• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB III. METODOLOGI PENELITIAN

E. Prosedur Pengoprasian Alat

1. Persiapan operasional basic hydrology study system.

Sebelum mengoprasikanperalatan laboratorium basic hydrology study system, ada beberapa hal dan prosedur yang harus dilakukan demi kelancaran pelaksanaan percobaan yang akan dilakukan menggunakan alat basic hydrology study system iyalah :

a. Sumber Air

Pastikan ‘Reservoir’ telah terisi dengan air bersih serta input air bersih tersedia secara tetap dan konstan. Pastikan juga katup pembuangan pada reservoir dalam posisi off atau tertutup agar tidak ada air yang terbuang.

b. Pembuangan Air

Untuk menunjang sistem peralatan basic hydrology study system bekerja dengan baik, maka salah satu penentu adalah drainase pembuangan air. Pastikan selang pembuangan air terhubung dengan saluran pembuang yang terdapat pada laboratorium.

c. Pintu Keluar Air Bak Percobaan.

Sebelum melakuan percobaan aturlah posisi tinggi pintu keluaran air yang diukur dari dasar bak percobaan, disesuaikan dengan kebutuhan percobaan dengan satuan centimeter. Setelah itu kencangkanlah secukupnya susunan baud tersebut, tidak perlu mengencangkan dengan kuat-kuat karena pintu tersebut dilapisi dengan karet yang lentur. Setelah langkah diatas maka selanjutnya adalah melakukan pemasangan ‘belalai’. Guna ‘belalai’ adalah agar aliran output pintu air dapat terarah masuk kedalam bejana pengukuran. Pilih ‘belalai’ yang sesuai dengan tinggi jarak antara ujung output pintu air dengan bejana pengukuran dibawahnya. Tersedia belalai dengan panjang 40cm, 30cm, 20cm, 10cm dan 6cm.

d. Bejana Pengukuran.

Ada terdapat dua model bejana pengukuran, yaitu : Bejana pengukuran keluaran dari bak percobaan dan bejana pengukuran drain (keluaran dari 12 drain yang tersedia). Pada bejana pengukuran dua jenis katup yaitu katup ulir dan ball valve.

e. Media Uji Tangkapan Air Hujan.

Sebelum melakukan percobaan dengan simulasi hujan, maka perlu diketahui terlebih dahulu intensitas hujan yang akan digunakan. Agar ketika melakukan penentuan intensitas hujan tersebut tidak terjadi kontaminasi air hujan yang tidak diinginkan terhadap media tanah atau pasir atau media sample lainnya yang akan digunakan., maka digunakan media uji tangkapan air hujan.

f. Pompa Air

Hubungan kabel sumber listrik dihubungkan ke jala-jala PLN, maka pada panel

kendali 1 dan panl kendali 2 akan menyala lampu merah. Untuk meng-aktifkan pompa air maka tekanlah tombol pompa ON ‘lampu pompa on’ akan menyala hijau maka pompa akan aktif. Untuk menghentikan kerja pompa air maka sebalikka tekan tombol off.

g. Manometer

Manometer air merupakan instrumen untuk mengetahui ketinggian permukaan air yang terdapat didalam bak percobaan. Ketinggian air yang terdapat pada manometer ini merupakan manifestasi dari ketinggian air yang berada didalam bak percobaan pada saat pengamatan. Cara melakukan pengisian air pada selang tersebut adalah dengan memberikan hujan atau input sungai dan air tanah.

2. Pengoprasian basic hydrology study system.

Pada bagian ini akan diterangkan cara dan langkah-langkah pengoprasian dari alat basic hydrology study system. Penjelasan akan dibagi dalam beberapa bagian fungsi utama dari peralatan. Ikuti seluruh prosedur dengan baik dan benar. Untuk penentuan standart tingkatan intnsitas hujan dapat dilihat pada analisa data.

a. Simulasi hujan group I.

Gambar 10. Simulator Hujan Group I

b. Simulasi hujan group II.

Gambar 11. Simulator Hujan Group II F. Setting Media Tanah

Adapun prosedur penelitian yang akan dilakukan adalah sebagai berikut:

1. Tahapan Persiapan

Tahapan persiapan dilakukan untuk mengantisipasi segala keadaan yang berkaitan dengan prosedur penelitian, seperti;

(1) Pembersihan,

(2) Pengecekan alat dan bahan yang akan diuji,

(3) Persiapan perangkat dan instrument yang dibutuhkan, dan

(4) Persiapan personil pengamatan serta persatuan persepsi dalam melakukan tindakan pengujian, pengamatan dan pencatatan data.

