• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.2. Landasan Teori

2.2.6 Rasio

Rasio digunakan dibidang pendidikan dan kehidupan sehari-hari untuk membandingkan beberapa angka atau kuantitas. Rasio paling sederhana hanya membandingkan dua angka, tetapi bisa juga membandingkan tiga angka atau lebih. Dengan memahami relasi antara angka yang satu dengan angka yang lain, rasio akan sangat membantu dalam kehidupan sehari-hari, misalnya rumus kimia dapat diduplikasikan atau resep masakan bisa disesuaikan dengan kebutuhan (Wagiman, 1994).

Rasio bisa diartikan sama dengan “dibanding dengan” yang merupakan perbandingan antara dua kuantitas yaitu kuantitas pembilang dan kuantitas penyebut. Kedua kuantitas tersebut dibandingkan tidak harus memiliki sifat atau

ciri yang sama. Rasio juga bisa diartikan sebagai frekuensi relatif dari suatu sifat tertentu dibandingkan dengan frekuensi dari sifat lain.

Perbandingan adalah istilah matimatika untuk membandingkan dua objek atau lebih. Menurut Asrofi (2014), rasio adalah perbandingan antara dua besaran atau lebih. Dalam menghitung rasio harus menggunakan satuan yang sama, apabila terdapat perbedaan maka harus dilakukan penyamaan satuan terlebih dahulu. Secara umum rasio dilambangkan dengan a/b atau a:b dimana b ≠ 0.

Misalnya rasio 15 dari 105 adalah 15/105 = 1/7 = 1:7.

Cara menghitung perbandingan atau rasio adalah ekspresi matematika yang membandingkan dua angka atau lebih. Rasio bisa digunakan untuk membandingkan beberapa angka atau nilai absolut atau untuk menunjukkan porsi tertentu dari jumlah keselurhan (Wagiman, 1994).

2.3. Penelitian Terdahulu

Karni (2013), Analisis Time Series Produksi dan Konsumsi Pangan Ubi Kayu dan Ubi Jalar di Sumatera Utara, menyimpulkan: (1) Kondisi produksi serta produktivitas ubi kayu dan ubi jalar di Sumatera Utara (1996-2010) mengalami kondisi yang fluktuatif, namun masih mengarah kepada peningkatan.

Akan tetapi pertumbuhan produksi ubi jalar masih lebih rendah jika dibandingkan dengan produksi ubi kayu. (2) Kondisi konsumsi ubi kayu dan ubi jalar di Sumatera Utara (1996-2010) juga mengalami kondisi yang fluktuatif dan masih mengarah kepada peningkatan hanya saja peningkatan konsumsi ubi jalar setiap tahunnya masih lebih rendah daripada konsumsi ubi kayu. (3) Produksi dan konsumsi ubi kayu diramalkan atau diproyeksikan mengalami peningkatan atau trend yang menaik. Sedangkan peramalan atau proyeksi ubi jalar meningkat

namun untuk konsumsi ubi jalar berbanding terbalik dimana konsumsi ubi jalar mengalami penurunan atau trend yang menurun. (4) Alternatif kebijakan pangan yang dapat dilakukan pemerintah adalah melakukan diversifikasi pangan berbasis umbi-umbian dari sisi produksi dan konsumsi.

Lubis (2008), Analisis Time Series Konsumsi Beras dan Jagung Sumatera Utara, menyimpulkan: (1) Kondisi konsumsi beras dan jagung Sumatera Utara (1991-2005) cenderung meningkat setiap tahunnya. Namun,peningkatan konsumsi beras tersebut masih lebih besar daripada konsumsi jagung.(2) Produksi dan produktivitas beras Sumatera Utara (1991-2005) cenderung tetap meningkat, namun dengan selisih yang tidak jauh berbeda setiap tahunnya.

