• Tidak ada hasil yang ditemukan

ANALISIS KAPASITAS INFILTRASI PADA TANAH KEPASIRAN DENGAN BUKAAN MASSA TANAH AKIBAT AKAR TANAMAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "ANALISIS KAPASITAS INFILTRASI PADA TANAH KEPASIRAN DENGAN BUKAAN MASSA TANAH AKIBAT AKAR TANAMAN"

Copied!
160
0
0

Teks penuh

(1)

ANALISIS KAPASITAS INFILTRASI PADA TANAH KEPASIRAN DENGAN BUKAAN MASSA TANAH AKIBAT AKAR TANAMAN

OLEH :

TAUFAN AKMAL. A FAHMI SYARIF. S

105 810 1572 11 105 810 1587 11

JURUSAN TEKNIK SIPIL FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR 2017

(2)
(3)
(4)

iii

Pujisyukur Alhamdulillah penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, karena rahmat dan karunianyalah sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dan dapat kami selesaikan dengan baik.

Tugas akhir ini disusun sebagai salah satu persyaratan akademik yang harus di tempuh dalam rangka menyelesaikan Program Studi pada Jurusan Sipil dan Pengairan Fakultas Teknik Universitas Muhammadiyah Makassar. Adapun judul tugas akhir kami adalah : “ANALISIS KAPASITAS INFILTRASI PADA TANAH KEPASIRAN DENGAN BUKAAN MASSA TANAH AKIBAT AKAR TANAMAN”

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa di dalam penulisan skripsi ini masih terdapat kekurangan-kekurangan, hal ini disebabkan penulis sebagai manusia biasa tidak lepas dari kesalahan dan kekurangan baik itu ditinjau dari segi teknis penulisan maupun dari perhitungan-perhitungan. Oleh karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran serta perbaikan guna kesempurnaan penulisan ini agar kelak dapat bermanfaat terutama bagi penulis sendiri.

Proposal ini dapat terwujud berkat adanya bantuan, arahan dan bimbingan dari berbagai pihak. Oleh karena itu dengan segala ketulusan dan kerendahan hati, kami mengucapkan terimakasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada :

(5)

iv

baik dalam bentuk materi hingga Penulis bisa menyelesaikan kuliah.

2. Bapak Hamzah Al Imran, ST.,MT. sebagai Dekan Fakultas Teknik Universitas Muhammadiyah Makassar.

3. Bapak Muh. Syafaat, S.Kuba, ST,. sebagai Ketua Jurusan Fakultas Teknik Universitas Muhammadiyah Makassar.

4. Bapak Dr. Ir. H. Darwis Panguriseng, M.Sc. Selaku pembimbing I dan Ir. H. Abd.

Rakhim Nanda, MT selaku pembimbing II yang telah banyak meluangkan waktu dalam membimbing kami.

5. Bapak dan ibu Dosen serta staf pegawai pada Fakults Teknik atas segala waktunya telah mendidik dan melayani penulis selama mengikuti proses belajar mengajar di Universitas Muhammadiyah Makassar.

6. Rekan-rekan mahasiswa Fakultas Teknik terkhusus angkatan 2011, serta teman- teman yang tidak sempat saya sebut namanya yang telah banyak membantu dalam menyelesaikan tugas akhir ini.

Semoga semua pihak tersebut di atas mendapat pahala yang berlipat ganda di sisi Allah SWT dan skripsi yang sederhana ini dapat bermanfaat bagi penulis, rekan- rekan, masyarakat serta bangsa dan Negara, Aamiin

Makassar,……….

Penulis

(6)

v

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PERSETUJUAN ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

DAFTAR ISI ... v

DAFTAR GAMBAR ... viii

DAFTAR TABEL ... xi

BAB I. PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Rumusan Masalah ... 3

C. Tujuan Penelitian ... 3

D. Manfaat Penelitian ... 3

E. Batasan Masalah ... 4

BAB II. TINJAUAN PUSTA KA ... 5

A. Infiltrasi ... 5

1. Pengertian infiltrasi ... 6

2. Faktor-faktor yang mempengaruhi infiltrasi ... 7

3. Pengukuran infiltrasi ... 10

(7)

vi

6. Intensitas Curah Hujan ... 17

7. Analisa Debit Kala Ulang ... 18

8. Peranan Akar Untuk Peningkatan Kapasitas Infiltrasi ... 22

B. Karakteristik Tanah ... 24

1. Tanah ... 24

2. Jenis tanah ... 24

3. Tekstur tanah ... 26

4. Kepadatan tanah ... 26

5. Karakteristik tanah dan pengaruh terhadap infiltrasi ... 27

BAB III. METODOLOGI PENELITIAN ... 29

A. Lokasi dan Waktu Penelitian ... 29

B. Jenis Penelitian dan Sumber Data ... 30

C. Alat Penelitian ... 31

D. Desain Alat Penelitian ... 32

E. Prosedur Pengoprasian Alat ... 35

F. Setting Media Tanah ... 38

G. Setting Tanaman Dan Running Tanaman ... 40

H. Data dan Variabel Penilitian ... 41

I. Flow Chart Penelitian ... 43

(8)

vii

B. Klasifikasi Tanah ... 46

C. Hasil Dan Pembahasan Laju Infiltrasi ... 47

BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN ... 72

A. Kesimpulan ... 72

B. Saran ... 73

DAFTAR PUSTAKA ... 74

LAMPIRAN ... 76

(9)

viii

Gambar 1. Kurva Kapasitas Infiltrasi ... 7

Gambar 2. Genangan Pada Permukaan Tanah ... 8

Gambar 3. Simulaor Hujan ... 12

Gambar 4. Kapasitas Infiltrasi Sebagai Fungsi Waktu ... 14

Gambar 5. Kapasitas Infiltrasi Dan Intensitas Hujan ... 15

Gambar 6. Foto Lokasi Pengambilan Sampel ... 29

Gambar 7. Tampak Depan Simulator Hujan ... 32

Gambar 8. Tampak Samping Kiri Simulator Hujan ... 33

Gambar 9. Tampak Belakang Simulator Hujan ... 34

Gambar 10. Simulator Hujan Group I ... 37

Gambar 11. Simulator Hujan Group Ii ... 38

Gambar 12. Panel Katup-Katup ... 42

Gambar 13. Bagan Alur Penilitian ... 43

Gambar 14. Hubungan Antara Intensitas Curah Hujan dan Waktu ... 45

Gambar 15. Pengaruh variasi intensitas curah hujan tanpa menggunakan akar untuk kepadatan D1 ... 47

Gambar 16. Pengaruh variasi intensitas curah hujan tanpa menggunakan akar untuk kepadatan D2 ... 48

Gambar 17. Pengaruh variasi intensitas curah hujan tanpa menggunakan akar untuk kepadatan D3 ... 49

Gambar 18. Pengaruh variasi intensitas curah hujan tanpa menggunakan akar untuk kepadatan D4 ... 50

(10)

ix

Gambar 20. Pengaruh variasi intensitas curah hujan menggunakan akar (AK1) untuk kepadatan D2 ... 53 Gambar 21. Pengaruh variasi intensitas curah hujan menggunakan akar (AK1)

untuk kepadatan D3 ... 54 Gambar 22. Pengaruh variasi intensitas curah hujan menggunakan akar (AK1)

untuk kepadatan D4 ... 55 Gambar 23. Pengaruh variasi intensitas curah hujan menggunakan akar (AK3)

untuk kepadatan D1 ... 57 Gambar 24. Pengaruh variasi intensitas curah hujan menggunakan akar (AK3)

untuk kepadatan D2 ... 58 Gambar 25. Pengaruh variasi intensitas curah hujan menggunakan akar (AK3)

untuk kepadatan D3 ... 59 Gambar 26. Pengaruh variasi intensitas curah hujan menggunakan akar (AK3)

untuk kepadatan D4 ... 60 Gambar 27. Pengaruh variasi intensitas curah hujan menggunakan akar (AK6)

untuk kepadatan D1 ... 62 Gambar 28. Pengaruh variasi intensitas curah hujan menggunakan akar (AK6)

untuk kepadatan D2 ... 63 Gambar 29. Pengaruh variasi intensitas curah hujan menggunakan akar (AK6)

untuk kepadatan D3 ... 64 Gambar 30. Pengaruh variasi intensitas curah hujan menggunakan akar (AK6)

untuk kepadatan D4 ... 65 Gambar 31. Perbandingan kapasitas infiltrasi (fc) antara variasi intensitas curah

hujan dengan variasi formasi tanpa akar untuk kepadatan D1 ... 67 Gambar 32. Perbandingan kapasitas infiltrasi (fc) antara variasi intensitas curah

hujan dengan variasi formasi AK 1 untuk kepadatan D1 ... 67 Gambar 33. Perbandingan kapasitas infiltrasi (fc) antara variasi intensitas curah

hujan dengan variasi formasi AK 3 untuk kepadatan D1 ... 68

(11)

