• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB III. METODOLOGI PENELITIAN

G. Setting Tanaman Dan Running Tanaman

Pada tahapan ini dilakukan dengan 3 variasi, yaitu dengan menggunakan 1, 3 dan 6 akar tanaman.

a) Running dengan 1 akar pohon.

Akar pohon dan sampel tanah dimasukkan pada bak percobaan, kemudian lakukan pemadatan dengan 2 kali tumbukan. Sebelum diberikan hujan buatan atur flowmeter/tekanan hujan dengan menahan air menggunakan media uji tangkapan air sampai didapatkan intensitas hujan yang diinginkan dengan sama-sama menekan tombol on pada stopwatch, keluarkan media uji tangkapan air. Catat kemudian infiltrasi dan runoff yang terjadi serta tinggi air dalam tanah pada tabel pengamatan setiap 5 menit selama hujan berlangsung, sampai tanah dikatakan jenuh dan infiltrasi dan runoff dinyatakan konstan. Lalu hujan buatan dihentikan. Setelah hujan, tiap selang waktu 5 menit infiltrasi dan runoff serta ketinggian air dalam sampel tanah dicatat sampai infiltrasi dianggap nol.

Kemudian bongkar sampel dari bak percobaan untuk melakukan penelitian dengan variasi akar berikutnya.

H. Data dan Variabel Penitian

Sesuai dengan tujuan penelitian ini maka pengujian dilakukan dengan model fisik laboratorium dengan kajian infiltrasi dan aliran permukaan. Model fisik ini dimaksudkan untuk mengamati dan mengetahui pengaruh akar pohon terhadap laju infiltrasi pada permukan tanah akibat dengan variasi intensitas curah hujan (I) dan durasi waktu (t).

Adapun data pengamatan hasil uji laboratorium diolah menjadi bahan analisa hasil kajian sesuai dengan tujuan penelitian.Data yang diolah menjadi bahan analisa adalah data intensitas curah hujan rencana (I), waktu durasi hujan (t) menit, volume rembesan dan limpasan, V (ml) atau liter.

Pengambilan data pengamatan sangat diperlukan dimana akan digunakan sebagai parameter analisa, oleh karena itu pencatatan data tersebut dilakukan pada setiap kondisi yang terkait langsung dengan tujuan penelitian. Adapun data yang diambil dalam pengujian ini adalah:

1. Pada running test ke-1dan ke-2, data yang dicatat adalah:

a. Waktu yang terkait dengan durasi hujan, t (menit) sekaligus kecepatan aliran Vxy (m/det)

b. Volume limpasan, V (ml) c. Volume infiltrasi, V (ml)

2. Panel katup-katup

Untuk memfungsikan alat basic hydrology study system ini, maka bagian yang sangat penting adalah panel katup-katup yang terletak dibagian depan peralatan ini.

Hal penting yang harus dilakukan selama melakukan percobaan mengetahui peranan dari tiap panel katup-katup yang ada, yaitu :

Gambar 12. Panel Katup-Katup

1). Katup pengatur suplai air : Pada awal pngoprasian alat, posisi katup pengatur suplai air ini harus dalam posisi maksimal, karena jika tidak maka akan mengakibatkan kerusakan pada pompa. Selanjutnya katup dapat di atur sesuai dengan keinginan intensitas hujan atau aliran sungai dan air tanah.

2). Katup pngatur debit air : Berfungsi untuk mengatur debit air yang mengalir ke nozzle untuk menentukan intensitas hujan atau debit aliran sungai dan aliran air tanah.

3). Katup pengoprasian hujan dan katup pengoprasian sungai / air tanah : Salah satu katup dalam posisi minimal sesuai dengan percobaan/pengamatan dan katup-katup yang lain diatur sesuai dengan kebutuhan dan kesesuaian percobaan/pengamatan.

I. Flow Chart Penilitian

Gambar 13. Panel Katup-Katup Ya

Tidak Persiapan Bahan

Mulai

Uji dan Cek Bahan (Tanah dan Akar Pohon)

Pengambilan Data Curah Hujan Wilayah

Perhitungan Intensitas Curah Hujan Rancangan

Kala Ulang 2, 5 dan 10 tahun

Memenuh i Syarat

Persiapan dan Telaah Literatur

Menggunakan Akar Pohon

Tanpa Akar Pohon

Perhitungan Laju Infiltrasi Hasil dan Pembahasan

Selesai

Atur Hasil Intensitas Curah Hujan Pada Alat

Uji Infiltrasi Tanah

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Distribusi Curah Hujan Wilayah/Daerah

Analisa curah hujan pada bab ini dilakukan untuk keperluan perhitungan intensitas curah hujan dengan terlampir.