Sedangkan untuk produksi dan produktivitas jagung Sumatera Utara (1991-2005) terus mengalami peningkatan setiap tahunnya. (3) Berdasarkan hasil peramalan, maka tahun 2010-2020 mendatang, produksi beras dan jagung Sumatera Utara diperkirakan dapat terus meningkat, namun pertambahan produksi beras lebih rendah daripada jagung setiap tahunnya. Serta diperkirakan bahwa konsumsi beras penduduk Sumatera Utara akan terus meningkat, sedangkan konsumsi jagung penduduk Sumatera Utara akan menurun. (4) Alternatif kebijakan pangan yang dapat diupayakan yakni diversifikasi pangan, dalam hal ini khususnya dari segi konsumsi pangan. Khususnya, penggantian pola konsumsi pangan pokok dari beras manjadi bahan pangan lainnya, yakni jagung. Namun, alangkah baiknya bila pangan yang dimakan tetap beragam.

Yanti (2016), Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Produksi dan Konsumsi Kedelai di Sumatera Utara, menyimpulkan: (1) Produksi kedelai di Sumatera Utara secara agregat dipengaruhi nyata oleh luas panen, tenaga kerja dan nilai

tukar. Produksi kedelai di Sumatera Utara secara parsial tidak dipengaruhi nyata luas panen kedelai dan tenaga kerja. Produksi kedelai di Sumatera Utara secara parsial tidak dipengaruhi nyata oleh harga pupuk. (2) Konsumsi kedelai di Sumatera Utara secara agregat dipengaruhi nyata oleh harga kedelai impor, jumlah penduduk, pendapatan dan nilai tukar. Konsumsi kedelai di Sumatera Utara secara parsial tidak dipengaruhi nyata oleh harga kedelai impor, jumlah penduduk, pendapatan dan nilai tukar. (3) Rasio produksi dan konsumsi kedelai di Sumatera Utara mengalami fluktuasi di tahun 2004-2013.

2.4. Kerangka Pemikiran

Kedelai merupakan kebutuhan pokok yang merupakan sumber kalori utama sehingga produksi kedelai sangat penting dan selalu dimanfaatkan bagi kehidupan manusia. Kebutuhan akan konsumsi kedelai meningkat pesat setiap tahunnya. Sebagian besar produksi kedelai diolah menjadi bahan pangan yang siap dikonsumsi oleh masyarakat, baik secara langsung maupun tidak langsung seperti tempe, tahu, kecap dan lainnya.

Dengan adanya data produksi dan konsumsi kedelai pada tahun 1999-2013 maka dapat dilihat perbandingan antara produksi dan konsumsinya. Trend produksi dan konsumsi kedelai di Provinsi Sumatera Utara juga dapat dilihat pada tahun tersebut. Kemudian dari data tersebut, dapat diproyeksikan atau diramalkan produksi dan konsumsi kedelai untuk tahun yang akan datang. Dari hasil proyeksi dapat diketahui kondisi kebutuhan kedelai pada masa mendatang, yakni tahun 2017-2026.Secara sistematis kerangka pemikiran dapat dilihat pada Gambar 2.3.

Gambar 2.3. Skema Kerangka Pemikiran Analisis Forecasting dan Rasio Produksi dan Konsumsi Kedelai di Provinsi Sumatera Utara

Gambaran Kondisi Kebutuhan Kedelai Pada

Masa Mendatang Trend Produksi Kedelai

(1999-2013)

Proyeksi Produksi Kedelai Tahun 2017-2026

Proyeksi Konsumsi Kedelai Tahun 2017-2026 Kedelai

TrendKonsumsi Kedelai (1999-2013)

Keterangan:

: Menyatakan perbandingan : Menyatakan pengaruh

Rasio Produksi dan Konsumsi Kedelai Produksi Kedelai

(1999-2013)

Konsumsi Kedelai (1999-2013)

2.5 Hipotesis Penelitian

Sesuai dengan landasan teori yang telah disusun, diperoleh hipotesis penelitian sebagai berikut:

1. (a). Produksi kedelai di Provinsi Sumatera Utara (1999-2013) mengalami trend negatif.

(b). Konsumsi kedelai di Provinsi Sumatera Utara (1999-2013) mengalami trend positif.

2. Terdapat rasio antara produksi kedelai yang lebih kecil dari konsumsi kedelai di Provinsi Sumatera Utara pada tahun 1999-2013.

3. (a). Proyeksi produksi kedelai diProvinsiSumatera Utara (2017-2026) mengalami trend negatif.

(b). Proyeksi konsumsi kedelai diProvinsiSumatera Utara (2017-2026) mengalami trendpositif.

