• Tidak ada hasil yang ditemukan

Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan

Dalam dokumen HUKUM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN (Halaman 104-109)

BAB II PENENTUAN LAHIRNYA HAK ATAS TANAH DAN

A. Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan

1. Pengertian Pajak dan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan

Menurut Kamus Hukum121 , pajak adalah pungutan wajib, biasanya berupa uang yang harus dibayar oleh penduduk sebagai sumbangan wajib kepada Negara atau pemerintah sehubungan dengan pendapatan, pemilikan, harga beli barang, dan sebagainya.

Di samping itu ada beberapa ilmuwan yang merumuskan pajak antara lain :

a. Prof. DR. H. Rochmat Soemitro, SH.122

Pajak adalah iuran rakyat kepada kas Negara berdasarkan Undang – Undang (yang dapat dipaksakan) dengan tiada mendapat jasa timbal balik (kontraprestasi) yang langsung dapat ditunjukkan dan yang digunakan untuk membayar pengeluaran umum.

b. DR. Soeparman Soemahamidjaja.123

Pajak adalah iuran wajib, berupa uang atau barang, yang dipungut oleh penguasa berdasarkan norma – norma hukum, guna menutup biaya produksi barang – barang dan jasa – jasa kolektif dalam mencapai kesejahteraan umum.

c. Prof.Dr.P.J.J.Adriani.

121Sudarsono, Kamus Hukum, (Jakarta: PT. Rineka Cipta, 2005),hal. 336.

122Mardiasmo, Perpajakan Edisi Revisi, (Yogyakarta :ANDI, 2000), hal. 1.

123Santoso Brotodiharjo, Pengantar Ilmu Hukum Pajak,, (Bandung :PT. Refika Aditama,1998), Hal. 5.

Pajak adalah iuran masyarakat kepada Negara (yang dapat dipaksakan yang terutang oleh yang wajib membayarnya menurut peraturan-peraturan umum (Undang-Undang) dengan tidak mendapat prestasi kembali yang langsung dapat ditunjuk dan yang gunanya adalah untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran umum berhubungan tugas Negara untuk menyelengarakan pemerintahan.

d. Pajak ditinjau dari segi hukum124

Pajak adalah perikatan yang timbul karena Undang–Undang yang mewajibkan seseorang yang memenuhi syarat – syarat yang ditentukan oleh undang–undang (Tatbestand) untuk membayar sejumlah uang kepada kas negara yang dapat dipaksakan, tanpa mendapatkan suatu imbalan yang secara langsung dapat ditunjuk, yang digunakan untuk membiayai pengeluaran–pengeluaran negara (rutin dan pembangunan) dan yang digunakan sebagai alat (pendorong atau penghambat) untuk mencapai tujuan di luar bidang keuangan.

Pengertian-pengertian yang tersebut di atas, dapat ditarik kesimpulan tentang ciri-ciri yang terdapat pada pengertian pajak antara lain sebagai berikut :

1. Adanya iuran masyarakat kepada Negara, yang berarti bahwa pajak hanya boleh dipungut oleh Negara (pemerintah pusat dan Daerah).

2. Pajak dipungut berdasarkan Undang-Undang. Asas ini sesuai dengan perubahan ketiga Undang-Undang Dasar 23 A yang menyatakan pajak dan pungutan lainnya yang bersifat memaksa untuk keperluan Negara diatur dalam Undang-Undang.

3. Tidak mendapat jasa timbal balik (kontraprestasi perseorangan) yang ditunjuk secara langsung. Misalnya, orang yang taat membayar pajak kendaraan akan melalui jalan yang sama kualitasnya dengan orang yang tidak membayar pajak kendaraan.

124Rochmat Soemitro, Pengantar Singkat Hukum Pajak, (Bandung: Eresco,1992) ,hal. 12

4. Pemungutan pajak dapat dipaksakan. Pajak dapat dipaksakan apabila wajib pajak tidak memenuhi kewajiban perpajakan dan dapat dikenakan sanksi sesuai peraturan perundang-undangan.

5. Pemungutan pajak diperuntukkan bagi keperluan pembiayaan umum dan pemerintah dalam rangka menjalankan fungsi pemerintahan, baik rutin maupun pembangunan. Apabila ada kelebihan hasil pajak untuk membiayai pengeluaran pemerintah (baik pengeluaran rutin maupu pembangunan, sisanya akan digunakan untuk public investment).

6. Pajak dipungut karena adanya suatu keadaan, kejadian dan perbuatan yang memberikan kedudukan tertentu pada seseorang.

Pendekatan pajak dari segi hukum disebut hukum pajak. Pendekatan ini lebih menitikberatkan pada segi hukumnya, juga pada hubungan hukumnya, sehingga pajak dilihat dari segi hak dan kewajiban, siapa yang berhak memungut pajak, apa kewajiban pemungut pajak terhadap wajib pajak, siapa wajib pajak, apa hak dan kewajiban wajib pajak terhadap fiscus (pemungut pajak), bagaimana cara pemungutan pajak, apa sanksi-sanksi yang terdapat dalam hukum pajak, apa arti sanksi administratif dan apa sanksi pidana.125

