• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

3.5. Definisi dan Batasan Operasional

3.5.2 Batasan Operasional

1. Data yang diambil adalah data dalam kurun waktu tahun 1999 sampai 2013 meliputi produksi dan konsumsi kedelai di Provinsi Sumatera Utara.

2. Penelitian ini dilakukan dalam wilayah Provinsi Sumatera Utara.

3. Waktu penelitian dimulai tahun 2016-2017.

BAB IV

DESKRIPSI WILAYAH

4.1. Letak dan Keadaan Geografis Provinsi Sumatera Utara

Provinsi Sumatera Utara berada di bagian barat Indonesia, terletak pada garis 10-40 Lintang Utara dan 980-1000

Luas daratan Provinsi Sumatera Utara 72.981,23 km

Bujur Timur. Letak geografis Provinsi Sumatera Utara berada pada jalur strategis pelayaran Internasional Selat Malaka yang dekat dengan Singapura, Malaysia dan Thailand. Secara administratif Provinsi ini berbatasan dengan daerah perairan dan laut serta dua provinsi lain dengan batas wilayah sebagai berikut:

- Utara : berbatasan dengan Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam.

- Timur : berbatasan dengan Negara Malaysia di Selat Malaka - Selatan : berbatasan dengan Provinsi Riau dan Sumatera Barat.

- Barat : berbatasan dengan Samudera Hindia.

2, sebagian besar berasa di daratan Pulau Sumatera dan sebagian kecil berasa di Pulau Nias, Pulau-Pulau Batu, serta beberapa pulau kecil baik dibagian barat maupun dibagian timur pantai Pulau Sumatera. Provinsi Sumatera Utara merupakan provinsi terluas ke-7 di Indonesia. Berdasarkan luas daerah menurut kabupaten/kota di Sumatera Utara, luas daerah terbesar adalah Kabupaten Langkat dengan luas 6.262,00 km2 atau sekitar 8,58% dari total luas Sumatera Utara, diikuti Kabupaten Mandailing Natal dengan luas 6.134,00 km2 atau 8,40% dari total luas Sumatera Utara, kemudian Kabupaten Tapanuli Selatan dengan luas 6.030,47 km2 atau sekitar 8,26% dari total luas Sumatera Utara. Sedangkan luas daerah terkecil adalah Kota Tebing

Tinggi dengan luas 31,00 km2

1. Pantai Barat meliputi: Kabupaten Nias, Kabupaten Nias Utara, Kabupaten Nias Barat, Kabupaten Mandailing Natal, Kabupaten Tapanuli Selatan, Kabupaten Padang Lawas, Kabupaten Padang Lawas Utara,

atau sekitar 0,04% dari total luas Sumaetra utara.

Provinsi Sumatera Utara memiliki 162 pulau, yaitu 6 pulau di Pantai Timur dan 156 pulau di Pantai Barat. Provinsi Sumatera Utara terdiri dari 25 kabupaten dan 8 kota dengan 421 kecamatan yang meliputi 653 kelurahan dan 5.175 desa.

4.2. Kondisi Iklim dan Topografi

Karena terletak dekat garis khatulistiwa, Provinsi Sumatera Utara tergolong ke dalam daerah beriklim tropis. Ketinggian permukaan daratan Provinsi Sumatera Utara sangat bervariasi, sebagian daerahnya datar, hanya beberapa meter di atas permukaan laut, beriklim cukup panas bisa mencapai 34˚C sebagian daerah berbukit dengan kemiringan yang landai, beriklim sedang dan sebagian lagi berada pada dearah ketinggian yang suhu minimalnya bisa mencapai 15˚C.

Sebagaimana Provinsi lainnya di Indonesia, Provinsi Sumatera Utara mempunyai musim kemarau dan musim penghujan. Musim kemarau biasanya terjadi pada bulan Januari sampai dengan bulan Juli dan musim penghujan biasanya terjadi pada bulan Agustus sampai dengan bulan Desember, diantara kedua musim itu terdapat musim pancaroba. Kelembaban udara rata-rata 78%-91% dengan curah hujan 800-4000 mm/tahun dan penyinaran matahari 43%.

Berdasarkan topografinya, wilayah Provinsi Sumatera Utara dibagi atas 3 daerah yaitu:

KabupatenTapanuli Tengah, Kabupaten Nias Selatan, Kota Padang Sidempuan, Kota Sibolga dan Kota Gunung Sitoli.