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3.1.Metode Penentuan Lokasi Penelitian

Penentuan lokasi penelitian dengan menggunakan metode purposiveatau secara sengaja. Penelitian ini dilakukan di Provinsi Sumatera Utara yang terdiri dari 25 kabupaten dan 8 kota dengan pertimbangan bahwa Provinsi Sumatera Utara termasuk sebagai sentra produksi pangan yang diteliti serta memliki populasi penduduk yang cukup besar.

3.2.Metode Penentuan Sampel

Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data times series dengan range tahun 1999-2013 yang dianalisis dengan alat bantuan program SPSS (Statistical Package for Sosial Science) dan berupa data sekunder.

3.3.Metode Pengumpulan Data

Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini adalah menggunakan data sekunder. Menurut Sugiyono (2010), sumber data sekunder merupakan sumber data yang tidak langsung memberikan data kepada pengumpul data misalnya melalui orang lain atau melalui dokumen. Penelitian dilakukan dengan menggunakan jenis data sekunder yang diperoleh peneliti dari Badan Ketahanan Pangan, Biro Pusat Statistik, serta berbagai literatur-literatur yang berhubungan dengan penelitian ini.

3.4.Metode Analisis Data

Metode penelitian menurut Supriana (2015), adalah cara-cara melakukan penelitian dengan menggambarkan serta menginterpretasikan suatu objek berdasarkan fakta secara ilmiah.

Untuk membuktikan hipotesis 1 (a) dan (b), yakni untuk mengetahui

trend produksi dan konsumsi kedelai di Provinsi Sumatera Utara pada tahun 1999-2013, digunakan analisis deskriptif yakni berupa penyajian data time

series dengan grafik atau gambar dan penjelasan terhadap data dalam kurun waktu 1999-2013 yang diperoleh sesuai dengan kondisi sebenarnya.

Menurut Sugiyono (2004), analisis deskriptif adalah statistik yang digunakan untuk menganalis data dengan cara mendeskripsikan atau menggambarkan data yang telah terkumpul sebagaimana adanya tanpa bermaksud membuat kesimpulan yang berlaku untuk umum atau generalisasi.

Hasan (2001), menjelaskan bahwa statistik deskriptif adalah bagian dari statistik yang mempelajari cara pengumpulan data dan penyajian data sehingga mudah dipahami. Statistik deskriptif hanya berhubungan dengan hal menguraikan atau memberikan keterangan-keterangan mengenai suatu keadaan. Statistik deskriptif berfungsi menerangkan keadaan, gejala atau persoalan. Penarikan kesimpulan pada statistik deskriptif (jika ada) hanya ditujukan pada kumpulan data yang ada.

Untuk membuktikan hipotesis 2, yakni untuk mengetahui rasio produksi dengan konsumsi kedelai di Provinsi Sumatera Utara pada tahun 1993-2013,dilakukananalisis deskriptif menggunakan pendekatanrasio produksi kedelai dengan konsumsi kedelai.

Menurut Asrofi (2014), rasio adalah perbandingan antara dua besaran atau lebih. Dalam menghitung rasio harus menggunakan satuan yang sama, apabila terdapat perbedaan maka harus dilakukan penyamaan satuan terlebih dahulu.

Secara umum rasio dilambangkan dengan a/b atau a:b dimana b ≠ 0. Misalnya rasio 15 dari 105 adalah 15/105 = 1/7 = 1:7.

Berdesarkan penjelasan Asrofi (2014), maka dapat ditarik kesimpulan bahwa untuk mencari rasio produksi kedelai dengan konsumsi kedelai di Provinsi Sumatera Utara adalah sebagai berikut:

Dimana:

RQiQj = Rasio produksi dengan konsumi kedelai (ton) Qi = Produksi kedelai (ton)

Qj = Konsumsi kedelai (ton)

Untuk membuktikan hipotesis 3 (a) dan (b),yakniuntuk mengetahui

proyeksi produksi dan konsumsi kedelai di Provinsi Sumatera Utara untuk tahun 2017-2026, dilakukan analisis proyeksi atau Forecasting melalui Trend