Pendekatan dari segi hukum mencakup juga falsafah hukum pajak dan pembenaran (rechtvaardiging) pemungutan pajak. Oleh karena itu pajak dari segi hukum dapat didefenisikan perikatan yang timbul karena Undang-Undang (jadi dengan sendirinya) yang mewajibkan seseorang yang memenuhi syarat (Tatbestand)

125 Ibid.

yang ditentukan dalam Undang-Undang, untuk membayar suatu jumlah tertentu kepada negara (masyarakat) yang dapat dipaksakan dengan tiada mendapatkan imbalan yang secara langsung dapat ditunjuk, yang digunakan untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran negara (pengeluaran rutin dan pengeluaran pembangunan).126

Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) merupakan salah satu jenis pajak. Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan adalah pajak atas perolehan hak atas tanah dan bangunan. Yang dimaksud perolehan hak atas tanah dan atau bangunan adalah perbuatan atau peristiwa hukum yang mengakibatkan diperolehnya hak atas tanah dan atau bangunan oleh orang pribadi atau badan.127.

2. Sistem Pemungutan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan.

Sistem pelaksanaan pemungutan pajak yang dikenal yakni:128 a. Sistem Official Assessment (official assessment system)

Sistem Official Assessment adalah suatu sistem pemungutan pajak yang memberi wewenang kepada pemerintah (fiskus) untuk menentukan besarnya pajak terutang oleh wajib pajak. Ciri-ciri dari sistem ini adalah :

1) Wewenang untuk menentukan besarnya pajak terutang berada pada fiskus;

2) Wajib pajak bersifat pasif;

3) Utang pajak timbul setelah dikeluarkan surat ketetapan pajak oleh fiskus.

126 Ibid.

127Marihot Pahala, Pajak Daerah dan Retribusi Daerah Berdasarkan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, (Jakarta: Rajawali Pers,2013),hal.579

128Y.Sri Pudyatmoko, Pengantar Hukum Pajak, (Yogyakarta:ANDI,2004), hal 60-62.

Dalam sistem ini pihak fiscus masih cukup dominan untuk menghitung dan menetapkan utang pajak. Sistem ini umumnya diterapkan terhadap jenis pajak yang melibatkan masyarakat luas dimana masyarakat selaku subyek pajak/wajib pajak dipandang belum mampu untuk diserahi tangung jawab untuk menghitung dan menetapkan pajak, contohnya Pajak Bumi dan Bangunan. Kelemahan dari sistem pemungutan pajak ini adalah masyarakat kurang bertanggung jawab dalam memikul beban Negara yang pada hakikatnya adalah untuk kepentingan mereka sendiri dalam hidup bermasyarakat, bernegara, dan berpemerintahan.129 Hal itu terjadi disebabkan oleh ciri yang kedua yang telah disebutkan di atas, yaitu si wajib pajak bersifat pasif.

b. Sistem Self Assessment (Self Assessment System)

Suatu sistem pemungutan pajak yang memberi wewenang kepada wajib pajak untuk menentukan sendiri besarnya pajak yang terutang. Ciri-ciri dari sistem ini adalah :

1) Wewenang untuk menentukan besarnya pajak terutang ada pada wajib pajak sendiri;

2) Wajib pajak aktif, mulai dari menghitung, menyetor, dan, melaporkan sendiri pajak yang terutang;

3) Fiscus tidak ikut campur dan hanya mengawasi.

Sistem ini umumnya diterapkan pada jenis pajak dimana wajib pajaknya dipandang cukup mampu untuk diserahi tanggung jawab untuk menghitung dan

129 Rimsky K. Judisseno, Pajak dan strategi Bisnis (Suatu Tinjauan Tentang Kepastian Hukum Dan Penerapan Akutansi Di Indonesia ), (Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama, 1999), hal. 24.

menetapkan utang pajaknya sendiri. Dalam hal ini subjek pajak relatif terbatas tidak seperti dalam Pajak Bumi dan Bangunan.

c. Sistem Withholding (Withholding Tax System) yakni sistem pemungutan pajak yang memberikan wewenang kepada pihak ketiga (bukan fiscus dan bukan wajib pajak yang bersangkutan) untuk menentukan besarnya pajak yang terutang oleh wajib pajak. Ciri-ciri dari sistem ini adalah wewenang menentukan besarnya pajak yang terutang ada pada pihak ketiga selain fiscus dan wajib pajak. Dengan demikian yang melakukan tangung jawab pajak adalah pihak ketiga.

Berdasarkan sistem pelaksanaan pemungutan pajak maka sistem yang digunakan dalam pemungutan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan dilakukan dengan cara self assessment, yaitu wajib pajak diberikan kepercayaan untuk menghitung sendiri serta membayar sendiri pajak yang terutang dengan mengggunakan Surat Setoran Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan (SSB) dan melaporkannya tanpa mendasarkan kepada adanya surat ketetapan pajak. Hal ini sesuai dengan ketentuan yang tesrdapat dalam Pasal 4 Peraturan Pemerintah Nomor 91 tahun 2010 tentang jenis pajak daerah yang dipungut berdasarkan penetapan kepala daerah atau dibayar sendiri oleh wajib pajak, bahwa Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan dibayar sendiri oleh wajib pajak.

B. Bea Perolehan Hak Atas Tanah Dan Bangunan sebagai Pajak Daerah

Dalam dokumen HUKUM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN (Halaman 104-109)