BAB II. TINJAUAN PUSTA
B. Karakteristik Tanah
5. Karakteristik tanah dan pengaruh terhadap infiltrasi
Karakteristik tanah dalam pengaruhnya terhadap infiltrasi yang terpenting adalah terstur dalam, struktur dan kandungan bahan organik pada lapisan permukaan tanah.Tekstur tanah sangat dominan pengaruhnya terhadap pori-pori partikel tanah, semakin besar pori-pori partikel tanah infiltrasinya semakin besar pula, misalnya pasir.Sebaliknya tanah lempung karena pori-pori partikel tanahnya kecil maka infiltrasinya kecil.
Struktur tanah dipengaruhi oleh agregate tanah dan bahan organik yang membentuknya, apabila lapisan topsoilnya mempunyai struktur yang kompak, kondisi ini akan banyak menghambat terjadinya infiltrasinya. Bahan organik tanah terbentuk dari sisa-sisa daun yang jatuh ke tanah kemudian membusuk tentu saja ini akan dapat menghambat aliran permukaan tanah, disamping itu bahan organik ini juga dapat menyimpan air hujan yang kemudian meresap kedalam tanah.
Berdasar kapasitas infiltrasinya dapat dikatakan bahwa kemungkinan terjadinya aliran permukaan pada tanah – tanah yang berat lebih besar dibanding pada tanah yang berstruktur ringan. Hal ini sesuai dengan pendapat bermana kusumah (1978), bahwa kapasitas infiltrasi tanah ikut menentukan banyaknya air yang mengalir di atas permukaan tanah, sebagai aliran permukaan. Jadi, semakin besar kapasitas infiltrasi, maka aliran permukaan yang terjadi akan semakin kecil (Erwin, 2012).
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A. Lokasi dan Waktu Penelitian 1. Lokasi penelitian
Lokasi penilitian dilakukan di Laboratorium Hidrologi Teknik Sipil Pengairan Unismuh Makassar dan lokasi pengambilan sampel tanah ini dilaksanakan pada pemukiman masyarakat padat penduduk tepatnya di Jl. Tamalate 3 dalam pengambilan sampel tanah.
Gambar 6. Jl. Tamalate 3 sampel tanah (sumber gambar google Earth)
Titik Sampel
2. Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan mulai tanggal 04 Juni 2016 sampai dengan tanggal 15 Mei 2017. Dengan waktu penelitian berjalan selama 1 tahun, dimana pada bulan pertama dan kedua yakni bulan Juni dan Juli merupakan pelaksanaan pengambilan sampel tanah serta penyediaan alat lab guna pengelolaan data sampel tanah untuk dapat di duplikat sebagai bahan penilitian jangka panjang, pada proses kedua bulan Agustus dan September penyediaan alat lab serta pembuatan bahan cetakan uji kuat tekan tanah hingga pelaksanaan pengambilan data uji kuat tekan tanah dan prose ketiga bulan Oktober sampai dengan Mei 2017 pelaksanaan pengambilan data infiltrasi pada alat rainfall simulator.
B. Jenis Penelitian dan Sumber Data 1. Jenis penelitian
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah pengujian menggunakan alat 1 set rainfall simulator dengan mencoba menganalisis fungsi akar pohon dalam proses infiltrasi.
2. Sumber data
Sumber data dari penelitian ini berupa dari :
a. Data primer yakni data yang diperoleh dari hasil simulasi, pengamatan langsung dari model fisik dan sampel di Laboratorium Teknik Sipil Universitas Muhammadiyah Makassar.
b. Data sekunder yakni data yang diperoleh dari intensitas terkait data curah hujan wilayah kota makassar dari Dinas PU dan BMKG kota makassar, serta data yang di
peroleh dari literatur dan hasil penelitian yang sudah ada, baik penelitian laboratorium maupun penelitian langsung di lapangan yang terkait dengan penelitian ini.