x

Gambar 35. Perbandingan kapasitas infiltrasi (fc) dengan intensitas curah hujan I5 tanpa akar dan dengan variasi akar untuk kepadatan D1 ... 69 Gambar 36. Perbandingan kapasitas infiltrasi (fc) dengan intensitas curah hujan I10

tanpa akar dan dengan variasi akar untuk kepadatan D1 ... 69 Gambar 37. Perbandingan kapasitas infiltrasi (fc) dengan intensitas curah hujan I25

tanpa akar dan dengan variasi akar untuk kepadatan D1 ... 70

(12)

xi

Tabel 1. Batasan-Batasan Ukuran Golongan Tanah ... 24 Tabel 2. Rekapitulasi Hasil Perhitungan Intensitas Curah Huajan ... 45 Tabel 3. Hasil Pemeriksaan Karakteristik Tanah ... 46 Tabel 4. Pengaruh variasi intensitas curah hujan tanpa menggunakan akar

untuk kepadatan D1 ... 48 Tabel 5. Pengaruh variasi intensitas curah hujan tanpa menggunakan akar

untuk kepadatan D2 ... 49 Tabel 6. Pengaruh variasi intensitas curah hujan tanpa menggunakan akar

untuk kepadatan D3 ... 50 Tabel 7. Pengaruh variasi intensitas curah hujan tanpa menggunakan akar

untuk kepadatan D4 ... 51 Tabel 8. Pengaruh variasi intensitas curah hujan dengan formasi akar AK1

untuk kepadatan D1 ... 52 Tabel 9. Pengaruh variasi intensitas curah hujan dengan formasi akar AK1

untuk kepadatan D2 ... 53 Tabel 10. Pengaruh variasi intensitas curah hujan dengan formasi akar AK1

untuk kepadatan D3 ... 55 Tabel 11. Pengaruh variasi intensitas curah hujan dengan formasi akar AK1

untuk kepadatan D4 ... 56 Tabel 12. Pengaruh variasi intensitas curah hujan dengan formasi akar AK3

untuk kepadatan D1 ... 57 Tabel 13. Pengaruh variasi intensitas curah hujan dengan formasi akar AK3

untuk kepadatan D2 ... 58 Tabel 14. Pengaruh variasi intensitas curah hujan dengan formasi akar AK3

untuk kepadatan D3 ... 60

(13)

xii

Tabel 16. Pengaruh variasi intensitas curah hujan dengan formasi akar AK6

untuk kepadatan D1 ... 62 Tabel 17. Pengaruh variasi intensitas curah hujan dengan formasi akar AK6

untuk kepadatan D2 ... 63 Tabel 18. Pengaruh variasi intensitas curah hujan dengan formasi akar AK6

untuk kepadatan D3 ... 65 Tabel 19. Pengaruh variasi intensitas curah hujan dengan formasi akar AK6

untuk kepadatan D4 ... 66 Tabel 20. Perbandingan kapasitas infiltrasi (fc) antara variasi intensitas curah

hujan dengan variasi formasi tanpa akar serta yang menggunakan

akar untuk kepadatan D1 ... 67 Tabel 21. Perbandingan kapasitas infiltrasi (fc) antara variasi intensitas curah

hujan dengan variasi formasi tanpa akar serta yang menggunakan

akar untuk kepadatan D1 ... 69

(14)

1 A. Latar Belakang

Salah satu faktor yang dapat meningkatkan laju dan kapasitas infiltrasi ialah adanya vegetasi pada hamparan lahan yang tersedia. Salah satu contoh lahan yang penggunaannya didominasi oleh vegetasi tertentu adalah pepohonan yang menyebar luas rimbun membentuk hutan.

Pohon merupakan kategori tumbuhan yang dapat dikatakan paling banyak melakukan penyerapan, utamanya pada unsur air dan mineral tanah. Penyerapan ini dilakukan sebagai salah satu kesatuan sistem metabolisme dalam tumbuhan.

Tumbuhan melakukan penyerapan atau absorbs untuk menyebarkan hasil-hasil metabolisme utamanya hasil fotosintesis dan transport energi ke seluruh tubuh. Hasil transport ini berfungsi untuk merangsang pertumbuhan dan perkembangan tumbuhan.

Berbicara dalam wilayah pemanfaatan akar tumbuhan guna proses infilitrasi itu dapat diperuntukan untuk pencegahan banjir. Lukman dkk (2006) mencatat dalam penanganan masalah banjir setidaknya terdapat perbedaan pendekatan antara pendekatan pengelolaan DAS (watershed management approach) dan pendekatan rekayasa sipil (civil engineering approach). Tumbuhan merupakan suatu organisme yang dapat dibilang paling banyak melakukan penyerapan, utamanya pada unsur air dan mineral tanah. Penyerapan ini dilakukan sebagai salah satu kesatuan sistem metabolisme dalam tumbuhan. Jadi pada dasarnya mekanisme penyerapan nutrisi

(15)

terjadi karena adanya perbedaan konsentrasi antara koloid tanah dan akar tumbuhan (buluh akar) dan adanya perbedaan potensial antara keduanya sehingga unsur hara dapat masuk ke tumbuhan.

Infiltrasi merupakan sebuah proses kunci karena proses ini menentukan berapa banyak bagian dari curah hujan masuk ke dalam tanah dan berapa banyak yang menjadi aliran permukaan. Infiltrasi juga merupakan proses kunci dalam erosi karena tidak ada erosi tanpa aliran permukaan yang akan menggerus tanah dan mengangkut sedimen (Lukman dkk, 2006).

Peran pohon dalam pencegahan banjir itu sangat berpengaruh jika kita selidik lebih dalam, penyerapan air oleh akar tumbuhan mampu berfungsi lebih efektif dan efisien apabila dapat di manfaatkan secara maksimal. Infiltrasi melalui dengan akar pohon ini kemudian kita akan teliti dengan dukungan alat tekhnologi.

Permasalahan mendasar mengapa di negeri ini masih saja terkena banjir sedangkan infrastruktur sudah diupayakan oleh pemerintah, hal ini yang mendasari kita perlunya menganalisis serta melakukan penilitian yang mampu menawarkan terhadap masyarakat tentang pencegahan banjir di daerah pemukiman padat penduduk dan terkhusus di daerah Kota Makassar dengan proses uji eksperimental terkait tentang “ANALISIS KAPASITAS INFILTRASI PADA TANAH KEPASIRAN DENGAN BUKAAN MASSA TANAH AKIBAT AKAR TANAMAN”

(16)

B. Rumusan Masalah

1. Bagaimana mengetahui pengaruh bukaan akibat akar pohon dalam meningkatkan kapasitas infiltrasi pada tanah kepasiran.?

2. Bagaimana hubungan antara peningkatan jumlah akar AK1, AK3 dan AK6

terhadap peningkatan kapasitas infiltrasi.?

C. Tujuan Penelitian

1. Untuk mengetahui berapa besar pengaruh peningkatan infiltrasi dengan adanya bukaan akibat akar pohon pada tanah kepasiran.

2. Untuk mengetahui peningkatan kapasitas infiltrasi yang terjadi pada setiap jumlah akar AK1, AK3 dan AK6.

D. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat diantaranya sebagi berikut :

1. Dapat membuka pola berfikir ilmiah dalam diri pribadi penulis.

2. Dapat memberikan sumbangsih kepada almamater dalam menumbuhkan atmosfir ilmiah, terutama dalam pengembangan ilmu pengetahuan teknologi dan seni (IPTEKS).

3. Dapat menjadi salah satu bahan pertimbangan bagi pengambil kebijakan dalam mengelola kawasan yang rentan terhadap dampak rendahnya infiltrasi air permukaan.

4. Dapat menjadi salahsatu referensi untuk pelaksanaan penelitian - penelitian selanjutnya.

(17)

E. Batasan Masalah

Adapun Batasan masalah yang digunakan dalam penelitian ini adalah:

1. Pengujian dilakukan dengan skala terbatas melalui alat rainfall simulator.

2. Jenis tanah yang menjadi media penelitian masih terbatas dengan menggunakan tanah kepasiran dengan sistem klasifikasi AASHTO, fraksi kasar 63% dan fraksi halus 37%.

3. Jenis tanaman yang digunakan adalah pucuk merah.

4. Tanaman yang disimulasikan di tanam kedalam tanah beberapa saat sebelum proses running test

5. Variasi jumlah akar dianalogkan dengan jumlah tanaman (jumlah akar setiap tanaman dianggap sama).

(18)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Infiltrasi

1. Pengertian Infiltrasi.

Menurut Farzad Haghnazari et al (2015), bahwa proses infiltrasi mengacu pada kemampuan tanah untuk memungkinkan pergerakan air masuk melalui profil tanah. Hal ini memungkinkan tanah untuk sementara menyimpan air, menjadi ketersediaan air untuk diambil oleh tanaman dan organisme tanah.