2. Dataran Tinggi meliputi: Kabupaten Tapanuli Utara, Kabupaten Toba Samosir, Kabupaten Simalungun, Kabupaten Dairi, Kabupaten Karo, Kabupaten Humbang Hasundutan, Kabupaten Pakpak Bharat dan Kota Pematang Siantar.

3. Pantai Timur meliputi: Kabupaten Labuhanbatu, Kabupaten Labuhanbatu Utara, Kabupaten Labuhanbatu Selatan, Kabupaten Asahan, Kabupaten Batu Bara, Kabupaten Deli Serdang, Kabupaten Langkat, Kabupaten Serdang Bedagai, Kota Tanjung Balai, Kota Tebing Tinggi, Kota Medan dan Kota Binjai.

4.3. Kondisi Demografi

Berdasarkan hasil SUPAS (Survei Penduduk Antar Sensus) 2015 yang dilaksanakan pada bulan Mei 2015, jumlah penduduk Provinsi Sumatera Utara tercatat sebanyak 13.923.262 jiwa. Angka ini menunjukkan peningkatan jika

dibandingkan hasil Sensus Penduduk periode sebelumnya, yaitu sebesar 8.360.894 jiwa pada tahun 1980, kemudian meningkat menjadi 10.256.027 jiwa pada tahun 1990, sebesar 11.513.973 jiwa tahun 2000 dan akhirnya meningkat menjadi 12.982.204 jiwa pada Sensus

Penduduk 2010. Secara nasional jumlah penduduk Provinsi Sumatera

Utara merupakan yang terbesar keempat setelah Provinsi Jawa Barat (46.668.214 jiwa), Provinsi Jawa Timur (38.828.061 jiwa) dan

Provinsi Jawa Tengah (33.753.023 jiwa).

Tabel. 4.1. Luas Wilayah, Jumlah Penduduk, dan Kepadatan PendudukMenurut Kabupaten/Kota Tahun 2015

Kabupaten/Kota Luas Wilayah Jumlah Penduduk

02. Mandailing Natal 6.134,00 430.894 70

03. Tapanuli Selatan 6.030,47 275.098 46

04. Tapanuli Tengah 2.188,00 350.017 160

05. Tapanuli Utara 3.791,64 293.399 77

06. Toba Samosir 2.328,89 179.704 77

07. Labuhanbatu 2.156,02 462.191 214

08. Asahan 3.702,21 706.283 191

09. Simalungun 4.369,00 849.405 194

10. Dairi 1.927,80 279.090 145

11. Karo 2.127,00 389.591 183

12. Deli Serdang 2.241,68 2.029.308 905

13. Langkat 6.262,00 1.013.385 162

14. Nias Selatan 1.825,20 308.281 169

15. Humbang Hasundutan 2.335,33 182.991 78

16. Pakpak Bharat 1.218,30 45.516 37

17. Samosir 2.069,05 123.789 60

18. Serdang Bedagai 1.900,22 608.691 320

19. Batu Bara 922,20 400.803 435

20. Padang Lawas Utara 3.918,05 252.589 64

21. Padang Lawas 3.892,74 258.003 66

22. Labuhanbatu Selatan 3.596,00 313.884 87

23. Labuhanbatu Utara 3.570,98 351.097 98

24. Nias Utara 1.202,78 133.897 111

25. Nias Barat 473,73 84.917 179

Kota

1. Sibolga 41,31 86.519 2.094

2. Tanjung Balai 107,83 167.012 1.549

3. Pematang Siantar 55,66 247.411 4.445

4. Tebing Tinggi 31,00 156.815 5.059

5. Medan 265,00 2.210.624 8.342

6. Binjai 59,19 264.687 4.472

7. Padang Sidimpuan 114,66 209.796 1.830

8. Gunungsitoli 280,78 135.995 484

Sumatera Utara 72.981,23 13.937.797 191

Sumber: Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi Sumatera Utara, 2016

