• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I. PENDAHULUAN

E. Batasan Masalah

Adapun Batasan masalah yang digunakan dalam penelitian ini adalah:

1. Pengujian dilakukan dengan skala terbatas melalui alat rainfall simulator.

2. Jenis tanah yang menjadi media penelitian masih terbatas dengan menggunakan tanah kepasiran dengan sistem klasifikasi AASHTO, fraksi kasar 63% dan fraksi halus 37%.

3. Jenis tanaman yang digunakan adalah pucuk merah.

4. Tanaman yang disimulasikan di tanam kedalam tanah beberapa saat sebelum proses running test

5. Variasi jumlah akar dianalogkan dengan jumlah tanaman (jumlah akar setiap tanaman dianggap sama).

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Infiltrasi

1. Pengertian Infiltrasi.

Menurut Farzad Haghnazari et al (2015), bahwa proses infiltrasi mengacu pada kemampuan tanah untuk memungkinkan pergerakan air masuk melalui profil tanah. Hal ini memungkinkan tanah untuk sementara menyimpan air, menjadi ketersediaan air untuk diambil oleh tanaman dan organisme tanah.

Menurut Schwab dkk (1996), bahwa istilah infilrasi secara spesifik merujuk pada peristiwa masuknya air ke dalam permukaan tanah. Infiltrasi merupakan satu-satunya sumber kelembaban tanah untuk keperluan pertumbuan tumbuhan dan untuk memasok air tanah.Melalui infiltrasi, permukaan tanah membagi air hujan menjadi aliran permukaan, kelembaban tanah dan air tanah.

Di dalam tanah air mengalir dalam arah lateral, sebagai aliran antara (interflow) menuju mata air, danau dan sungai atau secara vertikal yang dikenal dengan perkolasi (percolation) menuju air tanah. Gerak air di dalam tanah melalui pori-pori tanah dipengaruhi oleh gaya gravitasi dan gaya kapiler. Gaya gravitasi menyebabkan aliran selalu menuju ke tempat yang lebih rendah, sementara gaya kapiler menyebabkan air bergerak ke segala arah. Air kapiler selalu bergerak dari daerah basah menuju ke daerah yang lebih kering. Tanah kering mempunyai gaya kapiler lebih besar dari pada tanah basah. Gaya tersebut berkurang dengan

bertambahnya ke lembaban tanah. Selain itu gaya kapiler bekerja lebih kuat pada tanah dengan butiran halus seperti lempung dari pada tanah berbutir kasar seperti pasir. Apabila tanah kering, air terinfitrasi melalui permukaan tanah karena pengaruh gaya gravitasi dan gaya kapiler pada seluruh permukaan. Setelah tanah menjadi basah, gerak kapiler berkurang karena berkurangnya gaya kapiler. Hal ini menyebabkan penurunan laju infiltrasi. Sementara aliran kapiler pada lapis permukaan berkurang aliran karena pengaruh gravitasi berlanjut mengisi pori-pori tanah. Dengan terisinya pori-pori tanah, laju infiltrasi berkurang secara berangsur-angsur sampai dicapai kondisi konstan, dimana laju infiltrasi sama dengan laju pekolasi melalui tanah.

Dalam infiltrasi dikenal dua istilah yaitu kapasitas infiltrasi dan laju infiltrasi, yang dinyatakan dalam mm/jam. Kapasitas infiltrasi adalah laju infiltrasi maksimum untuk suatu jenis tanah tertentu, sedang laju infiltrasi adalah kecepatan infiltrasi yang nilainya tergantung pada kondisi tanah dan intensitas hujan. Gambar 1 menunjukkan kurva kapasitas infiltrasi (fp) yang merupakan fungsi waktu. Apabila tanah dalam kondisi kering ketika infiltrasi terjadi, kapasitas infiltrasi tinggi karena kedua gaya kapiler da gravitasi bekerja sama-sama menarik air ke dalam tanah. Ketika tanah menjadi basah, gaya kapiler berkurang yang menyebabkan laju infiltrasi menurun.

Akhirnya kapasitas infiltrasi mencapai suatu nilai konstan, yang dipengaruhi terutama oleh grafitasi dan laju perkolasi (B. Triatmodjo, 2008)

Gambar 1.Kurva kapasitas infiltrasi

2. Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Infiltrasi.