(Gerak Jangka Panjang) dengan menggunakan Least SquaresMethod (metode kuadrat terkecil) melalui program SPSS yang menggunakan Regresi Linier Sederhana.Dalam Pasaribu (1981) persamaan garis trend linier dapat dibentuk sebagai berikut:

y = a + bx RQiQj = Qi / Qj

Nilai-nilai a dan b dapat dihitung dengan menggunakan rumus:

y =Nilai trend untuk variabel tak bebas a = Koefisien intercept

b = Koefisien regresi dari x

x = Tahun yang diramalkan (dinotasikan dengan angka) n = jumlah data

Dalam penelitian ini yang menjadi variabel tak bebasnya adalah produksi kedelai yang dilambangkan dengan Qi dan konsumsi kedelai yang dilambangkan dengan Qj

Dimana:

Q

, sehingga garis trend linier untuk produksi dan konsumsi kedelai dapat dibentuk sebagai berikut:

i = Produksi kedelai (ton) Qj

Menurut Supranto (1989), metode Least Square (kuadrat terkecil) merupakan metode yang paling sering digunakan untuk meramalkan y,karena

= Konsumsi kedelai (ton) a = Koefisien intercept b = Koefisien regresi dari x

x = Tahun yang diramalkan (dinotasikan dengan angka)

Qj = a + bx Qi = a + bx

perhitungannya lebih teliti. Untuk melakukan perhitungan diperlukan nilai variabel waktu (x), jumlah nilai variabel waktu adalah nol atau ∑x=0. Maka rumus untuk mencari a dan b dapat dirubah menjadi:

a = y dan b = ∑ xy∑ x2

Setelah persamaan garis trend yang linier tersusun, kemudian dapat diramalkan garis trend linier untuk masa mendatang dengan persamaan berikut:

Dimana:

Qi* = Produksi kedelai untuk tahun yang diramalkan (ton) Qj

3.5.Definisi dan Batasan Operasional

* = Konsumsi kedelai untuk tahun yang diramalkan (ton) a = Koefisien intercept

b = Koefisien regresi dari x

x* = Tahun yang diramalkan (dinotasikan dengan angka)

Menurut Ibrahim (2009), melalui proyeksi dengan analisis trend dapat diperkirakan apa yang akan terjadi di masa yang akan datang apabila tidak ada intervensi terhadap kecenderungan yang ada saat ini.

3.5.1 Definisi

1. Time series adalah jumlah produksi dan konsumsi kedelai di Provinsi Sumatera Utara yang berurutan selama 15 tahun yakni dari tahun 1999-2013.

2. Kedelai adalah salah satu tanaman polong-polongan yang menjadi bahan dasar banyak makanan.

3. Produksi kedelai adalah kapasitas atau kuantitas kebutuhan akan kedelai yang tersedia untuk dikonsumsi di Provinsi Sumatera Utara.

Qj* = a + bx*

Qi* = a + bx*

4. Konsumsi kedelai adalah jumlah kedelai yang dimakan oleh masyarakat maupun industri di Provinsi Sumatera Utara dengan tujuan memenuhi kebutuhan.

5. Trend produksi kedelai adalah gerakan dan data deret berkala produksi kedelai di Provinsi Sumatera Utara selama 15 tahun.

6. Trend konsumsi kedelai adalah gerakan dan data deret berkala konsumsi kedelai di Provinsi Sumatera Utara selama 15 tahun.

7. Proyeksi produksi kedelai adalah suatu peramalan yang memperkirakan kondisi terhadap produksi kedelai di Provinsi Sumatera Utara dengan menggunakan data masa lalu.

8. Proyeksi konsumsi kedelai adalah suatu peramalan yangmemperkirakan kondisi terhadap komsumsi kedelai di Provinsi Sumatera Utara dengan menggunakan data masa lalu.

9. Rasio adalah perbandingan antara produksi dan konsumsi kedelai di Provinsi Sumatera Utara.

3.5.2 Batasan Operasional

1. Data yang diambil adalah data dalam kurun waktu tahun 1999 sampai 2013 meliputi produksi dan konsumsi kedelai di Provinsi Sumatera Utara.