2. Tahapan penentuan jenis tanah

Penentuan jenis tanah dengan melakukan uji karakteristik tanah.

Karakteristik tanah yang diujikan diantaranya, yaitu : (1) Pengujian sand cone test

(2) Pengujian berat jenis tanah (3) Pengujian kadar air tanah (4) Pengujian permeabilitas tanah (5) Pengujian analisa saringan (6) Pengujian Kompaksi

(7) Pengujian batas-batas atterberg

Pengujian karakteristik tanah tersebut dilakukan setelah pengambilan sampel tanah pada daerah tamalate 3 kota makassar, sulawesi selatan. Sampel tanah yang telah diuji, kemudian dibuatkan proporsi tanah sesuai dari hasil perhitungan pengujian Analisa Saringan.

3. Tahapan running test

1) Running test ke-1. Pengukuran infiltrasi pada tanah tanpa akar pohon.

Tanah tersebut dimasukkan ke dalam bak pengujian dengan tinggi 28 cm, lalu kemudian dipadatkan dengan perlakuan 2x tumbukan. Tinggi alat penumbuk dari tanah 20 cm. Berat alat penumbuk sebesar 5 Kg. Kemudian dilakukan sandcone test untuk mendapatkan kepadatan tanah. Kepadatan tanah yang didapatkan dari dari hasil sand cone test pada bak uji tidak harus sesuai dengan kepadatan tanah di lapangan,

tetapi dengan nilai yang tidak terlampau jauh.

Selanjutnya, tanah yang berada dalam bak uji dilindungi dari air yang keluar dari nozzle sebelum dicapai keadaan air konstan dengan menggunakan media uji tangkapan air hujan. Setelah air dinyatakan konstan sesuai dengan intensitas hujan yang diinginkan, pelindung sampel atau media uji tangkapan air hujan dibuka dan

secara bersamaan menekan tombol on pada stopwatch. Tiap selang waktu 5 menit, infiltrasi, limpasan dan ketinggian air dalam sampel tanah yang terjadi dicatat.

Kemudian masing-masing limpasan maupun infiltrasi yang ditampung dalam drain diukur volume air dan catat dalam tabel pengamatan. Sampai pengamatan selama tanah dikatakan jenuh dan infiltrasi dan runoff konstan, hujan buatan dihentikan.

Setelah hujan dihentikan, tiap selang waktu 5 menit catat infiltarasi dan runoff yang tertampung pada drain dan ketinggian air pada tanah yang terbaca pada manometer.

Dalam waktu yang tidak ditentukan sampai infiltrasi dianggap nol.

G. Setting Tanaman Dan Running Tanaman

Pada tahapan ini dilakukan dengan 3 variasi, yaitu dengan menggunakan 1, 3 dan 6 akar tanaman.

a) Running dengan 1 akar pohon.

Akar pohon dan sampel tanah dimasukkan pada bak percobaan, kemudian lakukan pemadatan dengan 2 kali tumbukan. Sebelum diberikan hujan buatan atur flowmeter/tekanan hujan dengan menahan air menggunakan media uji tangkapan air sampai didapatkan intensitas hujan yang diinginkan dengan sama-sama menekan tombol on pada stopwatch, keluarkan media uji tangkapan air. Catat kemudian infiltrasi dan runoff yang terjadi serta tinggi air dalam tanah pada tabel pengamatan setiap 5 menit selama hujan berlangsung, sampai tanah dikatakan jenuh dan infiltrasi dan runoff dinyatakan konstan. Lalu hujan buatan dihentikan. Setelah hujan, tiap selang waktu 5 menit infiltrasi dan runoff serta ketinggian air dalam sampel tanah dicatat sampai infiltrasi dianggap nol.

Kemudian bongkar sampel dari bak percobaan untuk melakukan penelitian dengan variasi akar berikutnya.

H. Data dan Variabel Penitian

Sesuai dengan tujuan penelitian ini maka pengujian dilakukan dengan model fisik laboratorium dengan kajian infiltrasi dan aliran permukaan. Model fisik ini dimaksudkan untuk mengamati dan mengetahui pengaruh akar pohon terhadap laju infiltrasi pada permukan tanah akibat dengan variasi intensitas curah hujan (I) dan durasi waktu (t).