Pada Tabel 4.1 diatas, dapat dilihat bahwa pada tahun 2015 total luas wilayah Provinsi Sumatera Utara adalah 72.981,23 km2. Kabupaten Langkat merupakan wilayah terluas di Provinsi Sumatera Utara dengan luas sebesar 6.262 km2 atau 8,58% dari luas Provinsi Sumatera Utara dan Kota Tebing Tinggi merupakan wilayah terkecil di Provinsi Sumatera Utara dengan luas 31 km2 atau 0,04% dari luas Provinsi Sumatera Utara. Total jumlah penduduk di Provinsi Sumatera Utara pada tahun 2015 adalah sebesar 13.937.797 jiwa. Kota Medan memiliki jumlah penduduk yang terbesar di antara kabupaten/kota yang ada di Provinsi Sumatera Utara, yaitu 2.210.624 jiwa atau 15,86% dari jumlah penduduk di Provinsi Sumatera Utara sedangkan Pakpak Bharat merupakan kabupaten dengan jumlah penduduk terkecil yaitu 45.516 jiwa atau 0,32% dari jumlah penduduk di Provinsi Sumatera Utara. Provinsi Sumatera Utara memiliki kepadatan penduduk sebesar 191 jiwa/km2. Kepadatan penduduk terbesar di wilayah Provinsi Sumatera Utara adalah Kota Medan yaitu 8.342 jiwa/km2 yang kemudian di susul oleh Kota Tebing Tinggi yaitu 5.059 jiwa/km2. Kepadatan penduduk terkecil di wilayah Provinsi Sumatera Utara adalah Kabupaten Pakpak Bharat yaitu 37 jiwa/km2 yang kemudian di susul oleh Kabupaten Tapanuli Selatan yaitu 46 jiwa/km2

Tabel 4.2. Jumlah Penduduk Miskin Kabupaten/Kota Tahun 2010-2015 .

Kabupaten/

Kota

Jumlah Penduduk Miskin (000) (Jiwa)

2010 2011 2012 2013 2014 2015

Lanjutan Tabel 4.2.

Kabupaten/

Kota

Jumlah Penduduk Miskin (000) (Jiwa)

2010 2011 2012 2013 2014 2015 Sumatera Utara 1477.10 1421.44 1400.45 1416.37 1360.60 1463.66 Sumber: Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi Sumatera Utara, 2016

Pada Tabel 4.2 dapat dilihat bahwa jumlah penduduk miskin di Provinsi Sumatera Utara berfluktuasi dari tahun 2010-2015. Jumlah penduduk miskin terbanyak terjadi pada tahun 2010 yaitu 1.477.100 jiwa. Jumlah penduduk miskin dari tahun 2010 mengalami penurunan menjadi 1.400.450 jiwa pada tahun 2012.

Jumlah penduduk miskin pada tahun 2013 mengalami peningkatan hingga tahun 2015 menjadi 1.463.660 jiwa atau 10,5% dari jumlah penduduk Provinsi

Sumatera Utara. Dari seluruh kabupaten dan kota di Provinsi Sumatera Utara, Kota Medan merupakan kota dengan jumlah penduduk miskin terbanyak sedangkan Kabupaten Pakpak Bharat merupakan kabupaten dengan jumlah penduduk miskin yang paling sedikit pada 2010-2015. Pada tahun 2015, Kota Medan memiliki jumlah penduduk miskin terbanyak yaitu 207.500 jiwa atau 9,38% dari jumlah penduduk Kota Medan dan 1,48% dari jumlah penduduk Provinsi Sumatera Utara, kemudian diikuti oleh Kabupaten Langkat dengan jumlah penduduk miskin sebesar 114.190 jiwa atau 11,26% dari jumlah penduduk Kabupaten Langkat dan 0,81% dari jumlah penduduk Provinsi Sumatera Utara.

Kabupaten Pakpak Bharat memiliki jumlah penduduk miskin paling sedikit yaitu 5.120 jiwa atau 11,24% dari jumlah penduduk Kabupaten Pakpak Bharat dan 0,03% dari jumlah penduduk Provinsi Sumatera Utara, kemudian diikuti oleh Kota Sibolga dengan jumlah penduduk miskin sebesar 11.640 jiwa atau 13,45%

dari jumlah penduduk Kota Sibolga atau 0,08% dari jumlah penduduk Provinsi Sumatera Utara.

4.4. Deskripsi Variabel

4.4.1 Produksi Kedelai Provinsi Sumatera Utara

Provinsi Sumatera Utara adalah salah termasuk salah satu sentra produksi kedelai. Keadaan produksi kedelai di Provinsi Sumatera Utara dalam kurun waktu 15 tahun yakni pada tahun 1999-2013 dapat dilihat pada Tabel 4.3.