2. Penelitian ini dilakukan dalam wilayah Provinsi Sumatera Utara.

3. Waktu penelitian dimulai tahun 2016-2017.

BAB IV

DESKRIPSI WILAYAH

4.1. Letak dan Keadaan Geografis Provinsi Sumatera Utara

Provinsi Sumatera Utara berada di bagian barat Indonesia, terletak pada garis 10-40 Lintang Utara dan 980-1000

Luas daratan Provinsi Sumatera Utara 72.981,23 km

Bujur Timur. Letak geografis Provinsi Sumatera Utara berada pada jalur strategis pelayaran Internasional Selat Malaka yang dekat dengan Singapura, Malaysia dan Thailand. Secara administratif Provinsi ini berbatasan dengan daerah perairan dan laut serta dua provinsi lain dengan batas wilayah sebagai berikut:

- Utara : berbatasan dengan Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam.

- Timur : berbatasan dengan Negara Malaysia di Selat Malaka - Selatan : berbatasan dengan Provinsi Riau dan Sumatera Barat.

- Barat : berbatasan dengan Samudera Hindia.

2, sebagian besar berasa di daratan Pulau Sumatera dan sebagian kecil berasa di Pulau Nias, Pulau-Pulau Batu, serta beberapa pulau kecil baik dibagian barat maupun dibagian timur pantai Pulau Sumatera. Provinsi Sumatera Utara merupakan provinsi terluas ke-7 di Indonesia. Berdasarkan luas daerah menurut kabupaten/kota di Sumatera Utara, luas daerah terbesar adalah Kabupaten Langkat dengan luas 6.262,00 km2 atau sekitar 8,58% dari total luas Sumatera Utara, diikuti Kabupaten Mandailing Natal dengan luas 6.134,00 km2 atau 8,40% dari total luas Sumatera Utara, kemudian Kabupaten Tapanuli Selatan dengan luas 6.030,47 km2 atau sekitar 8,26% dari total luas Sumatera Utara. Sedangkan luas daerah terkecil adalah Kota Tebing

Tinggi dengan luas 31,00 km2

1. Pantai Barat meliputi: Kabupaten Nias, Kabupaten Nias Utara, Kabupaten Nias Barat, Kabupaten Mandailing Natal, Kabupaten Tapanuli Selatan, Kabupaten Padang Lawas, Kabupaten Padang Lawas Utara,

atau sekitar 0,04% dari total luas Sumaetra utara.

Provinsi Sumatera Utara memiliki 162 pulau, yaitu 6 pulau di Pantai Timur dan 156 pulau di Pantai Barat. Provinsi Sumatera Utara terdiri dari 25 kabupaten dan 8 kota dengan 421 kecamatan yang meliputi 653 kelurahan dan 5.175 desa.

4.2. Kondisi Iklim dan Topografi

Karena terletak dekat garis khatulistiwa, Provinsi Sumatera Utara tergolong ke dalam daerah beriklim tropis. Ketinggian permukaan daratan Provinsi Sumatera Utara sangat bervariasi, sebagian daerahnya datar, hanya beberapa meter di atas permukaan laut, beriklim cukup panas bisa mencapai 34˚C sebagian daerah berbukit dengan kemiringan yang landai, beriklim sedang dan sebagian lagi berada pada dearah ketinggian yang suhu minimalnya bisa mencapai 15˚C.

Sebagaimana Provinsi lainnya di Indonesia, Provinsi Sumatera Utara mempunyai musim kemarau dan musim penghujan. Musim kemarau biasanya terjadi pada bulan Januari sampai dengan bulan Juli dan musim penghujan biasanya terjadi pada bulan Agustus sampai dengan bulan Desember, diantara kedua musim itu terdapat musim pancaroba. Kelembaban udara rata-rata 78%-91% dengan curah hujan 800-4000 mm/tahun dan penyinaran matahari 43%.

Berdasarkan topografinya, wilayah Provinsi Sumatera Utara dibagi atas 3 daerah yaitu:

KabupatenTapanuli Tengah, Kabupaten Nias Selatan, Kota Padang Sidempuan, Kota Sibolga dan Kota Gunung Sitoli.

2. Dataran Tinggi meliputi: Kabupaten Tapanuli Utara, Kabupaten Toba Samosir, Kabupaten Simalungun, Kabupaten Dairi, Kabupaten Karo, Kabupaten Humbang Hasundutan, Kabupaten Pakpak Bharat dan Kota Pematang Siantar.