Adapun data pengamatan hasil uji laboratorium diolah menjadi bahan analisa hasil kajian sesuai dengan tujuan penelitian.Data yang diolah menjadi bahan analisa adalah data intensitas curah hujan rencana (I), waktu durasi hujan (t) menit, volume rembesan dan limpasan, V (ml) atau liter.

Pengambilan data pengamatan sangat diperlukan dimana akan digunakan sebagai parameter analisa, oleh karena itu pencatatan data tersebut dilakukan pada setiap kondisi yang terkait langsung dengan tujuan penelitian. Adapun data yang diambil dalam pengujian ini adalah:

1. Pada running test ke-1dan ke-2, data yang dicatat adalah:

a. Waktu yang terkait dengan durasi hujan, t (menit) sekaligus kecepatan aliran Vxy (m/det)

b. Volume limpasan, V (ml) c. Volume infiltrasi, V (ml)

2. Panel katup-katup

Untuk memfungsikan alat basic hydrology study system ini, maka bagian yang sangat penting adalah panel katup-katup yang terletak dibagian depan peralatan ini.

Hal penting yang harus dilakukan selama melakukan percobaan mengetahui peranan dari tiap panel katup-katup yang ada, yaitu :

Gambar 12. Panel Katup-Katup

1). Katup pengatur suplai air : Pada awal pngoprasian alat, posisi katup pengatur suplai air ini harus dalam posisi maksimal, karena jika tidak maka akan mengakibatkan kerusakan pada pompa. Selanjutnya katup dapat di atur sesuai dengan keinginan intensitas hujan atau aliran sungai dan air tanah.

2). Katup pngatur debit air : Berfungsi untuk mengatur debit air yang mengalir ke nozzle untuk menentukan intensitas hujan atau debit aliran sungai dan aliran air tanah.

3). Katup pengoprasian hujan dan katup pengoprasian sungai / air tanah : Salah satu katup dalam posisi minimal sesuai dengan percobaan/pengamatan dan katup-katup yang lain diatur sesuai dengan kebutuhan dan kesesuaian percobaan/pengamatan.

I. Flow Chart Penilitian

Gambar 13. Panel Katup-Katup Ya

Tidak Persiapan Bahan

Mulai

Uji dan Cek Bahan (Tanah dan Akar Pohon)

Pengambilan Data Curah Hujan Wilayah

Perhitungan Intensitas Curah Hujan Rancangan

Kala Ulang 2, 5 dan 10 tahun

Memenuh i Syarat

Persiapan dan Telaah Literatur

Menggunakan Akar Pohon

Tanpa Akar Pohon

Perhitungan Laju Infiltrasi Hasil dan Pembahasan

Selesai

Atur Hasil Intensitas Curah Hujan Pada Alat

Uji Infiltrasi Tanah

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Distribusi Curah Hujan Wilayah/Daerah

Analisa curah hujan pada bab ini dilakukan untuk keperluan perhitungan intensitas curah hujan dengan terlampir.

1. Analisa intensitas hujan

Analisa intensitas hujan menggunakan rumus Mononobe karena data curah hujan yang didapatkan adalah data curah hujan harian. Rumus Mononobe ditunjukkan pada persamaan (16) dengan data curah hujan rencana periode ulang lima, sepuluh dan dua puluh lima tahun yang didapatkan dari perhitungan berturut-turut: 246,841 mm, 290,335 mm dan 344,900 mm.

Contoh perhitungan untuk t = 5 menit dapat dilihat pada uraian berikut.

I5 = 135.842

24

(

524

60

)

23

= 246.841 mm/jam

I10 = 159.777

24

(

524

60

)

23

= 290.335 mm/jam

I25 = 189.906

24

(

524

60

)

23

= 344.900 mm/jam

Tabel 2. Rekapitulasi Hasil Perhitungan Intensitas Curah Hujan Metode Mononobe

(menit) mm/jam mm/jam mm/jam

25 84,418 99,293 117,954

30 74,757 87,929 104,454

15 118,669 139,578 165,811

20 97,959 115,219 136,874

5 246,841 290,335 344,900

10 155,500 182,899 217,273

55 49,906 58,700 69,732

60 47,094 55,392 65,802

45 57,050 67,102 79,713

50 53,180 62,551 74,306

35 67,456 79,341 94,253

40 61,710 72,584 86,225

Sumber : Hasil Perhitungan

0

Intensitas Curah Hujan ( mm/jam )

t ( menit )

I5 I10 I25

Gambar 14. Hubungan antara intensitas curah hujan dan waktu

Diagram pada gambar 14 menunjukkan perbedaan intensitas curah hujan I5, I10 dan I25 dengan lamanya waktu selama 60 menit.