1. Analisa intensitas hujan

Analisa intensitas hujan menggunakan rumus Mononobe karena data curah hujan yang didapatkan adalah data curah hujan harian. Rumus Mononobe ditunjukkan pada persamaan (16) dengan data curah hujan rencana periode ulang lima, sepuluh dan dua puluh lima tahun yang didapatkan dari perhitungan berturut-turut: 246,841 mm, 290,335 mm dan 344,900 mm.

Contoh perhitungan untuk t = 5 menit dapat dilihat pada uraian berikut.

I5 = 135.842

24

(

524

60

)

23

= 246.841 mm/jam

I10 = 159.777

24

(

524

60

)

23

= 290.335 mm/jam

I25 = 189.906

24

(

524

60

)

23

= 344.900 mm/jam

Tabel 2. Rekapitulasi Hasil Perhitungan Intensitas Curah Hujan Metode Mononobe

(menit) mm/jam mm/jam mm/jam

25 84,418 99,293 117,954

30 74,757 87,929 104,454

15 118,669 139,578 165,811

20 97,959 115,219 136,874

5 246,841 290,335 344,900

10 155,500 182,899 217,273

55 49,906 58,700 69,732

60 47,094 55,392 65,802

45 57,050 67,102 79,713

50 53,180 62,551 74,306

35 67,456 79,341 94,253

40 61,710 72,584 86,225

Sumber : Hasil Perhitungan

0

Intensitas Curah Hujan ( mm/jam )

t ( menit )

I5 I10 I25

Gambar 14. Hubungan antara intensitas curah hujan dan waktu

Diagram pada gambar 14 menunjukkan perbedaan intensitas curah hujan I5, I10 dan I25 dengan lamanya waktu selama 60 menit.

B. Klasifikasi Tanah

Dari hasil pengamatan sampel tanah pada laboratorium Teknik Sipil Universitas Muhammadiyah Makassar dan Universitas Hasanuddin didapatkan hasil klasifikasi tanah, dalam penelitian ini digunakan sistem klasifikasi AASHTO, hasilnya dirangkum pada tabel 3

Tabel 3. Hasil pemeriksaan karakteristik tanah

No. Uraian Satuan Nilai Keterangan

A. Kadar Air % 12,95 -

B. Batas-batas Atterberg

1. Batas Cair (Liquid Limit, LL) 2. Batas Plastis (Plastic Limit, PL) 3. Indeks Plastisitas

%

C. Distribusi Butiran (AASHTO) 1. Fraksi Kasar Tipe material secara umum adalah kerikil berlanau atau berlempung dan pasir, dengan kondisi sebagai tanah dasar baik

sampai dengan sangat baik.

D. Kompaksi

1. Berat Isi Kering Optimum 2. Kadar Air Optimum

E. Koefisien Permeabilitas Standar cm/dtk 0,000384 -

F. Kepadatan (sandcone test) Nilai

I5 I10 I25

Sumber : Hasil Pengamatan Laboratorium

Pada tabel 3 di atas menjelaskan hasil pemeriksaan karakteristik tanah dimana pada penelitian ini menggunakan sistem klasifikasi AASHTO, fraksi kasar 63% dan fraksi halus 37 %.

C. Hasil Dan Pembahasan Laju Infiltrasi

Dalam penelitian ini dilakukan pengamatan dengan menggunakan alat Rainfall Simulator. Berikut disajikan hasil pengamatan untuk kapasitas infiltrasi (fc)

pada berbagai variasi intensitas curah hujan tanpa dan dengan menggunakan akar.

Untuk data amatan terdapat pada lampiran A.

1. Pengamatan pengaruh intensitas curah hujan tanpa menggunakan akar Penyajian data dan analisis laju dan kapasitas infiltrasi pada kondisi tanah asli dan setelah hujan, dilakukan secara berturut-turut pada tiga variasi intensitas curah hujan rencana I5, I10 dan I25, tanpa menggunakan akar dengan empat variasi kepadatan D1, D2, D3, D4. Uraian mengenai hasil pengamatan dari proses tersebut secara berturut-turut disajikan sebagai berikut:

Hasil pengamatan untuk kapasitas infiltrasi (fc) dengan kepadatan D1 maka terbentuklah grafik dan tabel pengamatan.

Gambar 15. Pengaruh variasi intensitas curah hujan tanpa menggunakan akar untuk kepadatan D1

10,8

14,2 15,6

0 2 4 6 8 10 12 14 16 18

I5 I10 I25

fc Kapasitas Infiltrasi

Hujan Rencana

(fc) Kapasitas Infiltrasi

Tabel 4. Pengaruh variasi intensitas curah hujan tanpa menggunakan akar untuk kepadatan D1

No. Intensitas (mm/jam)

(jam) Keterangan 1 I5 246.841 63,95 0.000384 10,8 7,75 Klasifikasi Tanah

Dari tabel 4 dan gambar 15 dapat disimpulkan bahwa untuk intensitas curah hujan I5 (246,841 mm/jam) dengan kepadatan D1 = 63,95 %. Dan koefisien permeabilitas k = 0,000384 mm/dtk, menunjukkan bahwa laju kapasitas infiltrasi mencapai fc = 10,8 mm/jam. Untuk I10 (290,335 mm/jam) dengan kepadatan D1 = 63,23 %, menunjukkan bahwa laju kapasitas infiltrasi mencapai fc = 14,2 mm/jam.