Menurut Chunhong Zhao et al (2015), bahwa aliran dan gerakan air ke dalam tanah tergantung dengan struktur tanah dan banyak sedikitnya tumbuhan. Tanah-tanah permukaan dengan tekstur halus mempunyai ruang pori total lebih banyak dan proporsinya relatif besar yang disusun oleh pori-pori mikro, sehingga tanah mempunyai kapasitas menahan air yang tinggi.

Air yang menyusup ke dalam tanah ditransformasikan menjadi air tanah tersedia untuk pengambilan air tanaman dan restorasi vegetasi. Vegetasi restorasi dapat memperbaiki struktur tanah, mengendalikan erosi tanah, dan melestarikan sumber air tanah. Aliran preferensial yang diinduksi oleh makropores adalah penyebab utama transportasi polusi dan sirkulasi air tanah dan kontaminasi (Jing Zhang a, et al., 2017).

Laju infiltrasi dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu kedalaman genangan dan tebal lapis jenuh, kelembaban tanah, pemadatan oleh hujan, tumbuhan penutup, intensitas hujan dan sifat-sifat fisik tanah.

Kapasitas Infiltrasi Fp

Waktu

1. Kedalaman genangan dan tebal lapis jenuh.

Seperti ditunjukan dalam gambar 2, air yang tergenang di atas permukaan tanah terinfiltrasi ke dalam tanah yang menyebabkan sutau lapisan di bawah permukaan tanah menjadi jenuh air. Apabila tebal dari lapisan jenuh air adalah L, dapat dianggap bahwa air mengalir ke bawah melalui sejumlah tabung kecil. Aliran melalui lapisan tersebut serupa dengan aliran melalui pipa. Kedalaman genangan diatas permukaan tanah (D) memberikan tinggi tekanan pada ujung atas tabung, sehingga tinggi tekanan total yang menyebabkan aliran adalah D+L. Tahanan terhadap aliran yang diberikan oleh tanah adalah sebanding dengan tabel lapis jenuh air L. Pada awal hujan, dimana L adalah kecil dibanding D, tinggi tekanan adalah besar dibanding tahanan terhadap

aliran, sehingga air masuk ke dalam tanah dengan cepat. Sejalan dengan waktu, L bertambah panjang sampai melebihi D, sehingga tahanan terhadap aliran semakin besar.Pada kondisi tersebut kecepatan infiltrasi berkurang. Pabila L sangat lebih besar dari pada D, perubahan L mempunyai pengaruh yang hampir sama dengan gaya tekanan dan hambatan, sehingga laju infiltrasi hampir konstan (B. Triatmodjo, 2008).

Gambar 2. Genangan pada permukaan tanah

D

L

Genangan Air

Tanah Jenuh

Tanah tak jenuh Muka Tanah

2. Kelembaban tanah.

Ketika air jatuh pada tanah kering, permukaan tanah atas dari tanah tersebut menjadi basah, sedangkan bagian bawahnya relatif masih kering. Dengan demikian terdapat perbedaan yang besar dari gaya kapiler antara permukaan atas tanah dan yang ada dibawahnya. Karena adanya perbedaan tersebut, maka terjadi gaya kapiler yang bekerja bersamasama dengan gaya berat sehingga air bergerak kebawah (infiltrasi) dengan cepat. Dengan bertambahnya waktu, permukaan bawah tanah menjadi basah, sehingga perbedaan gaya kapiler berkurang dan infiltasi berkurang. Ketika tanah menjadi basah koloid yang terdapat dalam tanah akan mengambang dan menutupi pori-pori tanah, sehingga mengurangi kapasitas infiltrasi pada periode awal hujan (B.

Triatmodjo, 2008)

3. Pemanpatan oleh hujan.

Ketika hujan jatuh di atas tanah, butir tanah mengalami pemadatan oleh butiran air hujan. Pemadatan tersebut mengurangi pori-pori tanah yang berbutir halus (seperti lempung), sehingga dapat mengurangi kapasitas infiltrasi. Untuk tanah pasir, pengaruh tersebut sangat kecil (B. Triatmodjo, 2008).