Menurut Schwab dkk (1996), bahwa istilah infilrasi secara spesifik merujuk pada peristiwa masuknya air ke dalam permukaan tanah. Infiltrasi merupakan satu- satunya sumber kelembaban tanah untuk keperluan pertumbuan tumbuhan dan untuk memasok air tanah.Melalui infiltrasi, permukaan tanah membagi air hujan menjadi aliran permukaan, kelembaban tanah dan air tanah.

Di dalam tanah air mengalir dalam arah lateral, sebagai aliran antara (interflow) menuju mata air, danau dan sungai atau secara vertikal yang dikenal dengan perkolasi (percolation) menuju air tanah. Gerak air di dalam tanah melalui pori-pori tanah dipengaruhi oleh gaya gravitasi dan gaya kapiler. Gaya gravitasi menyebabkan aliran selalu menuju ke tempat yang lebih rendah, sementara gaya kapiler menyebabkan air bergerak ke segala arah. Air kapiler selalu bergerak dari daerah basah menuju ke daerah yang lebih kering. Tanah kering mempunyai gaya kapiler lebih besar dari pada tanah basah. Gaya tersebut berkurang dengan

(19)

bertambahnya ke lembaban tanah. Selain itu gaya kapiler bekerja lebih kuat pada tanah dengan butiran halus seperti lempung dari pada tanah berbutir kasar seperti pasir. Apabila tanah kering, air terinfitrasi melalui permukaan tanah karena pengaruh gaya gravitasi dan gaya kapiler pada seluruh permukaan. Setelah tanah menjadi basah, gerak kapiler berkurang karena berkurangnya gaya kapiler. Hal ini menyebabkan penurunan laju infiltrasi. Sementara aliran kapiler pada lapis permukaan berkurang aliran karena pengaruh gravitasi berlanjut mengisi pori-pori tanah. Dengan terisinya pori-pori tanah, laju infiltrasi berkurang secara berangsur- angsur sampai dicapai kondisi konstan, dimana laju infiltrasi sama dengan laju pekolasi melalui tanah.

Dalam infiltrasi dikenal dua istilah yaitu kapasitas infiltrasi dan laju infiltrasi, yang dinyatakan dalam mm/jam. Kapasitas infiltrasi adalah laju infiltrasi maksimum untuk suatu jenis tanah tertentu, sedang laju infiltrasi adalah kecepatan infiltrasi yang nilainya tergantung pada kondisi tanah dan intensitas hujan. Gambar 1 menunjukkan kurva kapasitas infiltrasi (fp) yang merupakan fungsi waktu. Apabila tanah dalam kondisi kering ketika infiltrasi terjadi, kapasitas infiltrasi tinggi karena kedua gaya kapiler da gravitasi bekerja sama-sama menarik air ke dalam tanah. Ketika tanah menjadi basah, gaya kapiler berkurang yang menyebabkan laju infiltrasi menurun.

Akhirnya kapasitas infiltrasi mencapai suatu nilai konstan, yang dipengaruhi terutama oleh grafitasi dan laju perkolasi (B. Triatmodjo, 2008)

(20)

Gambar 1.Kurva kapasitas infiltrasi

2. Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Infiltrasi.

Menurut Chunhong Zhao et al (2015), bahwa aliran dan gerakan air ke dalam tanah tergantung dengan struktur tanah dan banyak sedikitnya tumbuhan. Tanah- tanah permukaan dengan tekstur halus mempunyai ruang pori total lebih banyak dan proporsinya relatif besar yang disusun oleh pori-pori mikro, sehingga tanah mempunyai kapasitas menahan air yang tinggi.

Air yang menyusup ke dalam tanah ditransformasikan menjadi air tanah tersedia untuk pengambilan air tanaman dan restorasi vegetasi. Vegetasi restorasi dapat memperbaiki struktur tanah, mengendalikan erosi tanah, dan melestarikan sumber air tanah. Aliran preferensial yang diinduksi oleh makropores adalah penyebab utama transportasi polusi dan sirkulasi air tanah dan kontaminasi (Jing Zhang a, et al., 2017).

Laju infiltrasi dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu kedalaman genangan dan tebal lapis jenuh, kelembaban tanah, pemadatan oleh hujan, tumbuhan penutup, intensitas hujan dan sifat-sifat fisik tanah.

Kapasitas Infiltrasi Fp

Waktu

(21)

1. Kedalaman genangan dan tebal lapis jenuh.

Seperti ditunjukan dalam gambar 2, air yang tergenang di atas permukaan tanah terinfiltrasi ke dalam tanah yang menyebabkan sutau lapisan di bawah permukaan tanah menjadi jenuh air. Apabila tebal dari lapisan jenuh air adalah L, dapat dianggap bahwa air mengalir ke bawah melalui sejumlah tabung kecil. Aliran melalui lapisan tersebut serupa dengan aliran melalui pipa. Kedalaman genangan diatas permukaan tanah (D) memberikan tinggi tekanan pada ujung atas tabung, sehingga tinggi tekanan total yang menyebabkan aliran adalah D+L. Tahanan terhadap aliran yang diberikan oleh tanah adalah sebanding dengan tabel lapis jenuh air L. Pada awal hujan, dimana L adalah kecil dibanding D, tinggi tekanan adalah besar dibanding tahanan terhadap

aliran, sehingga air masuk ke dalam tanah dengan cepat. Sejalan dengan waktu, L bertambah panjang sampai melebihi D, sehingga tahanan terhadap aliran semakin besar.Pada kondisi tersebut kecepatan infiltrasi berkurang. Pabila L sangat lebih besar dari pada D, perubahan L mempunyai pengaruh yang hampir sama dengan gaya tekanan dan hambatan, sehingga laju infiltrasi hampir konstan (B. Triatmodjo, 2008).

Gambar 2. Genangan pada permukaan tanah

D

L

Genangan Air

Tanah Jenuh

Tanah tak jenuh Muka Tanah

(22)

2. Kelembaban tanah.

Ketika air jatuh pada tanah kering, permukaan tanah atas dari tanah tersebut menjadi basah, sedangkan bagian bawahnya relatif masih kering. Dengan demikian terdapat perbedaan yang besar dari gaya kapiler antara permukaan atas tanah dan yang ada dibawahnya. Karena adanya perbedaan tersebut, maka terjadi gaya kapiler yang bekerja bersamasama dengan gaya berat sehingga air bergerak kebawah (infiltrasi) dengan cepat. Dengan bertambahnya waktu, permukaan bawah tanah menjadi basah, sehingga perbedaan gaya kapiler berkurang dan infiltasi berkurang. Ketika tanah menjadi basah koloid yang terdapat dalam tanah akan mengambang dan menutupi pori-pori tanah, sehingga mengurangi kapasitas infiltrasi pada periode awal hujan (B.

Triatmodjo, 2008)

3. Pemanpatan oleh hujan.

Ketika hujan jatuh di atas tanah, butir tanah mengalami pemadatan oleh butiran air hujan. Pemadatan tersebut mengurangi pori-pori tanah yang berbutir halus (seperti lempung), sehingga dapat mengurangi kapasitas infiltrasi. Untuk tanah pasir, pengaruh tersebut sangat kecil (B. Triatmodjo, 2008).

4. Penyumbatan oleh butir halus.

Ketika tanah sangat kering, permukaannya terdapat butiran halus. Ketika hujan turun dan infiltrasi terjadi, butiran halus tersebut terbawa masuk ke dalam tanah mengisi pori-pori tanah sehingga mengurangi kapasitas infiltrasi (B. Triatmodjo, 2008).

5. Tumbuhan penutup.

Banyaknya tumbuhan yang menutupi permukaan tanah, seperti rumput atau hutan

(23)

dapat menaikkan kapasitas infiltrasi tanah tersebut. Dengan adanya tumbuhan penutup, air hujan tidak dapat memampatkan tanah dan juga akan terbentuk lapisan humus yang dapat menjadi sarang/tempat hidup serangga. Apabila terjadi hujan lapisan humus mengembang lobang-lobang (sarang) yang dibuat serangga akan menjadi sangat permeabel. Kapasitas infiltrasinya bisa jauh lebih besar dari pada tanah yang tanpa penutup tumbuhan (B. Triatmodjo, 2008).

6. Topografi.

Kondisi topografi juga mempengaruhi infiltrasi. Pada lahandengan kemiringan besar, aliran permukaan mempunyai kecepatan besar sehingga air kekurangan waktu untuk infiltrasi. Akibatnya sebagian besar air menggenang sehingga mempunyai waktu cukup banyak untuk infiltrasi (B. Triatmodjo, 2008).

7. Intensitas hujan.

Intensitas hujan juga berpengaruh terhadap kapasitas infiltrasi. Jika intensitas hujan I lebih kecil dari pada kapasitas infiltrasi, maka laju infiltrasi aktual adalah sama dengan intensitas hujan. Apabila intensitas hujan lebih besar dari pada kapasitas infiltrasi maka laju infiltrasi aktual sama dengan kapasitas infiltrasi (B. Triatmodjo, 2008).