Sedangkan untuk I25 (344,900 mm/jam) dengan kepadatan D1 = 64,03 %, menunjukkan bahwa laju kapasitas infiltrasi mencapai fc = 15,6 mm/jam.

Hasil pengamatan untuk kapasitas infiltrasi (fc) dengan kepadatan D2 maka terbentuklah grafik dan tabel pengamatan.

Gambar 16. Pengaruh variasi intensitas curah hujan tanpa menggunakan akar untuk kepadatan D2

Tabel 5. Pengaruh variasi intensitas curah hujan tanpa menggunakan akar untuk kepadatan D2

No. Intensitas (mm/jam)

(jam) Keterangan 1 I5 246.841 70,41 0.000384 10,1 8,92 Klasifikasi Tanah

Dari tabel 5. dan gambar 16 dapat disimpulkan bahwa untuk intensitas curah hujan I5 (246,841 mm/jam) dengan kepadatan D2 = 70,41 %. Dan koefisien permeabilitas k = 0,000384 mm/det, menunjukkan bahwa laju kapasitas infiltrasi mencapai fc = 10,1 mm/jam. Untuk I10 (290,335 mm/jam) dengan kepadatan D2 = 70,59 %, menunjukkan bahwa laju kapasitas infiltrasi mencapai fc = 13,8 mm/jam.

Sedangkan untuk I25(344,900 mm/jam) dengan kepadatan D2 = 71,67%, menunjukkan bahwa laju kapasitas infiltrasi mencapai fc = 15,2 mm/jam.

Hasil pengamatan untuk kapasitas infiltrasi (fc) dengan kepadatan D3 maka terbentuklah grafik dan tabel pengamatan.

Gambar 17. Pengaruh variasi intensitas curah hujan tanpa menggunakan akar untuk kepadatan D3

Tabel 6. Pengaruh variasi intensitas curah hujan tanpa menggunakan akar untuk kepadatan D3

No. Intensitas (mm/jam)

(jam) Keterangan 1 I5 246.841 71,01 0.000384 10 7,00 Klasifikasi Tanah

Dari tabel 6 dan gambar 17 dapat disimpulkan bahwa untuk intensitas curah hujan I5 (246,841 mm/jam) dengan kepadatan D3 = 71,01 %. Dan koefisien permeabilitas k = 0,000384 mm/det, menunjukkan bahwa laju kapasitas infiltrasi mencapai fc = 10 mm/jam. Untuk I10 (290,335 mm/jam) dengan kepadatan D3 = 70,94 %, menunjukkan bahwa laju kapasitas infiltrasi mencapai fc = 13 mm/jam.

Sedangkan untuk I25(344,900 mm/jam) dengan kepadatan D3 = 73,08 %, menunjukkan bahwa laju kapasitas infiltrasi mencapai fc = 14,1 mm/jam.

Hasil pengamatan untuk kapasitas infiltrasi (fc) dengan kepadatan D4 maka terbentuklah grafik dan tabel pengamatan.

Gambar 18. Pengaruh variasi intensitas curah hujan tanpa menggunakan akar untuk kepadatan D4

Tabel 7. Pengaruh variasi intensitas curah hujan tanpa menggunakan akar untuk kepadatan D4

No. Intensitas (mm/jam)

D4 (%)

k (mm/det)

fc (mm/jam)

te

(jam) Keterangan 1 I5 246.841 71,57 0.000384 10 8,58 Klasifikasi Tanah

Tamalate 3 AASHTO =1-2-5 2 I10 290.335 71,79 0.000384 13,1 6,83

3 I25 344.900 74,16 0.000384 14 6,08 Sumber : Data pengamatan

Dari tabel 7 dan gambar 18 dapat disimpulkan bahwa untuk intensitas curah hujan I5 (246,841 mm/jam) dengan kepadatan D4 = 71,57 %. Dan koefisien permeabilitas k = 0,000384 mm/det, menunjukkan bahwa laju kapasitas infiltrasi mencapai fc = 10 mm/jam. Untuk I10 (290,335 mm/jam) dengan kepadatan D4 = 71,79 %, menunjukkan bahwa waktu laju kapasitas infiltrasi mencapai fc = 13,1 mm/jam. Sedangkan untuk I25 (344,900 mm/jam) dengan kepadatan D4= 74,16 %, menunjukkan bahwa laju kapasitas infiltrasi mencapai fc = 14 mm/jam.