Tabel 4.3. Luas Panen, Produksi dan Rata-Rata Produksi Kedelai Provinsi Sumatera Utara Tahun 1999-2013

Tahun Luas Panen

Rataan 10.237,26 11.197,26 10,97

Sumber: Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi Sumatera Utara, 2016

Berdasarkan Tabel 4.3 terlihat bahwa jumlah produksi kedelai Provinsi Sumatera Utara tertinggi di sepanjang tahun 1999-2013 terjadi pada tahun 1999 sebesar 28.817 ton dengan luas lahan 27.171 hektare dan rata-rata produksi 10,61 kwintal per hektare. Jumlah produksi terendah terjadi pada tahun 2013 yaitu sebesar 3.229 ton dengan luas lahan 3.126 hektare dan rata-rata produksi 10,33 kwintal per hektare. Jumlah tersebutmenurun sebesar 2.190 ton atau mengalami

penurunan sebesar 40,41%dibandingkan produksi tahun 2012 yang mencapai produski sebesar 5.419 ton dengan luas panen 5.475 hektare. Penurunan produksi kedelai disebabkan oleh penurunan luas panen seluas 2.349 hektare atau 42,9%

dari luas panen sebelumnya pada tahun 2012. Pada tahun 2013, hasil per hektare kedelai naik sebesar 0,43 kwintal per hektare atau 4,34% dari 9,90 kwintal per hektare menjadi 10,33 kwintal per hektare.Total produksi kedelai di Provinsi Sumatera Utara dalam kurun waktu 1999-2013 adalah 167.959 ton dengan rata-rata per tahunnya adalah 11.197,26 ton.

Tabel 4.4. Luas Panen, Produksi dan Rata-Rata Produksi Kedelai Menurut Kabupaten/Kota Tahun 2015

Kabupaten/Kota Luas Panen (Ha)

Lanjutan Tabel 4.4.

Sumber: Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi Sumatera Utara, 2016

Berdasarkan Tabel 4.4 dapat dilihat bahwa Provinsi Sumatera Utara pada tahun 2015 memiliki produksi kedelai sebanyak 6.549 ton dengan luas lahan 5.303 dan rata-rata produksi kedelai sebanyak 12,35 kwintal per hektare.

Kabupaten Deli Serdang merupakan kabupaten dengan produksi kedelai tertinggi yaitu 1.570 ton dengan luas lahan 1.081 dan rata-rata produksi kedelai sebanyak 14,52 kwintal per hektare, kemudian di susul Kabupaten Langkat dengan produksi kedelai yaitu 1.212 ton dengan luas lahan 839 hektare dan rata-rata produksi kedelai sebanyak 14,45 kwintal per hektare.

4.4.2 Konsumsi Kedelai Provinsi Sumatera Utara

Kedelai yang kaya akan protein berperan sebagai sumber protein nabati yang sangat penting dalam rangka peningkatan gizi masyarakat, karenaselain aman bagi kesehatan juga sebagai sumber protein yang paling murah di dunia dibandingkan dengan sumber protein lainnya. Keadaan konsumsi kedelai di

Sumatera Utara dalam kurun waktu 15 tahun yakni pada tahun 1999-2013 terlihat pada tabel 4.5.

Tabel 4.5. Konsumsi Kedelai Provinsi Sumatera Utara Tahun 2001-2015

Tahun Konsumsi Kedelai

(Ton)

Sumber: Badan Ketahanan Pangan (BKP) Provinsi Sumatera Utara, 2016

Berdasarkan Tabel 4.5 dapat dilihat bahwa konsumsi kedelai Provinsi Sumatera Utara tertinggi terjadi pada tahun 2013 yaitu 61.316 ton dan terendah terjadi pada tahun 2003 yaitu 31.199 ton. Rata-rata konsumsi kedelai pada tahun 1999-2013 adalah sebesar 49.734,33 ton.

Dari tahun 1999-2002 konsumsi kedelai mengalami peningkatan setiap tahunnya, yakni dari 32.179 ton pada tahun 1999 menjadi 44.061 ton pada tahun 2002. Pada tahun 2003 mengalami penurunan sebesar 12.862 ton atau 29,19% dari tahun sebelumnya menjadi 31.199 ton. Kemudian

mengalami peningkatan kembali setiap tahunnya sampai tahun 2009 dari 31.199 ton menjadi 58.111 ton yang kemudian turun pada

tahun 2010 menjadi 56.613 ton dan kemudian mengalami peningkatan lagi sampai dengan tahun 2013 menjadi 61.316 ton.