C. Alat Penelitian
1. Alat dan bahan untuk pengambilan nilai kapasitas infiltrasi.
a. 1 Set rainfall simulator b. Air
c. Tanah d. Mistar
2. Bahan dan alat untuk pengujian kepadatan tanah.
a. 1 set sand cone test b. Pasir
c. Scop d. Kubus e. Paku f. Multi
g. Hummer (palu)
3. Alat yang digunakan untuk pengambilan sampel tanah a. Hand bor (bor tangan)
b. Wadah (untuk mengambil sampel) c. Scop
D. Desain Alat Penelitian
1. Perangkat basic hydrology study system (tampak depat)
Sebelum melakukan penilitian kita perlu mngetahui terlebih dahulu fungsi dan perangkat-perangkat yang terdapat pada alat rainfall simulator.
Gambar 7. Tampak Depan rainfall simulator 1. Bak percobaan utama.
2. Pintu keluaran air bak percobaan utama.
3. Bejana pengukuran keluaran air dari bak percobaan utama.
4. Bejana pengukuran drain sisi kiri (ada 6 buah).
5. Penampungan air dan penyaringan air buangan dari bejana pengukuran keluaran dari bak percobaan.
6. Panel kendali 1
7. Reservoir ( penampunga air sumber hujan, sungai dan air tanah )
1
2
3
4 5
6 7
8 9
10 11 12
13 14
15
8. Penampungan air buangan untuk seluru bejana pengukuran drain dari seluruh drain.
9. Panel kendali katup untuk operasional sistem basic hidrology study system.
10. Saluran pembuangan bejana pengukuran dari drain.
11. Bejana pengukuran drain sisi kanan (ada 6 buah).
12. Manumeter bank (ada 23 titik untuk dua sumbu berbeda).
13. Bejana masukan sumber air untuk mensimulasikan aliran sungai pada bak percobaan.
14. Posisi penempatan nozzle hujan pada gantry (dudukkan menggantung) 15. Gantry (dudukan menggantung)
2. Perangkat basic hydrology study system (tampak samping kiri)
Gambar 8. Tampak samping kiri
1
2 2 9
3 4
5 6
7 8
4 3
1. Tempat pemasangan belalai saluran air ke bejana pengukuran keluaran bak percobaan.
2. Pintu keluaran air bak percobaan utama.
3. Bejana pengukuran drain sisi kiri (ada 6 buah)
4. Pijakan kaki sebagai alat bantu untuk memudahkan aktifitas di bak percobaan.
5. Bejana pengukuran keluaran air dari bak percobaan utama
6. Penampungan air buangan untuk seluruh bejana pengukuran drain dan seluruh drain.
7. Bak percobaan utama
8. Posisi penempatan nozzle hujan pada gantry (dudukkan menggantung) 9. Gantry (dudukan menggantung)
3. Perangkat basic hydrology study system (tampak belakang, serong kanan)
Gambar 9. Tampak Belakang
1 2 3
4
1. Panel kendali dua.
2. Bejana sebagai masukan sumber air untuk mensimulasikan aliran sungai pada bak percobaan.
3. Penyangga gantri yang merupakan tempat penempatan nozzle untuk ke dua group hujan.
4. Pompa air sebagai sumber pensuplai air untuk kedua group nozzle hujan dan simulasi sungai serta simulasi air tanah.
E. Prosedur Pengoprasian Alat
1. Persiapan operasional basic hydrology study system.
Sebelum mengoprasikanperalatan laboratorium basic hydrology study system, ada beberapa hal dan prosedur yang harus dilakukan demi kelancaran pelaksanaan percobaan yang akan dilakukan menggunakan alat basic hydrology study system iyalah :
a. Sumber Air
Pastikan ‘Reservoir’ telah terisi dengan air bersih serta input air bersih tersedia secara tetap dan konstan. Pastikan juga katup pembuangan pada reservoir dalam posisi off atau tertutup agar tidak ada air yang terbuang.
b. Pembuangan Air
Untuk menunjang sistem peralatan basic hydrology study system bekerja dengan baik, maka salah satu penentu adalah drainase pembuangan air. Pastikan selang pembuangan air terhubung dengan saluran pembuang yang terdapat pada laboratorium.
c. Pintu Keluar Air Bak Percobaan.