B. Klasifikasi Tanah

Dari hasil pengamatan sampel tanah pada laboratorium Teknik Sipil Universitas Muhammadiyah Makassar dan Universitas Hasanuddin didapatkan hasil klasifikasi tanah, dalam penelitian ini digunakan sistem klasifikasi AASHTO, hasilnya dirangkum pada tabel 3

Tabel 3. Hasil pemeriksaan karakteristik tanah

No. Uraian Satuan Nilai Keterangan

A. Kadar Air % 12,95 -

B. Batas-batas Atterberg

1. Batas Cair (Liquid Limit, LL) 2. Batas Plastis (Plastic Limit, PL) 3. Indeks Plastisitas

%

C. Distribusi Butiran (AASHTO) 1. Fraksi Kasar Tipe material secara umum adalah kerikil berlanau atau berlempung dan pasir, dengan kondisi sebagai tanah dasar baik

sampai dengan sangat baik.

D. Kompaksi

1. Berat Isi Kering Optimum 2. Kadar Air Optimum

E. Koefisien Permeabilitas Standar cm/dtk 0,000384 -

F. Kepadatan (sandcone test) Nilai

I5 I10 I25

Sumber : Hasil Pengamatan Laboratorium

Pada tabel 3 di atas menjelaskan hasil pemeriksaan karakteristik tanah dimana pada penelitian ini menggunakan sistem klasifikasi AASHTO, fraksi kasar 63% dan fraksi halus 37 %.

C. Hasil Dan Pembahasan Laju Infiltrasi

Dalam penelitian ini dilakukan pengamatan dengan menggunakan alat Rainfall Simulator. Berikut disajikan hasil pengamatan untuk kapasitas infiltrasi (fc)

pada berbagai variasi intensitas curah hujan tanpa dan dengan menggunakan akar.

Untuk data amatan terdapat pada lampiran A.

1. Pengamatan pengaruh intensitas curah hujan tanpa menggunakan akar Penyajian data dan analisis laju dan kapasitas infiltrasi pada kondisi tanah asli dan setelah hujan, dilakukan secara berturut-turut pada tiga variasi intensitas curah hujan rencana I5, I10 dan I25, tanpa menggunakan akar dengan empat variasi kepadatan D1, D2, D3, D4. Uraian mengenai hasil pengamatan dari proses tersebut secara berturut-turut disajikan sebagai berikut:

Hasil pengamatan untuk kapasitas infiltrasi (fc) dengan kepadatan D1 maka terbentuklah grafik dan tabel pengamatan.

Gambar 15. Pengaruh variasi intensitas curah hujan tanpa menggunakan akar untuk kepadatan D1

10,8

14,2 15,6

0 2 4 6 8 10 12 14 16 18

I5 I10 I25

fc Kapasitas Infiltrasi

Hujan Rencana

(fc) Kapasitas Infiltrasi

Tabel 4. Pengaruh variasi intensitas curah hujan tanpa menggunakan akar untuk kepadatan D1

No. Intensitas (mm/jam)

(jam) Keterangan 1 I5 246.841 63,95 0.000384 10,8 7,75 Klasifikasi Tanah

Dari tabel 4 dan gambar 15 dapat disimpulkan bahwa untuk intensitas curah hujan I5 (246,841 mm/jam) dengan kepadatan D1 = 63,95 %. Dan koefisien permeabilitas k = 0,000384 mm/dtk, menunjukkan bahwa laju kapasitas infiltrasi mencapai fc = 10,8 mm/jam. Untuk I10 (290,335 mm/jam) dengan kepadatan D1 = 63,23 %, menunjukkan bahwa laju kapasitas infiltrasi mencapai fc = 14,2 mm/jam.

Sedangkan untuk I25 (344,900 mm/jam) dengan kepadatan D1 = 64,03 %, menunjukkan bahwa laju kapasitas infiltrasi mencapai fc = 15,6 mm/jam.

Hasil pengamatan untuk kapasitas infiltrasi (fc) dengan kepadatan D2 maka terbentuklah grafik dan tabel pengamatan.