BAB V

HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1. Produksi dan Konsumsi Kedelai Provinsi Sumatera Utara Tahun 1999-2013

Keadaan produksi dan konsumsi kedelai di Provinsi Sumatera Utara tahun 1999-2013 mengalami fluktuasi. Konsumsi yang sangat tinggi mengakibatkan produksi tidak mampu memenuhi konsumsi kedelai di Provinsi Sumatera Utara.

Tabel 5.1. Produksi dan Konsumsi Kedelai Provinsi Sumatera Utara Tahun 1999-2013

Berdasarkan Tabel 5.1 dapat dilihat bahwa Provinsi Sumatera Utara pada tahun 1999 memiliki produksi kedelai sebesar 28.817 ton dan konsumsi kedelai sebesar 32.179 ton yang menyebabkan defisit sebesar 3.362 ton. Pada tahun 2000 produksi kedelai mengalami penurunan sebesar 15.936 ton atau 55,3 % dari tahun sebelumnya menjadi 12.881 ton dan konsumsi kedelai naik sebesar 2.678 ton atau 8,32% dari tahun sebelumnya yang menyebabkan defisit sebesar 21.976 ton.

Pada tahun 2001 produksi kedelai mengalami penurunan sebesar 2.162 ton atau 16,78% dari tahun sebelumnya menjadi 10.719 ton dan konsumsi kedelai mengalami peningkatan sebesar 5.231 ton atau 15% dari tahun sebelumnya menjadi 40.088 ton yang menyebabkan defisit sebesar 29.369 ton. Pada tahun 2002 produksi kedelai mengalami penurunan sebesar 522 ton atau 4,86%

dari tahun sebelumnya menjadi 10.197 ton dan jumlah konsumsi kedelai mengalami peningkatan sebesar 3.973 ton atau 9,91% dari tahun sebelumnya menjadi 44.061 ton yang menimbulkan defisit sebesar 33.864 ton. Pada tahun 2003 produksi kedelai mengalami peningkatan sebesar 269 ton atau 2,63%

dari tahun sebelumnya menjadi 10.466 ton dan konsumsi kedelai mengalami

penurunan sebesar 12.862 ton atau 29,19% dari tahun sebelumnya menjadi 31.199 ton. Meskipun pada tahun 2003 jumlah produksi kedelai meningkat dan jumlah konsumsi kedelai menurun, tetap terjadi defisit sebesar 20.733 ton dikarenakan produksi yang meningkat belum bisa mengimbangi total konsumsi kedelai. Pada tahun 2004 produksi kedelai mengalami peningkatan sebesar 1.867 ton atau 17,83% dari tahun sebelumnya menjadi 12.333 ton dan konsumsi kedelai juga mengalami peningkatan sebesar 10.213 ton atau 32,73% dari tahun sebelumnya menjadi 41.412 ton dan

mengalami defisit sebesar 29.079 ton. Pada tahun 2005 produksi kedelai mengalami peningkatan sebesar 3.460 ton atau 28,05% dari tahun sebelumnya menjadi 15.793 ton dan konsumsi kedelai mengalami peningkatan sebesar 13.788 ton atau 33,29% dari tahun sebelumnya menjadi 55.200 ton dan mengalami defisit sebesar 39.407 ton. Pada tahun 2006 produksi kedelai mengalami penurunan sebesar 8.750 ton atau 55,40% dari tahun sebelumnya menjadi 7.043 ton dan konsumsi kedelai mengalami peningkatan sebesar 1.380 ton atau 2,5% dari tahun sebelumnya menjadi 56.580 ton dan mengalami defisit sebesar 49.537 ton. Pada tahun 2007 produksi kedelai mengalami penurunan sebesar 2.698 ton atau 38,30%

