoh kombinasi mengenai fasilitas pengelolaan air bu- angan, kontribusi yang diharapkan, dan besarnya biaya O&M, maka dapat dipelajari pola pilihan setiap responden yang selanjutnya dapat digunakan

untuk memperkirakan urutan jenis fasilitas yang paling disukai dan be- sarnya kemampuan membayar masya- rakat untuk itu.

Analisa yang dilakukan atas data- data yang diperoleh dari penerapan Model Pilihan tersebut menghasilkan pola pilihan atas fasilitas-fasilitas MCK Plus, sistem komunal, dan jaringan air limbah perkotaan yang berbeda-beda untuk setiap kota yang disurvei, seperti dapat dilihat pada tabel berikut:

Responden pada umumnya merasa bahwa ketiga alternatif yang ditawarkan merupakan perbaikan dari fasilitas sa- nitasi yang mereka miliki saat ini, seper- ti digambarkan oleh pola pilihan pada kota-kota Jambi, Denpasar, Payakum- buh, Surabaya, dan Surakarta. Semen- tara responden di Bandung dan Ban- jarmasin tidak menyukai sistem komu- nal dan menganggap bahwa fasilitas sanitasi yang mereka miliki saat ini sudah lebih baik dari sistem komunal yang ditawarkan. Sebaliknya untuk responden di kota Blitar, mereka meni- lai dari ketiga alternatif yang dita- warkan tersebut, hanya sistem komunal yang merupakan peningkatan dari fasi- litas sanitasi yang mereka miliki se- karang. Mereka lebih memilih untuk tetap dengan kondisi mereka sekarang daripada beralih ke sistem jaringan lim- bah perkotaan ataupun MCK Plus.

Mengenai urutan alternatif yang dipilih, mulai dari yang paling disukai sampai dengan yang tidak disukai, tam-

pak bahwa hanya Denpasar yang memi- liki urutan pilihan yang sesuai dengan apa yang dianjurkan oleh literatur. Ja- ringan limbah perkotaan menempati urutan pertama sebagai sistem yang pa- ling diminati oleh responden di kota ini, disusul oleh sistem komunal dan selan- jutnya MCK Plus. Urutan ini sesuai de- ngan urutan kualitas pelayanan yang diberikan oleh ketiga alternatif sistem tersebut. Jaringan limbah perkotaan memiliki kemampuan pelayanan sani-

tasi yang tertinggi karena bukan hanya air buangan dialirkan menjauhi rumah tangga sehingga rumah tangga terbebas dari risiko penyakit dan estetika yang buruk akibat kontak dengan air bu- angan, namun air buangan juga diolah pada suatu instalasi pengolah air lim- bah (IPAL) terpusat yang aman sehing- ga tidak mencemari lingkungan. Sistem komunal pada dasarnya sama dengan jaringan limbah perkotaan hanya skala- nya jauh lebih kecil, yaitu hanya melayani beberapa puluh sampai bebe- rapa ratus rumah saja. Sistem ini juga dilengkapi dengan IPAL yang aman, walaupun secara teknis biasanya spesi- fikasinya tidak secanggih IPAL terpusat. Pada tahap pengembangannya, bebera- pa sistem komunal dapat digabungkan ke sistem jaringan air limbah yang lebih luas, sehingga sistem komunal ini banyak diterapkan sebagai solusi se- mentara sebelum dapat dikonversi menjadi jaringan air limbah perkotaan. MCK Plus merupakan MCK yang

P O J O K I S S D P

Percik

„

Oktober 2006 „

38

Choice Model

Pilihan IV Sistem Komunal Sistem Komunal Jaringan Limbah Status Quo Status Quo Status Quo Status Quo Status Quo Status Quo Pilihan III Status Quo Status Quo MCK Plus MCK Plus MCK Plus MCK Plus Jaringan Limbah Sistem Komunal MCK Plus Pilihan II MCK Plus Jaringan Limbah Status Quo Jaringan Limbah Sistem Komunal Jaringan Limbah MCK Plus Jaringan Limbah Jaringan Limbah Pilihan I Jaringan Limbah MCK Plus Sistem Komunal Sistem Komunal Jaringan Limbah Sistem Komunal Sistem Komunal MCK Plus Sistem Komunal Kota Bandung Banjarmasin Blitar Jambi Denpasar Payakumbuh Surabaya Surakarta Gabungan 8 Kota

dilengkapi dengan IPAL. Dengan pe- ngelolaan yang baik, sistem ini cukup aman bagi lingkungan dan kesehatan dan cukup nyaman digunakan walau- pun sifat pelayanan yang diberikan bu- kanlah sambungan rumah.