Gambar 16. Pengaruh variasi intensitas curah hujan tanpa menggunakan akar untuk kepadatan D2

Tabel 5. Pengaruh variasi intensitas curah hujan tanpa menggunakan akar untuk kepadatan D2

No. Intensitas (mm/jam)

(jam) Keterangan 1 I5 246.841 70,41 0.000384 10,1 8,92 Klasifikasi Tanah

Dari tabel 5. dan gambar 16 dapat disimpulkan bahwa untuk intensitas curah hujan I5 (246,841 mm/jam) dengan kepadatan D2 = 70,41 %. Dan koefisien permeabilitas k = 0,000384 mm/det, menunjukkan bahwa laju kapasitas infiltrasi mencapai fc = 10,1 mm/jam. Untuk I10 (290,335 mm/jam) dengan kepadatan D2 = 70,59 %, menunjukkan bahwa laju kapasitas infiltrasi mencapai fc = 13,8 mm/jam.

Sedangkan untuk I25(344,900 mm/jam) dengan kepadatan D2 = 71,67%, menunjukkan bahwa laju kapasitas infiltrasi mencapai fc = 15,2 mm/jam.

Hasil pengamatan untuk kapasitas infiltrasi (fc) dengan kepadatan D3 maka terbentuklah grafik dan tabel pengamatan.

Gambar 17. Pengaruh variasi intensitas curah hujan tanpa menggunakan akar untuk kepadatan D3

Tabel 6. Pengaruh variasi intensitas curah hujan tanpa menggunakan akar untuk kepadatan D3

No. Intensitas (mm/jam)

(jam) Keterangan 1 I5 246.841 71,01 0.000384 10 7,00 Klasifikasi Tanah

Dari tabel 6 dan gambar 17 dapat disimpulkan bahwa untuk intensitas curah hujan I5 (246,841 mm/jam) dengan kepadatan D3 = 71,01 %. Dan koefisien permeabilitas k = 0,000384 mm/det, menunjukkan bahwa laju kapasitas infiltrasi mencapai fc = 10 mm/jam. Untuk I10 (290,335 mm/jam) dengan kepadatan D3 = 70,94 %, menunjukkan bahwa laju kapasitas infiltrasi mencapai fc = 13 mm/jam.

Sedangkan untuk I25(344,900 mm/jam) dengan kepadatan D3 = 73,08 %, menunjukkan bahwa laju kapasitas infiltrasi mencapai fc = 14,1 mm/jam.

Hasil pengamatan untuk kapasitas infiltrasi (fc) dengan kepadatan D4 maka terbentuklah grafik dan tabel pengamatan.

Gambar 18. Pengaruh variasi intensitas curah hujan tanpa menggunakan akar untuk kepadatan D4

Tabel 7. Pengaruh variasi intensitas curah hujan tanpa menggunakan akar untuk kepadatan D4

No. Intensitas (mm/jam)

D4 (%)

k (mm/det)

fc (mm/jam)

te

(jam) Keterangan 1 I5 246.841 71,57 0.000384 10 8,58 Klasifikasi Tanah

Tamalate 3 AASHTO =1-2-5 2 I10 290.335 71,79 0.000384 13,1 6,83

3 I25 344.900 74,16 0.000384 14 6,08 Sumber : Data pengamatan

Dari tabel 7 dan gambar 18 dapat disimpulkan bahwa untuk intensitas curah hujan I5 (246,841 mm/jam) dengan kepadatan D4 = 71,57 %. Dan koefisien permeabilitas k = 0,000384 mm/det, menunjukkan bahwa laju kapasitas infiltrasi mencapai fc = 10 mm/jam. Untuk I10 (290,335 mm/jam) dengan kepadatan D4 = 71,79 %, menunjukkan bahwa waktu laju kapasitas infiltrasi mencapai fc = 13,1 mm/jam. Sedangkan untuk I25 (344,900 mm/jam) dengan kepadatan D4= 74,16 %, menunjukkan bahwa laju kapasitas infiltrasi mencapai fc = 14 mm/jam.

2. Pengaruh intensitas curah hujan dengan menggunakan akar

Penyajian data dan analisis laju dan kapasitas infiltrasi pada kondisi tanah asli dan setelah hujan, dilakukan secara berturut-turut pada tiga variasi intensitas curah hujan rencana I5, I10 dan I25 dan tiga variasi formasi akar AK1, AK3, dan AK6, serta empat kepadatan D1, D2, D3, D4, dengan asumsi kepadatan sama dengan tanpa menggunakan akar. Uraian mengenai hasil pengamatan dari proses tersebut secara berturut-turut disajikan sebagai berikut:

a. Penyajian data dan analisis laju infiltrasi untuk satu formasi akar AK1 dengan tiga variasi Intensitas curah hujan I5, I10, I25.