2. Pengaruh intensitas curah hujan dengan menggunakan akar

Penyajian data dan analisis laju dan kapasitas infiltrasi pada kondisi tanah asli dan setelah hujan, dilakukan secara berturut-turut pada tiga variasi intensitas curah hujan rencana I5, I10 dan I25 dan tiga variasi formasi akar AK1, AK3, dan AK6, serta empat kepadatan D1, D2, D3, D4, dengan asumsi kepadatan sama dengan tanpa menggunakan akar. Uraian mengenai hasil pengamatan dari proses tersebut secara berturut-turut disajikan sebagai berikut:

a. Penyajian data dan analisis laju infiltrasi untuk satu formasi akar AK1 dengan tiga variasi Intensitas curah hujan I5, I10, I25.

Hasil pengamatan untuk kapasitas infiltrasi (fc) dengan formasi akar AK1 untuk kepadatan D1 maka terbentuklah grafik dan tabel pengamatan.

Gambar 19. Pengaruh variasi intensitas curah hujan menggunakan akar (AK1) untuk kepadatan D1

Berdasarkan hasil pengamatan dalam pengaruh akar (AK1) maka dapat di simpulkan dalam tabel berikut.

Tabel 8. Pengaruh variasi intensitas curah hujan dengan formasi akar AK1 untuk kepadatan D1

No. Intensitas

(mm/jam) Formasi Akar D1

(%) k

(mm/det) fc

(mm/jam) te

(jam) Keterangan 1 I5 246.841 AK1 63,95 0.000384 34,5 5,17

Sumber : Data pengamatan

Dari tabel 8 dan gambar 19 dapat disimpulkan bahwa untuk intensitas curah hujan I5 (246,841 mm/jam) dengan kepadatan D1 = 63,95 %. Dan koefisien

permeabilitas k = 0,000384 mm/det, menunjukkan bahwa laju kapasitas infiltrasi

mencapai fc = 34,5 mm/jam. Untuk I10 (290,335mm/jam) dengan kepadatan D1 = 63,23%, menunjukkan bahwa laju kapasitas infiltrasi mencapai fc = 30 mm/jam.

Sedangkan untuk I25 (344,900 mm/jam)dengan kepadatan D1= 64,03%, menunjukkan bahwa laju kapasitas infiltrasi mencapai fc = 33,6 mm/jam.

Hasil pengamatan untuk kapasitas infiltrasi (fc) dengan formasi akar AK1 untuk kepadatan D2 maka terbentuklah grafik dan tabel pengamatan.

Gambar 20. Pengaruh variasi intensitas curah hujan menggunakan akar (AK1) untuk kepadatan D2

Berdasarkan hasil pengamatan dalam pengaruh akar (AK1) maka dapat di simpulkan dalam tabel berikut.

Tabel 9. Pengaruh variasi intensitas curah hujan dengan formasi akar AK1 untuk kepadatan D2

No. Intensitas

(mm/jam) Formasi Akar D2

(%) k

(mm/det) Fc

(mm/jam) te

(jam) Keterangan 1 I5 246.841 AK1 70,41 0.000384 30 6,75

Dari tabel 9 dan gambar 20 dapat disimpulkan bahwa untuk intensitas curah hujan I5 (246,841 mm/jam) dengan kepadatan D2 = 70,41 %. Dan koefisien permeabilitas k = 0,000384 mm/det, menunjukkan bahwa laju kapasitas infiltrasi mencapai fc = 30 mm/jam. Untuk I10 (290,335 mm/jam) dengan kepadatan D2

=70,59%, menunjukkan bahwa laju kapasitas infiltrasi mencapai fc = 26,7 mm/jam.

Sedangkan untuk I25 (344,900 mm/jam) dengan kepadatan D2 = 71,67 %, menunjukkan bahwa laju kapasitas infiltrasi mencapai fc = 31,2 mm/jam.

Hasil pengamatan untuk kapasitas infiltrasi (fc) dengan formasi akar AK1 untuk kepadatan D3 maka terbentuklah grafik dan tabel pengamatan.

Gambar 21. Pengaruh variasi intensitas curah hujan menggunakan akar (AK1) untuk kepadatan D3

Berdasarkan hasil pengamatan dalam pengaruh akar (AK1) maka dapat di simpulkan dalam tabel berikut.