3. Pantai Timur meliputi: Kabupaten Labuhanbatu, Kabupaten Labuhanbatu Utara, Kabupaten Labuhanbatu Selatan, Kabupaten Asahan, Kabupaten Batu Bara, Kabupaten Deli Serdang, Kabupaten Langkat, Kabupaten Serdang Bedagai, Kota Tanjung Balai, Kota Tebing Tinggi, Kota Medan dan Kota Binjai.

4.3. Kondisi Demografi

Berdasarkan hasil SUPAS (Survei Penduduk Antar Sensus) 2015 yang dilaksanakan pada bulan Mei 2015, jumlah penduduk Provinsi Sumatera Utara tercatat sebanyak 13.923.262 jiwa. Angka ini menunjukkan peningkatan jika

dibandingkan hasil Sensus Penduduk periode sebelumnya, yaitu sebesar 8.360.894 jiwa pada tahun 1980, kemudian meningkat menjadi 10.256.027 jiwa pada tahun 1990, sebesar 11.513.973 jiwa tahun 2000 dan akhirnya meningkat menjadi 12.982.204 jiwa pada Sensus

Penduduk 2010. Secara nasional jumlah penduduk Provinsi Sumatera

Utara merupakan yang terbesar keempat setelah Provinsi Jawa Barat (46.668.214 jiwa), Provinsi Jawa Timur (38.828.061 jiwa) dan

Provinsi Jawa Tengah (33.753.023 jiwa).

Tabel. 4.1. Luas Wilayah, Jumlah Penduduk, dan Kepadatan PendudukMenurut Kabupaten/Kota Tahun 2015

Kabupaten/Kota Luas Wilayah Jumlah Penduduk

02. Mandailing Natal 6.134,00 430.894 70

03. Tapanuli Selatan 6.030,47 275.098 46

04. Tapanuli Tengah 2.188,00 350.017 160

05. Tapanuli Utara 3.791,64 293.399 77

06. Toba Samosir 2.328,89 179.704 77

07. Labuhanbatu 2.156,02 462.191 214

08. Asahan 3.702,21 706.283 191

09. Simalungun 4.369,00 849.405 194

10. Dairi 1.927,80 279.090 145

11. Karo 2.127,00 389.591 183

12. Deli Serdang 2.241,68 2.029.308 905

13. Langkat 6.262,00 1.013.385 162

14. Nias Selatan 1.825,20 308.281 169

15. Humbang Hasundutan 2.335,33 182.991 78

16. Pakpak Bharat 1.218,30 45.516 37

17. Samosir 2.069,05 123.789 60

18. Serdang Bedagai 1.900,22 608.691 320

19. Batu Bara 922,20 400.803 435

20. Padang Lawas Utara 3.918,05 252.589 64

21. Padang Lawas 3.892,74 258.003 66

22. Labuhanbatu Selatan 3.596,00 313.884 87

23. Labuhanbatu Utara 3.570,98 351.097 98

24. Nias Utara 1.202,78 133.897 111

25. Nias Barat 473,73 84.917 179

Kota

1. Sibolga 41,31 86.519 2.094

2. Tanjung Balai 107,83 167.012 1.549

3. Pematang Siantar 55,66 247.411 4.445

4. Tebing Tinggi 31,00 156.815 5.059

5. Medan 265,00 2.210.624 8.342

6. Binjai 59,19 264.687 4.472

7. Padang Sidimpuan 114,66 209.796 1.830

8. Gunungsitoli 280,78 135.995 484

Sumatera Utara 72.981,23 13.937.797 191

Sumber: Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi Sumatera Utara, 2016