3. Pengukuran Infiltrasi.

Menurut S. E. Thompson et al (2010), Pengaruh tumbuhan terhadap infiltrasi di tanah beriklim kering sangat besar sedangkan di tanah beriklim lembap kurang signifikan.

(24)

Metode yang biasa digunakan untuk menentukan kapasitas infiltrasi adalah pengukuran dengan infiltrometer dan analisis hidrograf. Infiltrometer dibedakan menjadi infiltrometer genangan dan simulator hujan (rainfall simulator).

1. Infiltrometer genangan

Infiltrometer genangan yang banyak digunakan adalah dua silinder konsentris atau tabung yang dimasukkan ke dalam tanah. Untuk tipe pertama, dua selinder konsentris yang terbuat dari logam dengan diameter antara 22,5 dan 90 cm ditempatkan dengan sisi bawahnya berada beberapa sentimeter di bawah permukaan tanah seperti terlihat dalam gambar 3. Kedua ruangan diisikan air yang selalu dijaga pada elevasi sama. Fungsi dari silinder luar adalah untuk mencegah air di dalam ruang sebelah dalam menyebar pada daerah yang lebih besar setelah merembes di bawah dasar silinder. Kapasits infiltrasi dan perubahannya dapat ditentukan dari kecepatan penambahan air pada silinder dalam yang diperlukan untuk mempertahankan elevasi konstan.

Infiltrometer tipe kedua terdiri dari tabung dengan diameter sekitar 22,5 cm dan panjang 45 sampai 60 cm yang dimasukkan kedalam tanah sampai kedalaman minimum sama dengan kedalaman di mana air meresap selama percobaan (sekitar 37,5 sampai 52,5 cm), sehingga tidak terjadi penyebaran. Laju air yang harus ditambahkan untuk menjaga kedalaman yang konstan di dalam tabung dicatat.

Infilrometer genangan ini tidak memberikan kondisi infiltrasi yang sebenarnya terjadi dilapangan karena pengaruh pukulan butir-butir hujan tidak diperhitungkan dan struktur tanah di sekiling dinding silinder telah terganggu pada waktu pemasukannya

(25)

ke dalam tanah. Tetapi meskipun mempunyai kelemahan alat ini mudah dipindahkan dan dapat digunakan untuk mengetahui kapasitas infiltrasi di titik yang dikehendaki sesuai dengan tata guna lahan, jenis tumbuhan dan sebagainya (B. Triatmodjo, 2008).

2. Simulator hujan

Untuk mengurangi kelemahan dari penggunaan alat di atas, dibuat hujan tiruan dengan intensitas merata yang lebih tinggi dari kapasitas infiltrasi. Luas bidang yang disiram adaah antara 0,1 sampai 40 m2. Besarnya infiltrasi dihutang dengan mencatat besarnya hujan dan limpasan. Gambar 3. adalah sket simulator hujan. Hujan tiruan dengan intensitas hujan I jatuh pada bidang yang akan dicari kapasitas infiltrasinya. Intensitas hujan lebih besar dari kapasitas infiltrasi f sehingga terjadi genangan di atas permukaan tanah. Pada suatu saat genangan air akan meluap dan luapan air di tampung dalam ember. Dengan mengetahui imntensitas hujan I, volume tampungan dalam ember dan tinggi genangan maka akan dapat dihitung kapasitas infiltrasi f (B.Triatmodjo, 2008).

Gambar 3. Simulator Hujan

(26)

4. Kapasitas Infiltrasi.

Proses infiltrasi, terutama membentuk jumlah curah hujan yang terbatas sistem tanah tersedia untuk akar tanaman. Pentingnya memahami pola dan proses infiltrasi tidak bisa dilebih-lebihkan mengingat relevansinya dengan ketersediaan air tanah dimana curah hujan seringkali merupakan satu-satunya sumber air penambahan (Xin-Ping Wang a, b, et al., 2000).

Kemampuan tanah untuk menyerap air infiltrasi pada sauatu saat disebut kapasitas infiltrasi. Pada saat tanah keadaan kering maka laju infiltrasi tinggi.

Sebaliknya saat tanah jenuh air, laju infiltrasi menjadi menurun dan akhirnya konstan.

Ketika air hujan berkumpul di atas permukaan tanah, air tersebut akan terinfiltrasi melalui permukaan dan masuk ke dalam tanah dengan laju infiltrasi awal (f0) yang nilainya tergantung pada kadar air tanah saat itu. Dengan berlanjutnya hujan, laju infiltrasi berkurang karena tanah menjadi lebih basah. Laju infiltrasi sebagai fungsi waktu diberikan oleh Horton (1940) dalam persamaan (1) dan gambar 4.

berikut :

ft = fc + (f0 - fc) e-kt (1)

dengan :

ft = Kapasitas infiltrasi pada saat ke t f0 = Kapasitas infiltrasi awal

fc = Kapasitas infiltrasi konstan yang tergantung pada tipe tanah k = Konstanta yang menunjukkan laju pengurangan kapasitas infiltrasi.

(27)

Persamaan tersebut menunjukkan bahwa apabila suplai hujan melampaui kapasitas infiltrasi, infiltrasi berkurang secara eksponensial. Konstanta k merupakan fungsi tekstur permukaan. Jika pada permukaan ada tumbuhan nilai nilai k kecil, sedang jika tekstur permukaan halus seperti tanah gundul nilai tersebut besar.

Parameter f0 dan fc adalah fungsi jenis tanah dan tutupan. Untuk tanah berpasir atau berkerikil nilai tersebut tinggi, sedang tanah berlempung yang gundul nilainya kecil dan apabila permukaan tanah ada rumput nilainya bertambah.Jumlah total air yang terinfiltrasi pada suatu periode tergantung pada laju infiltrasi dan fungsi waktu.

Apabila laju infiltrasi pada suatu saat adalah f(t), maka infilttrasi kumulatif atau jumlah air yang terinfiltrasi adala F(t). Laju infiltrasi dan jumlah air yang terinfiltrasi adalah :

f (t) = 𝑑𝐹 (t)

𝑑𝑡

(2)

F (t) =∫ 𝑓 (t)dt0𝑡 (3)

Gambar 4. Kapasitas infiltrasi sebagai fungsi waktu Waktu

Laju infiltrasi (mm/jam) f0

ft

fc 0 t

fc

(28)

Persamaan (3) adalah persamaan diferensial yang menunjukkan laju infiltrasi f(t). Laju infiltrasi merupakan turunan dari infiltrasi kumulatif F(t). Apabila laju

infiltrasi diberikan oleh persamaan (1), maka persamaan (3) menjadi:

F(t)=∫ 𝑓𝑐 = (𝑓0 – 𝑓𝑐 ) e0𝑡 -kt dt (4) F(t) = fc t + 1

𝑘 (f0 – fc ) (1 - e-kt ) (5)

Seperti telah dijelaskan di depan bahwa air hujan yang jatuh di permukaan tanah sebagian menguap, sebagian lainnya terinfiltrasi dan sisanya menjadilimpasan permukaan. Hujan yang berubah menjadi aliran permukaan disebutjuga hujan efektif atau hujan lebihan (excess rainfall). Untuk hujan dengan intensitas tinggi dan durasi singkat, kehilangan air karena penguapan adalah kecil disbanding dengan infiltrasi.

Air hujan yang berubah menjadi aliran permukaan dapat diperkirakan dengan mengurangkan kapasitas infiltrasi terhadap intensitas hujan (Gambar 5). Dalam gambar tersebut, bagian yang diarsir adalah bagian dari hujan yang berubah menjadi aliran permukaan, yaitu curah hujan dikurangi dengan kapasitas infiltrasi (B.

Triatmodjo, 2008).

Gambar 5. Kapasitas infiltrasi dan intensitas hujan

Curah hujan dan

infiltrasi (cm/jam)

Kurva kapasitas infiltrasi

(29)

5. Indeks Infiltrasi

Menurut Thomas Dunne et al (1991), bahwa dua efek deterministik kuat pada infiltrasi ada di tengah heterogenitas temporal dan spasial yang juga menyebabkan infiltrasi bervariasi, dan perlu dikontrol dalam analisis dan penggunaan data infiltrasi.

Kurva kapasitas infiltrasi seperti yang diberikan oleh Horton merupakan kapasitas infiltrasi di suatu titik (lokasi) yang ditinjau. Untuk suatu DAS yang luas dan heterogen (terdiri dari beberapa tata guna lahan dengan luas yang berbeda), kurva tersebut tidak bisa digunakan karena masing-masing daerah dengan tata guna lahan yang berbeda mempunyai kurva yang berbeda pula. Pada suatu saat, kapasitas infiltrasi dan intensitas hujan antara satu tempat dengan tempat yang lain adalah berbeda. Selain itu aliran antara seringkali merupakan bagian penting dari aliran permukaan. Aliran antara ini merupakan bagian dari infiltrasi, biasanya tidak termasuk dalam aliran permukaan yang dihitung dengan kurva kapasitas infiltrasi.