dari tahun sebelumnya menjadi 4.345 ton dan konsumsi kedelai tetap stabil atau tidak mengalami peningkatan maupun penurunan dari tahun sebelumnya yaitu 56.580 ton dan mengalami defisit sebesar 52.235 ton. Pada tahun 2008 produksi kedelai mengalami peningkatan sebesar 7.302 ton atau 168,05% dari tahun sebelumnya menjadi 11.647 ton dan konsumsi kedelai mengalami peningkatan sebesar 734 ton atau 1,29% dari tahun sebelumnya menjadi 57.314 ton dan mengalami defisit sebesar 45.667 ton. Pada tahun 2009 produksi kedelai mengalami peningkatan sebesar 2.559 ton atau 21,97% dari tahun sebelumnya menjadi 14.206 ton dan konsumsi kedelai mengalami peningkatan sebesar 797 ton atau 1,39% dari tahun sebelumnya menjadi 58.111 ton dan mengalami defisit sebesar 43.905 ton. Pada tahun 2010 produksi kedelai mengalami penurunan sebesar 4.768 ton atau 33,56% dari tahun sebelumnya menjadi 9.438 ton dan konsumsi kedelai juga mengalami penurunan sebesar 1.498 ton atau 2,57% dari tahun sebelumnya menjadi 56.613 ton dan mengalami defisit sebesar 47.175 ton.

Pada tahun 2011 produksi kedelai mengalami peningkatan sebesar 1.988 ton

atau 21,06% dari tahun sebelumnya menjadi 11.426 ton dan konsumsi kedelai mengalami peningkatan sebesar 3.380 ton atau 5,97% dari tahun sebelumnya menjadi 59.993 ton dan mengalami defisit sebesar 48.567 ton. Pada tahun 2012 produksi kedelai mengalami penurunan sebesar 6.007 ton atau 52,57% dari tahun sebelumnya menjadi 5.419 ton dan konsumsi kedelai mengalami peningkatan sebesar 519 ton atau 0,86% dari tahun sebelumnya menjadi 60.512 ton dan mengalami defisit sebesar 55.093 ton. Pada tahun 2013 produksi kedelai mengalami penurunan kembali sebesar 2.190 ton atau 40,41% dari tahun sebelumnya menjadi 3.229 ton dan konsumsi kedelai mengalami peningkatan sebesar 804 ton atau 1,32% dari tahun sebelumnya menjadi 61.316 ton dan mengalami defisit sebesar 58.087 ton.

Dalam kurun waktu 15 tahun dari tahun 1999-2013, peningkatan produksi kedelai terbesar terjadi pada tahun 2008 yaitu sebesar 168,05% dari tahun sebelumnya. Penurunan produksi kedelai terbesar terjadi pada tahun 2006 yaitu sebesar 55,40% dari tahun sebelumnya. Peningkatan konsumsi kedelai terbesar terjadi pada tahun 2005 yaitu sebesar 33,29% dari tahun sebelumnya. Penurunan konsumsi kedelai terbesar terjadi pada tahun 2003 yaitu 29,19% dari tahun sebelumnya. Total produksi kedelai sebesar 167.959 ton dengan rata-rata produksi sebesar 11.197,26 ton dan produksi tertinggi terjadi pada tahun 1999 yaitu sebesar 28.817 ton sedangkan produksi terendah terjadi pada tahun 2013 yaitu sebesar 3.229 ton. Total konsumsi kedelai sebesar 746.015 ton dengan rata-rata konsumsi sebesar 49.734,33 ton dan konsumsi tertinggi terjadi pada tahun 2013 yaitu sebesar 61.316 ton sedangkan konsumsi terendah terjadi pada tahun 2003 yaitu sebesar 31.199 ton. Produksi dan konsumsi kedelai dari tahun 1999-2013

memiliki surplus yang negatif yang artinya defisit. Total surplus antara produksi dan konsumsi kedelai Provinsi Sumatera Utara dari tahun 1999-2013 adalah sebesar -578.056 ton. Nilai negatif ini menunjukkan bahwa produksi kedelai tidak dapat memenuhi kebutuhan konsumsi kedelai di Provinsi Sumatera Utara. Kondisi produksi dan konsumsi kedelai Provinsi Sumatera Utara tahun 2001-2015 untuk lebih jelasnya terlihat pada Gambar 5.1.

Gambar 5.1. Grafik TrendProduksi dan Konsumsi Kedelai Provinsi Sumatera Utara Tahun 1999-2013

5.1. (a) Produksi Kedelai Provinsi Sumatera Utara Tahun 1999-2013

Berdasarkan Gambar 5.1 dapat dilihat bahwa produksi kedelai di Provinsi Sumatera Utara Pada tahun 1999 mencapai puncaknya dan pada tahun 2013 produksi kedelai berada pada posisi terendah. Produksi kedelai tahun 1999-2013 mengalami keadaan yang fluktuasi yang cenderung menurun dengan trend negatif artinya hipotesis 1 (a) diterima.