Pada Tabel 4.1 diatas, dapat dilihat bahwa pada tahun 2015 total luas wilayah Provinsi Sumatera Utara adalah 72.981,23 km2. Kabupaten Langkat merupakan wilayah terluas di Provinsi Sumatera Utara dengan luas sebesar 6.262 km2 atau 8,58% dari luas Provinsi Sumatera Utara dan Kota Tebing Tinggi merupakan wilayah terkecil di Provinsi Sumatera Utara dengan luas 31 km2 atau 0,04% dari luas Provinsi Sumatera Utara. Total jumlah penduduk di Provinsi Sumatera Utara pada tahun 2015 adalah sebesar 13.937.797 jiwa. Kota Medan memiliki jumlah penduduk yang terbesar di antara kabupaten/kota yang ada di Provinsi Sumatera Utara, yaitu 2.210.624 jiwa atau 15,86% dari jumlah penduduk di Provinsi Sumatera Utara sedangkan Pakpak Bharat merupakan kabupaten dengan jumlah penduduk terkecil yaitu 45.516 jiwa atau 0,32% dari jumlah penduduk di Provinsi Sumatera Utara. Provinsi Sumatera Utara memiliki kepadatan penduduk sebesar 191 jiwa/km2. Kepadatan penduduk terbesar di wilayah Provinsi Sumatera Utara adalah Kota Medan yaitu 8.342 jiwa/km2 yang kemudian di susul oleh Kota Tebing Tinggi yaitu 5.059 jiwa/km2. Kepadatan penduduk terkecil di wilayah Provinsi Sumatera Utara adalah Kabupaten Pakpak Bharat yaitu 37 jiwa/km2 yang kemudian di susul oleh Kabupaten Tapanuli Selatan yaitu 46 jiwa/km2

Tabel 4.2. Jumlah Penduduk Miskin Kabupaten/Kota Tahun 2010-2015 .

Kabupaten/

Kota

Jumlah Penduduk Miskin (000) (Jiwa)

2010 2011 2012 2013 2014 2015

Lanjutan Tabel 4.2.

Kabupaten/

Kota

Jumlah Penduduk Miskin (000) (Jiwa)

2010 2011 2012 2013 2014 2015 Sumatera Utara 1477.10 1421.44 1400.45 1416.37 1360.60 1463.66 Sumber: Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi Sumatera Utara, 2016

Pada Tabel 4.2 dapat dilihat bahwa jumlah penduduk miskin di Provinsi Sumatera Utara berfluktuasi dari tahun 2010-2015. Jumlah penduduk miskin terbanyak terjadi pada tahun 2010 yaitu 1.477.100 jiwa. Jumlah penduduk miskin dari tahun 2010 mengalami penurunan menjadi 1.400.450 jiwa pada tahun 2012.

Jumlah penduduk miskin pada tahun 2013 mengalami peningkatan hingga tahun 2015 menjadi 1.463.660 jiwa atau 10,5% dari jumlah penduduk Provinsi

Sumatera Utara. Dari seluruh kabupaten dan kota di Provinsi Sumatera Utara, Kota Medan merupakan kota dengan jumlah penduduk miskin terbanyak sedangkan Kabupaten Pakpak Bharat merupakan kabupaten dengan jumlah penduduk miskin yang paling sedikit pada 2010-2015. Pada tahun 2015, Kota Medan memiliki jumlah penduduk miskin terbanyak yaitu 207.500 jiwa atau 9,38% dari jumlah penduduk Kota Medan dan 1,48% dari jumlah penduduk Provinsi Sumatera Utara, kemudian diikuti oleh Kabupaten Langkat dengan jumlah penduduk miskin sebesar 114.190 jiwa atau 11,26% dari jumlah penduduk Kabupaten Langkat dan 0,81% dari jumlah penduduk Provinsi Sumatera Utara.

Kabupaten Pakpak Bharat memiliki jumlah penduduk miskin paling sedikit yaitu 5.120 jiwa atau 11,24% dari jumlah penduduk Kabupaten Pakpak Bharat dan 0,03% dari jumlah penduduk Provinsi Sumatera Utara, kemudian diikuti oleh Kota Sibolga dengan jumlah penduduk miskin sebesar 11.640 jiwa atau 13,45%

dari jumlah penduduk Kota Sibolga atau 0,08% dari jumlah penduduk Provinsi Sumatera Utara.

4.4. Deskripsi Variabel

4.4.1 Produksi Kedelai Provinsi Sumatera Utara

Provinsi Sumatera Utara adalah salah termasuk salah satu sentra produksi kedelai. Keadaan produksi kedelai di Provinsi Sumatera Utara dalam kurun waktu 15 tahun yakni pada tahun 1999-2013 dapat dilihat pada Tabel 4.3.