Hasil pengamatan untuk kapasitas infiltrasi (fc) dengan formasi akar AK1 untuk kepadatan D1 maka terbentuklah grafik dan tabel pengamatan.

Gambar 19. Pengaruh variasi intensitas curah hujan menggunakan akar (AK1) untuk kepadatan D1

Berdasarkan hasil pengamatan dalam pengaruh akar (AK1) maka dapat di simpulkan dalam tabel berikut.

Tabel 8. Pengaruh variasi intensitas curah hujan dengan formasi akar AK1 untuk kepadatan D1

No. Intensitas

(mm/jam) Formasi Akar D1

(%) k

(mm/det) fc

(mm/jam) te

(jam) Keterangan 1 I5 246.841 AK1 63,95 0.000384 34,5 5,17

Sumber : Data pengamatan

Dari tabel 8 dan gambar 19 dapat disimpulkan bahwa untuk intensitas curah hujan I5 (246,841 mm/jam) dengan kepadatan D1 = 63,95 %. Dan koefisien

permeabilitas k = 0,000384 mm/det, menunjukkan bahwa laju kapasitas infiltrasi

mencapai fc = 34,5 mm/jam. Untuk I10 (290,335mm/jam) dengan kepadatan D1 = 63,23%, menunjukkan bahwa laju kapasitas infiltrasi mencapai fc = 30 mm/jam.

Sedangkan untuk I25 (344,900 mm/jam)dengan kepadatan D1= 64,03%, menunjukkan bahwa laju kapasitas infiltrasi mencapai fc = 33,6 mm/jam.

Hasil pengamatan untuk kapasitas infiltrasi (fc) dengan formasi akar AK1 untuk kepadatan D2 maka terbentuklah grafik dan tabel pengamatan.

Gambar 20. Pengaruh variasi intensitas curah hujan menggunakan akar (AK1) untuk kepadatan D2

Berdasarkan hasil pengamatan dalam pengaruh akar (AK1) maka dapat di simpulkan dalam tabel berikut.

Tabel 9. Pengaruh variasi intensitas curah hujan dengan formasi akar AK1 untuk kepadatan D2

No. Intensitas

(mm/jam) Formasi Akar D2

(%) k

(mm/det) Fc

(mm/jam) te

(jam) Keterangan 1 I5 246.841 AK1 70,41 0.000384 30 6,75

Dari tabel 9 dan gambar 20 dapat disimpulkan bahwa untuk intensitas curah hujan I5 (246,841 mm/jam) dengan kepadatan D2 = 70,41 %. Dan koefisien permeabilitas k = 0,000384 mm/det, menunjukkan bahwa laju kapasitas infiltrasi mencapai fc = 30 mm/jam. Untuk I10 (290,335 mm/jam) dengan kepadatan D2

=70,59%, menunjukkan bahwa laju kapasitas infiltrasi mencapai fc = 26,7 mm/jam.

Sedangkan untuk I25 (344,900 mm/jam) dengan kepadatan D2 = 71,67 %, menunjukkan bahwa laju kapasitas infiltrasi mencapai fc = 31,2 mm/jam.

Hasil pengamatan untuk kapasitas infiltrasi (fc) dengan formasi akar AK1 untuk kepadatan D3 maka terbentuklah grafik dan tabel pengamatan.

Gambar 21. Pengaruh variasi intensitas curah hujan menggunakan akar (AK1) untuk kepadatan D3

Berdasarkan hasil pengamatan dalam pengaruh akar (AK1) maka dapat di simpulkan dalam tabel berikut.