Untuk menyederhanakan analisinya, perkiraan aliran permukaan biasanya di hitung dengan menggunakan indeks infiltrasi. Menurut Antonio Zapata-Sierra (2008), bahwa parameter infiltrasi yang benar saat digunakan untuk pohon daerah tertutup terlihat infiltrasi menurun saat jarak ke pohon meningkat dan tutup pohon yang lebih tinggi, semakin besar perubahan konduktivitas hidrolik tanah. Hal ini memungkinkan penentuan kerapatan optimal untuk setiap pohon spesies untuk menjaga infiltrasi pada nilai tertinggi.

Indeks infiltrasi merupakan prosedur paling sederhana untuk memperkirakan volume total aliran permukaan atau air hujan yang hilang karena terinfiltrasi. Indeks

(30)

infiltrasi adalah laju rerata kehilangan air karena infiltrasi, sedemikian sehingga volume air hujan yang lebih dari laju tersebut adalah sama dengan aliran permukaan.

Indeks infiltrasi adalah laju rerata kehilangan air karena infiltrasi, sedemikian sehingga volume air hujan yang lebih dari laju tersebut adalah sama dengan aliran permukaan. Indeks infiltrasi banyak digunakan untuk memperkirakan besarnya infiltrasi di daerah yang luas (B. Triatmodjo, 2008).

6. Intensitas Curah Hujan

Curah hujan atau presipitasi merupakan elemen dari hidrometeor, yaitu kumpulan partikel-partikel cair atau padat yang jatuh atau melayang di dalam atmosfer yang merupakan hasil dari proses kondensasi uap air di udara (awan).

Intensitas curah hujan merupakan fungsi dari besarnya curah hujan yang terjadi dan berbanding terbalik dengan waktu kejadiannya. Artinya besarnya curah hujan yang terjadi akan semakin tinggi intensitasnya bila terjadi pada periode waktu yang semakin singkat, demikian pula sebaliknya. Untuk perhitungan intensitas curah hujan digunaan rumus mononobe.

Keterangan : I = 𝑅

𝑡 24 (24

𝑡) (6)

Dimana :

I : intensitas curah hujan

R24 : curah hujan maksimum harian dalam 24 jam (mm/jam) t : periode waktu

(31)

Secara definisi satuan milimeter dalam pengukuran curah hujan adalah banyaknya curah hujan yang tertampung pada luasan 1 m2 dengan ketinggian 1 milimeter. Hal ini berarti bahwa dalam 1 m2 dapat tertampung volume curah hujan sebanyak 1 dm3 atau 1 liter. Maka untuk suatu wilayah dengan luas 1 Ha dengan asumsi terjadi hujan merata dengan intensitas 1 mm maka akan terkumpul volume air sebanyak 10 m3 dan bertambah seiring dengan semakin luas dan atau semakin banyaknya curah hujan yang jatuh dan akan menuju ke suatu tempat yang lebih rendah. Ada perbedaan jenis dan sifat hujan yang terjadi pada saat musim hujan dan musim kemarau (Fakli Bisa, 2014)

Menurut S.A. Stothoffa et al (1999), bahwa ketersediaan air, itu kemudian sangat menunjukkan pengaruh celah. Simulasi pertumbuhan akar menunjukkan bahwa vegetasi harus memiliki preferensi yang kuat untuk tumbuh ke celah, dan simulasi aliran juga menyarankan bahwa harus ada arus yang sangat terfokus celah

7. Analisa Debit Kala Ulang

Menurut D.Suryanto,ME (2015), bahwa pernyataan yang menyangkut besaran debit banjir menurut kala ulang, (biasanya disebut dengan debit banjir periode ulang) seperti : debit banjir 2 tahunan, 10 tahunan, 100 tahunan. Besarnya debit banjir yang ditetapkan sebagai dasar penentuan kapasitas dan mendimensi bangunan-bangunan hidraulik (termasuk bangunan di sungai), sedemikian hingga kerusakan yang dapat ditimbulkan baik langsung maupun tidak langsung oleh banjir tidak boleh terjadi selama besaran banjir tidak terlampaui.

(32)

Maksud analisa ini antara lain juga untuk memberikan informasi tentang debit banjir yang terjadi pada setiap tahun, dimana estimasi besarnya debit tersebut secara hydrology kemungkinannya akan terulang kembali pada periode - periode mendatang. Dalam frekuensi banjir analisis ini digunakan beberapa metode (probability distribution) untuk menghitung estimasi besarnya debit periode ulang tertentu tersebut antara lain :

1. Normal Distribution 2. Log Normal Distribution 3. Peorson Type III Distribution 4. Gumel E-VI Distribution

Metode Hujan rencana adalah hujan harian maksimum yang akan digunakan untuk menghitung intensitas hujan. Untuk mendapatkan curah hujan rancangan (Rt) dilakukan melalui analisa frekuensi antara lain :

1. Metode Distribusi Normal

Distribusi normal, disebut pula distribusi Gauss, adalah distribusi probabilitas yang paling banyak digunakan dalam berbagai analisis statistika. Distribusi normal baku adalah distribusi normal yang memiliki rata-rata nol dan simpangan baku satun (Suewarno, 1995).

(7)

(8) keterangan:

XT = besarnya curah hujan yang terjadi dengan kala ulang T tahun

(33)

X = rata-rata hitung variat Sx = standard deviasi

k = faktor frekuensi (nilai variabel reduksi Gauss)

2. Metode Distribusi Log Normal

Distribusi log normal menggunakan dua parameter, yaitu yang merupakan parameter bentuk dan sebagai parameter lokasi yang merupakan nilai tengah dari suatu distribusi kerusakan (Suewarno, 1995).

(9)

(10)

(11)

keterangan:

X = nilai variat pengamatan Slog X = standart deviasi dari logaritma n = jumlah data

log X = logaritma rata-rata k = faktor frekuensi

3. Metode Distribusi Frekuensi Log Person Type III

Metode yang dianjurkan dalam pemakaian distribusi Log Pearson Type III adalah dengan mengkorvesikan rangkaian datanya menjadi bentuk logaritmis. Banyak

(34)

digunakan dalam analisis hidrologi, terutama dalam analisis data maksimum (banjir) dan minimum (debit minimum) dengan nilai ekstrem (Suewarno, 1995).

(12)

(13)

(14)

Nilai X bagi setiap probabilitas dihitung dari persamaan:

(15) keterangan:

log X = logaritma rata-rata

Slog X = standart deviasi dari logaritma Cs = koefisien kemencengan k = faktor frekuensi

n = jumlah dataketerangan:

XT = besarnya curah hujan yang terjadi dengan kala ulang T tahun X = rata-rata hitung variat

Sx = standard deviasi

k = faktor frekuensi (nilai variabel reduksi Gauss) 4. Metode Distribusi Frekuensi Gumbel

Dalam Soewarno (2000), dikatakan bahwa distribusi gumbel tipe 1 atau disebut juga dengan distribusi ekstrim 1 umunya digunakan untuk analisa

(35)

data maksimum, misal untuk analisis frekuensi banjir. Persamaan garis lurus model matematik distribusi gumbel tipe 1 yang ditentukan dengan menggunakan metode momen adalah

(16) (17) (18)

keterangan:

XT = besarnya curah hujan yang terjadi dengan kala ulang T tahun X = rata-rata x maksimum dari seri data Xi

k = faktor frekuensi

(19)

Yn, Sn = besaran yang mempunyai fungsi dari jumlah pengamatan Yt = reduksi sebagai fungsi dari probabilitas

N = jumlah data

8. Peranan Akar Untuk Meningkatkan Kapasitas Infiltrasi

Menurut Sugeng (2016), bahwa rambut akar adalah bulu-bulu atau rambut berbentuk serabut halus pada akar tumbuhan, biasanya berukuran kecil dan terdapat pada sisi-sisi akar utama atau percabangan akar. Rambut akar merupakan perluasan permukaan dari lapisan epidermis akar yang berfungsi untuk mengoptimalkan penyerapan air dan mineral mineral hara. Semakin banyak rambut akar maka luas

(36)

permukaan akar akan semakin besar sehingga memungkinkan tumbuhan untuk menjangkau air dan mineral hara di tempat yang jauh dari tumbuhan tersebut tumbuh.

Rumput yang terbentuk di bawah kondisi yang lebih ideal menanggapi lahan dalam yang jauh dengan akar yang jauh lebih besar di bawah 15 cm, menunjukkan ini sebagai faktor penting dalam mempertahankan tingkat filtrasi (Matthew A. Haynes, et al., 2013)

Pergerakan air tanah tersebut dipengaruhi oleh tekstur tanah dan partikeltanah.