Tabel 4.3. Luas Panen, Produksi dan Rata-Rata Produksi Kedelai Provinsi Sumatera Utara Tahun 1999-2013

Tahun Luas Panen

Rataan 10.237,26 11.197,26 10,97

Sumber: Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi Sumatera Utara, 2016

Berdasarkan Tabel 4.3 terlihat bahwa jumlah produksi kedelai Provinsi Sumatera Utara tertinggi di sepanjang tahun 1999-2013 terjadi pada tahun 1999 sebesar 28.817 ton dengan luas lahan 27.171 hektare dan rata-rata produksi 10,61 kwintal per hektare. Jumlah produksi terendah terjadi pada tahun 2013 yaitu sebesar 3.229 ton dengan luas lahan 3.126 hektare dan rata-rata produksi 10,33 kwintal per hektare. Jumlah tersebutmenurun sebesar 2.190 ton atau mengalami

penurunan sebesar 40,41%dibandingkan produksi tahun 2012 yang mencapai produski sebesar 5.419 ton dengan luas panen 5.475 hektare. Penurunan produksi kedelai disebabkan oleh penurunan luas panen seluas 2.349 hektare atau 42,9%

dari luas panen sebelumnya pada tahun 2012. Pada tahun 2013, hasil per hektare kedelai naik sebesar 0,43 kwintal per hektare atau 4,34% dari 9,90 kwintal per hektare menjadi 10,33 kwintal per hektare.Total produksi kedelai di Provinsi Sumatera Utara dalam kurun waktu 1999-2013 adalah 167.959 ton dengan rata-rata per tahunnya adalah 11.197,26 ton.

Tabel 4.4. Luas Panen, Produksi dan Rata-Rata Produksi Kedelai Menurut Kabupaten/Kota Tahun 2015

Kabupaten/Kota Luas Panen (Ha)

Lanjutan Tabel 4.4.

Sumber: Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi Sumatera Utara, 2016

Berdasarkan Tabel 4.4 dapat dilihat bahwa Provinsi Sumatera Utara pada tahun 2015 memiliki produksi kedelai sebanyak 6.549 ton dengan luas lahan 5.303 dan rata-rata produksi kedelai sebanyak 12,35 kwintal per hektare.

Kabupaten Deli Serdang merupakan kabupaten dengan produksi kedelai tertinggi yaitu 1.570 ton dengan luas lahan 1.081 dan rata-rata produksi kedelai sebanyak 14,52 kwintal per hektare, kemudian di susul Kabupaten Langkat dengan produksi kedelai yaitu 1.212 ton dengan luas lahan 839 hektare dan rata-rata produksi kedelai sebanyak 14,45 kwintal per hektare.

4.4.2 Konsumsi Kedelai Provinsi Sumatera Utara

Kedelai yang kaya akan protein berperan sebagai sumber protein nabati yang sangat penting dalam rangka peningkatan gizi masyarakat, karenaselain aman bagi kesehatan juga sebagai sumber protein yang paling murah di dunia dibandingkan dengan sumber protein lainnya. Keadaan konsumsi kedelai di

Sumatera Utara dalam kurun waktu 15 tahun yakni pada tahun 1999-2013 terlihat pada tabel 4.5.

Tabel 4.5. Konsumsi Kedelai Provinsi Sumatera Utara Tahun 2001-2015

Tahun Konsumsi Kedelai

(Ton)

Sumber: Badan Ketahanan Pangan (BKP) Provinsi Sumatera Utara, 2016

Berdasarkan Tabel 4.5 dapat dilihat bahwa konsumsi kedelai Provinsi Sumatera Utara tertinggi terjadi pada tahun 2013 yaitu 61.316 ton dan terendah terjadi pada tahun 2003 yaitu 31.199 ton. Rata-rata konsumsi kedelai pada tahun 1999-2013 adalah sebesar 49.734,33 ton.

Berdasarkan Tabel 4.5 dapat dilihat bahwa konsumsi kedelai Provinsi Sumatera Utara tertinggi terjadi pada tahun 2013 yaitu 61.316 ton dan terendah terjadi pada tahun 2003 yaitu 31.199 ton. Rata-rata konsumsi kedelai pada tahun 1999-2013 adalah sebesar 49.734,33 ton.

Dokumen terkait