Sebelum melakuan percobaan aturlah posisi tinggi pintu keluaran air yang diukur dari dasar bak percobaan, disesuaikan dengan kebutuhan percobaan dengan satuan centimeter. Setelah itu kencangkanlah secukupnya susunan baud tersebut, tidak perlu mengencangkan dengan kuat-kuat karena pintu tersebut dilapisi dengan karet yang lentur. Setelah langkah diatas maka selanjutnya adalah melakukan pemasangan ‘belalai’. Guna ‘belalai’ adalah agar aliran output pintu air dapat terarah masuk kedalam bejana pengukuran. Pilih ‘belalai’ yang sesuai dengan tinggi jarak antara ujung output pintu air dengan bejana pengukuran dibawahnya. Tersedia belalai dengan panjang 40cm, 30cm, 20cm, 10cm dan 6cm.
d. Bejana Pengukuran.
Ada terdapat dua model bejana pengukuran, yaitu : Bejana pengukuran keluaran dari bak percobaan dan bejana pengukuran drain (keluaran dari 12 drain yang tersedia). Pada bejana pengukuran dua jenis katup yaitu katup ulir dan ball valve.
e. Media Uji Tangkapan Air Hujan.
Sebelum melakukan percobaan dengan simulasi hujan, maka perlu diketahui terlebih dahulu intensitas hujan yang akan digunakan. Agar ketika melakukan penentuan intensitas hujan tersebut tidak terjadi kontaminasi air hujan yang tidak diinginkan terhadap media tanah atau pasir atau media sample lainnya yang akan digunakan., maka digunakan media uji tangkapan air hujan.
f. Pompa Air
Hubungan kabel sumber listrik dihubungkan ke jala-jala PLN, maka pada panel
kendali 1 dan panl kendali 2 akan menyala lampu merah. Untuk meng-aktifkan pompa air maka tekanlah tombol pompa ON ‘lampu pompa on’ akan menyala hijau maka pompa akan aktif. Untuk menghentikan kerja pompa air maka sebalikka tekan tombol off.
g. Manometer
Manometer air merupakan instrumen untuk mengetahui ketinggian permukaan air yang terdapat didalam bak percobaan. Ketinggian air yang terdapat pada manometer ini merupakan manifestasi dari ketinggian air yang berada didalam bak percobaan pada saat pengamatan. Cara melakukan pengisian air pada selang tersebut adalah dengan memberikan hujan atau input sungai dan air tanah.
2. Pengoprasian basic hydrology study system.
Pada bagian ini akan diterangkan cara dan langkah-langkah pengoprasian dari alat basic hydrology study system. Penjelasan akan dibagi dalam beberapa bagian fungsi utama dari peralatan. Ikuti seluruh prosedur dengan baik dan benar. Untuk penentuan standart tingkatan intnsitas hujan dapat dilihat pada analisa data.
a. Simulasi hujan group I.
Gambar 10. Simulator Hujan Group I
b. Simulasi hujan group II.
Gambar 11. Simulator Hujan Group II F. Setting Media Tanah
Adapun prosedur penelitian yang akan dilakukan adalah sebagai berikut:
1. Tahapan Persiapan
Tahapan persiapan dilakukan untuk mengantisipasi segala keadaan yang berkaitan dengan prosedur penelitian, seperti;
(1) Pembersihan,
(2) Pengecekan alat dan bahan yang akan diuji,
(3) Persiapan perangkat dan instrument yang dibutuhkan, dan
(4) Persiapan personil pengamatan serta persatuan persepsi dalam melakukan tindakan pengujian, pengamatan dan pencatatan data.
2. Tahapan penentuan jenis tanah
Penentuan jenis tanah dengan melakukan uji karakteristik tanah.