29,2 26,9

33,3

0 5 10 15 20 25 30 35

I5 I10 I25

fc Kapasitas Infiltrasi

Hujan Rencana

(fc) Kapasitas Infiltrasi

Tabel 10. Pengaruh variasi intensitas curah hujan dengan formasi akar AK1 untuk kepadatan D3

No. Intensitas (mm/jam)

(jam) Keterangan 1 I5 246.841 AK1 71,01 0.000384 29,2 6,83

Sumber : Data pengamatan

Dari tabel 10 dan gambar 21 dapat disimpulkan bahwa untuk intensitas curah hujan I5 (246,841 mm/jam) dengan kepadatan D3 = 71,01 %. Dan koefisien permeabilitas k = 0,000384 mm/det, menunjukkan bahwa laju kapasitas infiltrasi mencapai fc = 29,2 mm/jam. Untuk I10 (290,335 mm/jam) dengan kepadatan D3 = 70,94 %, menunjukkan bahwa laju kapasitas infiltrasi mencapai fc = 26,9 mm/jam.

Sedangkan untuk I25 (344,900 mm/jam)dengan kepadatan D3= 73,08 %, menunjukkan bahwa laju kapasitas infiltrasi mencapai fc = 33,3 mm/jam.

Hasil pengamatan untuk kapasitas infiltrasi (fc) dengan formasi akar AK1 untuk kepadatan D4 maka terbentuklah grafik dan tabel pengamatan.

Gambar 22. Pengaruh variasi intensitas curah hujan menggunakan akar (AK1) untuk kepadatan D4

29,6 27,7

Berdasarkan hasil pengamatan dalam pengaruh akar (AK1) maka dapat di simpulkan dalam tabel berikut.

Tabel 11. Pengaruh variasi intensitas curah hujan dengan formasi akar AK1 untuk kepadatan D4

No. Intensitas

(mm/jam) Formasi Akar D4

(%) k

(mm/det) fc

(mm/jam) te

(jam) Keterangan 1 I5 246.841 AK1 71,57 0.000384 29,6 7,67

Klasifikasi Tanah Tamalate 3 AASHTO =1-2-5 2 I10 290.335 AK1 71,79 0.000384 27,7 6,33

3 I25 344.900 AK1 74,16 0.000384 34,9 5,75

Sumber : Data pengamatan

Dari tabel 11 dan gambar 22 dapat disimpulkan bahwa untuk intensitas curah hujan I5 (246,841 mm/jam) dengan kepadatan D4 = 71,57 %. Dan koefisien permeabilitas k = 0,000384 mm/det, menunjukkan bahwa laju kapasitas infiltrasi mencapai fc = 29,6 mm/jam. Untuk I10 (290,335 mm/jam) dengan kepadatan D4 = 71,79 %, menunjukkan bahwa laju kapasitas infiltrasi mencapai fc = 27,7 mm/jam.

Sedangkan untuk I25 (344,900 mm/jam)dengan kepadatan D4 = 74,16%, menunjukkan bahwa laju kapasitas infiltrasi mencapai fc = 34,9 mm/jam.

b. Penyajian data dan analisis laju infiltrasi untuk tiga formasi akar AK3 dengan tiga variasi Intensitas curah hujan I5, I10, I25.

Hasil pengamatan untuk kapasitas infiltrasi (fc) dengan formasi akar AK3 untuk kepadatan D1 maka terbentuklah grafik dan tabel pengamatan.

Gambar 23. Pengaruh variasi intensitas curah hujan menggunakan akar (AK3) untuk kepadatan D1

Berdasarkan hasil pengamatan dalam pengaruh akar (AK3) maka dapat di simpulkan dalam tabel berikut.

Tabel 12. Pengaruh variasi intensitas curah hujan dengan formasi akar AK3 untuk kepadatan D1

No. Intensitas

(mm/jam) Formasi Akar D1

(%) k

(mm/det) fc

(mm/jam) te

(jam) Keterangan 1 I5 246.841 AK3 63,95 0.000384 54,8 4,83

Sumber : Data pengamatan

Dari tabel 12 dan gambar 23 dapat disimpulkan bahwa untuk intensitas curah hujan I5 (246,841 mm/jam) dengan kepadatan D1 = 63,95 %. Dan koefisien

permeabilitas k = 0,000384 mm/det, menunjukkan bahwa laju kapasitas infiltrasi mencapai fc = 54,8 mm/jam. Untuk I10 (290,335 mm/jam) dengan kepadatan D1 = 63,23 %, menunjukkan bahwa laju kapasitas infiltrasi mencapai fc = 46 mm/jam.

Sedangkan untuk I25 (344,900 mm/jam)dengan kepadatan D1 = 64,03%, menunjukkan bahwa laju kapasitas infiltrasi mencapai fc = 33,6 mm/jam.

Hasil pengamatan untuk kapasitas infiltrasi (fc) dengan formasi akar AK3 untuk kepadatan D2 maka terbentuklah grafik dan tabel pengamatan.