Model aliran air tanah itu sendiri akan dimulai pada daerah resapan airtanah atau sering juga disebut sebagai daerah imbuhan air tanah (recharge zone). Daerah ini adalah wilayah dimana air yang berada di permukaan tanah baik air hujan ataupun air permukaan mengalami proses penyusupan (infiltrasi) secara gravitasi melalui lubang pori tanah/batuan atau celah/rekahan pada tanah/batuan. Proses penyusupan ini akan berakumulasi pada satu titik dimana air tersebut menemui suatu lapisan atau struktur batuan yang bersifat kedap air (impermeabel). Titik akumulasi ini akan membentuk suatu zona jenuh air (saturated zone) yang seringkali disebut sebagai daerah lahan air tanah (discharge zone).

Menurut Peng LiA, C, et al (2004), bahwa pada plot vegetasi tahunan, laju infiltrasi tanah lebih tinggi karena kondisi aerasi lebih baik. Dengan meningkatnya tutupan vegetasi, infiltrasi tanah diturunkan. Tingkat infiltrasi stabil pada bulan abadi diturunkan dari pada plot tahunan.

(37)

B. Karakteristik Tanah 1. Tanah

Menurut Braja M. Das bahwa tanah adalah hasil pelapukan batuan yang berupa gumpalan butiran-butiran yang ikatan antara butirnya sangat lemah. Tanah terdiri dari agregate (butiran) mineral-mineral padat yang tidak terikat secara kimia satu sama lain, atau merupakan yang dinamakan butiran tanah itu sendiri. Zat cair yang biasanya merupakan air, gas atau udara yang mengisi ruang-ruang kosong diantara butiran mineral padat atau butiran tanah tersebut. Ruang ini disebut dengan pori (voids). Dari segi klimatologi, tanah memegang peranan penting sebagai penyimpan air dan menekan erosi, meskipun tanah sendiri juga dapat tererosi.Komposisi tanah berbeda-beda pada satu lokasi dengan lokasi yang lain. Air dan udara merupakan bagian dari tanah.

2. Jenis Tanah

Beberapa organisasi telah mengembangkan batasan-batasan ukuran golongan jenis tanah (soil separate size limits) berdasarkan ukuran-ukuran partikelnya. Pada Tabel 1 ditunjukkan batasan-batasan ukuran golongan jenis tanah yang telah dikembangkan oleh beberapa organisasi yang ahli di bidangnya.

Tabel 1. Batasan-Batasan Ukuran Golongan Tanah.

Nama Kelompok Organisasi

Ukuran Butiran (mm)

Kerikil Pasir Lanau Lempung

Massachusetts Institute of

Technology (MIT) > 2 2-0,06 0,06-0,002 < 0,002

(38)

Sumber : Mekanika Tanah, Braja M Das

a. Kerikil (gravels) adalah kepingan-kepingan dari batuan yang kadang-kadang juga mengandung partikel-partikel mineral quartz, feldspar dan mineral- mineral lain, diameter butiran > 5 mm.

b. Pasir (sand) sebagian besar terdiri dari mineral quartz dan feldspar. Butiran dari mineral yang lain mungkin juga masih ada pada golongan ini, diameter butiran 0,0075 – 5,0 mm.

c. Lanau (silt) sebagian besar merupakan fraksi mikroskopis (berukuran sangat kecil) dari tanah yang terdiri dari butiran-butiran quartz yang sangat halus, dan sejumlah partikel-partikel berbentuk lempengan-lempengan pipih yang merupakan pecahan dari mineral-mineral mika, diameter butiran 0,002 – 0,0075 mm.

d. Lempung (clays) sebagian besar terdiri dari partikel mikroskopis dan submikroskopis (tidak dapat dilihat dengan jelas bila hanya dengan mikroskopis biasa) yang berbentuk lempengan-lempengan pipih dan

Nama Kelompok Organisasi

Ukuran Butiran (mm)

Kerikil Pasir Lanau Lempung

U.S. Departement of Agriculture

(USDA) > 2 2-0,05 0,05-0,002 < 0,002

American Association of State Highway and Transportation Officials (AASHTO)

76,2 - 2 2-0,075 0,075-0,002 < 0,002

Unified Soil Classification System (U.S. Army Corps of Engineers, U.S. Bureau of Reclamation)

76,2 - 4,75

4,75- 0,075

Halus (yaitu lanau dan lempung)< 0,0075

(39)

merupakan partikel-partikel dari mika. Lempung didefinisikan sebagai golongan partikel yang berukuran kurang dari 0,002 mm (= 2 mikron).

3. Tekstur Tanah

Tekstur tanah, biasa juga disebut besar butir tanah, termasuk salah satu sifat tanah yang paling sering ditetapkan. Hal ini disebabkan karena tekstur tanah berhubungan erat dengan pergerakan air dan zat terlarut, udara, pergerakan panas, berat volume tanah, luas permukaan spesifik (specific surface), kemudahan tanah memadat (compressibility).

Tekstur adalah perbandingan relatif antara fraksi pasir, debu dan liat, yaitu partikel tanah yang diameter efektifnya ≤ 2 mm. Di dalam analisis tekstur, fraksi bahan organik tidak diperhitungkan.Bahan organik terlebih dahulu didestruksi dengan hidrogen peroksida (H2O)2. Tekstur tanah dapat dinilai secara kualitatif dan kuantitatif. Cara kualitatif biasa digunakan surveyor tanah dalam menetapkan kelas tekstur tanah di lapangan.

4. Kepadatan Tanah

Tes sand cone pada tanah dilakukan untuk menentukan kepadatan di tempat dari lapisan tanah atau perkerasan yang telah dipadatkan. Alat yang diuraikan disini hanya terbatas untuk tanah yang mengandung butiran kasar tidak lebih dari 5 cm.

Kepadatan lapangan ialah berat kering persatuan isi.

a. Perhitungan tes send cone Laboratorium teknik unismuh makassar.

Isi botol = berat isi = ( W2 – W1 ) cm3 Berat isi pasir = (Wa-W1)/(W2-W1) gram

(40)

Berat pasir dalam corong = (w4-w5) gram.

Berat isi pasir dalam lubang = (w6-w7)-(w4-w5) gram.

Isi lubang = (w10 / p) x Ve cm3 Berat tanah = ( W8 – w9 ) gram

Berat isi tanah = (w8-w9)/we = gram/cm3. Berat isi kering tanah =Yd

=

𝑌 𝑥 100

100+𝑤 gram/cm3 Derajat kepadatan di lapangan = (dalam % )

5. Karakteristik Tanah dan Pengaruh Terhadap Infiltras

Karakteristik tanah dalam pengaruhnya terhadap infiltrasi yang terpenting adalah terstur dalam, struktur dan kandungan bahan organik pada lapisan permukaan tanah.Tekstur tanah sangat dominan pengaruhnya terhadap pori-pori partikel tanah, semakin besar pori-pori partikel tanah infiltrasinya semakin besar pula, misalnya pasir.Sebaliknya tanah lempung karena pori-pori partikel tanahnya kecil maka infiltrasinya kecil.

Struktur tanah dipengaruhi oleh agregate tanah dan bahan organik yang membentuknya, apabila lapisan topsoilnya mempunyai struktur yang kompak, kondisi ini akan banyak menghambat terjadinya infiltrasinya. Bahan organik tanah terbentuk dari sisa-sisa daun yang jatuh ke tanah kemudian membusuk tentu saja ini akan dapat menghambat aliran permukaan tanah, disamping itu bahan organik ini juga dapat menyimpan air hujan yang kemudian meresap kedalam tanah.

(41)

Berdasar kapasitas infiltrasinya dapat dikatakan bahwa kemungkinan terjadinya aliran permukaan pada tanah – tanah yang berat lebih besar dibanding pada tanah yang berstruktur ringan. Hal ini sesuai dengan pendapat bermana kusumah (1978), bahwa kapasitas infiltrasi tanah ikut menentukan banyaknya air yang mengalir di atas permukaan tanah, sebagai aliran permukaan. Jadi, semakin besar kapasitas infiltrasi, maka aliran permukaan yang terjadi akan semakin kecil (Erwin, 2012).

(42)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. Lokasi dan Waktu Penelitian 1. Lokasi penelitian

Lokasi penilitian dilakukan di Laboratorium Hidrologi Teknik Sipil Pengairan Unismuh Makassar dan lokasi pengambilan sampel tanah ini dilaksanakan pada pemukiman masyarakat padat penduduk tepatnya di Jl. Tamalate 3 dalam pengambilan sampel tanah.

Gambar 6. Jl. Tamalate 3 sampel tanah (sumber gambar google Earth)

Titik Sampel

(43)

2. Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan mulai tanggal 04 Juni 2016 sampai dengan tanggal 15 Mei 2017. Dengan waktu penelitian berjalan selama 1 tahun, dimana pada bulan pertama dan kedua yakni bulan Juni dan Juli merupakan pelaksanaan pengambilan sampel tanah serta penyediaan alat lab guna pengelolaan data sampel tanah untuk dapat di duplikat sebagai bahan penilitian jangka panjang, pada proses kedua bulan Agustus dan September penyediaan alat lab serta pembuatan bahan cetakan uji kuat tekan tanah hingga pelaksanaan pengambilan data uji kuat tekan tanah dan prose ketiga bulan Oktober sampai dengan Mei 2017 pelaksanaan pengambilan data infiltrasi pada alat rainfall simulator.