4. Penyumbatan oleh butir halus.

Ketika tanah sangat kering, permukaannya terdapat butiran halus. Ketika hujan turun dan infiltrasi terjadi, butiran halus tersebut terbawa masuk ke dalam tanah mengisi pori-pori tanah sehingga mengurangi kapasitas infiltrasi (B. Triatmodjo, 2008).

5. Tumbuhan penutup.

Banyaknya tumbuhan yang menutupi permukaan tanah, seperti rumput atau hutan

dapat menaikkan kapasitas infiltrasi tanah tersebut. Dengan adanya tumbuhan penutup, air hujan tidak dapat memampatkan tanah dan juga akan terbentuk lapisan humus yang dapat menjadi sarang/tempat hidup serangga. Apabila terjadi hujan lapisan humus mengembang lobang-lobang (sarang) yang dibuat serangga akan menjadi sangat permeabel. Kapasitas infiltrasinya bisa jauh lebih besar dari pada tanah yang tanpa penutup tumbuhan (B. Triatmodjo, 2008).

6. Topografi.

Kondisi topografi juga mempengaruhi infiltrasi. Pada lahandengan kemiringan besar, aliran permukaan mempunyai kecepatan besar sehingga air kekurangan waktu untuk infiltrasi. Akibatnya sebagian besar air menggenang sehingga mempunyai waktu cukup banyak untuk infiltrasi (B. Triatmodjo, 2008).

7. Intensitas hujan.

Intensitas hujan juga berpengaruh terhadap kapasitas infiltrasi. Jika intensitas hujan I lebih kecil dari pada kapasitas infiltrasi, maka laju infiltrasi aktual adalah sama dengan intensitas hujan. Apabila intensitas hujan lebih besar dari pada kapasitas infiltrasi maka laju infiltrasi aktual sama dengan kapasitas infiltrasi (B. Triatmodjo, 2008).

3. Pengukuran Infiltrasi.

Menurut S. E. Thompson et al (2010), Pengaruh tumbuhan terhadap infiltrasi di tanah beriklim kering sangat besar sedangkan di tanah beriklim lembap kurang signifikan.

Metode yang biasa digunakan untuk menentukan kapasitas infiltrasi adalah pengukuran dengan infiltrometer dan analisis hidrograf. Infiltrometer dibedakan menjadi infiltrometer genangan dan simulator hujan (rainfall simulator).

1. Infiltrometer genangan

Infiltrometer genangan yang banyak digunakan adalah dua silinder konsentris atau tabung yang dimasukkan ke dalam tanah. Untuk tipe pertama, dua selinder konsentris yang terbuat dari logam dengan diameter antara 22,5 dan 90 cm ditempatkan dengan sisi bawahnya berada beberapa sentimeter di bawah permukaan tanah seperti terlihat dalam gambar 3. Kedua ruangan diisikan air yang selalu dijaga pada elevasi sama. Fungsi dari silinder luar adalah untuk mencegah air di dalam ruang sebelah dalam menyebar pada daerah yang lebih besar setelah merembes di bawah dasar silinder. Kapasits infiltrasi dan perubahannya dapat ditentukan dari kecepatan penambahan air pada silinder dalam yang diperlukan untuk mempertahankan elevasi konstan.

Infiltrometer tipe kedua terdiri dari tabung dengan diameter sekitar 22,5 cm dan panjang 45 sampai 60 cm yang dimasukkan kedalam tanah sampai kedalaman minimum sama dengan kedalaman di mana air meresap selama percobaan (sekitar 37,5 sampai 52,5 cm), sehingga tidak terjadi penyebaran. Laju air yang harus ditambahkan untuk menjaga kedalaman yang konstan di dalam tabung dicatat.

Infilrometer genangan ini tidak memberikan kondisi infiltrasi yang sebenarnya terjadi dilapangan karena pengaruh pukulan butir-butir hujan tidak diperhitungkan dan struktur tanah di sekiling dinding silinder telah terganggu pada waktu pemasukannya

ke dalam tanah. Tetapi meskipun mempunyai kelemahan alat ini mudah dipindahkan dan dapat digunakan untuk mengetahui kapasitas infiltrasi di titik yang dikehendaki sesuai dengan tata guna lahan, jenis tumbuhan dan sebagainya (B. Triatmodjo, 2008).