5.1. (b) Konsumsi Kedelai Provinsi Sumatera Utara Tahun 1999-2013

Berdasarkan Gambar 5.1 dapat dilihat bahwa konsumsi kedelai di Provinsi Sumatera Utara Pada tahun 2013 mencapai puncaknya sedangkan pada tahun 2003 konsumsi kedelai berada pada posisi terendah. Konsumsi kedelai tahun 1999-2013 mengalami keadaan yang fluktuasi yang cenderung meningkat dengan trend positif artinya hipotesis 1 (b) diterima.

Dari Tabel 5.1 selama kurun waktu 15 tahun dari tahun 1999-2013, produksi kedelai mengalami penurunan rata-rata sebesar 2,5% yang menunjukkan bahwa trend produksi kedelai di Provinsi Sumatera Utara dari tahun 1999-2013 adalah menurun. Sedangkan konsumsi kedelai mengalami peningkatan rata-rata sebesar 5,38% yang menunjukkan bahwa trend konsumsi kedelai di Provinsi Sumatera Utara dari tahun 1999-2013 adalah meningkat.

5.2. Rasio Produksi dan Konsumsi Kedelai Provinsi Sumatera Utara Tahun 1999-2013

Rasio produksikedelai dengan konsumsi kedelai merupakan hal yang penting diketahui untuk menyusun kebijakan-kebijakan yang diambil oleh pemerintah dalam mencukupi permintaan kedelai Provinsi Sumatera Utara. Dari angka rasio produksi dan konsumsi kedelai dapat diketahui bagaimana tingkat ketahanan pangan untuk kedelai di Provinsi Sumatera Utara.

Menurut Badan Ketahanan Pangan Sumatera Utara, tingkat ketahanan pangan terdiri dari tahan pangan, tahan pangan namun rentan, dan rawan pangan.Tingkat ketahanan pangan yang pertama yaitu tahan pangan. Tahan pangan merupakan kondisi dimana rasio produksi kedelai dan konsumsi kedelai lebih dari 1,2. Tingkat kedua, tahan pangan namun rentan yaitu dimana rasio produksi kedelai dan konsumsi kedelai antara 0,8 sampai 1,2. Tingkat ketahanan

pangan yang ketiga yaitu rawan pangan yaitu dimana rasio produksi kedelai dan konsumsi kedelai lebih kecil dari 0,8. Rasio produksidan konsumsi kedelai dapat dilihat pada Tabel 5.2.

Tabel 5.2. Rasio Produksi dan Konsumsi Kedelai Provinsi Sumatera Utara Tahun 1999-2013

Tahun Rasio

(Produksi:Konsumsi)

Tingkat Ketahanan Pangan

1999 0,89 (1:1,11) II (Tahan Pangan Namun Rentan)

2000 0,36 (1:2,70) III (Rawan Pangan) 1999-2013 0,22 (1:4,44) III (Rawan Pangan) Sumber: Lampiran 7

Berdasarkan Tabel 5.2 diketahui bahwapada tahun 1999-2013 rasio produksi dan konsumsi kedelai di Provinsi Sumatera Utara berada pada tingkat ketahanan rawan pangan dengan nilai rasio 0,22 atau 1:4,44. Namun pada tahun 1999 ketahanan pangan untuk kedelai berada pada tingkat ketahanan tahan pangan namun rentan dengan rasio 0,89 atau 1:1,11 yang disebabkan karena jumlah produksi kedelai meningkat dari tahun sebelumnya sedangkan konsumsi

kedelai menurun drastis. Nilai rasio terkecilterjadi pada tahun 2013 dengan rasio sebesar 0,05 atau 1:18,98.

Untuk menjawab hipotesis ketiga, berdasarkan Tabel 5.1 dan Tabel 5.2 diketahui bahwa pada tahun 1999 terdapat defisit produksi kedelai sebesar 3.362 ton dengan rasio antara produksi kedelai dengan konsumsi kedelai adalah sebesar 0,89 atau 1:1,11 yang menunjukkan bahwa ketahanan pangan terhadap kedelai pada tahun 1999 berada pada konsis tahan pangan namun rentan. Keadaan produksi kedelai tahun 1999 lebih kecil dari konsumsi kedelai yang berarti hipotesis ketiga diterima.