B. Jenis Penelitian dan Sumber Data 1. Jenis penelitian

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah pengujian menggunakan alat 1 set rainfall simulator dengan mencoba menganalisis fungsi akar pohon dalam proses infiltrasi.

2. Sumber data

Sumber data dari penelitian ini berupa dari :

a. Data primer yakni data yang diperoleh dari hasil simulasi, pengamatan langsung dari model fisik dan sampel di Laboratorium Teknik Sipil Universitas Muhammadiyah Makassar.

b. Data sekunder yakni data yang diperoleh dari intensitas terkait data curah hujan wilayah kota makassar dari Dinas PU dan BMKG kota makassar, serta data yang di

(44)

peroleh dari literatur dan hasil penelitian yang sudah ada, baik penelitian laboratorium maupun penelitian langsung di lapangan yang terkait dengan penelitian ini.

C. Alat Penelitian

1. Alat dan bahan untuk pengambilan nilai kapasitas infiltrasi.

a. 1 Set rainfall simulator b. Air

c. Tanah d. Mistar

2. Bahan dan alat untuk pengujian kepadatan tanah.

a. 1 set sand cone test b. Pasir

c. Scop d. Kubus e. Paku f. Multi

g. Hummer (palu)

3. Alat yang digunakan untuk pengambilan sampel tanah a. Hand bor (bor tangan)

b. Wadah (untuk mengambil sampel) c. Scop

(45)

D. Desain Alat Penelitian

1. Perangkat basic hydrology study system (tampak depat)

Sebelum melakukan penilitian kita perlu mngetahui terlebih dahulu fungsi dan perangkat-perangkat yang terdapat pada alat rainfall simulator.

Gambar 7. Tampak Depan rainfall simulator 1. Bak percobaan utama.

2. Pintu keluaran air bak percobaan utama.

3. Bejana pengukuran keluaran air dari bak percobaan utama.

4. Bejana pengukuran drain sisi kiri (ada 6 buah).

5. Penampungan air dan penyaringan air buangan dari bejana pengukuran keluaran dari bak percobaan.

6. Panel kendali 1

7. Reservoir ( penampunga air sumber hujan, sungai dan air tanah )

1

2

3

4 5

6 7

8 9

10 11 12

13 14

15

(46)

8. Penampungan air buangan untuk seluru bejana pengukuran drain dari seluruh drain.

9. Panel kendali katup untuk operasional sistem basic hidrology study system.

10. Saluran pembuangan bejana pengukuran dari drain.

11. Bejana pengukuran drain sisi kanan (ada 6 buah).

12. Manumeter bank (ada 23 titik untuk dua sumbu berbeda).

13. Bejana masukan sumber air untuk mensimulasikan aliran sungai pada bak percobaan.

14. Posisi penempatan nozzle hujan pada gantry (dudukkan menggantung) 15. Gantry (dudukan menggantung)

2. Perangkat basic hydrology study system (tampak samping kiri)

Gambar 8. Tampak samping kiri

1

2 2 9

3 4

5 6

7 8

4 3

(47)

1. Tempat pemasangan belalai saluran air ke bejana pengukuran keluaran bak percobaan.

2. Pintu keluaran air bak percobaan utama.

3. Bejana pengukuran drain sisi kiri (ada 6 buah)

4. Pijakan kaki sebagai alat bantu untuk memudahkan aktifitas di bak percobaan.

5. Bejana pengukuran keluaran air dari bak percobaan utama

6. Penampungan air buangan untuk seluruh bejana pengukuran drain dan seluruh drain.

7. Bak percobaan utama

8. Posisi penempatan nozzle hujan pada gantry (dudukkan menggantung) 9. Gantry (dudukan menggantung)

3. Perangkat basic hydrology study system (tampak belakang, serong kanan)

Gambar 9. Tampak Belakang

1 2 3

4

(48)

1. Panel kendali dua.

2. Bejana sebagai masukan sumber air untuk mensimulasikan aliran sungai pada bak percobaan.

3. Penyangga gantri yang merupakan tempat penempatan nozzle untuk ke dua group hujan.

4. Pompa air sebagai sumber pensuplai air untuk kedua group nozzle hujan dan simulasi sungai serta simulasi air tanah.

E. Prosedur Pengoprasian Alat

1. Persiapan operasional basic hydrology study system.

Sebelum mengoprasikanperalatan laboratorium basic hydrology study system, ada beberapa hal dan prosedur yang harus dilakukan demi kelancaran pelaksanaan percobaan yang akan dilakukan menggunakan alat basic hydrology study system iyalah :

a. Sumber Air

Pastikan ‘Reservoir’ telah terisi dengan air bersih serta input air bersih tersedia secara tetap dan konstan. Pastikan juga katup pembuangan pada reservoir dalam posisi off atau tertutup agar tidak ada air yang terbuang.

b. Pembuangan Air

Untuk menunjang sistem peralatan basic hydrology study system bekerja dengan baik, maka salah satu penentu adalah drainase pembuangan air. Pastikan selang pembuangan air terhubung dengan saluran pembuang yang terdapat pada laboratorium.

(49)

c. Pintu Keluar Air Bak Percobaan.

Sebelum melakuan percobaan aturlah posisi tinggi pintu keluaran air yang diukur dari dasar bak percobaan, disesuaikan dengan kebutuhan percobaan dengan satuan centimeter. Setelah itu kencangkanlah secukupnya susunan baud tersebut, tidak perlu mengencangkan dengan kuat-kuat karena pintu tersebut dilapisi dengan karet yang lentur. Setelah langkah diatas maka selanjutnya adalah melakukan pemasangan ‘belalai’. Guna ‘belalai’ adalah agar aliran output pintu air dapat terarah masuk kedalam bejana pengukuran. Pilih ‘belalai’ yang sesuai dengan tinggi jarak antara ujung output pintu air dengan bejana pengukuran dibawahnya. Tersedia belalai dengan panjang 40cm, 30cm, 20cm, 10cm dan 6cm.

d. Bejana Pengukuran.

Ada terdapat dua model bejana pengukuran, yaitu : Bejana pengukuran keluaran dari bak percobaan dan bejana pengukuran drain (keluaran dari 12 drain yang tersedia). Pada bejana pengukuran dua jenis katup yaitu katup ulir dan ball valve.

e. Media Uji Tangkapan Air Hujan.

Sebelum melakukan percobaan dengan simulasi hujan, maka perlu diketahui terlebih dahulu intensitas hujan yang akan digunakan. Agar ketika melakukan penentuan intensitas hujan tersebut tidak terjadi kontaminasi air hujan yang tidak diinginkan terhadap media tanah atau pasir atau media sample lainnya yang akan digunakan., maka digunakan media uji tangkapan air hujan.

f. Pompa Air

Hubungan kabel sumber listrik dihubungkan ke jala-jala PLN, maka pada panel

(50)

kendali 1 dan panl kendali 2 akan menyala lampu merah. Untuk meng-aktifkan pompa air maka tekanlah tombol pompa ON ‘lampu pompa on’ akan menyala hijau maka pompa akan aktif. Untuk menghentikan kerja pompa air maka sebalikka tekan tombol off.

g. Manometer

Manometer air merupakan instrumen untuk mengetahui ketinggian permukaan air yang terdapat didalam bak percobaan. Ketinggian air yang terdapat pada manometer ini merupakan manifestasi dari ketinggian air yang berada didalam bak percobaan pada saat pengamatan. Cara melakukan pengisian air pada selang tersebut adalah dengan memberikan hujan atau input sungai dan air tanah.

2. Pengoprasian basic hydrology study system.

Pada bagian ini akan diterangkan cara dan langkah-langkah pengoprasian dari alat basic hydrology study system. Penjelasan akan dibagi dalam beberapa bagian fungsi utama dari peralatan. Ikuti seluruh prosedur dengan baik dan benar. Untuk penentuan standart tingkatan intnsitas hujan dapat dilihat pada analisa data.

a. Simulasi hujan group I.

Gambar 10. Simulator Hujan Group I

(51)

b. Simulasi hujan group II.

Gambar 11. Simulator Hujan Group II F. Setting Media Tanah

Adapun prosedur penelitian yang akan dilakukan adalah sebagai berikut:

1. Tahapan Persiapan

Tahapan persiapan dilakukan untuk mengantisipasi segala keadaan yang berkaitan dengan prosedur penelitian, seperti;

(1) Pembersihan,

(2) Pengecekan alat dan bahan yang akan diuji,

(3) Persiapan perangkat dan instrument yang dibutuhkan, dan

(4) Persiapan personil pengamatan serta persatuan persepsi dalam melakukan tindakan pengujian, pengamatan dan pencatatan data.

2. Tahapan penentuan jenis tanah

Penentuan jenis tanah dengan melakukan uji karakteristik tanah.