2. Simulator hujan

Untuk mengurangi kelemahan dari penggunaan alat di atas, dibuat hujan tiruan dengan intensitas merata yang lebih tinggi dari kapasitas infiltrasi. Luas bidang yang disiram adaah antara 0,1 sampai 40 m2. Besarnya infiltrasi dihutang dengan mencatat besarnya hujan dan limpasan. Gambar 3. adalah sket simulator hujan. Hujan tiruan dengan intensitas hujan I jatuh pada bidang yang akan dicari kapasitas infiltrasinya. Intensitas hujan lebih besar dari kapasitas infiltrasi f sehingga terjadi genangan di atas permukaan tanah. Pada suatu saat genangan air akan meluap dan luapan air di tampung dalam ember. Dengan mengetahui imntensitas hujan I, volume tampungan dalam ember dan tinggi genangan maka akan dapat dihitung kapasitas infiltrasi f (B.Triatmodjo, 2008).

Gambar 3. Simulator Hujan

4. Kapasitas Infiltrasi.

Proses infiltrasi, terutama membentuk jumlah curah hujan yang terbatas sistem tanah tersedia untuk akar tanaman. Pentingnya memahami pola dan proses infiltrasi tidak bisa dilebih-lebihkan mengingat relevansinya dengan ketersediaan air tanah dimana curah hujan seringkali merupakan satu-satunya sumber air penambahan (Xin-Ping Wang a, b, et al., 2000).

Kemampuan tanah untuk menyerap air infiltrasi pada sauatu saat disebut kapasitas infiltrasi. Pada saat tanah keadaan kering maka laju infiltrasi tinggi.

Sebaliknya saat tanah jenuh air, laju infiltrasi menjadi menurun dan akhirnya konstan.

Ketika air hujan berkumpul di atas permukaan tanah, air tersebut akan terinfiltrasi melalui permukaan dan masuk ke dalam tanah dengan laju infiltrasi awal (f0) yang nilainya tergantung pada kadar air tanah saat itu. Dengan berlanjutnya hujan, laju infiltrasi berkurang karena tanah menjadi lebih basah. Laju infiltrasi sebagai fungsi waktu diberikan oleh Horton (1940) dalam persamaan (1) dan gambar 4.

berikut :

ft = fc + (f0 - fc) e-kt (1)

dengan :

ft = Kapasitas infiltrasi pada saat ke t f0 = Kapasitas infiltrasi awal

fc = Kapasitas infiltrasi konstan yang tergantung pada tipe tanah k = Konstanta yang menunjukkan laju pengurangan kapasitas infiltrasi.

Persamaan tersebut menunjukkan bahwa apabila suplai hujan melampaui kapasitas infiltrasi, infiltrasi berkurang secara eksponensial. Konstanta k merupakan fungsi tekstur permukaan. Jika pada permukaan ada tumbuhan nilai nilai k kecil, sedang jika tekstur permukaan halus seperti tanah gundul nilai tersebut besar.

Parameter f0 dan fc adalah fungsi jenis tanah dan tutupan. Untuk tanah berpasir atau berkerikil nilai tersebut tinggi, sedang tanah berlempung yang gundul nilainya kecil dan apabila permukaan tanah ada rumput nilainya bertambah.Jumlah total air yang terinfiltrasi pada suatu periode tergantung pada laju infiltrasi dan fungsi waktu.

Apabila laju infiltrasi pada suatu saat adalah f(t), maka infilttrasi kumulatif atau jumlah air yang terinfiltrasi adala F(t). Laju infiltrasi dan jumlah air yang terinfiltrasi adalah :

f (t) = 𝑑𝐹 (t)

𝑑𝑡

(2)

F (t) =∫ 𝑓 (t)dt0𝑡 (3)

Gambar 4. Kapasitas infiltrasi sebagai fungsi waktu Waktu

Laju infiltrasi (mm/jam) f0

ft

fc 0 t

fc

Persamaan (3) adalah persamaan diferensial yang menunjukkan laju infiltrasi f(t). Laju infiltrasi merupakan turunan dari infiltrasi kumulatif F(t). Apabila laju

infiltrasi diberikan oleh persamaan (1), maka persamaan (3) menjadi:

F(t)=∫ 𝑓𝑐 = (𝑓0 – 𝑓𝑐 ) e0𝑡 -kt dt (4) F(t) = fc t + 1

𝑘 (f0 – fc ) (1 - e-kt ) (5)

Seperti telah dijelaskan di depan bahwa air hujan yang jatuh di permukaan tanah sebagian menguap, sebagian lainnya terinfiltrasi dan sisanya menjadilimpasan permukaan. Hujan yang berubah menjadi aliran permukaan disebutjuga hujan efektif atau hujan lebihan (excess rainfall). Untuk hujan dengan intensitas tinggi dan durasi singkat, kehilangan air karena penguapan adalah kecil disbanding dengan infiltrasi.

Air hujan yang berubah menjadi aliran permukaan dapat diperkirakan dengan mengurangkan kapasitas infiltrasi terhadap intensitas hujan (Gambar 5). Dalam gambar tersebut, bagian yang diarsir adalah bagian dari hujan yang berubah menjadi aliran permukaan, yaitu curah hujan dikurangi dengan kapasitas infiltrasi (B.

Triatmodjo, 2008).

Gambar 5. Kapasitas infiltrasi dan intensitas hujan

Curah hujan dan

infiltrasi (cm/jam)

Kurva kapasitas infiltrasi

5. Indeks Infiltrasi

Menurut Thomas Dunne et al (1991), bahwa dua efek deterministik kuat pada infiltrasi ada di tengah heterogenitas temporal dan spasial yang juga menyebabkan infiltrasi bervariasi, dan perlu dikontrol dalam analisis dan penggunaan data infiltrasi.

Kurva kapasitas infiltrasi seperti yang diberikan oleh Horton merupakan kapasitas infiltrasi di suatu titik (lokasi) yang ditinjau. Untuk suatu DAS yang luas dan heterogen (terdiri dari beberapa tata guna lahan dengan luas yang berbeda), kurva tersebut tidak bisa digunakan karena masing-masing daerah dengan tata guna lahan yang berbeda mempunyai kurva yang berbeda pula. Pada suatu saat, kapasitas infiltrasi dan intensitas hujan antara satu tempat dengan tempat yang lain adalah berbeda. Selain itu aliran antara seringkali merupakan bagian penting dari aliran permukaan. Aliran antara ini merupakan bagian dari infiltrasi, biasanya tidak termasuk dalam aliran permukaan yang dihitung dengan kurva kapasitas infiltrasi.

Untuk menyederhanakan analisinya, perkiraan aliran permukaan biasanya di hitung dengan menggunakan indeks infiltrasi. Menurut Antonio Zapata-Sierra (2008), bahwa parameter infiltrasi yang benar saat digunakan untuk pohon daerah tertutup terlihat infiltrasi menurun saat jarak ke pohon meningkat dan tutup pohon yang lebih tinggi, semakin besar perubahan konduktivitas hidrolik tanah. Hal ini memungkinkan penentuan kerapatan optimal untuk setiap pohon spesies untuk menjaga infiltrasi pada nilai tertinggi.

Indeks infiltrasi merupakan prosedur paling sederhana untuk memperkirakan volume total aliran permukaan atau air hujan yang hilang karena terinfiltrasi. Indeks

infiltrasi adalah laju rerata kehilangan air karena infiltrasi, sedemikian sehingga volume air hujan yang lebih dari laju tersebut adalah sama dengan aliran permukaan.

Indeks infiltrasi adalah laju rerata kehilangan air karena infiltrasi, sedemikian sehingga volume air hujan yang lebih dari laju tersebut adalah sama dengan aliran permukaan. Indeks infiltrasi banyak digunakan untuk memperkirakan besarnya infiltrasi di daerah yang luas (B. Triatmodjo, 2008).

6. Intensitas Curah Hujan

Curah hujan atau presipitasi merupakan elemen dari hidrometeor, yaitu kumpulan partikel-partikel cair atau padat yang jatuh atau melayang di dalam atmosfer yang merupakan hasil dari proses kondensasi uap air di udara (awan).