Pada 2000 terdapat defisit produksi kedelai sebesar 21.976 ton dengan

rasio antara produksi kedelai dengan konsumsi kedelai adalah sebesar 0,36 atau 1:2,70 ini menunjukkan bahwa ketahanan pangan terhadap kedelai pada

tahun 2000 berada pada kondisi yang rawan pangan. Keadaan produksi kedelai tahun 2000 lebih kecil dari konsumsi kedelai yang berarti hipotesis ketiga diterima.

Pada 2001 terdapat defisit produksi kedelai sebesar 29.369 ton dengan rasio antara produksi kedelai dengan konsumsi kedelai adalah sebesar 0,26 atau 1:3,37 yang menunjukkan bahwa ketahanan pangan terhadap kedelai pada tahun 2001 berada pada kondisi yang rawan pangan. Keadaan produksi kedelai tahun 2001 lebih kecil dari konsumsi kedelai yang berarti hipotesis ketiga diterima.

Pada tahun 2002 terdapat defisit produksi kedelai sebesar 33.864 ton dengan rasio antara produksi kedelai dengan konsumsi kedelai adalah sebesar 0,23 atau 1:4,32 ini menunjukkan bahwa ketahanan pangan terhadap

kedelai pada tahun 2002 berada pada kondisi yang rawan pangan. Keadaan produksi kedelai tahun 2002 lebih kecil dari konsumsi kedelai yang berarti hipotesis ketiga diterima.

Pada tahun 2003 terdapat defisit produksi kedelai sebesar 20.733 ton dengan rasio antara produksi kedelai dengan konsumsi kedelai adalah sebesar 0,33 atau 1:2,98 ini menunjukkan bahwa ketahanan pangan terhadap kedelai pada tahun 2003 berada pada kondisi yang rawan pangan. Keadaan produksi kedelai tahun 2003 lebih kecil dari konsumsi kedelai yang berarti hipotesis ketiga diterima.

Pada tahun 2004 terdapat defisit produksi kedelai sebesar 29.079 ton dengan rasio antara produksi kedelai dengan konsumsi kedelai adalah sebesar 0,29 atau 1:3,35 ini menunjukkan bahwa ketahanan pangan terhadap kedelai pada tahun 2003 berada pada kondisi yang rawan pangan. Keadaan produksi kedelai tahun 2003 lebih kecil dari konsumsi kedelai yang berarti hipotesis ketiga diterima.

Pada tahun 2005 terdapat defisit produksi kedelai sebesar 39.407 ton dengan rasio antara produksi kedelai dengan konsumsi kedelai adalah sebesar 0,28 atau 1:3,49 ini menunjukkan bahwa ketahanan pangan terhadap kedelai pada tahun 2005 berada pada kondisi yang rawan pangan. Keadaan produksi kedelai tahun 2005 lebih kecil dari konsumsi kedelai yang berarti hipotesis ketiga diterima.

Pada tahun 2006 terdapat defisit produksi kedelai sebesar 49.537 ton dengan rasio antara produksi kedelai dengan konsumsi kedelai adalah sebesar 0,12 atau 1:8,03 ini menunjukkan bahwa ketahanan pangan terhadap

kedelai pada tahun 2006 berada pada kondisi yang rawan pangan. Keadaan produksi kedelai tahun 2006 lebih kecil dari konsumsi kedelai yang berarti hipotesis ketiga diterima.

Pada tahun 2007 terdapat defisit produksi kedelai sebesar 52.235 ton dengan rasio antara produksi kedelai dengan konsumsi kedelai adalah sebesar 0,07 atau 1:13,02 ini menunjukkan bahwa ketahanan pangan terhadap kedelai pada tahun 2007 berada pada kondisi yang rawan pangan. Keadaan produksi kedelai tahun 2007 lebih kecil dari konsumsi kedelai yang berarti

Pada tahun 2007 terdapat defisit produksi kedelai sebesar 52.235 ton dengan rasio antara produksi kedelai dengan konsumsi kedelai adalah sebesar 0,07 atau 1:13,02 ini menunjukkan bahwa ketahanan pangan terhadap kedelai pada tahun 2007 berada pada kondisi yang rawan pangan. Keadaan produksi kedelai tahun 2007 lebih kecil dari konsumsi kedelai yang berarti

Dokumen terkait