Karakteristik tanah yang diujikan diantaranya, yaitu : (1) Pengujian sand cone test

(52)

(2) Pengujian berat jenis tanah (3) Pengujian kadar air tanah (4) Pengujian permeabilitas tanah (5) Pengujian analisa saringan (6) Pengujian Kompaksi

(7) Pengujian batas-batas atterberg

Pengujian karakteristik tanah tersebut dilakukan setelah pengambilan sampel tanah pada daerah tamalate 3 kota makassar, sulawesi selatan. Sampel tanah yang telah diuji, kemudian dibuatkan proporsi tanah sesuai dari hasil perhitungan pengujian Analisa Saringan.

3. Tahapan running test

1) Running test ke-1. Pengukuran infiltrasi pada tanah tanpa akar pohon.

Tanah tersebut dimasukkan ke dalam bak pengujian dengan tinggi 28 cm, lalu kemudian dipadatkan dengan perlakuan 2x tumbukan. Tinggi alat penumbuk dari tanah 20 cm. Berat alat penumbuk sebesar 5 Kg. Kemudian dilakukan sandcone test untuk mendapatkan kepadatan tanah. Kepadatan tanah yang didapatkan dari dari hasil sand cone test pada bak uji tidak harus sesuai dengan kepadatan tanah di lapangan,

tetapi dengan nilai yang tidak terlampau jauh.

Selanjutnya, tanah yang berada dalam bak uji dilindungi dari air yang keluar dari nozzle sebelum dicapai keadaan air konstan dengan menggunakan media uji tangkapan air hujan. Setelah air dinyatakan konstan sesuai dengan intensitas hujan yang diinginkan, pelindung sampel atau media uji tangkapan air hujan dibuka dan

(53)

secara bersamaan menekan tombol on pada stopwatch. Tiap selang waktu 5 menit, infiltrasi, limpasan dan ketinggian air dalam sampel tanah yang terjadi dicatat.

Kemudian masing-masing limpasan maupun infiltrasi yang ditampung dalam drain diukur volume air dan catat dalam tabel pengamatan. Sampai pengamatan selama tanah dikatakan jenuh dan infiltrasi dan runoff konstan, hujan buatan dihentikan.

Setelah hujan dihentikan, tiap selang waktu 5 menit catat infiltarasi dan runoff yang tertampung pada drain dan ketinggian air pada tanah yang terbaca pada manometer.

Dalam waktu yang tidak ditentukan sampai infiltrasi dianggap nol.

G. Setting Tanaman Dan Running Tanaman

Pada tahapan ini dilakukan dengan 3 variasi, yaitu dengan menggunakan 1, 3 dan 6 akar tanaman.

a) Running dengan 1 akar pohon.

Akar pohon dan sampel tanah dimasukkan pada bak percobaan, kemudian lakukan pemadatan dengan 2 kali tumbukan. Sebelum diberikan hujan buatan atur flowmeter/tekanan hujan dengan menahan air menggunakan media uji tangkapan air sampai didapatkan intensitas hujan yang diinginkan dengan sama-sama menekan tombol on pada stopwatch, keluarkan media uji tangkapan air. Catat kemudian infiltrasi dan runoff yang terjadi serta tinggi air dalam tanah pada tabel pengamatan setiap 5 menit selama hujan berlangsung, sampai tanah dikatakan jenuh dan infiltrasi dan runoff dinyatakan konstan. Lalu hujan buatan dihentikan. Setelah hujan, tiap selang waktu 5 menit infiltrasi dan runoff serta ketinggian air dalam sampel tanah dicatat sampai infiltrasi dianggap nol.

(54)

Kemudian bongkar sampel dari bak percobaan untuk melakukan penelitian dengan variasi akar berikutnya.

H. Data dan Variabel Penitian

Sesuai dengan tujuan penelitian ini maka pengujian dilakukan dengan model fisik laboratorium dengan kajian infiltrasi dan aliran permukaan. Model fisik ini dimaksudkan untuk mengamati dan mengetahui pengaruh akar pohon terhadap laju infiltrasi pada permukan tanah akibat dengan variasi intensitas curah hujan (I) dan durasi waktu (t).

Adapun data pengamatan hasil uji laboratorium diolah menjadi bahan analisa hasil kajian sesuai dengan tujuan penelitian.Data yang diolah menjadi bahan analisa adalah data intensitas curah hujan rencana (I), waktu durasi hujan (t) menit, volume rembesan dan limpasan, V (ml) atau liter.

Pengambilan data pengamatan sangat diperlukan dimana akan digunakan sebagai parameter analisa, oleh karena itu pencatatan data tersebut dilakukan pada setiap kondisi yang terkait langsung dengan tujuan penelitian. Adapun data yang diambil dalam pengujian ini adalah:

1. Pada running test ke-1dan ke-2, data yang dicatat adalah:

a. Waktu yang terkait dengan durasi hujan, t (menit) sekaligus kecepatan aliran Vxy (m/det)

b. Volume limpasan, V (ml) c. Volume infiltrasi, V (ml)

(55)

2. Panel katup-katup

Untuk memfungsikan alat basic hydrology study system ini, maka bagian yang sangat penting adalah panel katup-katup yang terletak dibagian depan peralatan ini.

Hal penting yang harus dilakukan selama melakukan percobaan mengetahui peranan dari tiap panel katup-katup yang ada, yaitu :

Gambar 12. Panel Katup-Katup

1). Katup pengatur suplai air : Pada awal pngoprasian alat, posisi katup pengatur suplai air ini harus dalam posisi maksimal, karena jika tidak maka akan mengakibatkan kerusakan pada pompa. Selanjutnya katup dapat di atur sesuai dengan keinginan intensitas hujan atau aliran sungai dan air tanah.

2). Katup pngatur debit air : Berfungsi untuk mengatur debit air yang mengalir ke nozzle untuk menentukan intensitas hujan atau debit aliran sungai dan aliran air tanah.

3). Katup pengoprasian hujan dan katup pengoprasian sungai / air tanah : Salah satu katup dalam posisi minimal sesuai dengan percobaan/pengamatan dan katup-katup yang lain diatur sesuai dengan kebutuhan dan kesesuaian percobaan/pengamatan.

(56)

I. Flow Chart Penilitian

Gambar 13. Panel Katup-Katup Ya

Tidak Persiapan Bahan

Mulai

Uji dan Cek Bahan (Tanah dan Akar Pohon)

Pengambilan Data Curah Hujan Wilayah

Perhitungan Intensitas Curah Hujan Rancangan

Kala Ulang 2, 5 dan 10 tahun

Memenuh i Syarat

Persiapan dan Telaah Literatur

Menggunakan Akar Pohon

Tanpa Akar Pohon

Perhitungan Laju Infiltrasi Hasil dan Pembahasan

Selesai

Atur Hasil Intensitas Curah Hujan Pada Alat

Uji Infiltrasi Tanah

(57)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Distribusi Curah Hujan Wilayah/Daerah

Analisa curah hujan pada bab ini dilakukan untuk keperluan perhitungan intensitas curah hujan dengan terlampir.

1. Analisa intensitas hujan

Analisa intensitas hujan menggunakan rumus Mononobe karena data curah hujan yang didapatkan adalah data curah hujan harian. Rumus Mononobe ditunjukkan pada persamaan (16) dengan data curah hujan rencana periode ulang lima, sepuluh dan dua puluh lima tahun yang didapatkan dari perhitungan berturut-turut: 246,841 mm, 290,335 mm dan 344,900 mm.

Contoh perhitungan untuk t = 5 menit dapat dilihat pada uraian berikut.

I5 = 135.842

24

(

524

60

)

23

= 246.841 mm/jam

I10 = 159.777

24

(

524

60

)

23

= 290.335 mm/jam

I25 = 189.906

24

(

524

60

)

23

= 344.900 mm/jam

Referensi

Dokumen terkait

Semakin banyak kadar tepung kacang merah pada kue kering dengan campuran tepung jagung dan tepung kacang merah, kandungan protein dan nilai cerna protein

(2015:2) faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat pengembalian reksa dana saham dikelompokan menjadi tiga, yaitu: faktor keamanan politik, kondisi pasar global, dan

Perlu perbaikan perbaikan :: Langkah-langkah tidak dilakukan dengan benar dan atau tidak sesuai Langkah-langkah tidak dilakukan dengan benar dan atau tidak sesuai urutannya atau

Penelitian ini bertujuan: (1) Mengembangkan komik sebagai media pembelajaran akuntansi untuk siswa SMA kelas XI; (2) Mengetahui kelayakan komik akuntansi berdasarkan penilaian ahli

Rentetan kepada kekangan ini, kajian ini dijalankan untuk mencapai objektif kajian berkenaan dengan pembangunan aplikasi kemudahan menggunakan telefon bimbit yang

Analisis regresi linear berganda digunakan untuk menguji variabel bebas yaitu durasi, frekuensi, Atensi secara serentak ataupun sendiri-sendiri berpengaruh signifikan