Karakteristik tanah yang diujikan diantaranya, yaitu : (1) Pengujian sand cone test
(2) Pengujian berat jenis tanah (3) Pengujian kadar air tanah (4) Pengujian permeabilitas tanah (5) Pengujian analisa saringan (6) Pengujian Kompaksi
(7) Pengujian batas-batas atterberg
Pengujian karakteristik tanah tersebut dilakukan setelah pengambilan sampel tanah pada daerah tamalate 3 kota makassar, sulawesi selatan. Sampel tanah yang telah diuji, kemudian dibuatkan proporsi tanah sesuai dari hasil perhitungan pengujian Analisa Saringan.
3. Tahapan running test
1) Running test ke-1. Pengukuran infiltrasi pada tanah tanpa akar pohon.
Tanah tersebut dimasukkan ke dalam bak pengujian dengan tinggi 28 cm, lalu kemudian dipadatkan dengan perlakuan 2x tumbukan. Tinggi alat penumbuk dari tanah 20 cm. Berat alat penumbuk sebesar 5 Kg. Kemudian dilakukan sandcone test untuk mendapatkan kepadatan tanah. Kepadatan tanah yang didapatkan dari dari hasil sand cone test pada bak uji tidak harus sesuai dengan kepadatan tanah di lapangan,
tetapi dengan nilai yang tidak terlampau jauh.
Selanjutnya, tanah yang berada dalam bak uji dilindungi dari air yang keluar dari nozzle sebelum dicapai keadaan air konstan dengan menggunakan media uji tangkapan air hujan. Setelah air dinyatakan konstan sesuai dengan intensitas hujan yang diinginkan, pelindung sampel atau media uji tangkapan air hujan dibuka dan
secara bersamaan menekan tombol on pada stopwatch. Tiap selang waktu 5 menit, infiltrasi, limpasan dan ketinggian air dalam sampel tanah yang terjadi dicatat.
Kemudian masing-masing limpasan maupun infiltrasi yang ditampung dalam drain diukur volume air dan catat dalam tabel pengamatan. Sampai pengamatan selama tanah dikatakan jenuh dan infiltrasi dan runoff konstan, hujan buatan dihentikan.
Setelah hujan dihentikan, tiap selang waktu 5 menit catat infiltarasi dan runoff yang tertampung pada drain dan ketinggian air pada tanah yang terbaca pada manometer.
Dalam waktu yang tidak ditentukan sampai infiltrasi dianggap nol.
G. Setting Tanaman Dan Running Tanaman
Pada tahapan ini dilakukan dengan 3 variasi, yaitu dengan menggunakan 1, 3 dan 6 akar tanaman.
a) Running dengan 1 akar pohon.
Akar pohon dan sampel tanah dimasukkan pada bak percobaan, kemudian lakukan pemadatan dengan 2 kali tumbukan. Sebelum diberikan hujan buatan atur flowmeter/tekanan hujan dengan menahan air menggunakan media uji tangkapan air sampai didapatkan intensitas hujan yang diinginkan dengan sama-sama menekan tombol on pada stopwatch, keluarkan media uji tangkapan air. Catat kemudian infiltrasi dan runoff yang terjadi serta tinggi air dalam tanah pada tabel pengamatan setiap 5 menit selama hujan berlangsung, sampai tanah dikatakan jenuh dan infiltrasi dan runoff dinyatakan konstan. Lalu hujan buatan dihentikan. Setelah hujan, tiap selang waktu 5 menit infiltrasi dan runoff serta ketinggian air dalam sampel tanah dicatat sampai infiltrasi dianggap nol.
Kemudian bongkar sampel dari bak percobaan untuk melakukan penelitian dengan variasi akar berikutnya.
H. Data dan Variabel Penitian
Sesuai dengan tujuan penelitian ini maka pengujian dilakukan dengan model fisik laboratorium dengan kajian infiltrasi dan aliran permukaan. Model fisik ini dimaksudkan untuk mengamati dan mengetahui pengaruh akar pohon terhadap laju infiltrasi pada permukan tanah akibat dengan variasi intensitas curah hujan (I) dan durasi waktu (t).