29,2 26,9

33,3

0 5 10 15 20 25 30 35

I5 I10 I25

fc Kapasitas Infiltrasi

Hujan Rencana

(fc) Kapasitas Infiltrasi

Tabel 10. Pengaruh variasi intensitas curah hujan dengan formasi akar AK1 untuk kepadatan D3

No. Intensitas (mm/jam)

(jam) Keterangan 1 I5 246.841 AK1 71,01 0.000384 29,2 6,83

Sumber : Data pengamatan

Dari tabel 10 dan gambar 21 dapat disimpulkan bahwa untuk intensitas curah hujan I5 (246,841 mm/jam) dengan kepadatan D3 = 71,01 %. Dan koefisien permeabilitas k = 0,000384 mm/det, menunjukkan bahwa laju kapasitas infiltrasi mencapai fc = 29,2 mm/jam. Untuk I10 (290,335 mm/jam) dengan kepadatan D3 = 70,94 %, menunjukkan bahwa laju kapasitas infiltrasi mencapai fc = 26,9 mm/jam.

Sedangkan untuk I25 (344,900 mm/jam)dengan kepadatan D3= 73,08 %, menunjukkan bahwa laju kapasitas infiltrasi mencapai fc = 33,3 mm/jam.

Hasil pengamatan untuk kapasitas infiltrasi (fc) dengan formasi akar AK1 untuk kepadatan D4 maka terbentuklah grafik dan tabel pengamatan.

Gambar 22. Pengaruh variasi intensitas curah hujan menggunakan akar (AK1) untuk kepadatan D4

29,6 27,7

Berdasarkan hasil pengamatan dalam pengaruh akar (AK1) maka dapat di simpulkan dalam tabel berikut.

Tabel 11. Pengaruh variasi intensitas curah hujan dengan formasi akar AK1 untuk kepadatan D4

No. Intensitas

(mm/jam) Formasi Akar D4

(%) k

(mm/det) fc

(mm/jam) te

(jam) Keterangan 1 I5 246.841 AK1 71,57 0.000384 29,6 7,67

Klasifikasi Tanah Tamalate 3 AASHTO =1-2-5 2 I10 290.335 AK1 71,79 0.000384 27,7 6,33

3 I25 344.900 AK1 74,16 0.000384 34,9 5,75

Sumber : Data pengamatan

Dari tabel 11 dan gambar 22 dapat disimpulkan bahwa untuk intensitas curah hujan I5 (246,841 mm/jam) dengan kepadatan D4 = 71,57 %. Dan koefisien permeabilitas k = 0,000384 mm/det, menunjukkan bahwa laju kapasitas infiltrasi mencapai fc = 29,6 mm/jam. Untuk I10 (290,335 mm/jam) dengan kepadatan D4 = 71,79 %, menunjukkan bahwa laju kapasitas infiltrasi mencapai fc = 27,7 mm/jam.

Sedangkan untuk I25 (344,900 mm/jam)dengan kepadatan D4 = 74,16%, menunjukkan bahwa laju kapasitas infiltrasi mencapai fc = 34,9 mm/jam.

b. Penyajian data dan analisis laju infiltrasi untuk tiga formasi akar AK3 dengan tiga variasi Intensitas curah hujan I5, I10, I25.

Hasil pengamatan untuk kapasitas infiltrasi (fc) dengan formasi akar AK3 untuk kepadatan D1 maka terbentuklah grafik dan tabel pengamatan.

Gambar 23. Pengaruh variasi intensitas curah hujan menggunakan akar (AK3) untuk kepadatan D1

Berdasarkan hasil pengamatan dalam pengaruh akar (AK3) maka dapat di simpulkan dalam tabel berikut.

Tabel 12. Pengaruh variasi intensitas curah hujan dengan formasi akar AK3 untuk kepadatan D1

No. Intensitas

(mm/jam) Formasi Akar D1

(%) k

(mm/det) fc

(mm/jam) te

(jam) Keterangan 1 I5 246.841 AK3 63,95 0.000384 54,8 4,83

Sumber : Data pengamatan

Dari tabel 12 dan gambar 23 dapat disimpulkan bahwa untuk intensitas curah hujan I5 (246,841 mm/jam) dengan kepadatan D1 = 63,95 %. Dan koefisien

permeabilitas k = 0,000384 mm/det, menunjukkan bahwa laju kapasitas infiltrasi mencapai fc = 54,8 mm/jam. Untuk I10 (290,335 mm/jam) dengan kepadatan D1 = 63,23 %, menunjukkan bahwa laju kapasitas infiltrasi mencapai fc = 46 mm/jam.

Sedangkan untuk I25 (344,900 mm/jam)dengan kepadatan D1 = 64,03%, menunjukkan bahwa laju kapasitas infiltrasi mencapai fc = 33,6 mm/jam.

Hasil pengamatan untuk kapasitas infiltrasi (fc) dengan formasi akar AK3 untuk kepadatan D2 maka terbentuklah grafik dan tabel pengamatan.

Gambar 24. Pengaruh variasi intensitas curah hujan menggunakan akar (AK3) untuk kepadatan D2

Berdasarkan hasil pengamatan dalam pengaruh akar (AK3) maka dapat di simpulkan dalam tabel berikut.