Gambar 24. Pengaruh variasi intensitas curah hujan menggunakan akar (AK3) untuk kepadatan D2

Berdasarkan hasil pengamatan dalam pengaruh akar (AK3) maka dapat di simpulkan dalam tabel berikut.

Tabel 13. Pengaruh variasi intensitas curah hujan dengan formasi akar AK3 untuk kepadatan D2

No. Intensitas

(mm/jam) Formasi Akar D2

(%) k

(mm/det) fc

(mm/jam) te

(jam) Keterangan 1 I5 246.841 AK3 70,41 0.000384 43,5 6,42

Sumber : Data pengamatan

43,5

Dari tabel 13 dan gambar 24 dapat disimpulkan bahwa untuk intensitas curah hujan I5 (246,841 mm/jam) dengan kepadatan D2 = 70,41 %. Dan koefisien permeabilitas k = 0,000384 mm/det, menunjukkan bahwa laju kapasitas infiltrasi mencapai fc = 43,5 mm/jam. Untuk I10 (290,335 mm/jam) dengan kepadatan D2 = 70,59 %, menunjukkan bahwa laju kapasitas infiltrasi mencapai fc = 42 mm/jam.

Sedangkan untuk I25 (344,900 mm/jam)dengan kepadatan D2 = 71,67 %, menunjukkan bahwa laju kapasitas infiltrasi mencapai fc = 43,5 mm/jam.

Hasil pengamatan untuk kapasitas infiltrasi (fc) dengan formasi akar AK3 untuk kepadatan D3 maka terbentuklah grafik dan tabel pengamatan.

Gambar 25. Pengaruh variasi intensitas curah hujan menggunakan akar (AK3) untuk kepadatan D3

Berdasarkan hasil pengamatan dalam pengaruh akar (AK3) maka dapat di simpulkan dalam tabel berikut.

43

41,8

45

40 41 42 43 44 45 46

I5 I10 I25

fc Kapasitas Infiltrasi

Hujan Rencana

(fc) Kapasitas Infiltrasi

Tabel 14. Pengaruh variasi intensitas curah hujan dengan formasi akar AK3 untuk kepadatan D3

No. Intensitas (mm/jam)

(jam) Keterangan 1 I5 246.841 AK3 71,01 0.000384 43 6,08

Sumber : Data pengamatan

Dari tabel 14 dan gambar 25 dapat disimpulkan bahwa untuk intensitas curah hujan I5 (246,841 mm/jam) dengan kepadatan D3 = 71,04 %. Dan koefisien permeabilitas k = 0,000384 mm/det, menunjukkan bahwa laju kapasitas infiltrasi mencapai fc = 43 mm/jam. Untuk I10 (290,335 mm/jam) dengan kepadatan D3 =70,94

%, menunjukkan bahwa laju kapasitas infiltrasi mencapai fc = 41,8 mm/jam.

Sedangkan untuk I25(344,900 mm/jam)dengan kepadatan D3 = 73,08%, menunjukkan bahwa laju kapasitas infiltrasi mencapai fc = 45 mm/jam.

Hasil pengamatan untuk kapasitas infiltrasi (fc) dengan formasi akar AK3 untuk kepadatan D4 maka terbentuklah grafik dan tabel pengamatan.

Gambar 26. Pengaruh variasi intensitas curah hujan menggunakan akar (AK3) untuk kepadatan D4

Berdasarkan hasil pengamatan dalam pengaruh akar (AK3) maka dapat di simpulkan dalam tabel berikut.

Tabel 15. Pengaruh variasi intensitas curah hujan dengan formasi akar AK3 untuk kepadatan D4

No. Intensitas (mm/jam)

Formasi Akar

D4 (%)

k (mm/det)

fc (mm/jam)

te

(jam) Keterangan 1 I5 246.841 AK3 71,57 0.000384 42,5 6,83

Klasifikasi Tanah Tamalate 3 AASHTO =1-2-5 2 I10 290.335 AK3 71,79 0.000384 42,3 6,08

3 I25 344.900 AK3 74,16 0.000384 46,3 5,42

Sumber : Data pengamatan

Dari tabel 15 dan gambar 26 dapat disimpulkan bahwa untuk intensitas curah

Dari tabel 15 dan gambar 26 dapat disimpulkan bahwa untuk intensitas curah

Dokumen terkait