Adapun data pengamatan hasil uji laboratorium diolah menjadi bahan analisa hasil kajian sesuai dengan tujuan penelitian.Data yang diolah menjadi bahan analisa adalah data intensitas curah hujan rencana (I), waktu durasi hujan (t) menit, volume rembesan dan limpasan, V (ml) atau liter.
Pengambilan data pengamatan sangat diperlukan dimana akan digunakan sebagai parameter analisa, oleh karena itu pencatatan data tersebut dilakukan pada setiap kondisi yang terkait langsung dengan tujuan penelitian. Adapun data yang diambil dalam pengujian ini adalah:
1. Pada running test ke-1dan ke-2, data yang dicatat adalah:
a. Waktu yang terkait dengan durasi hujan, t (menit) sekaligus kecepatan aliran Vxy (m/det)
b. Volume limpasan, V (ml) c. Volume infiltrasi, V (ml)
2. Panel katup-katup
Untuk memfungsikan alat basic hydrology study system ini, maka bagian yang sangat penting adalah panel katup-katup yang terletak dibagian depan peralatan ini.
Hal penting yang harus dilakukan selama melakukan percobaan mengetahui peranan dari tiap panel katup-katup yang ada, yaitu :
Gambar 12. Panel Katup-Katup
1). Katup pengatur suplai air : Pada awal pngoprasian alat, posisi katup pengatur suplai air ini harus dalam posisi maksimal, karena jika tidak maka akan mengakibatkan kerusakan pada pompa. Selanjutnya katup dapat di atur sesuai dengan keinginan intensitas hujan atau aliran sungai dan air tanah.
2). Katup pngatur debit air : Berfungsi untuk mengatur debit air yang mengalir ke nozzle untuk menentukan intensitas hujan atau debit aliran sungai dan aliran air tanah.
3). Katup pengoprasian hujan dan katup pengoprasian sungai / air tanah : Salah satu katup dalam posisi minimal sesuai dengan percobaan/pengamatan dan katup-katup yang lain diatur sesuai dengan kebutuhan dan kesesuaian percobaan/pengamatan.
I. Flow Chart Penilitian
Gambar 13. Panel Katup-Katup Ya
Tidak Persiapan Bahan
Mulai
Uji dan Cek Bahan (Tanah dan Akar Pohon)
Pengambilan Data Curah Hujan Wilayah
Perhitungan Intensitas Curah Hujan Rancangan
Kala Ulang 2, 5 dan 10 tahun
Memenuh i Syarat
Persiapan dan Telaah Literatur
Menggunakan Akar Pohon
Tanpa Akar Pohon
Perhitungan Laju Infiltrasi Hasil dan Pembahasan
Selesai
Atur Hasil Intensitas Curah Hujan Pada Alat
Uji Infiltrasi Tanah
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Distribusi Curah Hujan Wilayah/Daerah
Analisa curah hujan pada bab ini dilakukan untuk keperluan perhitungan intensitas curah hujan dengan terlampir.
1. Analisa intensitas hujan
Analisa intensitas hujan menggunakan rumus Mononobe karena data curah hujan yang didapatkan adalah data curah hujan harian. Rumus Mononobe ditunjukkan pada persamaan (16) dengan data curah hujan rencana periode ulang lima, sepuluh dan dua puluh lima tahun yang didapatkan dari perhitungan berturut-turut: 246,841 mm, 290,335 mm dan 344,900 mm.
Contoh perhitungan untuk t = 5 menit dapat dilihat pada uraian berikut.