Tabel 13. Pengaruh variasi intensitas curah hujan dengan formasi akar AK3 untuk kepadatan D2

No. Intensitas

(mm/jam) Formasi Akar D2

(%) k

(mm/det) fc

(mm/jam) te

(jam) Keterangan 1 I5 246.841 AK3 70,41 0.000384 43,5 6,42

Sumber : Data pengamatan

43,5

Dari tabel 13 dan gambar 24 dapat disimpulkan bahwa untuk intensitas curah hujan I5 (246,841 mm/jam) dengan kepadatan D2 = 70,41 %. Dan koefisien permeabilitas k = 0,000384 mm/det, menunjukkan bahwa laju kapasitas infiltrasi mencapai fc = 43,5 mm/jam. Untuk I10 (290,335 mm/jam) dengan kepadatan D2 = 70,59 %, menunjukkan bahwa laju kapasitas infiltrasi mencapai fc = 42 mm/jam.

Sedangkan untuk I25 (344,900 mm/jam)dengan kepadatan D2 = 71,67 %, menunjukkan bahwa laju kapasitas infiltrasi mencapai fc = 43,5 mm/jam.

Hasil pengamatan untuk kapasitas infiltrasi (fc) dengan formasi akar AK3 untuk kepadatan D3 maka terbentuklah grafik dan tabel pengamatan.

Gambar 25. Pengaruh variasi intensitas curah hujan menggunakan akar (AK3) untuk kepadatan D3

Berdasarkan hasil pengamatan dalam pengaruh akar (AK3) maka dapat di simpulkan dalam tabel berikut.

43

41,8

45

40 41 42 43 44 45 46

I5 I10 I25

fc Kapasitas Infiltrasi

Hujan Rencana

(fc) Kapasitas Infiltrasi

Tabel 14. Pengaruh variasi intensitas curah hujan dengan formasi akar AK3 untuk kepadatan D3

No. Intensitas (mm/jam)

(jam) Keterangan 1 I5 246.841 AK3 71,01 0.000384 43 6,08

Sumber : Data pengamatan

Dari tabel 14 dan gambar 25 dapat disimpulkan bahwa untuk intensitas curah hujan I5 (246,841 mm/jam) dengan kepadatan D3 = 71,04 %. Dan koefisien permeabilitas k = 0,000384 mm/det, menunjukkan bahwa laju kapasitas infiltrasi mencapai fc = 43 mm/jam. Untuk I10 (290,335 mm/jam) dengan kepadatan D3 =70,94

%, menunjukkan bahwa laju kapasitas infiltrasi mencapai fc = 41,8 mm/jam.

Sedangkan untuk I25(344,900 mm/jam)dengan kepadatan D3 = 73,08%, menunjukkan bahwa laju kapasitas infiltrasi mencapai fc = 45 mm/jam.

Hasil pengamatan untuk kapasitas infiltrasi (fc) dengan formasi akar AK3 untuk kepadatan D4 maka terbentuklah grafik dan tabel pengamatan.

Gambar 26. Pengaruh variasi intensitas curah hujan menggunakan akar (AK3) untuk kepadatan D4

Berdasarkan hasil pengamatan dalam pengaruh akar (AK3) maka dapat di simpulkan dalam tabel berikut.

Tabel 15. Pengaruh variasi intensitas curah hujan dengan formasi akar AK3 untuk kepadatan D4

No. Intensitas (mm/jam)

Formasi Akar

D4 (%)

k (mm/det)

fc (mm/jam)

te

(jam) Keterangan 1 I5 246.841 AK3 71,57 0.000384 42,5 6,83

Klasifikasi Tanah Tamalate 3 AASHTO =1-2-5 2 I10 290.335 AK3 71,79 0.000384 42,3 6,08

3 I25 344.900 AK3 74,16 0.000384 46,3 5,42

Sumber : Data pengamatan

Dari tabel 15 dan gambar 26 dapat disimpulkan bahwa untuk intensitas curah hujan I5 (246,841 mm/jam) dengan kepadatan D4 = 71,57 %. Dan koefisien permeabilitas k = 0,000384 mm/det, menunjukkan bahwa laju kapasitas infiltrasi mencapai fc = 42,5 mm/jam. Untuk I10 (290,335 mm/jam) dengan kepadatan D4 = 71,79 %, menunjukkan bahwa laju kapasitas infiltrasi mencapai fc = 42,3 mm/jam.

Sedangkan untuk I25 (344,900 mm/jam)dengan kepadatan D4 = 74,16 %, menunjukkan bahwa laju kapasitas infiltrasi mencapai fc = 46,3 mm/jam.

c. Penyajian data dan analisis laju infiltrasi untuk enam formasi akar AK6 dengan tiga variasi Intensitas curah hujan I5, I10, I25.

Hasil pengamatan untuk kapasitas infiltrasi (fc) dengan formasi akar AK6 untuk kepadatan D1 maka terbentuklah grafik dan tabel pengamatan.