Secara umum, sistem komunal me- rupakan sistem yang paling banyak di- sukai, yaitu sebagai pilihan pertama dari 4 kota yang terlibat dalam survei ini, yaitu Blitar, Jambi, Payakumbuh, dan Surabaya. Cukup menarik untuk diamati bahwa selagi sistem komu- nal ini merupakan pilihan yang paling disukai di 4 dari 8 kota yang disurvei, responden di 2 kota yang lain, yaitu Bandung dan Banjarmasin, justru tidak menghendaki sistem komunal sama se- kali dan menganggap bahwa sistem ini lebih buruk dari fasilitas sanitasi mere- ka sekarang. Jaringan limbah sebagai pilihan pertama dipilih oleh responden di kota Bandung dan Denpasar, se- mentara responden di kota Banjarmasin dan Surakarta lebih memilih MCK plus sebagai pilihan pertama. Yang juga me- narik adalah fakta bahwa hanya 1 kota, yaitu Blitar yang respondennya meng- anggap bahwa MCK Plus merupakan pi- lihan yang lebih buruk dari sarana sani- tasi mereka sekarang. Hal ini konsisten dengan kondisi responden yang pada umumnya miskin dengan akses ke sa- rana sanitasi pribadi yang umumnya buruk sehingga dalam kesehariannya- pun sebagian dari mereka memilih untuk menggunakan MCK umum. Hal ini umum terjadi pada masyarakat pen- datang dan pengontrak dengan fasilitas sanitasi pada lokasi kontrakan yang sangat terbatas.

Pola pilihan seperti tersebut di atas merupakan agregat dari pola pilihan di tingkat rumah tangga pada lokasi survei. Walaupun pada pelaksanan sur- vei ini responden telah dijelaskan me- ngenai karakteristik ketiga alternatif yang ditawarkan tersebut, pengetahuan dan pengalaman responden atas ketiga alternatif tersebut tampak jelas mewar-

nai pola pilihan mereka. Dari 8 kota yang disurvei, hanya Denpasar dan Bandung yang respondennya menem- patkan jaringan air limbah perkotaan sebagai pilihan pertama. Pada kenya- taannya, sebenarnya ada 3 kota yang saat ini telah memiliki jaringan air lim- bah terpusat, yaitu Bandung, Denpasar, dan Surakarta. Jaringan air limbah di Denpasar saat ini sedang dalam tahap pembangunan dan dapat dikatakan sebagian besar penduduk Denpasar tahu mengenai hal ini. Kota Bandung telah memiliki jaringan air limbah sejak lama, walaupun cakupannya masih ter- batas, tetapi telah cukup dikenali oleh warganya. Sementara untuk Surakarta, cakupan jaringan air limbahnya masih sangat terbatas dan kebetulan tidak ada yang berdekatan dengan lokasi sam- plingpada studi ini. Pengalaman lang- sung berhubungan dengan jaringan air limbah perkotaan tampaknya memang berpengaruh pada pilihan responden. Responden di Surakarta hanya menem- patkan jaringan air limbah sebagai pi- lihan kedua, setelah MCK Plus.

Pengalaman dan pengetahuan me- ngenai sistem yang ditawarkan ini pula yang menyebabkan sistem komunal merupakan sistem yang paling banyak dipilih, mengingat sistem ini paling banyak digunakan (melalui program SANIMAS) dengan tingkat keberha- silan yang cukup baik. Masyarakat tampaknya cukup diyakinkan bahwa sistem ini dapat berhasil dengan baik dan pada kenyataannya cukup mudah

direalisasikan. Masyarakat Blitar sudah sangat mengenal sistem komunal, se- hingga buat mereka tampaknya sistem yang diharapkanpun hanya sistem ko- munal; terbukti dari pola pilihan yang menempatkan jaringan air limbah dan MCK Plus di bawah sarana sanitasi me- reka sekarang (status quo). Kasus yang senada tampaknya juga menjelaskan mengapa MCK Plus merupakan pilihan pertama di Surakarta. Pada lokasi-lo- kasi survei di kota ini, MCK umum yang ada pada umumnya dalam kondisi yang cukup baik, masyarakat sudah terbiasa dengan MCK, dan sebagian besar res- ponden merupakan warga pendatang yang tinggal di rumah kontrakan yang tentunya tidak memiliki kewenangan untuk menentukan jenis fasilitas ditem- pat mereka mengontrak sehingga alter- natif yang membutuhkan sambungan rumah jadi tidak terlalu menarik.

Pola pilihan yang berhasil digali da- ri studi ini juga mengindikasikan priori- tas pemecahan permasalahan di ling- kungan sendiri terlebih dahulu. Sebe- lum ditanya mengenai pilihan alternatif yang diinginkan, responden telah dije- laskan terlebih dahulu bahwa kelebihan dari sistem jaringan limbah perkotaan adalah permasalahan lingkungan yang lebih luas pada skala kota dapat lebih baik ditangani. Fakta bahwa sistem komunal tetap lebih banyak diminati dari jaringan air limbah perkotaan se- dikit banyak mengindikasikan bahwa buat para responden yang penting ada- lah memecahkan masalah di tingkat mereka sendiri dahulu. Sekalipun studi ini tidak mengelaborasi lebih jauh alasan-alasan di balik pilihan respon- den, gejala ini konsisten dengan kecen- derungan dari penduduk yang berpen- dapatan rendah untuk hanya peduli pada masalah-masalah mendesak yang langsung mereka hadapi. Bagi mereka, masalah lingkungan yang lebih luas masih merupakan hal yang terlalu "mewah" dibandingkan dengan tuntut- an masalah hidup mereka yang sangat

Kota Bandung telah

Dokumen terkait