I5 = 135.842
24
(
524⁄60
)
2⁄3
= 246.841 mm/jam
I10 = 159.777
24
(
524⁄60
)
2⁄3
= 290.335 mm/jam
I25 = 189.906
24
(
524⁄60
)
2⁄3
= 344.900 mm/jam
Tabel 2. Rekapitulasi Hasil Perhitungan Intensitas Curah Hujan Metode Mononobe
(menit) mm/jam mm/jam mm/jam
25 84,418 99,293 117,954
30 74,757 87,929 104,454
15 118,669 139,578 165,811
20 97,959 115,219 136,874
5 246,841 290,335 344,900
10 155,500 182,899 217,273
55 49,906 58,700 69,732
60 47,094 55,392 65,802
45 57,050 67,102 79,713
50 53,180 62,551 74,306
35 67,456 79,341 94,253
40 61,710 72,584 86,225
Sumber : Hasil Perhitungan
0
Intensitas Curah Hujan ( mm/jam )
t ( menit )
I5 I10 I25
Gambar 14. Hubungan antara intensitas curah hujan dan waktu
Diagram pada gambar 14 menunjukkan perbedaan intensitas curah hujan I5, I10 dan I25 dengan lamanya waktu selama 60 menit.
B. Klasifikasi Tanah
Dari hasil pengamatan sampel tanah pada laboratorium Teknik Sipil Universitas Muhammadiyah Makassar dan Universitas Hasanuddin didapatkan hasil klasifikasi tanah, dalam penelitian ini digunakan sistem klasifikasi AASHTO, hasilnya dirangkum pada tabel 3
Tabel 3. Hasil pemeriksaan karakteristik tanah
No. Uraian Satuan Nilai Keterangan
A. Kadar Air % 12,95 -
B. Batas-batas Atterberg
1. Batas Cair (Liquid Limit, LL) 2. Batas Plastis (Plastic Limit, PL) 3. Indeks Plastisitas
%
C. Distribusi Butiran (AASHTO) 1. Fraksi Kasar Tipe material secara umum adalah kerikil berlanau atau berlempung dan pasir, dengan kondisi sebagai tanah dasar baik
sampai dengan sangat baik.
D. Kompaksi
1. Berat Isi Kering Optimum 2. Kadar Air Optimum
E. Koefisien Permeabilitas Standar cm/dtk 0,000384 -
F. Kepadatan (sandcone test) Nilai
I5 I10 I25
Sumber : Hasil Pengamatan Laboratorium
Pada tabel 3 di atas menjelaskan hasil pemeriksaan karakteristik tanah dimana pada penelitian ini menggunakan sistem klasifikasi AASHTO, fraksi kasar 63% dan fraksi halus 37 %.
C. Hasil Dan Pembahasan Laju Infiltrasi
Dalam penelitian ini dilakukan pengamatan dengan menggunakan alat Rainfall Simulator. Berikut disajikan hasil pengamatan untuk kapasitas infiltrasi (fc)
pada berbagai variasi intensitas curah hujan tanpa dan dengan menggunakan akar.
Untuk data amatan terdapat pada lampiran A.
1. Pengamatan pengaruh intensitas curah hujan tanpa menggunakan akar Penyajian data dan analisis laju dan kapasitas infiltrasi pada kondisi tanah asli dan setelah hujan, dilakukan secara berturut-turut pada tiga variasi intensitas curah hujan rencana I5, I10 dan I25, tanpa menggunakan akar dengan empat variasi kepadatan D1, D2, D3, D4. Uraian mengenai hasil pengamatan dari proses tersebut secara berturut-turut disajikan sebagai berikut:
Hasil pengamatan untuk kapasitas infiltrasi (fc) dengan kepadatan D1 maka terbentuklah grafik dan tabel pengamatan.
Gambar 15. Pengaruh variasi intensitas curah hujan tanpa menggunakan akar untuk kepadatan D1
10,8
14,2 15,6
0 2 4 6 8 10 12 14 16 18
I5 I10 I25
fc Kapasitas Infiltrasi
Hujan Rencana
(fc) Kapasitas Infiltrasi
Tabel 4. Pengaruh variasi intensitas curah hujan tanpa menggunakan akar untuk kepadatan D1
No. Intensitas (mm/jam)
(jam) Keterangan 1 I5 246.841 63,95 0.000384 10,8 7,75 Klasifikasi Tanah
Dari tabel 4 dan gambar 15 dapat disimpulkan bahwa untuk intensitas curah hujan I5 (246,841 mm/jam) dengan kepadatan D1 = 63,95 %. Dan koefisien permeabilitas k = 0,000384 mm/dtk, menunjukkan bahwa laju kapasitas infiltrasi mencapai fc = 10,8 mm/jam. Untuk I10 (290,335 mm/jam) dengan kepadatan D1 = 63,23 %, menunjukkan bahwa laju kapasitas infiltrasi mencapai fc = 14,2 mm/jam.