Gambar 27. Pengaruh variasi intensitas curah hujan menggunakan akar (AK6) untuk kepadatan D1

Berdasarkan hasil pengamatan dalam pengaruh akar (AK6) maka dapat di simpulkan dalam tabel berikut.

Tabel 16. Pengaruh variasi intensitas curah hujan dengan formasi akar AK6 untuk kepadatan D1

No. Intensitas (mm/jam)

(jam) Keterangan 1 I5 246.841 AK6 63,95 0.000384 75,2 4,58

Sumber : Data pengamatan

Dari tabel 16 dan gambar 27 dapat disimpulkan bahwa untuk intensitas curah hujan I5 (246,841 mm/jam) dengan kepadatan D1 = 63,95 %. Dan koefisien

permeabilitas k = 0,000384 mm/det, menunjukkan bahwa laju kapasitas infiltrasi mencapai fc = 75,2 mm/jam. Untuk I10 (290,335 mm/jam) dengan kepadatan D1 = 63,23 %, menunjukkan bahwa laju kapasitas infiltrasi mencapai fc = 52 mm/jam.

Sedangkan untuk I25 (344,900 mm/jam)dengan kepadatan D1= 64,03%, menunjukkan bahwa laju kapasitas infiltrasi mencapai fc = 74,5 mm/jam.

Hasil pengamatan untuk kapasitas infiltrasi (fc) dengan formasi akar AK6 untuk kepadatan D2 maka terbentuklah grafik dan tabel pengamatan.

Gambar 28. Pengaruh variasi intensitas curah hujan menggunakan akar (AK6) untuk kepadatan D2

Berdasarkan hasil pengamatan dalam pengaruh akar (AK6) maka dapat di simpulkan dalam tabel berikut.

Tabel 17. Pengaruh variasi intensitas curah hujan dengan formasi akar AK6 untuk kepadatan D2

No. Intensitas

(mm/jam) Formasi Akar D2

(%) k

(mm/det) fc

(mm/jam) te

(jam) Keterangan 1 I5 246.841 AK6 70,41 0.000384 60 5,83 Klasifikasi Tanah

Tamalate 3 AASHTO =1-2-5 2 I10 290.335 AK6 70,59 0.000384 47,8 5,17

3 I25 344.900 AK6 71,67 0.000384 62 5,33

Sumber : Data pengamatan

60

Dari tabel 17 dan gambar 28 dapat disimpulkan bahwa untuk intensitas curah hujan I5 (246,841 mm/jam) dengan kepadatan D2 = 70,41 %. Dan koefisien permeabilitas k = 0,000384 mm/det, menunjukkan bahwa laju kapasitas infiltrasi mencapai fc = 60 mm/jam. Untuk I10 (290,335 mm/jam) dengan kepadatan D2 = 70,59%, menunjukkan bahwa laju kapasitas infiltrasi mencapai fc = 47,8 mm/jam.

Sedangkan untuk I25 (344,900 mm/jam) dengan kepadatan D2 = 71,67 %, menunjukkan bahwa laju kapasitas infiltrasi mencapai fc = 62 mm/jam.

Hasil pengamatan untuk kapasitas infiltrasi (fc) dengan formasi akar AK6 untuk kepadatan D3 maka terbentuklah grafik dan tabel pengamatan.

Gambar 29. Pengaruh variasi intensitas curah hujan menggunakan akar (AK6) untuk kepadatan D3

Berdasarkan hasil pengamatan dalam pengaruh akar (AK6) maka dapat di simpulkan dalam tabel berikut.

60,5

48 45

0 10 20 30 40 50 60 70

I5 I10 I25

fc Kapasitas Infiltrasi

Hujan Rencana

(fc) Kapasitas Infiltrasi

Tabel 18. Pengaruh variasi intensitas curah hujan dengan formasi akar AK6 untuk kepadatan D3

No. Intensitas

(mm/jam) Formasi Akar D3

(%) k

(mm/det) fc

(mm/jam) te

(jam) Keterangan 1 I5 246.841 AK6 71,01 0.000384 60,5 6,00

Sumber : Data pengamatan

Dari tabel 17 dan gambar 29 dapat disimpulkan bahwa untuk intensitas curah hujan I5 (246,841 mm/jam) dengan kepadatan D3 = 71,01 %. Dan koefisien permeabilitas k = 0,000384 mm/det, menunjukkan bahwa laju kapasitas infiltrasi mencapai fc = 60,5 mm/jam. Untuk I10 (290,335 mm/jam) dengan kepadatan D3 = 70,94 %, menunjukkan bahwa laju kapasitas infiltrasi mencapai fc = 48 mm/jam.

Sedangkan untuk I25 (344,900 mm/jam)dengan kepadatan D3 = 73,08 %, menunjukkan bahwa laju kapasitas infiltrasi menc=apai fc = 45 mm/jam.