Intensitas curah hujan merupakan fungsi dari besarnya curah hujan yang terjadi dan berbanding terbalik dengan waktu kejadiannya. Artinya besarnya curah hujan yang terjadi akan semakin tinggi intensitasnya bila terjadi pada periode waktu yang semakin singkat, demikian pula sebaliknya. Untuk perhitungan intensitas curah hujan digunaan rumus mononobe.

Keterangan : I = 𝑅

𝑡 24 (24

𝑡) (6)

Dimana :

I : intensitas curah hujan

R24 : curah hujan maksimum harian dalam 24 jam (mm/jam) t : periode waktu

Secara definisi satuan milimeter dalam pengukuran curah hujan adalah banyaknya curah hujan yang tertampung pada luasan 1 m2 dengan ketinggian 1 milimeter. Hal ini berarti bahwa dalam 1 m2 dapat tertampung volume curah hujan sebanyak 1 dm3 atau 1 liter. Maka untuk suatu wilayah dengan luas 1 Ha dengan asumsi terjadi hujan merata dengan intensitas 1 mm maka akan terkumpul volume air sebanyak 10 m3 dan bertambah seiring dengan semakin luas dan atau semakin banyaknya curah hujan yang jatuh dan akan menuju ke suatu tempat yang lebih rendah. Ada perbedaan jenis dan sifat hujan yang terjadi pada saat musim hujan dan musim kemarau (Fakli Bisa, 2014)

Menurut S.A. Stothoffa et al (1999), bahwa ketersediaan air, itu kemudian sangat menunjukkan pengaruh celah. Simulasi pertumbuhan akar menunjukkan bahwa vegetasi harus memiliki preferensi yang kuat untuk tumbuh ke celah, dan simulasi aliran juga menyarankan bahwa harus ada arus yang sangat terfokus celah

7. Analisa Debit Kala Ulang

Menurut D.Suryanto,ME (2015), bahwa pernyataan yang menyangkut besaran debit banjir menurut kala ulang, (biasanya disebut dengan debit banjir periode ulang) seperti : debit banjir 2 tahunan, 10 tahunan, 100 tahunan. Besarnya debit banjir yang ditetapkan sebagai dasar penentuan kapasitas dan mendimensi bangunan-bangunan hidraulik (termasuk bangunan di sungai), sedemikian hingga kerusakan yang dapat ditimbulkan baik langsung maupun tidak langsung oleh banjir tidak boleh terjadi selama besaran banjir tidak terlampaui.

Maksud analisa ini antara lain juga untuk memberikan informasi tentang debit banjir yang terjadi pada setiap tahun, dimana estimasi besarnya debit tersebut secara hydrology kemungkinannya akan terulang kembali pada periode - periode mendatang. Dalam frekuensi banjir analisis ini digunakan beberapa metode (probability distribution) untuk menghitung estimasi besarnya debit periode ulang tertentu tersebut antara lain :

1. Normal Distribution 2. Log Normal Distribution 3. Peorson Type III Distribution 4. Gumel E-VI Distribution

Metode Hujan rencana adalah hujan harian maksimum yang akan digunakan untuk menghitung intensitas hujan. Untuk mendapatkan curah hujan rancangan (Rt) dilakukan melalui analisa frekuensi antara lain :

1. Metode Distribusi Normal

Distribusi normal, disebut pula distribusi Gauss, adalah distribusi probabilitas yang paling banyak digunakan dalam berbagai analisis statistika. Distribusi normal baku adalah distribusi normal yang memiliki rata-rata nol dan simpangan baku satun (Suewarno, 1995).

(7)

(8) keterangan:

XT = besarnya curah hujan yang terjadi dengan kala ulang T tahun

X = rata-rata hitung variat Sx = standard deviasi

k = faktor frekuensi (nilai variabel reduksi Gauss)

2. Metode Distribusi Log Normal

Distribusi log normal menggunakan dua parameter, yaitu yang merupakan parameter bentuk dan sebagai parameter lokasi yang merupakan nilai tengah dari suatu distribusi kerusakan (Suewarno, 1995).