Sedangkan untuk I25 (344,900 mm/jam) dengan kepadatan D1 = 64,03 %, menunjukkan bahwa laju kapasitas infiltrasi mencapai fc = 15,6 mm/jam.
Hasil pengamatan untuk kapasitas infiltrasi (fc) dengan kepadatan D2 maka terbentuklah grafik dan tabel pengamatan.
Gambar 16. Pengaruh variasi intensitas curah hujan tanpa menggunakan akar untuk kepadatan D2
Tabel 5. Pengaruh variasi intensitas curah hujan tanpa menggunakan akar untuk kepadatan D2
No. Intensitas (mm/jam)
(jam) Keterangan 1 I5 246.841 70,41 0.000384 10,1 8,92 Klasifikasi Tanah
Dari tabel 5. dan gambar 16 dapat disimpulkan bahwa untuk intensitas curah hujan I5 (246,841 mm/jam) dengan kepadatan D2 = 70,41 %. Dan koefisien permeabilitas k = 0,000384 mm/det, menunjukkan bahwa laju kapasitas infiltrasi mencapai fc = 10,1 mm/jam. Untuk I10 (290,335 mm/jam) dengan kepadatan D2 = 70,59 %, menunjukkan bahwa laju kapasitas infiltrasi mencapai fc = 13,8 mm/jam.
Sedangkan untuk I25(344,900 mm/jam) dengan kepadatan D2 = 71,67%, menunjukkan bahwa laju kapasitas infiltrasi mencapai fc = 15,2 mm/jam.
Hasil pengamatan untuk kapasitas infiltrasi (fc) dengan kepadatan D3 maka terbentuklah grafik dan tabel pengamatan.
Gambar 17. Pengaruh variasi intensitas curah hujan tanpa menggunakan akar untuk kepadatan D3
Tabel 6. Pengaruh variasi intensitas curah hujan tanpa menggunakan akar untuk kepadatan D3
No. Intensitas (mm/jam)
(jam) Keterangan 1 I5 246.841 71,01 0.000384 10 7,00 Klasifikasi Tanah
Dari tabel 6 dan gambar 17 dapat disimpulkan bahwa untuk intensitas curah hujan I5 (246,841 mm/jam) dengan kepadatan D3 = 71,01 %. Dan koefisien permeabilitas k = 0,000384 mm/det, menunjukkan bahwa laju kapasitas infiltrasi mencapai fc = 10 mm/jam. Untuk I10 (290,335 mm/jam) dengan kepadatan D3 = 70,94 %, menunjukkan bahwa laju kapasitas infiltrasi mencapai fc = 13 mm/jam.
Sedangkan untuk I25(344,900 mm/jam) dengan kepadatan D3 = 73,08 %, menunjukkan bahwa laju kapasitas infiltrasi mencapai fc = 14,1 mm/jam.
Hasil pengamatan untuk kapasitas infiltrasi (fc) dengan kepadatan D4 maka terbentuklah grafik dan tabel pengamatan.
Gambar 18. Pengaruh variasi intensitas curah hujan tanpa menggunakan akar untuk kepadatan D4
Tabel 7. Pengaruh variasi intensitas curah hujan tanpa menggunakan akar untuk kepadatan D4
No. Intensitas (mm/jam)
D4 (%)
k (mm/det)
fc (mm/jam)
te
(jam) Keterangan 1 I5 246.841 71,57 0.000384 10 8,58 Klasifikasi Tanah
Tamalate 3 AASHTO =1-2-5 2 I10 290.335 71,79 0.000384 13,1 6,83
3 I25 344.900 74,16 0.000384 14 6,08 Sumber : Data pengamatan
Dari tabel 7 dan gambar 18 dapat disimpulkan bahwa untuk intensitas curah hujan I5 (246,841 mm/jam) dengan kepadatan D4 = 71,57 %. Dan koefisien permeabilitas k = 0,000384 mm/det, menunjukkan bahwa laju kapasitas infiltrasi mencapai fc = 10 mm/jam. Untuk I10 (290,335 mm/jam) dengan kepadatan D4 = 71,79 %, menunjukkan bahwa waktu laju kapasitas infiltrasi mencapai fc = 13,1 mm/jam. Sedangkan untuk I25 (344,900 mm/jam) dengan kepadatan D4= 74,16 %, menunjukkan bahwa laju kapasitas infiltrasi mencapai fc = 14 mm/jam.