Hasil pengamatan untuk kapasitas infiltrasi (fc) dengan formasi akar AK6 untuk kepadatan D4 maka terbentuklah grafik dan tabel pengamatan.

Gambar 30. Pengaruh variasi intensitas curah hujan menggunakan akar (AK6) untuk kepadatan D4

Berdasarkan hasil pengamatan dalam pengaruh akar (AK6) maka dapat di simpulkan dalam tabel berikut.

Tabel 19. Pengaruh variasi intensitas curah hujan dengan formasi akar AK6 untuk kepadatan D4

No. Intensitas (mm/jam)

Formasi Akar

D4 (%)

k (mm/det)

fc (mm/jam)

te

(jam) Keterangan 1 I5 246.841 AK6 71,57 0.000384 60 6,08

Klasifikasi Tanah Tamalate 3 AASHTO =1-2-5 2 I10 290.335 AK6 71,79 0.000384 50 5,67

3 I25 344.900 AK6 74,16 0.000384 62,5 4,75

Sumber : Data pengamatan

Dari tabel 19 dan gambar 30 dapat disimpulkan bahwa untuk intensitas curah hujan I5 (246,841 mm/jam) dengan kepadatan D4 = 71,57 %. Dan koefisien permeabilitas k = 0,000384 mm/det, menunjukkan bahwa laju kapasitas infiltrasi mencapai fc = 60 mm/ja. Untuk I10 (290,335 mm/jam) dengan kepadatan D4 = 71,79

%, menunjukkan bahwa laju kapasitas infiltrasi mencapai fc = 50 mm/jam.

Sedangkan untuk I25 (344,900 mm/jam)dengan kepadatan D4 = 74,16%, menunjukkan bahwa laju kapasitas infiltrasi mencapai fc = 62,5 mm/jam.

3. Perbandingan kapasitas infiltrasi antara variasi intensitas curah hujan I5, I10, I25 dengan variasi formasi akar AK1, AK3, AK6 untuk kepadatan yang sama

Penyajian data dan analisis laju dan kapasitas infiltrasi pada kondisi tanah asli dan setelah hujan, dilakukan secara berturut-turut pada tiga variasi intensitas curah hujan rencana I5, I10 dan I25 dan tiga variasi formasi akar AK1, AK3, dan AK6 untuk kepadata D1. Uraian mengenai hasil perbandingan dari proses tersebut secara berturut-turut disajikan sebagai berikut:

Tabel 20. Perbandingan kapasitas infiltrasi (fc) antara variasi intensitas curah hujan

Gambar 31. Perbandingan kapasitas infiltrasi (fc) antara variasi intensitas curah hujan dengan variasi formasi tanpa akar untuk kepadatan D1

Gambar 32. Perbandingan kapasitas infiltrasi (fc) antara variasi intensitas curah hujan dengan variasi formasi AK 1 untuk kepadatan D1

10,8

Gambar 33. Perbandingan kapasitas infiltrasi (fc) antara variasi intensitas curah hujan dengan variasi formasi AK 3 untuk kepadatan D1

Gambar 34. Perbandingan kapasitas infiltrasi (fc) antara variasi intensitas curah hujan dengan variasi formasi AK 6 untuk kepadatan D1

Dari tabel 20 dan gambar 31, memperlihatkan bahwa pada kondisi tanpa tanaman, semakin tinggi intensitas curah hujan maka semakin besar pula kapasitas infiltrasi.

Sedangkan dari gambar 32, 33 dan 34 terlihat bahwa intensitas curah hujan pada pengujian dengan variasi akar tidak signifikan terhadap peningkatan kapasitas infiltrasi, hal ini disebabkan karena kondisi pengujian yang tidak ideal, yang sepertinya tidak menggambarkan peranan akar dalam proses infiltrasi. Kondisi pengujian yang dianggap tidak ideal ini, disebaban karena akar tumbuhan tidak dalam

54,8

keadaan berfungsi optimal (tidak ada pemulihan tumbuhan sebelum di uji). Interval pengujian terlalu cepat, tanah yang di I5 masih jenuh (kadar air jenuh) lalu dilakukan pengujian berlanjut dengan I10 dan I25.

Tabel 21. Perbandingan kapasitas infiltrasi (fc) antara variasi intensitas curah hujan dengan variasi formasi tanpa akar serta yang menggunakan akar untuk

Gambar 35. Perbandingan kapasitas infiltrasi (fc) dengan menggunakan intensitas curah hujan I5 tanpa akar dan dengan variasi akar untuk kepadatan D1

Gambar 35. Perbandingan kapasitas infiltrasi (fc) dengan menggunakan intensitas curah hujan I5 tanpa akar dan dengan variasi akar untuk kepadatan D1

Dokumen terkait