(9)

(10)

(11)

keterangan:

X = nilai variat pengamatan Slog X = standart deviasi dari logaritma n = jumlah data

log X = logaritma rata-rata k = faktor frekuensi

3. Metode Distribusi Frekuensi Log Person Type III

Metode yang dianjurkan dalam pemakaian distribusi Log Pearson Type III adalah dengan mengkorvesikan rangkaian datanya menjadi bentuk logaritmis. Banyak

digunakan dalam analisis hidrologi, terutama dalam analisis data maksimum (banjir) dan minimum (debit minimum) dengan nilai ekstrem (Suewarno, 1995).

(12)

(13)

(14)

Nilai X bagi setiap probabilitas dihitung dari persamaan:

(15) keterangan:

log X = logaritma rata-rata

Slog X = standart deviasi dari logaritma Cs = koefisien kemencengan k = faktor frekuensi

n = jumlah dataketerangan:

XT = besarnya curah hujan yang terjadi dengan kala ulang T tahun X = rata-rata hitung variat

Sx = standard deviasi

k = faktor frekuensi (nilai variabel reduksi Gauss) 4. Metode Distribusi Frekuensi Gumbel

Dalam Soewarno (2000), dikatakan bahwa distribusi gumbel tipe 1 atau disebut juga dengan distribusi ekstrim 1 umunya digunakan untuk analisa

data maksimum, misal untuk analisis frekuensi banjir. Persamaan garis lurus model matematik distribusi gumbel tipe 1 yang ditentukan dengan menggunakan metode momen adalah

(16) (17) (18)

keterangan:

XT = besarnya curah hujan yang terjadi dengan kala ulang T tahun X = rata-rata x maksimum dari seri data Xi

k = faktor frekuensi

(19)

Yn, Sn = besaran yang mempunyai fungsi dari jumlah pengamatan Yt = reduksi sebagai fungsi dari probabilitas

N = jumlah data

8. Peranan Akar Untuk Meningkatkan Kapasitas Infiltrasi

Menurut Sugeng (2016), bahwa rambut akar adalah bulu-bulu atau rambut berbentuk serabut halus pada akar tumbuhan, biasanya berukuran kecil dan terdapat pada sisi-sisi akar utama atau percabangan akar. Rambut akar merupakan perluasan permukaan dari lapisan epidermis akar yang berfungsi untuk mengoptimalkan penyerapan air dan mineral mineral hara. Semakin banyak rambut akar maka luas

permukaan akar akan semakin besar sehingga memungkinkan tumbuhan untuk menjangkau air dan mineral hara di tempat yang jauh dari tumbuhan tersebut tumbuh.

Rumput yang terbentuk di bawah kondisi yang lebih ideal menanggapi lahan dalam yang jauh dengan akar yang jauh lebih besar di bawah 15 cm, menunjukkan ini sebagai faktor penting dalam mempertahankan tingkat filtrasi (Matthew A. Haynes, et al., 2013)

Pergerakan air tanah tersebut dipengaruhi oleh tekstur tanah dan partikeltanah.

Model aliran air tanah itu sendiri akan dimulai pada daerah resapan airtanah atau sering juga disebut sebagai daerah imbuhan air tanah (recharge zone). Daerah ini adalah wilayah dimana air yang berada di permukaan tanah baik air hujan ataupun air permukaan mengalami proses penyusupan (infiltrasi) secara gravitasi melalui lubang pori tanah/batuan atau celah/rekahan pada tanah/batuan. Proses penyusupan ini akan berakumulasi pada satu titik dimana air tersebut menemui suatu lapisan atau struktur batuan yang bersifat kedap air (impermeabel). Titik akumulasi ini akan membentuk suatu zona jenuh air (saturated zone) yang seringkali disebut sebagai daerah lahan air tanah (discharge zone).

Menurut Peng LiA, C, et al (2004), bahwa pada plot vegetasi tahunan, laju infiltrasi tanah lebih tinggi karena kondisi aerasi lebih baik. Dengan meningkatnya tutupan vegetasi, infiltrasi tanah diturunkan. Tingkat infiltrasi stabil pada bulan abadi

Menurut Peng LiA, C, et al (2004), bahwa pada plot vegetasi tahunan, laju infiltrasi tanah lebih tinggi karena kondisi aerasi lebih baik. Dengan meningkatnya tutupan vegetasi, infiltrasi tanah diturunkan. Tingkat infiltrasi stabil pada bulan abadi

Dokumen terkait