2. Pengaruh intensitas curah hujan dengan menggunakan akar
Penyajian data dan analisis laju dan kapasitas infiltrasi pada kondisi tanah asli dan setelah hujan, dilakukan secara berturut-turut pada tiga variasi intensitas curah hujan rencana I5, I10 dan I25 dan tiga variasi formasi akar AK1, AK3, dan AK6, serta empat kepadatan D1, D2, D3, D4, dengan asumsi kepadatan sama dengan tanpa menggunakan akar. Uraian mengenai hasil pengamatan dari proses tersebut secara berturut-turut disajikan sebagai berikut:
a. Penyajian data dan analisis laju infiltrasi untuk satu formasi akar AK1 dengan tiga variasi Intensitas curah hujan I5, I10, I25.
Hasil pengamatan untuk kapasitas infiltrasi (fc) dengan formasi akar AK1 untuk kepadatan D1 maka terbentuklah grafik dan tabel pengamatan.
Gambar 19. Pengaruh variasi intensitas curah hujan menggunakan akar (AK1) untuk kepadatan D1
Berdasarkan hasil pengamatan dalam pengaruh akar (AK1) maka dapat di simpulkan dalam tabel berikut.
Tabel 8. Pengaruh variasi intensitas curah hujan dengan formasi akar AK1 untuk kepadatan D1
No. Intensitas
(mm/jam) Formasi Akar D1
(%) k
(mm/det) fc
(mm/jam) te
(jam) Keterangan 1 I5 246.841 AK1 63,95 0.000384 34,5 5,17
Sumber : Data pengamatan
Dari tabel 8 dan gambar 19 dapat disimpulkan bahwa untuk intensitas curah hujan I5 (246,841 mm/jam) dengan kepadatan D1 = 63,95 %. Dan koefisien
permeabilitas k = 0,000384 mm/det, menunjukkan bahwa laju kapasitas infiltrasi
mencapai fc = 34,5 mm/jam. Untuk I10 (290,335mm/jam) dengan kepadatan D1 = 63,23%, menunjukkan bahwa laju kapasitas infiltrasi mencapai fc = 30 mm/jam.
Sedangkan untuk I25 (344,900 mm/jam)dengan kepadatan D1= 64,03%, menunjukkan bahwa laju kapasitas infiltrasi mencapai fc = 33,6 mm/jam.
Hasil pengamatan untuk kapasitas infiltrasi (fc) dengan formasi akar AK1 untuk kepadatan D2 maka terbentuklah grafik dan tabel pengamatan.
Gambar 20. Pengaruh variasi intensitas curah hujan menggunakan akar (AK1) untuk kepadatan D2
Berdasarkan hasil pengamatan dalam pengaruh akar (AK1) maka dapat di simpulkan dalam tabel berikut.
Tabel 9. Pengaruh variasi intensitas curah hujan dengan formasi akar AK1 untuk kepadatan D2
No. Intensitas
(mm/jam) Formasi Akar D2
(%) k
(mm/det) Fc
(mm/jam) te
(jam) Keterangan 1 I5 246.841 AK1 70,41 0.000384 30 6,75
Dari tabel 9 dan gambar 20 dapat disimpulkan bahwa untuk intensitas curah
Dari tabel 9 dan gambar 20 dapat disimpulkan bahwa untuk intensitas curah